Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Proses persalinan hampir 90% yang mengalami robekan perineum, baik dengan
atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan perineum ini akan
sembuh bervariasi, ada yang sembuh normal (6-7 hari) dan ada yang mengalami
kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki, 2010; Saleha, 2009). Penyembuhan luka
pada ibu pasca bersalin dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya mobilisasi dini,
nutrisi, dan perawatan perineum ( kebersihan diri) (Anggraeni, 2010). Luka-luka pada
jalan lahir yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks umumnya bila tidak disertai
infeksi akan sembuh per primam (Prawirohardjo, 2005).Sementara itu perlukaan jalan
lahir lahir dapat menyebabkan infeksi. Penyebab infeksi diantaranya adalah bakteri
eksogen (kuman dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh),
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah
streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan
lahir. Gorback mendapatkan dari 70% dari biakan serviks normal dapat pula ditemukan
bakteri anaerob dan aerob yang patogen. Secara umum frekuensi infeksi puerperalis
adalah sekitar 1-3%. Sehingga perlu dilakukan perawatan dengan baik. Perawatannya
dengan merawat luka dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula alat alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
(Soepardiman, 2007).
Penyebab kematian ibu dikarenakan perdarahan, eklampsia, infeksi, persalinan
macet, dan komplikasi keguguran (Depkes, 2010). Sebab utama kematian ibu di negara
berkembang termasuk di Indonesia adalah perdarahan. Data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2005 menunjukan bahwa perdarahan merupakan 26% dari
penyebab kematian ibu di dunia dan merupakan penyebab terbesar setelah infeksi
(15%), unsafe abortion (13%), dan preeklampsia atau eklampsia (12%), disamping
sebab-sebab yang lain (WHO, 2005). Infeksi postpartum yang merupakan penyebab

kematian maternal pada urutan kedua setelah perdarahan jika tidak segera ditangani
(Hamilton, 2006). Infeksi postpartum terjadi di traktus genitalia setelah kelahiran yang
diakibatkan oleh bakteri, hal ini akan meningkatkan resiko infeksi postpartum yang
salah satunya disebabkan oleh luka episiotomi yang dapat menyebabkan syok septic
(Cunninghum, 2005).
Mengingat banyaknya jumlah morbiditas dan mortalitas post partum khususnya
infeksi post partum, maka penatalaksanaan yang harus dilakukan haruslah cepat,
efektif, dan komprehensif. Tujuan dari perawatan penyakit ini tidak hanya untuk
menyelamatkan hidup, tetapi juga untuk meringankan gejala dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Oleh karena itu,perawat sangat berperan penting dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi puerperalis. Dalam makalah ini, kami
mengkhususkan untuk membahas konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan infeksi puerperalis.
1.2

Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep teori mengenai infeksi puerperalis yang meliputi anatomi fisiologi,
definisi, etiologi, patofisiologi,WOC, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, dan komplikasinya.
b. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan infeksi puerperalis

1.3

Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi puerperalis
1.3.2

Tujuan khusus
1) Memahami anatomi dan fisiologi sistem reproduksi
2) Mengetahui pengertian dari infeksi puerperalis
3) Mengetahui etiologi dari infeksi puerperalis
4) Mengetahui klasifikasi dari infeksi puerperalis
5) Mengetahui manifestasi klinis dari infeksi puerperalis
6) Memahami proses terjadinya infeksi puerperalis
7) Mengetahui WOC (Web of Caution) dari infeksi puerperalis

8) Mengetahui pemeriksaan penunjang pada klien dengan infeksi puerperalis


9) Mengetahui penatalaksanaan infeksi puerperalis
10) Mengetahui komplikasi infeksi puerperalis
11) Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi puerperalis

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Sistem Reproduksi Interna Wanita

Gambar 1. Anatomi Reproduksi Interna Wanita


2.1.1
Vagina
Saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan vulva. Jaringan
muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani,
oleh karena itu dapat dikendalikan. Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum.
Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm. Bagian
serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio uteri membagi puncak
(ujung) vagina menjadiForniks anterior, dekstra, posterior, sinistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan asam
susudengan pH 4,5. Keasaman vagina memberikan proteksi terhadap infeksi. Fungsi
utama vagina:
a. Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.
b. Alat hubungan seks.
c. Jalan lahir pada waktu persalinan.
2.1.2
Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung
kemih dan rektum. Dinding belakang dan depan dan bagian atas tertutup peritonium,
sedangkan bagian bawah berhubungan dengan kandung kemih. Untuk mempertahankan
posisinya, uterus disangga beberapa ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. Ukuran
uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8
cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus dapat menahan beban
hingga 5 liter.

