Infeksi Peurpuralis Fix Paduka
Infeksi Peurpuralis Fix Paduka
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Proses persalinan hampir 90% yang mengalami robekan perineum, baik dengan
atau tanpa episiotomi. Biasanya penyembuhan luka pada robekan perineum ini akan
sembuh bervariasi, ada yang sembuh normal (6-7 hari) dan ada yang mengalami
kelambatan dalam penyembuhannya (Rejeki, 2010; Saleha, 2009). Penyembuhan luka
pada ibu pasca bersalin dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya mobilisasi dini,
nutrisi, dan perawatan perineum ( kebersihan diri) (Anggraeni, 2010). Luka-luka pada
jalan lahir yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks umumnya bila tidak disertai
infeksi akan sembuh per primam (Prawirohardjo, 2005).Sementara itu perlukaan jalan
lahir lahir dapat menyebabkan infeksi. Penyebab infeksi diantaranya adalah bakteri
eksogen (kuman dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh),
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah
streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan
lahir. Gorback mendapatkan dari 70% dari biakan serviks normal dapat pula ditemukan
bakteri anaerob dan aerob yang patogen. Secara umum frekuensi infeksi puerperalis
adalah sekitar 1-3%. Sehingga perlu dilakukan perawatan dengan baik. Perawatannya
dengan merawat luka dengan baik jangan sampai terkena infeksi, begitu pula alat alat
dan pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kandungan harus steril.
(Soepardiman, 2007).
Penyebab kematian ibu dikarenakan perdarahan, eklampsia, infeksi, persalinan
macet, dan komplikasi keguguran (Depkes, 2010). Sebab utama kematian ibu di negara
berkembang termasuk di Indonesia adalah perdarahan. Data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2005 menunjukan bahwa perdarahan merupakan 26% dari
penyebab kematian ibu di dunia dan merupakan penyebab terbesar setelah infeksi
(15%), unsafe abortion (13%), dan preeklampsia atau eklampsia (12%), disamping
sebab-sebab yang lain (WHO, 2005). Infeksi postpartum yang merupakan penyebab
kematian maternal pada urutan kedua setelah perdarahan jika tidak segera ditangani
(Hamilton, 2006). Infeksi postpartum terjadi di traktus genitalia setelah kelahiran yang
diakibatkan oleh bakteri, hal ini akan meningkatkan resiko infeksi postpartum yang
salah satunya disebabkan oleh luka episiotomi yang dapat menyebabkan syok septic
(Cunninghum, 2005).
Mengingat banyaknya jumlah morbiditas dan mortalitas post partum khususnya
infeksi post partum, maka penatalaksanaan yang harus dilakukan haruslah cepat,
efektif, dan komprehensif. Tujuan dari perawatan penyakit ini tidak hanya untuk
menyelamatkan hidup, tetapi juga untuk meringankan gejala dan meningkatkan kualitas
hidup pasien. Oleh karena itu,perawat sangat berperan penting dalam memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan infeksi puerperalis. Dalam makalah ini, kami
mengkhususkan untuk membahas konsep penyakit dan asuhan keperawatan pada pasien
dengan infeksi puerperalis.
1.2
Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep teori mengenai infeksi puerperalis yang meliputi anatomi fisiologi,
definisi, etiologi, patofisiologi,WOC, manifestasi klinik, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan, dan komplikasinya.
b. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan infeksi puerperalis
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi puerperalis
1.3.2
Tujuan khusus
1) Memahami anatomi dan fisiologi sistem reproduksi
2) Mengetahui pengertian dari infeksi puerperalis
3) Mengetahui etiologi dari infeksi puerperalis
4) Mengetahui klasifikasi dari infeksi puerperalis
5) Mengetahui manifestasi klinis dari infeksi puerperalis
6) Memahami proses terjadinya infeksi puerperalis
7) Mengetahui WOC (Web of Caution) dari infeksi puerperalis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Sistem Reproduksi Interna Wanita
2. Postpartum
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas
dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organorgan yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan
dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009). Pada masa postpartum
ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari perubahan fisik, masa laktasi
maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru dengan kehadiran buah hati
yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga
merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau
penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan
kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat
penting dipantau oleh bidan (Syafrudin & Fratidhini, 2009)
3. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum
a. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayikeluar. Hal
ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga
jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosisdan
lepas. Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi
sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali
pada ukuran sebelum hamil). Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga,
vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali.
