Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N

No. RM

: 731634

Tanggal lahir

: 03 Oktober 1953

Usia

: 62 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Maccini Gusung

Tanggal masuk

: 3 November 2015

ANAMNESIS
1) Keluhan utama
Luka pada kaki kanan
2) Anamnesis terpimpin
Luka pada kaki kanan dialami sejak kurang lebih 3 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit. Awalnya luka akibat sepatu yang sempit, luka pada telapak kaki
makin melebar ke seluruh kaki kanan. Luka berdarah, dan bernanah, tidak
nyeri,kram-kram ada. Penyakit demam tidak ada, mual muntah tidak ada, Buang air
kecil lancar, warna kuning, kesan biasa. Buang air besar biasa
Riwayat diabetes ada diketahui sejak 3 tahun terakhir, riwayat berobat tidak
teratur riw. Konsumsi glibenklamid. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
ada. Riwayat hipertensi tidak ada.

III.

PEMERIKSAAN FISIK (10 November 2015)


Status Generalis
Sakit sedang/ gizi baik / Kompos mentis
Berat badan

: 65 kg

Tinggi badan : 170 cm


IMT

: 22.49kg/m2

Status Gizi

: Gizi Baik

Status Vitalis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg


Nadi

: 96x / menit

Pernapasan

: 24 x / menit Tipe : Torako abdominal

Suhu

: 36.6C

Status Lokalis
Kepala

: Ekspresi : Lemas

Deformitas : (-)

Simetris muka : Kiri = Kanan


Rambut : Lurus, sukar dicabut
Mata

: Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)/(-)

Gerakan : Normal

Tekanan bola mata : Tidak dilakukan pemeriksaan


Kelopak mata : Edema palpebra (-)
Konjungtiva : Anemis (+)
Kornea

: Refleks kornea (+)/(+)

Sklera : Ikterus (-)


Telinga

Pupil : Isokor, 2,5 mm/ 2,5 mm

: Tophi : (-)

Pendengaran : Normal

Nyeri tekan di prosessus mastoideus : (-)


Hidung

: Perdarahan : (-)

Mulut

: Bibir : Kering (-)

Sekret : (-)
Tonsil : T1-T1, Hiperemis (-)

Gigi geligi : Caries dentis (-)


Gusi : Perdarahan (-)
Leher

Farings : Hiperemis (-)

Lidah : Kotor (-) hiperemis (-)

: Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran


Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
DVS : R+0 cmH2O
Pembuluh darah : Normal
Kaku kuduk : (-)
2

Tumor : (-)
Dada

: Inspeksi : Simetris kiri = kanan


Bentuk : Normotoraks, simetris kiri dan kanan
Pembuluh darah : Normal
Buah dada : Normal
Sela iga : Simetris kiri = kanan, kesan melebar (-)
Lain-lain : (-)

Paru

: Palpasi : Fremitus raba : Simetris kiri = kanan


Nyeri tekan : (-)
Perkusi : Paru kiri : Sonor
Paru kanan : Sonor
Batas paru-hepar : ICS VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : Setinggi CV Th. X dextra
Batas paru belakang kiri

: Setinggi CV Th.
XI sinistra

Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler


Bunyi tambahan : Ronkhi (-)/(-)
Wheezing (-)/(-)
Jantung

: Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Pekak
Batas jantung atas: ICS III sinistra
Batas jantung kanan: Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: Linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I/II : Murni, regular
Bunyi tambahan : Bising (-)

Perut

: Inspeksi : Datar, ikut gerak napas


3

Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)


Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Peristaltik ada kesan normal
Alat kelamin

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus & rektum: Rectal toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan


Punggung

: Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)


Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-)/(-) Wheezing (-)/(-)
Gerakan : Normal, simetris kiri = kanan

Ekstremitas

Superior: Tidak ada kelainan


Inferior :
Regio Pedis dextra: tampak ulkus dengan jaringan nekrotik ada, pus ada, tidak
tampak jaringan granulasi.