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :


a. Peritonium
b. Lapisan otot
c. Endometrium
Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri,
tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot panggul. Ligamentum yang
menyangga uterus adalah :
a. Ligamentum latum
b. Ligamentum rotundum (teres uteri)
c. Ligamentum infundibulopelvikum
d. Ligamentum kardinale Machenrod
e. Ligamentum sacro-uterinum
f. Ligamentum vesiko-uterinum
2.1.3
Tuba Fallopii
Merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm dan diameternyaantara 3
sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di
lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.
2.1.4
Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan uterus di bawah
tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Ovarium
yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum
b. Memproduksi hormone estrogen
c. Memproduksi progesterone

2. Postpartum
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organorgan yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan
dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa postpartum
ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi
maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati
yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga
merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau
penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan

kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat
penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009)
3. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayikeluar. Hal
ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga
jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosisdan
lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi
sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali
pada ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga,
vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran
bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
Menurut Mitayani (2009) perubahan pada sistem reproduksi pada postpartum
adalah :
1) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil 2. Segera setelah plasenta lahir tinggi fundus
uteri kira kira sepusat. Korpusi uteri sekarang sebagian besar merupakan
miometrium yang dIbungkus serosa dan dilapisi desidua. Dinding anterior dan
posterior menempel dengan tebal masing masing 4 5 cm. Karena adanya
kontraksi rahim pembuluh darah tertekan sehingga terjadi Iskemic. Selama 2
hari berikut uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan 2 minggu
kemudian telah turun kerongga panggul dan tidak dapat diraba diatas syimpisis
dan mencapai ukuran normal dalam waktu 4 minggu.Setelah persalinan uterus
seberat kurang lebih 1 kg. karena involusi 1 minggu kemudian beratnya sekitar
500 gram, pada akhirnya minggu kedua menjadi 300 gram dan segera
sesudahnya menjadi 100 gram. Jumlah sel sel otot tidak berkurang banyak
hanya ukuran selnya yang berubah.
Setelah 2 hari persalinan desidua yang terringgal di uterus berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik, terkelupas keluar
bersama lochea dan lapisan basalis tetap utuh menjadi sumber pembentukan

endrometrium baru. Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat kecuali


tempat plasenta. Seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ke-35.
2) Bekas implantasi uri
Segera setelah persalinan, tempat plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah
yang mengalami trombos. Setelah kelahiran, ukuran pembuluh darah ekstra
uteri mengecil menjadi sama atau sekurangnya mendekati sebelum hamil.5
Placental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan
diameter 7,5 cm. Sesudah 2 minggu menjasi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4
cm, dan akhirnya pulih.
3) Luka pasca post partum
Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6-7
hari.
4) Nyeri
Rasa sakit, yang disebut after pain, (merian atau mules-mules) disebabkan
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pasca persalinan. Perlu
diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu
dapat diberikan obat-obat antisakit dan antimules.
5) Lochia
Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam
masa nifas.
Lochia rubra (cruenta) : berisi darah segar dan sisa-sisa verniks kaseosa,
lanugo, dan mekoneum, selama 2 hari pasca persalinan.
Lochia sanguinolenta : berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke
3-7 pasca persalinan.
Lochia serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
Lochia alba : cairan putih, setelah 2 minggu.
Lochia purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
Lochiostasis : lochia tidak lancar keluarnya.
6) Serviks
Seviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur yang tipis, kolaps dan
kendur setelah kala III persalinan. Mulut serviks sempit, serviks menebal dan
salurannya akan terbentuk kembali.Miometrium segmen bawah uterus yang
sangat tipis berkontraksi tapi tidak sekuat korpus uteri. Beberapa minggu

kemudian segmen bawah menjadi istmus uteri yang hampir tidak dapat
dilihat.Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga
rahim; setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat
dilalui 1 jari. Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong
berdinding lunak yang ukurannya secara perlahan mengucil. Rugae terlihat
kembali pada minggu ketiga. Himen muncul sebagai potongan jaringan yang
disebut carunclae mirtiformis.
7) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita
Indonesia melakukan berkusuk atau berurut , di mana sewaktu dikusuk
tekanan intra-abdomen bertambah tinggi. Karena setelah melahirkan
ligamenta, fasia, dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika dilakukan
kusuk/urut, banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau
terbalik. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan
gimnastik pasca persalinan.

b. Perubahan pada Sistem Pencernaan


Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat
merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium
sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium
pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga
pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
c. Perubahan Pada Sistem Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
8) Keadaan/status sebelum persalinan
9) Lamanya partus pada kala II

10) Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.


Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak
menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi
sering terjadi exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluhpembuluh darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
d. Perubahan Pada Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin
diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk
normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang
tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari
setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang
mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara
penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus
yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum
dan vulva, serta vagina.
e. Perubahan Tanda- tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38C, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38C yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkanadanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum),
infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan
payudara, dan lainlain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering

terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses
persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia
dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke
enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
4. Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masanifas
juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara
ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong
wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau
rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang
kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti popok saja
tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih
sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase sebagai berikut :
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diriibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan
yang baik untukmemberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibunifas.
c. Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase
ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan

diridengan ketergantungan bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui


sehingga siap terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu akan percaya diri
dalam menjalani peran barunya.
2.2 Infeksi Peurpuralis
1. Pengertian
Menurut (Widyastuti, 2002) Infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus
genitalia yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (rupture
membran) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat
dua atau lebih dari hal-hal berikut:
a. Nyeri pelvic
b. Demam 38,5oC atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja
c. Rabas- vagina yang abnormal
d. Rabas-vagina berbau busuk
e. Keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus
Infeksi puerperalis adalah infeksi yang terjadi didalam struktur yang
berhubungan dengan persalinan setelah melahirkan yang merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas ibu. Tempat utama infeksi pasca partum adalah rongga
panggul, tempat umum lainnya adalah payudara, saluran kemih dan system vena.
Infeksi yang terlokalisasi bisa mempengaruhi vagina, vulva dan perineum (Stright,
2004)Infeksi peurpuralis adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan atau nifas
(Sarwono, 2005).
Infeksi puerperalis adalah infeksi luka jalan lahir postpartum, biasanya
dariendometrium, bekas insersi plasenta.Demam
disebabkan

infeksi

dalam

nifas

sebagian

besar

nifas,makademam dalam nifas merupakan gejala penting dari

penyakit ini. Demamdalam nifas sering disebut juga morbiditas nifas dan merupakan
indekskejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapatjuga
disebabkan oleh pyelitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus,dan lain-lain
2. Etiologi
Infeksi bakteri yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara
beberapa macam bakteri. Adapun jenis bakteri endogen yang menyebabkan infeksi
adalah:
a. Streptococcus hemoliticus aerobicus.