Terjadi robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas
episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran
bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
Menurut Mitayani (2009) perubahan pada sistem reproduksi pada postpartum
adalah :
1) Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil 2. Segera setelah plasenta lahir tinggi fundus
uteri kira kira sepusat. Korpusi uteri sekarang sebagian besar merupakan
miometrium yang dIbungkus serosa dan dilapisi desidua. Dinding anterior dan
posterior menempel dengan tebal masing masing 4 5 cm. Karena adanya
kontraksi rahim pembuluh darah tertekan sehingga terjadi Iskemic. Selama 2
hari berikut uterus masih tetap pada ukuran yang sama dan 2 minggu
kemudian telah turun kerongga panggul dan tidak dapat diraba diatas syimpisis
dan mencapai ukuran normal dalam waktu 4 minggu.Setelah persalinan uterus
seberat kurang lebih 1 kg. karena involusi 1 minggu kemudian beratnya sekitar
500 gram, pada akhirnya minggu kedua menjadi 300 gram dan segera
sesudahnya menjadi 100 gram. Jumlah sel sel otot tidak berkurang banyak
hanya ukuran selnya yang berubah.
Setelah 2 hari persalinan desidua yang terringgal di uterus berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan. Lapisan superficial menjadi nekrotik, terkelupas keluar
bersama lochea dan lapisan basalis tetap utuh menjadi sumber pembentukan
kemudian segmen bawah menjadi istmus uteri yang hampir tidak dapat
dilihat.Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga
rahim; setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat
dilalui 1 jari. Vagina dan pintu keluar vagina akan membentuk lorong
berdinding lunak yang ukurannya secara perlahan mengucil. Rugae terlihat
kembali pada minggu ketiga. Himen muncul sebagai potongan jaringan yang
disebut carunclae mirtiformis.
7) Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena
ligamentum rotundum menjadi kendor. Setelah melahirkan, kebiasaan wanita
Indonesia melakukan berkusuk atau berurut , di mana sewaktu dikusuk
tekanan intra-abdomen bertambah tinggi. Karena setelah melahirkan
ligamenta, fasia, dan jaringan penunjang menjadi kendor, jika dilakukan
kusuk/urut, banyak wanita akan mengeluh kandungannya turun atau
terbalik. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan dan
gimnastik pasca persalinan.
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses
persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia
dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke
enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
4. Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum
Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu, masanifas
juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi psikologis. Ikatan antara
ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum kelahiran akan semakin mendorong
wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya. Inilah pentingnya rawat gabung atau
rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang
kepada bayinya tidak hanya dari segi fisik seperti menyusui, mengganti popok saja
tapi juga dari segi psikologis seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih
sayang ibu dapat terus terjaga. Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan
mengalami fase-fase sebagai berikut :
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus
terutama pada dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah
melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa
tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif
sehingga mudah tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk menumbuhkan
kepercayaan diriibu. Bagi petugas kesehatan pada fase ini merupakan kesempatan
yang baik untukmemberikan berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang
diperlukan ibunifas.
c. Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan peran barunya. Fase
ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan
infeksi
dalam
nifas
sebagian
besar
penyakit ini. Demamdalam nifas sering disebut juga morbiditas nifas dan merupakan
indekskejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapatjuga
disebabkan oleh pyelitis, infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus,dan lain-lain
2. Etiologi
Infeksi bakteri yang paling sering ditemukan adalah infeksi gabungan antara
beberapa macam bakteri. Adapun jenis bakteri endogen yang menyebabkan infeksi
adalah:
a. Streptococcus hemoliticus aerobicus.
penyakit
ini
miometrium
menunjukkan
reaksi
radang
berupa
pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan
limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah
1) Septikemia
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomi
Menurut Mityani (2009) berdasarkan klasifikasinya manifestasi yang dapat muncul
pada infeksi peurpuralis adalah:
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang
perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak
berat suhu sekitar 38 C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi
tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai
39-40C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek.
Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa
hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah
normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang
berbau.
c. Septikemia dan Piemia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai
dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40C, keadaan umum
cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat
meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi
seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum
dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus
memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa
berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian
diikuti oleh turunnya suhu.
d. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan
bersama-sama
dengan
salpingo-ooforitis
dan
sellulitis
pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik.
Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya
kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa
yang dinamakan facies hippocratica.
e. Sellulitis Pelvika
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila
suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau
dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap
kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan
tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang
meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut
nyeri.
6. WOC terlampir
7. Patofisiologi
Infeksi Puerperalisadalah infeksi luka jalan lahir postpartum, biasanya
dariendometrium, bekas insersi plasenta. Setelah kala III, daerah bekas insersio
plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak
rata, berbenjol benjol karena banyak vena yang ditutupi trombus. Daerah ini
merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-uman dan masuknya jenisjenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada
persalinan, demikian juga vulva, vagina dan perineum yang semuanya merupakan
tempat masuknya kuman-kuman pathogen (Widyastuti, Palupi. 2002).
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu
terjadi reaksi ringan limporetikularis diseluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit
dan sel pembuat antibody (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh
trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang
rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi
dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga
debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau
bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas
dijaringan ikat).
Proses radang dapat terbatas pada luka-luka tersebut atau menyebar di luar luka
asalnya. Adapun infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
a. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan
dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam
uterus. Kemungkinan lain adalah bahwa sarung tangan atau alat alat yang
dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman-kuman.
b. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang
berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas lainnya yang berada di
ruangan tersebut. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bertugas harus
ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran nafas dilarang memasuki
kamar bersalin.
c. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita
dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara
kemana-mana, antara lain ke handuk, kain-kain yang tidak steril, dan alat-alat yang
digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada waktu nifas.
d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali jika
menyebabkan pecahnya ketuban.
e. Infeksi Intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intraparum biasanya terjadi pada waktu partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lam pecah dan beberapakali dilakukan
pemeriksaan dalam. Gejal-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan
leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban
biasanya menjadi keruh dan berbau. Pada infeksi intra partum kuman-kuman
memasuki dinding uterus pada waktu persalinan, dan dengan melewati amnion
dapat menimbulkan infeksi pula pada janin (Mitayani, 2009).
8. Pemeriksaan Penunjang
1.
Jumlah sel darah putih (SDP) : normal atau tinggi dengan pergeseran diferensial
ke kiri.
2.
Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah(SDM) sangat meningkat
dengan adanya infeksi.
3.
4.
5.
6.
7.
Pemeriksan bimanual : menentukan sifat dan lokal nyeri pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta adanya vena-vena dengan trombosis.
9. Komplikasi
a. Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi
ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi
wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan
PMS kronis, trutama gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria
asimptomatik terjadi pada sekitas 5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati
akan terjadi pielonefritis pada kira-kira 30% pada wanita hamil. Kelahiran dan
persalinan premature juga dapat lebih sering terjadi.Biakan dan tes sensitivitas urin
harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai pada kunjungan pertama,
specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih. Jika didiagnosis ada
infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai tiga minggu,
disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius
b. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
c. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko
terjadinya emboli pulmoner.
d. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam
darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan
kematian.
10. Penatalaksanaan
a. Isolasi dan Batasan pada Perawatan Ibu
Tujuan dari kegiatan ini adalah mencegah penyebaran infeksi pada ibu lain dan
bayi mereka.