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG (7.11.2015)


TES
Hematologi Rutin

HASIL

NILAI RUJUKAN

SATUAN

WBC
HGB

9.89
8.8

4.00-10.0
12.0-16.0

10^3/l
g/dl

HCT

26

37.0-48.0

PLT

260

150-400

10^3/l

PT

12.8

10-14

Detik

INR

1,19

APTT

26.9

22.0-30.0

Detik

Waktu Proththrombine (PT)

Biokimia Hati
SGOT
SGPT

18
26

<38
<41

U/L
U/L

Albumin

2.1

3.5-5.0

Gr/dl

As. Urat

3.0

GDS

279

140

mg/dl

GDP

203

110

Mg/dl

HbA1C

10.7

4-6

28

10-50

mg/dl

0.72

L(<1.3);P(<1.1)

mg/dl

126
4.4
97

136-145
3.5-5.1
97-111

mmol/l
mmol/l
mmol/l

HBs Ag (ICT)

Non reactive

Non Reactive

Anti HCV (ICT)

Non reactive

Non Reactive

P(2,4-5.7);L(3.4-7.0)

Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Imunoserologi
Penanda Hepatitis

V.

ASSESSMENT
Diagnosis Kerja
Ulkus kaki diabetik Wagner IV post debridement (9 November 2015)
Diabetes Melitus tipe II non obese
Hipoalbumin

VI.

PLANNING
a. Pengobatan
- Diet DM 1700 Kkal/hari
- Novorapid 16-18-16 IU/hari
- Levemir 0-0-20 IU/hari
- Metronidazole 500mg/8jam/IV
- Meropenem 1gram/12 jam/IV
- Paracetamol 500mg/8 jam/oral
- Koreksi Natrium
- Koreksi Hb
6

- Rawat Luka
b. Rencana Pemeriksaan
- Kontrol Darah Rutin
VII.

PROGNOSIS
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad malam

Ad sanationam

: dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Pada
penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik.
Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi
infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi
ulkus/gangren diabetes. 1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh diabetes
mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati
otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Gangguan mikrosirkulasi selain
menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf juga menurunkan aliran darah ke
perifer hingga aliran darah tidak cukup dan terjadi iskemia dan gangren. Faktor lain yang juga berperan
adalah trauma tekan yang terjadi terus-menerus, respon imun pasien dan jenis mikroba. 3
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang
tidak dirasakan oleh penderita. Mayoritas pasien yang diamputasi kakinya bermula dengan munculnya
ulkus pada kaki. Deteksi awal dan perawatan yang baik bisa mencegah dari tindakan amputasi. 4
EPIDEMIOLOGI
Diabetes Melitus Tipe 2 merupakan penyakit kronis dengan angka morbiditas dan mortalitas yang
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2014, 9% usia 18 tahun ke atas di dunia menderita Diabetes
Melitus tipe 2. Pada tahun 2012, Diabetes Melitus merupakan penyebab dari 1,5 juta kematian di seluruh
7

dunia. Lebih dari 80% kematian akibat Diabetes Melitus terjadi di negara berpendapatan menengah ke
bawah. Indonesia menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah Amerika
Serikat, China dan India. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 terjadi peningkatan angka
prevalensi Diabetes Melitus dari 1,1 persen tahun 2007 menjadi 2,1 persen tahun 2013. Adapun data dari
Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penyandang diabetes pada tahun 2003 sebanyak 13,7
juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta
penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural. 1
Sekitar 52% Diabetes Melitus mengalami progresifitas menjadi komplikasi kronik, dengan 33,4%
komplikasi makrovaskular dan 34,7% komplikasi mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi
kardiovaskular sebanyak 30,1%, serebrovaskular 6,8%, neuropati 17,8%, dan nefropati 10,7%.
Komplikasi vaskulopati (makrovaskular dan mikrovaskular) dan neuropati pada penderita Diabetes
Melitus dapat mengakibatkan trauma ringan berkembang menjadi ulkus. Lebih dari 15% penderita DM
yang dirawat merupakan penderita komplikasi ulkus diabetik. 1
Berdasarkan data berbagai penelitian, angka amputasi pada penderita Diabetes Melitus 15 kali
lebih besar dibanding orang yang tidak menderita Diabetes Mellitus. Angka kematian atau mortalitas
pasca mayor amputasi dari 1.000 pasien diabetes per tahun mencapai 273,9%, sedangkan orang yang
tidak terjangkit diabetes sekitar 36,4%. Selain itu, Angka kematian atau mortalitas pasca minor amputasi
dari 1.000 pasien diabetes per tahun sejumlah 113,4%, lebih banyak dari mereka yang tidak mengidap
diabetes sebesar 36,4%.