Streptococcus ini merupakan sebab infeksi yang berat khususnya golongan A.


Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril,
infeksi tenggorokan orang lain.
b. Stapylococcus aureus
Kumaninibiasanya menyebabkan infeksi terbatas walaupun kadang -kadang dapat
menyebabkan infeksi umum. Stafilococcus banyak ditemukan di Rumah Sakit dan
dalam tenggorokan orang yang terlihat sehat.
c. E.Coli,
Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing dan rektum dan dapat
menyebabkan infeksi terbatas dalam perineum, uvula, dan endometrium. Kuman
ini merupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
d. Clostridium welchii,
Infeksi dengan kuman ini yang bersifat anaerobik jarang ditemukan, akan tetapi
sangat berbahaya, infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
Bakteri tersebut bisa endogen atau eksogen.
a. Bakteri Endogen
Bakteri ini secara normal hidup di vagina dan rektum tanpa menimbulkan bahaya
(misal, beberapa jenis stretopkokus dan stafilokokus, E. Coli, Clostridium
welchii).Bahkan jika teknik steril sudah digunakan untuk persalinan, infeksi masih
dapat terjadi akibat bakteri endogen. Bakteri endogen juga dapat membahayakan
dan menyebabkan infeksi jika :
1) Bakteri ini masuk ke dalam uterus melalui jari pemeriksa atau melalui
instrument pemeriksaan pelvic
2) Bakteri terdapat dalam jaringan yang memar, robek/ laserasi, atau jaringan
yang mati (misalnya setelah persalinan traumatik atau setelah persalinan
macet)
3) Bakteri masuk sampai ke dalam uterus jika terjadi pecah ketuban yang lama.
b. Bakteri Eksogen
Bakteri ini masuk ke dalam vagina dari luar (streptokokus, Clostridium tetani,
dsb).Bakteri eksogen dapat masuk ke dalam vagina:
1) Melalui tangan yang tidak bersih dan instrumen yang tidak steril
2) Melalui substansi/benda asing yang masuk ke dalam vagina (misal,
ramuan/ jamu, minyak, kain
3) Melalui aktivitas seksual.

Di tempat-tempat di mana penyakit menular seksual (PMS), (misalnya,


gonorrhe daninfeksi klamidial) merupakan kejadian yang biasa, penyakit
tersebut merupakan pe-nyebab terbesar terjadinya infeksi uterus. Jika seorang
ibu terkena PMS selama kehamilan dan tidak diobati, bakteri penyebab PMS
itu akan tetap berada di vagina dan bisa menyebabkan infeksi uterus setelah
persalinan
3. Factor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi infeksi puerperalis, diantaranya:
a. Persalinan yang berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar
b. Tindakan operasi persalinan
c. Tertinggalnya plasenta selaput ketubahn dan bekuan darah
d. Ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi enam jam, Bakteri
kemudian mempunyai cukup waktu untuk berjalan dari vagina ke dalam uterus dan
menginfeksi membran, plasenta, bayi, dan ibu.
e. Keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum, yaitu perdarahan antpartum dan
postpartum, anemia pada saat kehamilan, malnutrisi, kelelahan dan ibu hamil
dengan penyakit infeksi seperti pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
f. Luka episiotomy, adanya luka episiotomy pada ibu post partum rentan terhadap
infeksi, terutama jika teknik steril pada pelahiran tidak digunakan. Infeksi biasanya
terlokalisasi, tetapi pada kasus-kasus berat infeksi ini dapat menyebar.
4. Klasifikasi
Infeksi nifas dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
a. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, cerviks dan endometrium
1) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak: jahitan ini mudah terlepas
dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangeluarkan pus.
2) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan
getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat
terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
3) Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak
gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum
latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
4) Endometritis

Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).


infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi
tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang
terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah
mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca
lahir yang paling sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada
endometrium atau pelapis rahim yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta,
lebih sering terjadi pada proses kelahiran caesar, setelah proses persalinan yang
terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu dini. Juga sering terjadi bila
ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula terjadi infeksi dari
luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam,
nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar
dari vagina berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada
endometrium. Pada infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan
pada daerah luka, kadang berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut
atau sisi tubuh, gangguan buang air kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda
yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi. Maka dari itu setiap perubahan
suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan pemeriksaan.Penyebaran dari ke
empat tempat tersebut melalui vena-vena, pembuluh limfe, dan melalui
permukaan endometrium.
5) Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika
muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan
vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi
yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada
wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut.
Pada

penyakit

ini

miometrium

menunjukkan

reaksi

radang

berupa

pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan
limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah
1) Septikemia

Septikemiamerupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman


yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A.
Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena
infeksi nifas.Pada septikemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung
masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya
septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari
darah.
2) Piemia
Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta
sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena
uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari
tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman
dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan
dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal,
otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses
ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
c. Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain
Peritonitis, infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus
langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui
jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan
parametritis (sellulitis pelvika).
Parametritis (sellulitis pelvika), Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingoooforitis atau sellulitis pelvika. Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui
tiga jalan yakni:
1) Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari
endometritis.
2) Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar
ligamentum.
3) Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala umum dari infeksi puerperalis ini yaitu:
a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis

d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi
Menurut Mityani (2009) berdasarkan klasifikasinya manifestasi yang dapat muncul
pada infeksi peurpuralis adalah:
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang
perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak
berat suhu sekitar 38 C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi
tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai
39-40C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek.
Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa
hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah
normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau.
c. Septikemia dan Piemia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40C, keadaan umum
cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat
meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi
seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum
dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus
memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa
berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian
diikuti oleh turunnya suhu.
d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan

bersama-sama

dengan

salpingo-ooforitis

dan

sellulitis

pelvika.Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah

pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya
kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa
yang dinamakan facies hippocratica.
e. Sellulitis Pelvika
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila
suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau
dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap
kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan
tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang
meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut
nyeri.
6. WOC terlampir
7. Patofisiologi
Infeksi Puerperalisadalah infeksi luka jalan lahir postpartum, biasanya
dariendometrium, bekas insersi plasenta. Setelah kala III, daerah bekas insersio
plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak
rata, berbenjol benjol karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman dan masuknya jenisjenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada
persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan
tempat masuknya kuman-kuman pathogen (Widyastuti, Palupi. 2002).
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu
terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit
dan sel pembuat antibody (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh
trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang
rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi
dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga
debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau

bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas
dijaringan ikat).
Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka
asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki
kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban
biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman
memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion
dapat menimbulkan infeksi pula pada janin (Mitayani, 2009).
8. Pemeriksaan Penunjang
1.

Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial
ke kiri.

2.

Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.

3.

Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) mengalami penurunan pada keadaan


anemia.

4.

Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau drainase


luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi organisme penyebab.

5.

Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.

6.

Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang tertahan


melokalisasi abses perineum.

7.

Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.

9. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi
ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi
wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan
PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati
akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan
persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.Biakan dan tes sensitivitas urin
harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada kunjungan pertama,
specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada
infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu,
disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius
b. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
c. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
d. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian.

10. Penatalaksanaan
a. Isolasi dan Batasan pada Perawatan Ibu
Tujuan dari kegiatan ini adalah mencegah penyebaran infeksi pada ibu lain dan
bayi mereka.
Prinsip-prinsip keperawatan dasar adalah penting bidan harus :
1) Merawat ibu di suatu ruang terpisah atau jika hal ini tidak mungkin, di pojok
bangsal, terpisah dengan pasien lain.
2) Menggunakan gown dan sarung tangan pada saat mengunjungi ibu dan gown
serta sarung tangan khusus ini hanya di pakai ketika berhadapan dengan ibu
3) Menyimpan satu set peralatan, alat makan, peralatan dapur lainnya hanya
digunakan untuk ibu dan memastikan bahwa peralatan ini tidak digunakan oleh
orang lain.
4) Mencuci tangan sampai bersih sebelum dan setelah mengurusi ibu.
b.

Pemberian Dosis Tinggi Antibiotik Berspektrum Luas


Kegiatan ini biasanya diresepkan oleh dokter. Jika di tempat tersebut tidak tersedia
dokter, petugas kebidanan harus mengetahui cara meresepkan dan memberikan
obat-obatan yang tepat. Jika secara hukum tidak memungkinkan peraturan tersebut
harus dikaji kembali.
Ibu akan meninggal akibat sepsis puerperalis jika terapi antibiotik yang tepat tidak
diberikan sedini mungkin. Tujuan pemberian antibiotik adalah memulai
pengobatan dengan segera dan menghentikan penyebaran infeksi lebih lanjut.
Jika ibu tidak sangat sakit (misalnya tidak demam atau hanya demam ringan,
denyut tidak sangat tinggi, status kesadaran normal).
Program pengobatan yang berguna adalah:
1) Amoxilin 1 gram stat pe oral di ikuti dengan 500 mg setiap 8 jam selama tujuh
hari + metronidazole 400 atau 500 mg setiap 8 jam selama tujuh hari, atau
2) Amoxilin 1 gram stat peroral di ikuti deggan 500 mg setiap 8 jam selama tujuh
hari + tetrasiklin 1 gram statper oral di ikuti dengan 500 mg setiap 6 jam
selama tujuh hari.

Jika ibu sangat sakit (misalnya demam sangat tinggi, denyut cepat, konfusi).
Sering kali lebih dari
antibiotik

harus

satu jenis bakteri yang menyerang. Suatu kombinasi

diberikan

untuk

memberi

cakupan

seluas

mungkin.

