Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress
berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalnya:
memaki-maki orang di sekitarnya, membantingbanting barang, menciderai diri sendiri
dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah sakit
jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak alat
rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum memadai
sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat pendidikan kesehatan
tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan
tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan menjadi
pendekatan proses keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa pengertian dari perilaku kekerasan ?


Bagaimana etiologi dari perilaku kekerasan?
Apa saja manifestasi klinis dari perilaku kekerasan?
Bagaimana Rentang Respon masalah kesehatan jiwa PK ?
Bagaimana mekanisme koping dari perilaku kekerasan?
Bagaimana perilaku dari klien perilaku kekerasan?
Bagaimana penatalaksanaan dari perilkau kekerasan?
Bagaimana pohon masalah pada masalah kesehatan jiwa PK ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada masalah perilaku kekerasan?

C. Tujuan
1.

Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep teori dan asuhan keperawatan klien dengan
perilaku kekerasan.

2.

Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan


Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
Mengetahui rentang respon
Mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
Mengetahui mekanisme koping dari perilaku kekerasan
Mengetahui perilaku dari pasien perilaku kekerasan
Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
Mengetahui konsep asuhan keperawatan dari perilaku kekerasan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian

Kekerasan adalah kekutan fisik yang digunakan untuk meyerang atau merusak orang
lain. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak adil dan sering mengakibatkan cedera
fisik (Ann Isaacs, 2005).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Budi Ana Keliat, 2011).
Perilaku kekerasan sukar diprediksi. Setiap orang dapat bertindak keraas tetapi ada
kelompok tertentu yang memiliki risiko tinggi yaitu pria berusia 15 25 tahun, orang
kota, kulit hitam, atau subgroup dengan budaya kekerasan, peminum alcohol (Tomb,
2003 dalam Purba, dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba dkk. 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain (Yosep,
2007, hal. 146).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000)
B. Etiologi
a.
Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
1)

Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan

2)

ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.


Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi

3)

individu mengadopsi perilaku kekerasan.


Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol
sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan yang diterima (permissive).

4)

Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku

b.

kekerasan.
Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan.

C. Manifestasi klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
1. Fisik
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan kehendak
f. Memukul jika tidak senang
2. Verbal
a. Bicara kasar
b. Suara tinggi, membentak atau berteriak
c. Mengancam secara verbal atau fisik
d. Mengumpat dengan kata kata kotor
e. Suara keras
f. Ketus
3. Perilaku
a. Melempar atau memukul benda / orang lain
b. Menyerang orang lain
c. Melukai diri sendiri / orang lain
d. Merusak lingkungan
e. Amuk / agresif
4. Emosi
a. Tidak adequat
b. Tidak aman dan nyaman
c. Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d. Tidak berdaya
4

e. Bermusuhan
f. Mengamuk, ingin berkelahi
g. Menyalahkan dan menuntut
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli
dan kasar
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri
D. Rentang respon
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain,
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman
tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
d. dialami.
e. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
f.

sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.


Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.

E. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi
diri antara lain:

1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan,
sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan


melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan.

Misalnya

seorang

yang

tertarik

pada

teman

suaminya,

akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.


5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi
itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perangperangan dengan temannya.
F. Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah meningkat,
takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga
meningkat diserta ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
b. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
6

Perilaku

yang

sering

ditampilkan

individu

dalam

mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif adalah
cara

yang

terbaik

untuk

mengekspresikan

marah

karena

individu

dapat

mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun
psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk pengembangan diri klien.
c. Memberontak (acting out). Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik
perilaku acting out untuk menarik perhatian orang lain.
d. Perilaku kekerasan. Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan

G. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
1) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
2) Obat anti depresi, amitriptyline
3) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
4) Obat anti insomnia, phneobarbital
b. Terapi modalitas
1) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien
dengan memberikan perhatian:
a) BHSP
b) Jangan memancing emosi klien
c) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
d) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan pendapat
e) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
f)
Mendengarkan keluhan klien
g) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
h) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
i)
Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
j)
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:

Bawa klien ketempat yang tenang dan aman

Hindari benda tajam

Lakukan fiksasi sementara

Rujuk ke pelayanan kesehatan


2) Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas
lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena
3)

masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
Terapi musik
7

Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan


kesadaran klien.
c.

Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini
bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan

kegiatan

dan

mengembalikan

kemampuan

berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan


pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini
merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
d.

Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi
somatic terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku
adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien

e. Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT)
adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang
grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan

pada

untukmenangani

pelipis

skizofrenia

klien.

Terapi

membutuhkan

ini

ada

20-30

awalnya

kali

terapi

biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2


kali).

H. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan.