ETIOLOGI
Etiologi ulkus diabetik temasuk neuropati, penyakit pembuluh darah (vaskulopati), tekanan dan
deformitas pada kaki. Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara umum
faktor-faktor tersebut dibagi menjadi : 3,6

Faktor Predisposisi
o Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan
makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan neuropati otonom.3
o
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati motorik,
neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain 3
o
Neuropati sensorik pada kaki bisa menyebabkan terjadinya trauma yang tidak disadari.
Neuropati motorik juga menyebabkan otot intrinsik lemah ntuk menampung berat badan
seseorang dan seterusnya terjadilah trauma. 6

Faktor Presipitasi 3
o Perlukaan di kulit (jamur).
o Trauma.
o Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor Yang Memperlambat Penyembuhan Luka3


o Derajat luka.
o Perawatan luka.
o Pengendalian kadar gula darah.
PATOFISOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik neuropati sensorik, motorik dan otonom akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya
8

perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang luas.
Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetik. 1
A. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan lapisan dalam
arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang meningkatkan resiko terbentuknya trombus.
Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri akan tersumbat dan menyebabkan aliran kolateral tidak cukup,
dan akhirnya terjadi iskemia atau bahkan gangren yang luas. Manifestasi vaskulopati pada penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering terjadi pada
tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami vaskulopati adalah
arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal arteri femoralis profunda,
arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering
sangat sulit ditangani dan memerlukan amputasi.3
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan
produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent) akan memacu terbentuknya
mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ
dan/atau jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya. 3
B. Neuropati
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan patogenesis kaki
diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf terutama di bagian perifer dari
tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, suatu teori yang menyatakan bahwa semakin
panjang saraf maka semakin rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas,
ekstremitas bawah akan lebih dulu mengalami neuropati. 3
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf
(keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati)
juga akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia,
bahkan gangren.3
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol fruktosa) akibat
kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada jaringan saraf akan mengganggu
aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik
akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya
sensasi getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon
dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati dan
polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat
disertai diare nokturnal, keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. 7
a) Neuropati motorik
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang menimbulkan
kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah dermis hingga
terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru
pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan
berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi
ulkus dan akhirnya gangren.3
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik dengan 4 tahap
perkembangan: 3
9

(1)
(2)
(3)
(4)

b)

(2)
(3)
c)

Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan, khususnya aspek
medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi akan berkembang lebih dalam dan
masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat mempengaruhi pergelangan kaki, menyebabkan
perubahan atau pergeseran tempat pada pergelangan kaki dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan
diamputasi. 6
Neuropati sensorik
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik (karena gangguan pengantaran
impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak
merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi,
nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien. 3
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti: 3
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama berbaring,
dekubitus).
Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)
.
Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah akibat kerusakan saraf
simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang
atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor, dan lain-lain.3
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada tungkai yang
menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-pecah sehingga memudahkan
infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat
pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki
akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus. 3

C. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur muskulofasial.
Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun pada tungkai
hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar
pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman penyebab infeksi
pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif, gram positif, dan anaerob yang
bekerja secara sinergi.3
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan
karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti katekolamin, kortisol, homon
pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula
darah juga menyebabkan kegagalan fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana
diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk
mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa
ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes
yang mengalami kekurangan insulin. 3
Selain faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh dalam terbentuknya kaki
diabetik. Waspadji menyatakan bahwa faktor pendidikan, sosio ekonomi dan gizi juga punya andil cukup
besar. Pendidikan dan sosio ekonomi yang rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai
Diabetes mellitus dan pencegahan komplikasinya, kemampuan finansial akan mempengaruhi pengelolaan
10