Metronidazole dan kloramfenikol sangat efektif untuk melawan klamidia dan


bakteri lain yang resisten terhadap antibiotic lain. Metronidazole harus diberika
jika ibu telah menjalani sekseio sesaria atau jika anda mencurigai adanya infeksi
klamedia. Selain itu Program pengobatan yang membantu : Benzilpenisilin 5 juta
IU IV stat di ikuti dengan 2 juta IU setiap 6 jam + gentamisin 100 mg stat IM di
ikuti 80 mg setiap 8 jam + metronidazole 400 mg atau 500 mg per ora setiap 8
jam, atau Ampisilin 1 gram IV stat di ikuti dengan 500 mg IM setiap 6 jam +
metronidazole 400 atau 500 mg per oral setiap 8 jam, atau Benzilpenisilin 5 juta
IU IV stat di ikuti dengan 2 juta IU setiap 6 jam + gentamisin 100 mg stat IM di
ikuti dengan 80 mg setiap 8 jam, atau Benzilpensilin 5 juta IU IV stat di ikuti
dengan 2 juta IU setiap 6 jam + kloramfenikol 500 mg setiap 6 jam. Jika ibu tidak
membaik setiap setelah 48 jam atau laporan laboratorium menyatakan bahwa
bakteri resiten terhadap antibiotik ini, antibiotik harus di ganti.( Widyastuti,
Palupi. 2002)
c. Pemberian cairan yang banyak
Tujuan pemberian cairan ini adalah memperbaiki atau mencegah dehidrasi dan
membantu menurunkan demam.Pada kasus-kasus berat, penting untuk memberikan
cairan intravena terlebih dahulu. Jika ibu sadar dan tidak ada indikasi yang
menunjukan perlunya pemberian anastesi umum pada beberapa jam selanjutnya, ia
juga harus diberikan cairan oral. Pada kasus-kasus ringan tambahkan asupan cairan
oral.
d. Pengeluaran fragmen plasenta yang tertahan
Fragmen plasenta yang tertahan dapat menjadi penyebab terjadinya sepsis
puerperalis curigai keadaan ini jika uterus lunak dan membesar,dan jika lokea
berlebihan dan mengandung bekuan darah.ibu harus segera dirujuk ke fasilitas
yang mempunyai peralatan dan petugas perawatan kesehatan terlatih untuk
melakukan kuretase.
e. Pemberianasuhan keperawatan yang terlatih
Berikut ini adalah hal-hal yang penting:
1) Menganjurkan ibu untuk beristirahat di tempat tidur
2) Memantau tanda-tanda vital

3) Mengukur asupan dan pengeluaran


4) Menjaga agar catatan tetap akurat
5) Mencegah penyebaran infeksi dan infeksi silang

Pencegahan
1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan
mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah
lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan tranfusi darah.
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Data Demografi
Nama kilen dan penaggungjawab klien
Umur
: Untuk mengetahui apakah ibu mempunyaifaktor risiko atau tidak.
Agama
: Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu
selama persalinan.
Suku / bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat / budayanya.
Pendidikan
: Untuk menentukan bagaimana kitamemberikan konseling.
Pekerjaan
: Untuk mengetahui status sosial, ekonomi.
Alamat
: Untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri, adanya lochea yang berbau, menderita demam (S: 38C),
terdapatluka yang belum kering dan gangguan pola seksual.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan, pernah mengalami
penyakit kelamin sebelumnya atau penyakit yang sama.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
atau adanya penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan penyakit.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak lemah, berkeringat dan pucat
Kesadaran : Compos mentis, dapat mengalami penurunan kesadaran jika jatuh pada
kondisi syok.

a. Pemeriksaan fisik pada kepala


Penglihatan/mata (nanemis, edema palfebra, penglihatan kabur, ikterik), adanya
kloasma, atau nyeri menelan, pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran kelenjar
limfe.
b. Pemeriksaan fisik pada dada dan payudara
Suara nafas: vesikuler, jika terdapat infeksi pada saluran pernafasan terdengar
ronchi atau whezing, suara jatung (S1,S2) tidak ada suara tambahan, payudara
biasanya mengalami pembngkakakn karena statis ASI, tamapek kemerahan, adanya
nyeri tekan, produksi ASI masih ada.
c. Pemeriksan fisik pada perut

Observasi adanya luka operasi yang terdapat pada daerah bawah umbilikus, striae
masih terlihat, kontraksi uterus sudah tidak ada, tanda-tanda involusi uteri (uterus
dapat meninggi) distensi kandung kemih mengindikasikan adanya gangguan pada
saluran kemih, periksa juga adanya diastasis rektrus abdomeninalis, adanya nyeri
tekan pada area perut, bisung usus dalam batas normal.
d. Pemeriksaan pada daerah genetalia :
Periksa adanya luka episiotomy : tampak kemerahan, bengkak, terdapat tandatanda infeksi, terasanya nyeri,uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu
minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Periksa juga adanya hemoroid pada rectum.
e. Pemeriksaan fisik ektermitas:
Dilakukan pemeriksaan refleks patela, periksa akral perifer akan terasa dingin,
adanya edema pada tungkai serta adanya varises akibat kehamilan.
f. Aktifitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan/keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
g. Sirkulasi
Biasanya takikardi dari berat sampai bervariasi
h. Eliminasi
Biasanya BAB klien diare/konstipasi
i. Mamaknan / cairan
Biasanya anoreksia, mual/muntah, haus, membran mukosa kering, distensi
abdomen, kekakuan, nyeri lepas
j. Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
k. Nyeri / ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri lokal, disuria,
ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
l. Integritas ego
Biasanya klien gelisah/anxietas
m. Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat
pula menggigil berat atau berulang
n. Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin
ada, lochea bau busuk dan banyak/berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras,
nyeri tekan/mimisan dengan drainasi purulen
o. Kebiasaan sehari-hari
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman kuman mudah
masuk / pathogen ada dalam tubuh

p. Makan atau minum


Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasa haus
q. Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan
menggigil
r. Data sosial ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor
bersamaan
s. Data psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu
tubuh dan nyeri tekan pada abdomen.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (infeksi peurpuralis)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakamampuan mencerna makanan akibat muntah
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
5. Gangguan fungsi seksualitas berhubungan dengan perubahan biopsikososialakibat
penyakit
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimangan suplai dan kebutuhan
oksigen
8. Resiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan akibat proses penyakit
3.3 Intervensi
No.
1.

Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
(infeksi
peurpuralis)

Tujuan dan Kriteria


Hasil
NOC:
Thermoregulation
Kriteria Hasil:
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal
Tidak
ada
perubahan warna
kulit dan tidak
ada pusing

Intervensi
1. Monitor suhu sesering
mungkin
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
4. Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
1. Monitor WBC, Hb, dan
Hct
2. Monitor intake dan
output
3. Berikan anti piretik
4. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
5. Tingkatkan
intake

cairan dan nutrisi


6. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
7. Monitor hidrasi seperti
turgor
kulit,
kelembaban membran
mukosa)
8. Monitor
tanda
hipotermi
dan
hiperetermi
2.

Nyeri
akut NOC
berhubungan dengan Pain level
Pain control
agen cidera
Comfort level
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri

NIC
Pain management
1. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
4. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
5. Ajarkan teknik distraksi
nyeri.
6. Kolaborasi:
Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
analgesik

3.

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
ketidakamampuan
mencerna makanan
akibat muntah

NIC
1. Kaji
adanya
alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentiukan
juml;ah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
3. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
4. Kaji kemampuan pasien
mendapatkan
nutrisi
yang dibutuhkan
5. Monitor penurunan BB

NOC:
Weight control
Kriteria Hasil:
1. Adanya peningkatan
BB sesuai dengan
tujuan
2. BB sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi

5. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan
dari
menelan
6. Tidak penurunan BB
yang berarti

6. Monitor jumlah aktivitas


yang biasa dilakukan
7. Monitor mual, muntah
8. Monitor kadar albumin,
ht, total protein,dan hb
9. Monitor
kalori
dan
intake nutrisi

4. Gangguan citra tubuh NOC


berhubungan dengan Body image
Kriteria Hasil :
proses penyakit
1. Body Image positif
2. Mendiskripsiakan
secara
factual
perubahan
fungsi
tubuh
3. Mempertahankan
inraksi sosial

NIC
1. Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
2. monitorfrekuensi
mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang
pengobatan,
kemajuan,prognosis, dan
perawatan
4. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya

5.

Defisit
perawatan NOC :
diri
berhubungan Self care : Activity of
dengan kelemahan
Daily Living (ADLs)
kriteria hasil:
1. Klien terbebas dari
bau badan
2. Menyatakan
kenyamanan
terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
3. Dapat
melakukan
ADLS
dengan
bantuan

1. Monitor
kemempuan
klien untuk perawatan
diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan selfcare.
4. Dorong klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak
mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu
untuk

Resiko
cidera
berhubungan dengan
hipoksia
jaringan
akibat
proses
penyakit

NOC :
Risk Kontrol
Immune status
Safety Behavior
Kriteria hasil:
1. Klien terbebas dari
cedera
2. Klien
mampu
menjelaskan
cara/metode untuk
mencegah
injury/cedera
3. Klien
mampu
menjelaskan factor
risiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
4. Mampumemodifikas
i
gaya
hidup
untukmencegah
injury
5. Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
6. Mampu mengenali
perubahan
status
kesehatan

melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
seharihari
sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.
NIC :
Environment Management
(Manajemen lingkungan)
1. Sediakan
lingkungan
yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3. Menghindarkan
lingkungan
yang
berbahaya
(misalnya
memindahkan
perabotan)
4. Memasang side rail
tempat tidur
5. Menyediakan
tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
6. Menempatkan
saklar
lampu ditempat yang
mudah
dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan
penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barangbarang
yang
dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan penyebab
penyakit..

3.4

Triggercase
STUDI KASUS INFEKSI PUERPERALIS

Ny. M usia 25 tahun, primipara postpartum pervaginam hari ke-8. Datang ke Poli Kandungan
RSUA pada 19 Mei 2015 Pukul 08.00 WIB dengan keluhan demam selama 3 hari, luka
perineum terasa nyeri, mual dan sesekali muntah, badan lemes dan pengeluaran pervaginan
mengeluarkan bau yang menyengat. Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia 37
minggu dengan vacuum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di sebuah
klinik di daerah. Saat ini bayi dalam keadaan baik. Setelah diperiksa dokter kandungan,
pasien disarankan untuk rawat inap. Tanda Vital: TD: 120/80 mmHg; Nadi: 98 x/menit; RR:
28 x/mmt; GCS: E4M5V6.
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian 19 Mei 2016 pukul 12.30 WIB.
1. Identitas
Nama
Usia
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

:
:
:
:
:
:
:

Ny. M
25 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMA
Mengurus rumah tangga
Jl. Mojo III No. 12C RT 05/RW 06 Kelurahan Mojo Kecamatan
Gubeng Kota Surabaya
Diagnosa Medis : Infeksi Puerperalis
2. Keluhan Utama
Demam selama 3 hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam selama 3 hari, luka perineum terasa nyeri, mual dan sesekali muntah, badan
lemes dan pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau yang menyengat. Riwayat
persalinan klien adalah melahirkan pada usia kehamilan 37 minggu dengan vacuum
forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di sebuah klinik di daerah.
Pengukuran suhu oral 38,6oC.
Pengkajian Nyeri
P : Terdapat luka episiotomi hari ke-8
Q : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk
R : Pasien melaporkan nyeri di daerah luka episiotomy dan perineum
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri bertambah hebat pada malam hari.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit yang diderita sekarang.