Prinsip-prinsip keperawatan dasar adalah penting bidan harus :
1) Merawat ibu di suatu ruang terpisah atau jika hal ini tidak mungkin, di pojok
bangsal, terpisah dengan pasien lain.
2) Menggunakan gown dan sarung tangan pada saat mengunjungi ibu dan gown
serta sarung tangan khusus ini hanya di pakai ketika berhadapan dengan ibu
3) Menyimpan satu set peralatan, alat makan, peralatan dapur lainnya hanya
digunakan untuk ibu dan memastikan bahwa peralatan ini tidak digunakan oleh
orang lain.
4) Mencuci tangan sampai bersih sebelum dan setelah mengurusi ibu.
b.
Jika ibu sangat sakit (misalnya demam sangat tinggi, denyut cepat, konfusi).
Sering kali lebih dari
antibiotik
harus
diberikan
untuk
memberi
cakupan
seluas
mungkin.
Pencegahan
1. Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi
dan kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu.
2. Pemeriksaan dalam jangan dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu.
3. Koitus pada hamil tua hendaknya dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati
karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban. Kalau ini terjadi infeksi akan
mudah masuk dalam jalan lahir. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah
lama/menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut.
4. Menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin.
5. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun
perabdominam dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
6. Mencegah terjadinya perdarahan banyak, bila terjadi darah yang hilang harus
segera diganti dengan tranfusi darah.
7. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan
masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar
bersalin.
8. Alat-alat dan kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama.
9. Hindari pemeriksaan dalam berulang-ulang, lakukan bila ada indikasi dengan
sterilisasi yang baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Data Demografi
Nama kilen dan penaggungjawab klien
Umur
: Untuk mengetahui apakah ibu mempunyaifaktor risiko atau tidak.
Agama
: Untuk menentukan bagaimana kita memberikan dukungan kepada ibu
selama persalinan.
Suku / bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat / budayanya.
Pendidikan
: Untuk menentukan bagaimana kitamemberikan konseling.
Pekerjaan
: Untuk mengetahui status sosial, ekonomi.
Alamat
: Untuk mengetahui keadaan lingkungan tempat
2. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri, adanya lochea yang berbau, menderita demam (S: 38C),
terdapatluka yang belum kering dan gangguan pola seksual.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan, pernah mengalami
penyakit kelamin sebelumnya atau penyakit yang sama.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan
menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan
atau adanya penyakit infeksi lain yang berhubungan dengan penyakit.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak lemah, berkeringat dan pucat
Kesadaran : Compos mentis, dapat mengalami penurunan kesadaran jika jatuh pada
kondisi syok.
Observasi adanya luka operasi yang terdapat pada daerah bawah umbilikus, striae
masih terlihat, kontraksi uterus sudah tidak ada, tanda-tanda involusi uteri (uterus
dapat meninggi) distensi kandung kemih mengindikasikan adanya gangguan pada
saluran kemih, periksa juga adanya diastasis rektrus abdomeninalis, adanya nyeri
tekan pada area perut, bisung usus dalam batas normal.
d. Pemeriksaan pada daerah genetalia :
Periksa adanya luka episiotomy : tampak kemerahan, bengkak, terdapat tandatanda infeksi, terasanya nyeri,uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat,
akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu
minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya
bertambah dan kadang-kadang berbau. Periksa juga adanya hemoroid pada rectum.
e. Pemeriksaan fisik ektermitas:
Dilakukan pemeriksaan refleks patela, periksa akral perifer akan terasa dingin,
adanya edema pada tungkai serta adanya varises akibat kehamilan.
f. Aktifitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan/keletihan yang terus menerus
(persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
g. Sirkulasi
Biasanya takikardi dari berat sampai bervariasi
h. Eliminasi
Biasanya BAB klien diare/konstipasi
i. Mamaknan / cairan
Biasanya anoreksia, mual/muntah, haus, membran mukosa kering, distensi
abdomen, kekakuan, nyeri lepas
j. Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
k. Nyeri / ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri lokal, disuria,
ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
l. Integritas ego
Biasanya klien gelisah/anxietas
m. Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat
pula menggigil berat atau berulang
n. Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin
ada, lochea bau busuk dan banyak/berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras,
nyeri tekan/mimisan dengan drainasi purulen
o. Kebiasaan sehari-hari
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman kuman mudah
masuk / pathogen ada dalam tubuh
Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
(infeksi
peurpuralis)
Intervensi
1. Monitor suhu sesering
mungkin
2. Monitor warna dan
suhu kulit
3. Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
4. Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
1. Monitor WBC, Hb, dan
Hct
2. Monitor intake dan
output
3. Berikan anti piretik
4. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
5. Tingkatkan
intake
Nyeri
akut NOC
berhubungan dengan Pain level
Pain control
agen cidera
Comfort level
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
NIC
Pain management
1. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
4. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
5. Ajarkan teknik distraksi
nyeri.
6. Kolaborasi:
Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
analgesik
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan
ketidakamampuan
mencerna makanan
akibat muntah
NIC
1. Kaji
adanya
alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentiukan
juml;ah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
3. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
4. Kaji kemampuan pasien
mendapatkan
nutrisi
yang dibutuhkan
5. Monitor penurunan BB
NOC:
Weight control
Kriteria Hasil:
1. Adanya peningkatan
BB sesuai dengan
tujuan
2. BB sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
malnutrisi
5. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan
dari
menelan
6. Tidak penurunan BB
yang berarti
NIC
1. Kaji secara verbal dan
nonverbal respon klien
terhadap tubuhnya
2. monitorfrekuensi
mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang
pengobatan,
kemajuan,prognosis, dan
perawatan
4. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
5.
Defisit
perawatan NOC :
diri
berhubungan Self care : Activity of
dengan kelemahan
Daily Living (ADLs)
kriteria hasil:
1. Klien terbebas dari
bau badan
2. Menyatakan
kenyamanan
terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
3. Dapat
melakukan
ADLS
dengan
bantuan
1. Monitor
kemempuan
klien untuk perawatan
diri yang mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan makan.
3. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan selfcare.
4. Dorong klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak
mampu
melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu
untuk
Resiko
cidera
berhubungan dengan
hipoksia
jaringan
akibat
proses
penyakit
NOC :
Risk Kontrol
Immune status
Safety Behavior
Kriteria hasil:
1. Klien terbebas dari
cedera
2. Klien
mampu
menjelaskan
cara/metode untuk
mencegah
injury/cedera
3. Klien
mampu
menjelaskan factor
risiko
dari
lingkungan/perilaku
personal
4. Mampumemodifikas
i
gaya
hidup
untukmencegah
injury
5. Menggunakan
fasilitas kesehatan
yang ada
6. Mampu mengenali
perubahan
status
kesehatan
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin
seharihari
sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.
NIC :
Environment Management
(Manajemen lingkungan)
1. Sediakan
lingkungan
yang aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
3. Menghindarkan
lingkungan
yang
berbahaya
(misalnya
memindahkan
perabotan)
4. Memasang side rail
tempat tidur
5. Menyediakan
tempat
tidur yang nyaman dan
bersih
6. Menempatkan
saklar
lampu ditempat yang
mudah
dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan
penerangan yang cukup
9. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan
11. Memindahkan barangbarang
yang
dapat
membahayakan
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan penyebab
penyakit..
