Anda di halaman 1dari 1

Nama

No/Kelas

: Gustiadi Waluyo
: 14/8B Reguler

Tahun Penegakan Pajak: Kebijakan Tanpa Perubahan


Kepatuhan pajak seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu adanya punishment
(sanksi/hukuman) dan probability of detection (kemungkinan terdeteksi), itulah kesimpulan
yang bisa didapat dari jurnal yang ditulis oleh Gary S. Becker yang berjudul Crime and
Punishment: An Economic Approach. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencanangkan
tahun 2016 sebagai Tahun Penegakan Hukum. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak sehingga target penerimaan pajak yang dibebankan pada dapat
tercapai. Program yang diusung pada tahun 2016 ini adalah dengan pembentukan satgas
pemberantasan faktur pajak fiktif; mengoptimalkan pemeriksaan, penyidikan, dan penagihan
aktif; serta peningkatan kerjasama dengan instansi lain seperti kejaksaan dan kepolisian.
Kebijakan tahun penegakan hukum ini dinilai kurang tepat diterapkan sekarang ini
mengingat keterbatasan-keterbatasan yang ada.
Jumlah pegawai DJP berjumlah sekitar 32 ribu orang dengan jumlah Wajib Pajak yang
mencapai 30 juta berarti satu orang harus mengawasi sekitar 900 Wajib Pajak. Wajib pajak
merasa bahwa probability of detection yang ada sangat rendah. Mereka tidak merasa
khawatir apabila akan melakukan pelanggaran misalnya dengan tidak melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT), tidak membayar pajak, atau membayar pajak tidak sesuai jumlah
yang sebenarnya. Keterbatasan jumlah pegawai juga diiringi dengan belum maksimalnya
pemanfaatan data perpajakan.
Sistem informasi yang ada dalam DJP masih belum memadai untuk menjaring para
penunggak pajak. Data perpajakan yang ada masih belum terintegrasi dengan baik. NPWP
ganda, data wajib pajak yang tidak up to date, serta data-data potensi perpajakan yang
belum matang merupakan bukti bahwa sistem informasi DJP belum memadai. Ibarat
seorang nelayan yang menjaring ikan dengan menggunakan jaring yang rusak. Sepertinya
itulah analogi yang tepat untuk mengambarkan kondisi DJP sekarang ini. Dukungan datadata dari eksternal juga diperlukan guna melengkapi data yang sudah dimiliki oleh DJP serta
koordinasi yang baik dengan instansi lain.
Tahun Penegakan Hukum yang dicanangkan oleh DJP sepertinya tidak sejalan dengan
kebijakan yang dijalankan pemerintah. DPR sedang menggodok undang-undang yang
mengatur adanya tax amnesty. Di satu sisi DJP ingin membangun citra bahwa dengan
pencanangan tahun penegakan hukum DJP tidak akan main-main untuk menghukum para
penunggak pajak, akan tetapi di sisi lain dengan adanya undang-undang tax amnesty Wajib
Pajak akan merasa aman apabila melakukan pelanggaran.
Kurangnya SDM, sistem informasi yang kurang memadai, dan kurangnya koordinasi
dengan instansi lain merupakan tiga alasan yang melandasi kurang tepatnya pencanangan
tahun 2016 sebagai Tahun Penegakan Hukum. Dengan mengoptimalkan penyuluhan
kepada Wajib Pajak dinilai lebih efektif untuk meningkatkan kepatuhan pajak. Selain itu
pembenahan di bagian sistem informasi juga harus menjadi perhatian serius apabila DJP
ingin penegakan hukum di bidang perpajakan. Dengan sumber daya pegawai yang ada dan
didukung dengan data yang matang potensi perpajakan yang sudah ada dapat
dimanfaatkan untuk mendapatkan penerimaan pajak yang sebesar-besarnya. Jangan
sampai pencanangan Tahun Penegakan Pajak dinilai sebagai slogan saja tanpa adanya
perubahan yang berarti.

Anda mungkin juga menyukai