5. Riwayat Menstruasi
a. Menarche

: Umur 14 tahun

b. Siklus

: teratur tiap bulan

c. Lama

: rata-rata 6-7 hari

d. Dismenorhea : 6. Riwayat Obstetri


a. G1P10001
b. Riwayat Kehamilan Sebelumnya
c. Riwayat Intrapartum:
Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia kehamilan 37 minggu
dengan vacuum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat DM dalam keluarga disangkal, riwayat hipertensi dalam keluarga
dikonfirmasi.
8. Pola Funsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
Anoreksia, mual/muntah, haus, membrane mukosa kering, distensi abdomen,
kekakuan. Asupan makanan bergizi kurang. Pasien makan 3 kali sehari, pasien
hanya menghabiskan setengah dari porsi yang seharusnya, pasien suka pilih-pilih
makanan.
b. Pola Tidur/Istirahat
Klien mengeluh tidak bisa tidur dan sering terjaga di malam hari karena nyeri
yang dirasakan bertambah buruk pada malam hari.
c. Pola Aktivitas
Malaise, letargi, klien merasa aktivitasnya terbatas karena badan lemes dan akibat
dari ketidak nyamanan pada area jahitan di perineum.
d. Pola Eliminasi
BAB 1 hari sekali, konsistensi lunak, BAK 7-8 kali sehari dengan konsistensi
kuning, bau khas amoniak.
e. Kebersihan Diri
Klien mengatakan bahwa selama sakit di rumah mandi sekali sehari pada sore
hari. Klien gosok gigi 1 kali sehari dan sampai dengan di rumah sakit klien belum

pernah keramas. Ganti pembalut 2 kali sehari. Kebersihan perineum kurang, klien
jarang berganti celana dalam.
f. Pola Koping
Pola koping klien kurang adekuat.
g. Konsep Diri: Tidak ditemukan gangguan konsep diri.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Observasi
Keadaan umum: lemah
Suhu:38,6oC
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M5V6
RR: 28 x/mmt
BB: 62,3 kg; TB: 158 cm
CRT: <2 detik
TD: 120/80 mmHg
Akral: hangat
Nadi: 98 x/menit
b. Kepala: bentuk mesocephal, rambut kotor (+) bau (+); kulit kepala bersih (+).
c. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-); pupil isokor (+/+).
d. Telinga dan hidung: sekret dalam batas normal, napas cuping hidung (-).
e. Mulut dan gigi: membrane mukosa kering (+), kebersihan mulut cukup.
f. Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran vena jugularis (-)
g. Dada: retraksi dada (-), pergerakan normal (+)
Payudara: konsistensi normal (+), hiperpigmentasi papilla dan areola mamae (+),
putting susu menonjol (+), simetris (+), produksi ASI (+), kolostrum (+)
Jantung: S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: SD Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
h. Abdomen: Peristaltik 3 x/mnt; fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusar; kekakuan
pada pelvis (+)
Lambung: Nyeri tekan (-)
Hepar: pembesaran hepar (-)
Limpa: pembesaran limpa (-)
i. Genitalia
Pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau yang menyengat; jahitan perineum
merah, bengkak dan sedikit terbuka; terasa panas dan nyeri di sekitar perineum.
j. Ekstremitas
Akral teraba hangat (+), pergerakan normal (+)
k. Kulit
tampak kemerahan pada kulit, kebersihan kurang (+)

10. Pemeriksaan Diagnostik


a. Golongan darah: O
b. Hematologi
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
12,5
13-18 gr/dl
Leukosit
27.500
3,8 10,6 x 103 mm3
Hematokrit
36
40-52%
Trombosit
264.000
150-440 x 103 mm3
Kultur dari bahan intrauterus dan intraservical ditemukan Streptococcus
hemoliticus aerobia.
c. USG pada abdomen dan pelvis memberikan gambaran normal
d. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifat dan lokasi nyeri pelvis.

11. Analisa Data


NO
1 DS
D
O

DS

D
O

:
:

DATA
Pasien mengatakan demam sudah
sejak 3 hari yang lalu
Suhu:38,6oC; RR: 28 x/mmt;
TD: 120/80 mmHg
Tampak kemerahan pada
kulit.
Hitung leukosit: 27.500 mm3

Demam sejak 3 hari yang lalu, luka


perineum terasa nyeri (+)
Klien mengeluh tidak bisa tidur dan
sering terjaga di malam hari karena
nyeri yang dirasakan bertambah
buruk pada malam hari.
Suhu:38,6oC; RR: 28 x/mmt;
TD: 120/80 mmHg
Pengeluaran pervaginam
mengeluarkan bau yang
menyengat; jahitan
perineum merah, bengkak
dan sedikit terbuka;

ETIOLOGI
Infeksi
puerperalis

PROBLEM
Hipertermi

Respon inflamasi
Merangsang
pusat
termoregulator di
hipotalamus
Infeksi
puerperalis
Adanya inflamasi
pada perineum
Respon mediator
inflamasi

Nyeri

Ekspresi wajah tegang (+),


skala nyeri 6.
Pengkajian nyeri:
P: terdapat luka episiotomi
hari ke-8
Q: Nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk-tusuk
R: Pasien melaporkan nyeri
di daerah luka episiotomy
dan perineum
S: Skala nyeri 6
T: Nyeri bertambah hebat
pada malam hari.