3.4
Triggercase
STUDI KASUS INFEKSI PUERPERALIS
Ny. M usia 25 tahun, primipara postpartum pervaginam hari ke-8. Datang ke Poli Kandungan
RSUA pada 19 Mei 2015 Pukul 08.00 WIB dengan keluhan demam selama 3 hari, luka
perineum terasa nyeri, mual dan sesekali muntah, badan lemes dan pengeluaran pervaginan
mengeluarkan bau yang menyengat. Riwayat persalinan klien adalah melahirkan pada usia 37
minggu dengan vacuum forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di sebuah
klinik di daerah. Saat ini bayi dalam keadaan baik. Setelah diperiksa dokter kandungan,
pasien disarankan untuk rawat inap. Tanda Vital: TD: 120/80 mmHg; Nadi: 98 x/menit; RR:
28 x/mmt; GCS: E4M5V6.
A. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian 19 Mei 2016 pukul 12.30 WIB.
1. Identitas
Nama
Usia
Suku/Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
:
:
:
:
:
:
:
Ny. M
25 tahun
Jawa/Indonesia
Islam
SMA
Mengurus rumah tangga
Jl. Mojo III No. 12C RT 05/RW 06 Kelurahan Mojo Kecamatan
Gubeng Kota Surabaya
Diagnosa Medis : Infeksi Puerperalis
2. Keluhan Utama
Demam selama 3 hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Demam selama 3 hari, luka perineum terasa nyeri, mual dan sesekali muntah, badan
lemes dan pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau yang menyengat. Riwayat
persalinan klien adalah melahirkan pada usia kehamilan 37 minggu dengan vacuum
forsep akibat preeklamsia dan letak bayi masih tinggi di sebuah klinik di daerah.
Pengukuran suhu oral 38,6oC.
Pengkajian Nyeri
P : Terdapat luka episiotomi hari ke-8
Q : Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk
R : Pasien melaporkan nyeri di daerah luka episiotomy dan perineum
S : Skala nyeri 6
T : Nyeri bertambah hebat pada malam hari.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien belum pernah menderita penyakit yang diderita sekarang.
5. Riwayat Menstruasi
a. Menarche
: Umur 14 tahun
b. Siklus
c. Lama
pernah keramas. Ganti pembalut 2 kali sehari. Kebersihan perineum kurang, klien
jarang berganti celana dalam.
f. Pola Koping
Pola koping klien kurang adekuat.
g. Konsep Diri: Tidak ditemukan gangguan konsep diri.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Observasi
Keadaan umum: lemah
Suhu:38,6oC
Kesadaran: Compos mentis
GCS: E4M5V6
RR: 28 x/mmt
BB: 62,3 kg; TB: 158 cm
CRT: <2 detik
TD: 120/80 mmHg
Akral: hangat
Nadi: 98 x/menit
b. Kepala: bentuk mesocephal, rambut kotor (+) bau (+); kulit kepala bersih (+).
c. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-); pupil isokor (+/+).
d. Telinga dan hidung: sekret dalam batas normal, napas cuping hidung (-).
e. Mulut dan gigi: membrane mukosa kering (+), kebersihan mulut cukup.
f. Leher: pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran vena jugularis (-)
g. Dada: retraksi dada (-), pergerakan normal (+)
Payudara: konsistensi normal (+), hiperpigmentasi papilla dan areola mamae (+),
putting susu menonjol (+), simetris (+), produksi ASI (+), kolostrum (+)
Jantung: S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru: SD Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
h. Abdomen: Peristaltik 3 x/mnt; fundus uteri teraba 2 jari di bawah pusar; kekakuan
pada pelvis (+)
Lambung: Nyeri tekan (-)
Hepar: pembesaran hepar (-)
Limpa: pembesaran limpa (-)
i. Genitalia
Pengeluaran pervaginam mengeluarkan bau yang menyengat; jahitan perineum
merah, bengkak dan sedikit terbuka; terasa panas dan nyeri di sekitar perineum.
j. Ekstremitas
Akral teraba hangat (+), pergerakan normal (+)
k. Kulit
tampak kemerahan pada kulit, kebersihan kurang (+)
DS
D
O
:
:
DATA
Pasien mengatakan demam sudah
sejak 3 hari yang lalu
Suhu:38,6oC; RR: 28 x/mmt;
TD: 120/80 mmHg
Tampak kemerahan pada
kulit.