Diabetes mellitus yang dideritanya dan status gizi yang rendah punya keterkaitan dengan rendahnya
respon imun hingga mempermudah terjadinya infeksi. 3
KLASIFIKASI
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi
Edmonds dari Kings College Hospital London, klasifikasi Liverpool, sampai klasifikasi Wagner yang
lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, juga klasifikasi Texas yang lebih kompleks tetapi lebih
mengacu kepada pengelolaan kaki diabetik. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International
Working Group on Diabetic Foot yaitu klasifikasi PEDIS. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat
ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropati, sehingga arah pengelolaan
pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia tentu
lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih dahulu.
Sebaliknya, kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus adekuat. 1
Klasifikasi Wagner 1
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.

Klasifikasi PEDIS menurut International Consensus On The Diabetic Foot (2003)


Impaired Perfusion

1 = None
2 = PAD + but not critical
3 = Critical limb ischemia

Size / Extent in mm2


Tissue loss / Depth

1 = Superficial fullthickness, not deeper than dermis


2 = Deep ulcer, below dermis. Involving subcutaneous structures, fascia,
muscle or tendon
3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint
11

Infection

1 = No symptoms or signs of infection


2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 = Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure, no
systemic sign of inflammatory response
4 = Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the
left metabolic instability, hypotension, azotemia

Impaired sensation

1 = Absent
2 = Present

DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetik dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat ditanyakan riwayat timbulnya luka beserta
perjalanan luka tersebut. Selain itu menggali lebih dalam riwayat diabetes dan komplikasi yang telah
muncul secara lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari penyakit ini. Anamnesis harus
fokus pada gejala indikasi kemungkinan neuropati perifer atau insufisiensi arteri perifer .
a) Gejala Neuropati Perifer
Hipoestesia
Hiperestesia
Parestesia
Disestesia
Nyeri radikuler
Anhidrosis

b) Gejala Insufisiensi Arteri Perifer


Kebanyakan pasien aterosklerosis ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala, dan sebagian
yang lain mengalami gejala iskemik . 6
Pasien yang bergejala datang dengan klaudikasio intermiten, nyeri iskemik saat istirahat, ulserasi kaki
yang tidak sembuh, atau iskemia kaki .6
Kram atau kelelahan dari kelompok otot besar di salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang
timbul setelah berjalan pada jarak tertentu menunjukkan terjadinya klaudikasio intermiten . Gejala ini
meningkat dan berkurang dengan istirahat selama beberapa menit . Timbulnya klaudikasio dapat terjadi
lebih cepat dengan berjalan cepat atau berjalan turun naik tangga. 6
Klaudikasio merupakan penyakit oklusif infrainguinal yang biasanya melibatkan otot betis.
Ketidaknyamanan, kram, atau lemah di betis atau kaki sangat umum pada populasi diabetes karena
cenderung memiliki oklusi aterosklerotik tibioperoneal. Calf atrofi otot juga dapat terjadi . Gejala yang
terjadi di bagian bokong atau paha menunjukkan adanya penyakit oklusi aortoiliaka. 6

12

Nyeri saat istirahat tidak sering terjadi pada penderita diabetes . Dalam beberapa kasus, fissura, ulkus dan
kelainan lain pada integritas kulit adalah tanda pertama kehilangan perfusi. Gangrene pada pasien
diabetes kebiasaannya menbuktikan adanya infeksi. 6
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik berdasarkan sistem
klasifikasi yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea,
dan arteri femoralis dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin (tanda-tanda infeksi),
pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto
pedis. Dengan demikian, dapat diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang
selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik. 6
DIAGNOSIS BANDING
1.

Aterosklerosis

2.

Insufisiensi Vena Kronik

3.