3.

DS

D
O

Klien mengatakan bahwa selama


sakit di rumah mandi sekali sehari
pada sore hari. Klien gosok gigi 1
kali sehari dan sampai dengan di
rumah sakit klien belum pernah
keramas. Ganti pembalut 2 kali
sehari. Kebersihan perineum
kurang, klien jarang berganti celana
dalam.
Ganti pembalut 2 kali sehari.
Kebersihan perineum kurang, klien
jarang berganti celana dalam.
Kepala: bentuk mesocephal, rambut
kotor (+) bau (+)
Kulit: Kebersihan kulit kurang.

Kelemahan
akibat proses
penyakit
Perawatan
perineal tidak
adekuat
Personal hygiene
kurang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (infeksi peurpuralis)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

C. INTERVENSI

Defisit
Perawatan Diri

No.
1.

2.

Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
(infeksi
peurpuralis)

Tujuan dan Kriteria


Hasil
NOC:
Thermoregulation
Kriteria Hasil:
3. Suhu tubuh dalam
rentang normal
4. Nadi dan RR dalam
rentang normal
5. Tidak
ada
perubahan
warna
kulit dan tidak ada
pusing

Nyeri
akut NOC
berhubungan dengan Pain level
Pain control
agen cidera
Comfort level
Kriteria hasil :
3. Mampu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
4. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri

Intervensi
5. Monitor suhu sesering
mungkin
6. Monitor warna dan
suhu kulit
7. Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
8. Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
9. Monitor WBC, Hb, dan
Hct
10. Monitor intake dan
output
11. Berikan anti piretik
12. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
13. Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi
14. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
15. Monitor hidrasi seperti
turgor
kulit,
kelembaban membran
mukosa)
16. Monitor
tanda
hipotermi
dan
hiperetermi
NIC
Pain management
7. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi
8. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
9. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
11. Ajarkan teknik distraksi
nyeri.
12. Kolaborasi:

Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
analgesik
3.

6.4

Defisit
perawatan NOC :
diri
berhubungan Self care : Activity of
dengan kelemahan
Daily Living (ADLs)
kriteria hasil:
4. Klien terbebas dari
bau badan
5. Menyatakan
kenyamanan
terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
6. Dapat
melakukan
ADLS
dengan
bantuan

9. Monitor
kemempuan
klien untuk perawatan
diri yang mandiri.
10. Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan makan.
11. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan selfcare.
12. Dorong klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
13. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak
mampu
melakukannya.
14. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu
untuk
melakukannya.
15. Berikan aktivitas rutin
seharihari
sesuai
kemampuan.
16. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi puerperalis adalah infeksi yang terjadi didalam struktur yang
berhubungan dengan persalinan setelah melahirkan yang merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas ibu. Tempat utama infeksi pasca partum adalah
rongga panggul, tempat umum lainnya adalah payudara, saluran kemih dan system
vena.

Infeksi

yang

terlokalisasi

bisa

mempengaruhi

vagina,

vulva

dan

perineum.Terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut yaitu nyeri pelvic, demam
38,5oC atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja, rabas- vagina yang abnormal,
rabas-vagina berbau busuk, keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran
uterus.
Infeksi ini disebabkan oleh bakterio eksogen dan endogen. Infeksi yang
paling

sering

ditemukan

adalah

infeksi

gabungan

antara

kedua

bakteri

ini.Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan infeksi puerperalis


adalah isolasi dan batasan pada perawatan ibu, pemberian dosis tinggi antibiotik
berspektrum luas, pemberian cairan yang banyak, pengeluaran fragmen plasenta
yang tertahan, pemberian asuhan keperawatan yang terlatih
4.2 Saran
Bagi pembaca diharapkan dapat memahami konsep ketuban pecah dini,
kelahiran preterm dan kelahiran posterm agar dapat mengetahui apa saja yang
menjadi penyebab masalah-masalah tersebut sehingga dapat membantu dalam
pencegahannya. Bagi perawat agar dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan
secara baik dan benar guna untuk mengurangi AKI dan AKB di negara kita. Selain
itu agar perawat dapat juga untuk membantu mencegah terjadinya masalah
keperawatanpada ibu hamil tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A.price Sylvia, 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC


Anggraini, Y. 2010. Asuhan kebidanan masa nifas. Yogyakarta. Pustaka Rihana
Bobak, lawdermilk, Jensen. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
Cunningham, F.G.2005. Obstetric Wiliams. Jakarta : EGC
Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Prawiroharjo, S. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro
Hajo
Saifuddin, A. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Harjo
Sastrawinata, sulaiman, et. al. 2004. Ilmu kesehatan reproduksi : obstetric patologi Edisi 2.
Jakarta : EGC
Soepardiman. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Obstetri. Diakses melalui Http://www.geocities.com
tanggal, 17 mei 2016
Straight, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu Bayi Baru lahir. Jakarta : EGC

Varney, Helen, et. al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC
Widyastuti, Palupi. 2002. Modul sepsis puerperalis materi pendidikan untuk kebidanan.
Jakarta : EGC
Wikjosastro. 1999. Ilmu Kandungann. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hajo

Anda mungkin juga menyukai