Hitung leukosit: 27.500 mm3
ETIOLOGI
Infeksi
puerperalis
PROBLEM
Hipertermi
Respon inflamasi
Merangsang
pusat
termoregulator di
hipotalamus
Infeksi
puerperalis
Adanya inflamasi
pada perineum
Respon mediator
inflamasi
Nyeri
3.
DS
D
O
Kelemahan
akibat proses
penyakit
Perawatan
perineal tidak
adekuat
Personal hygiene
kurang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (infeksi peurpuralis)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
C. INTERVENSI
Defisit
Perawatan Diri
No.
1.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Hipertermi
berhubungan dengan
penyakit
(infeksi
peurpuralis)
Nyeri
akut NOC
berhubungan dengan Pain level
Pain control
agen cidera
Comfort level
Kriteria hasil :
3. Mampu mengontrol
nyeri
(tahu
penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
4. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Intervensi
5. Monitor suhu sesering
mungkin
6. Monitor warna dan
suhu kulit
7. Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
8. Monitor
penurunan
tingkat kesadaran
9. Monitor WBC, Hb, dan
Hct
10. Monitor intake dan
output
11. Berikan anti piretik
12. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
13. Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi
14. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
15. Monitor hidrasi seperti
turgor
kulit,
kelembaban membran
mukosa)
16. Monitor
tanda
hipotermi
dan
hiperetermi
NIC
Pain management
7. Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
kualitas
dan
faktor
presipitasi
8. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
9. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
10. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
11. Ajarkan teknik distraksi
nyeri.
12. Kolaborasi:
Kolaborasikan dengan
dokter
pemberian
analgesik
3.
6.4
Defisit
perawatan NOC :
diri
berhubungan Self care : Activity of
dengan kelemahan
Daily Living (ADLs)
kriteria hasil:
4. Klien terbebas dari
bau badan
5. Menyatakan
kenyamanan
terhadap
kemampuan untuk
melakukan ADLs
6. Dapat
melakukan
ADLS
dengan
bantuan
9. Monitor
kemempuan
klien untuk perawatan
diri yang mandiri.
10. Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu
untuk kebersihan diri,
berpakaian,
berhias,
toileting dan makan.
11. Sediakan bantuan sampai
klien mampu secara utuh
untuk melakukan selfcare.
12. Dorong klien untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang
dimiliki.
13. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien
tidak
mampu
melakukannya.
14. Ajarkan klien/ keluarga
untuk
mendorong
kemandirian,
untuk
memberikan
bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu
untuk
melakukannya.
15. Berikan aktivitas rutin
seharihari
sesuai
kemampuan.
16. Pertimbangkan usia klien
jika
mendorong
pelaksanaan
aktivitas
sehari-hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Infeksi puerperalis adalah infeksi yang terjadi didalam struktur yang
berhubungan dengan persalinan setelah melahirkan yang merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas ibu. Tempat utama infeksi pasca partum adalah
rongga panggul, tempat umum lainnya adalah payudara, saluran kemih dan system
vena.
Infeksi
yang
terlokalisasi
bisa
mempengaruhi
vagina,
vulva
dan
perineum.Terdapat dua atau lebih dari hal-hal berikut yaitu nyeri pelvic, demam
38,5oC atau lebih yang diukur melalui oral kapan saja, rabas- vagina yang abnormal,
rabas-vagina berbau busuk, keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran
uterus.
Infeksi ini disebabkan oleh bakterio eksogen dan endogen. Infeksi yang
paling
sering
ditemukan
adalah
infeksi
gabungan
antara
kedua
bakteri
DAFTAR PUSTAKA
Varney, Helen, et. al. 2001. Buku Saku Bidan. Jakarta : EGC
Widyastuti, Palupi. 2002. Modul sepsis puerperalis materi pendidikan untuk kebidanan.
Jakarta : EGC
Wikjosastro. 1999. Ilmu Kandungann. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Hajo