Infeksi pada kaki diabetik

Ulkus trofik para diabetes klasik harus dibedakan dari berbagai masalah lain yang cenderung
terjadi pada orang dengan diabetes, seperti dermopati diabetik, bullosis diabeticorum, xanthoma eruption,
necrobiosis lipoidica, dan anulare granuloma.6

Rasa sakit kaki pada penyakit arteri perifer harus dibedakan dari penyebab nyeri yang lain, seperti
radang sendi, nyeri otot, nyeri radikuler, kompresi sumsum tulang belakang, tromboflebitis, anemia, dan
myxedema.6

Neuropati diabetik harus dibedakan dari bentuk-bentuk neuropati lainnya, termasuk neuropati
vaskulitis, neuropati metabolik, neuropati otonom, radikulopati, dan banyak lainnya. 6
PENATALAKSANAAN
Pengelolaan kaki diabetik dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya
kaki diabetik dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan
pencegahan agar tidak terjadi kecacatan atau deformitas (pencegahan sekunder dan pengelolaan
ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).1,3

A. Pencegahan Primer

1)
2)
3)
4)

Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan terjadinya ulkus, bertujuan
untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya
edukasi kepada para penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.1
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkan risiko terjadinya dan risiko besarnya
masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik berdasarkan risiko terjadinya masalah
(Frykberg) yaitu:1
Sensasi normal tanpa deformitas
Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
Insensitivitas tanpa deformitas
Iskemia tanpa deformitas
13

5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak, disesuaikan
dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko
tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor
mekanik akan dapat dicegah. Untuk kaki yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk
melindungi kaki yang insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas
kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan permasalahan
vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki. Merobah gaya
hidup, menghindari rokok, memeriksa kaki sendiri dan merawatnya setiap hari serta pemeriksaan gula
darah secara teratur perlu dilakukan. Bila perilaku yang positif telah dilaksanakan maka dampaknya
adalah gula darah terkendali. Juga perlu diberikan motivasi kepada pasien yang telah cacat agar dia tidak
kehilangan gairah hidup.1,3
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Penyuluhan diberikan secara
komprehensif agar penderita dapat memahami dan menyadari bahwa seorang penderita diabetes dapat
mengalami neuropati dan kelainan pada pembuluh darah dengan akibat penderita diabetes lebih mudah
mengalami luka dibandingkan orang normal. Untuk itu perlu pengenalan diabetes dan komplikasinya agar
pasien dapat membantu diri sendiri hingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi. 1,3

B. Pencegahan Sekunder
Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multidisipliner sangat diperlukan. Berbagai hal yang
harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil maksimal dapat digolongkan sebagai berikut: 1

Pengendalian Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah diusahakan agar selalu
senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain
juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi
jaringan serta fungsi ginjal. Semua faktor tersebut tentu akan menghmbat kesembuhan luka sekiranya
tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki. 1

Pengendalian Vaskuler
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik
dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta pengukuran tekanan
darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan
pembuluh darah dengan cara noninvasif maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle
brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, serta pemeriksaan echo Doppler dan arteriografi.1
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan untuk kelainan pembuluh
darah perifer dari sudut vaskular, yaitu berupa:
Modifikasi Faktor Risiko1
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis, hiperglikemia, hipertensi, dislipidemia
Walking program latihan kaki merupakan terapi utama yang diberikan oleh ahli rehabilitasi medik atau

14

fisioterapis.
Nonivasive Vascular Test4
PEMERIKSAAN
Trancutaneous oxygen measurement
Ankle-brachial index
Absolute toe systolic pressure

NILAI ABNORMAL
< 40 mmHg
< 0.80 : abnormal
< 0.45 : berat
< 45 mmHg

Terapi Farmakologik
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis
di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan
bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM, tetapi sampai saat ini
belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki
patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM. 1
Pengobatan kaki diabetik meliputi pengendalian gula darah, penanganan kelainan kaki, neuropati
diabetik, sirkulasi darah dan penanganan infeksi serta rehabilitasi. Pengendalian gula darah harus disertai
upaya perbaikan keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai. 3
Untuk memperbaiki neuropati diabetik kita dapat memilih untuk memakai secara bersama obat
yang melancarakan aliran darah dan yang memperbaiki metabolisme. Dalam memperbaiki aliran darah
kita harus memperbaiki struktur vaskuler yang telah mengalami kerusakan. 3
Sebagai mana yang telah kita ketahui gangguan endotel, gangguan trombosit, dan dislipidemia
menjadi penyebab utama terjadinya angiopati. Jadi selain pengendalian gula darah, yang mutlak harus
dilakukan adalah pemberian anti agregasi dan vasodilator perifer. Pemberian obat anti agregasi
diharapkan dapat memperbaiki vaskularisasi jaringan atau organ yang terserang. Ada beberapa pilihan
obat yang dapat dipakai, yaitu asetosal, pentoksifilin dan cilostazol. 3
Antibiotik diberikan bila ada infeksi. Oleh karena itu bila ditemukan infeksi sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kultur. Tidak jarang penderita datang dengan sepsis sehingga pemberian antibiotik tidak
perlu menunggu hasil kultur. Pada keadaan ini pilihan antibiotiknya adalah antibiotik spektrum luas atau
dikombinasi dengan golongan kloksasilin untuk terapi vaskulitis dan golongan yang aktif terhadap kuman
anaerob seperti metronidazol dan klindamisin.3

Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio intermiten yang hebat,
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan
angiografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas. 1
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi yang pendek
dapat dipikirkan prosedur endovaskular (PTCA). Pada oklusi akut dapat pula dilakukan
tromboarterektomi. 1
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki, sehingga
hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, dan kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai
faktor lain yang turut berperan.1
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki vaskularisasi dan
oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak
kendala untuk menerapkan terapi hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik. 1

Pengendalian Luka
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan
baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi PEDIS dilakukan setelah
debridement yang adekuat. Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan keadaan luka dan juga
15

letak luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate
dressing atau silver impregnated dressing yang bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus dari ulkus/gangren. 1
Untuk ulkus dan ganggren dapat dilakukan bedah minor seperti insisi, drainase abses,
debrideman, dan nekrotomi dengan tujuan mengeluarkan semua jaringan nekrosis untuk eliminasi infeksi,
hingga mempercepat penyembuhan luka. Sebelumnya perlu diketahui batas yang tegas antara jaringan
sehat dan jaringan nekrotik hingga nekrotomi atau amputasi dapat direncanakan dengan seksama. Pada
peradangan yang berat/luas disertai penyebaran yang sangat cepat, amputasi harus dipertimbangkan
dengan segera. Bila ditunda, tidak jarang dapat mengakibatkan septikemia. 3
Selama proses inflamasi masih ada, tidak akan terjadi proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang dibasahi dengan salin.
Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat perawatan kaki diabetik. 1

Pengendalian Metabolik dan Infeksi


Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah yang berbeda. Antibiotik
yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan,
dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan
berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas,
mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan
obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol). 1

Pengendalian Mekanik dan Tekanan


Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada plantar pedis.
Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan rentan terhadap timbulnya luka.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable
cast walker, total contant casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts,
maupun cradled insoles. 1
Berbagai metode pembedahan juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka, seperti
dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi bedah (misalnya operasi untuk hammer
toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, dan partial calcanectomy). 1

Pengendalian Edukasional
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan penyuluhan yang
baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu
dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal. 1
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan
kaki diabetik. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetik dan kemudian segera setelah perawatan,
keterlibatan ahli rehabilitasi medik sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mungkin timbul
pada pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat
membantu mencegah terjadinya ulkus baru. 1
PROGNOSIS
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes
melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya. Selain itu,
lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan
keterampilan dari tenaga medis atau paramedis mempengaruhi proses penyembuhan luka, sehingga secara
tidak langsung akan mempengaruhi prognosis.1,6

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW et all (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009: h.1961-1965
2. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Dalam: Sudoyo AW et all (eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009: h.1880
3. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam Majalah Kedokteran Anadalas Volume 22 No.1
Januari - Juni 1998: h. 2-9
4. David G. Amstrong et all (eds). Diabetic Foot Ulcers: Prevention, Diagnosis and Classification.
University of Texas Health Science Center: 1998 Mar 15;57(6):1325-1332.
5. Kumar P. et all (eds). Kumar & Clarks Clinical Medicine Seventh Edition.Saunders Elsevier:
2009: h. 1056-1057
6. Rowe Lopez V. (online) Diabetic Ulcer.
http://emedicine.medscape.com/article/460282

Updated

Sept

25,2012.

Available

at:

7.Price A. Sylvia et all (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1995: h. 1117-1119

17

Anda mungkin juga menyukai