Perlaku kekerasan
Mekanisme koping individu in efektif

CP
C

Gambar 1 : pohon masalah PK ( Budi Anna Keliat )

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1.
Data demografi
Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan,
2.

waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.


Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

1)

Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan
kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi

2)

yang dikeluarkan saat marah bertambah.


Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati,

3)

menyalahkan dan menuntut.


Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses
intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan
yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat
perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana

4)

informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.


Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi

marah

sering

merangsang

kemarahan

orang
10

lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang
lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
5)

menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.


Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu
secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan
cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek
emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi,
bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan,

3.

kekerasan, ejekan, humor.


Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui
penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat
ditentukan diagnosa keperawatan.
Data
Data subjektif : klien mengatakan marah dan jengkel
kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar
atau mengacak acak lingkungannya.
Data objektif : klien mengamuk, merusak dan
melempar barang-barang, melakukan tindakan
kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
Data subjektif : klien mengatakan benci atau kesal

Masalah Keperawatan
Resiko mencederai diri,
orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan
perilaku kekerasan / amuk
Perilaku kekerasan /

pada seseorang, klien suka membentak dan

amuk dengan gangguan

menyerang orang yang mengusiknya jika sedang

harga diri: harga diri

kesal atau marah, riwayat perilaku kekerasan atau

rendah

gangguan jiwa lainnya.


Data objektif : mata merah, wajah agak merah, nada
suara tinggi dan keras, bicara menguasai, ekspresi
marah saat membicarakan orang, pandangan tajam,
11

merusak dan melempar barang barang.


b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko menciderai ndiri dan orang lain atau lingkungan b.d perilaku
kekerasan.
2. Perilaku kekerasan b.d Mekanisme koping individu in efektif.
c. Intervensi Keperawatan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan / amuk.
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya
Tujuan Khusus :
b. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat.
5. Beri rasa aman dan sikap empati.
6. Lakukan kontak singkat tapi sering.
c. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
d. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel / kesal.
2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
3. Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami klien.

e. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan :

f.

1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
3. Tanyakan apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
12

Tindakan :
1. Bicarakan akibat / kerugian dari cara yang dilakukan.
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
g. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
1. Tanyakan kepada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
3. Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.
Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul
bantal / kasur atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung.
Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara cara marah yang sehat, latihan
asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
h. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan :
1.
2.
3.
4.
5.

i.

Bantu memilih cara yang paling tepat.


Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.

Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap apa yang telah

j.

dilakukan keluarga selama ini.


2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.
3. Jelaskan cara cara merawat klien
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan :
1. Jelaskan jenis jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga.
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa seizin
dokter.
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat (nama klien, obat, dosis, cara dan waktu).
13

4. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5. Anjurkan klien melaporkan pada perawat / dokter jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan.
6. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan Umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
Tujuan khusus :
a.
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a.
b.
c.
d.

Bina hubungan saling percaya,


Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan

bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.


Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

b.

Tindakan :
1.
2.
3.
c.

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.


Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
Utamakan memberi pujian yang realistis.

Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
1.
2.
d.

Diskusikan bersama klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah.
Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai kemampuan yang

dimiliki.
Tindakan :
1.

Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai

2.
3.

kemampuan ( mandiri, bantuan sebagian, bantuan total ).


Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

e.

Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuannya


Tindakan :
1.
2.
3.

Beri kesempatan klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.


Beri pujian atas keberhasilan klien.
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
14

f.

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.


Tindakan :
1.

Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan

2.
3.
4.

harga diri rendah.


Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).

g.

Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
2. Bantu klien mengpnakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,
cara dan waktu).
3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

d. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah disusun.
e. Evaluasi
Evaluasi hasil sesuai dengan kriteria hasil / outcome.

15

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah
atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri dipandang
sebagai

suatu

rentang,

dimana

agresif

verbal

di

suatu

sisi

dan

perilaku

kekerasan (violence) di sisi yang lain.


Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1.
2.
3.
4.

Menyerang atau menghindar (fight of flight)


Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Memberontak (acting out)
Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan

B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam mengatasi
masalahnya.
16

Kemampuan perawat dalam menangani klien dengan masalah perilaku kekerasan


meliputi keterampilan dalam pengkajian, diagnose, perencanaan, intervensi dan evaluasi.
Salah satu contoh intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan adalah dengan mengajarkan teknik napas dalam atau
memukul kasur/bantal agar klien dapat meredam kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan professional Jiwa, Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta; EGC
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart GW, Sundeen. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta; EGC
Stuart G. W, dan Laria M. T, 2001, Erinciple and Practice of Phychitric Nursing.
(Terjemahan) (7 th ed), St. Lois : Mosby
Townsend M. C, 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Psikiatri, (terjemahan), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

17

Anda mungkin juga menyukai