Anda di halaman 1dari 1

Nama

Kelas
No. Absen

: Gustiadi Waluyo
: 8B Reguler
: 14

Transaksi Derivatif dan Penghindaran Pajak


Untuk memperoleh laba yang setinggi-tingginya, banyak perusahaan yang melakukan
berbagai macam cara, di antaranya dengan meminimalkan beban pajak yang dibayar. Hal
tersebut bisa dilakukan dengan dua cara yaitu Tax Evasion (Penggelapan Pajak) dan Tax
Avoidance (Penghindaran Pajak). Tax Avoidance adalah cara yang dilakukan oleh Wajib
Pajak untuk meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan celah yang ada dalam
undang-undang dan peraturan perpajakan. Salah satu cara yang termasuk dalam kategori
Tax Avoidance adalah pengungkapan transaksi derivative yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Transaksi derivative adalah transaksi instrumen keuangan yang nilainya tergantung
pada instrumen keuangan lain (underlying asset). Hal itu dilakukan oleh manajemen dengan
tujuan untuk jaga-jaga atau lindung nilai (hedging) yaitu untuk menghindari fluktuasi harga
instrumen keuangan yang dilindungi (underlying asset), namun bisa juga untuk spekulasi
(tidak ada motif untuk melindungi underlying asset). Misalnya option untuk menjual saham,
pada tanggal tertentu di masa depan, pemilik option senilai berhak Rp100/lembar untuk
membeli saham pada Rp5000/lembar. Maka bila harga saham di bawah Rp5000, pemilik
option tidak akan mengalami kerugian karena penurunan harga saham di-offset dengan
kenaikan harga option. Contoh lain misalnya interest swap atas bunga obligasi, selisih
antara floating rate dan fixed rate akan mempengaruhi nilai swap contract. Hal ini menjadi
sangat berbahaya bila instrumen derivatif digunakan untuk spekulasi sehingga tidak terdapat
underlying asset yang meng-offset kerugiannya.
Celah penghindaran pajak dapat dilakukan dengan mengakui rugi derivatif untuk
spekulasi saat belum terealisasi dan hanya mengakui laba saat terealisasi dengan alasan
asas konservatif yang dianut dalam akuntansi. Karena tidak terdapat underlying asset yang
meng-offset kerugiannya, kerugian yang dihasilkan sangat besar sekali. Hal itu bisa
dimanfaatkan oleh Wajib Pajak agar keuntungan yang dilaporkan dalam laporan keuangan
menjadi lebih kecil sehingga pajak yang terutang pun menjadi lebih kecil.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Oktavia dan Martani (2013) menyebutkan bahwa
penggunaan derivative keuangan tidak berhubungan dengan aktivitas penghindaran pajak,
itu berarti bahwa perusahaan yang tidak maupun yang menggunakan derivative keuangan
tidak berhubungan signifikan dengan penghindaran pajak. Akan tetapi dijelaskan lebih lanjut
bahwa tingkat pengungkapan transaksi keuangan derivative dalam laporan keuangan
perusahaan berhubungan dengan tingkat penghindaran pajak. Perusahaan yang tingkat
pengungkapan transaksi derivative tinggi mempunyai tingkat penghindaran pajak yang
rendah, begitu juga sebaliknya, perusahaan dengan tingkat pengungkapan transaksi
derivative yang rendah mempunya tingkat penghindaran pajak yang tinggi. Tingkat
penghindaran pajak diukur dengan memperhitungkan Efective Tax Rate (ETR).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa transaksi derivative
sangat berhubungan erat dengan aksi penghindaran pajak. Oleh sebab itu Direktorat
Jenderal Pajak sebagai institusi penghimpun pajak di Indonesia diharapkan dapat
mencermati fenomena yang ada dan dapat menyesuaikan dengan menerbitkan peraturan
perpajakan yang mengatur tentang transaksi derivative ini.

Anda mungkin juga menyukai