HIPERTIROIDISME
oleh
dr. Hari Subagiyo
Pembimbing:
dr.H. Abd. Halim Sp.PD
Daftar isi
BAB I...........................................................................................................
BAB II..........................................................................................................
BAB III........................................................................................................
36
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertiroidisme merupakan salah satu penyakit gangguan kelenjar
endokrin yang disebabkan karena peningkatan produksi hormone tiroid secara
berlebihan oleh kelenjar tiroid. Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita dan 0,2%
pria di seluruh populasi dengan insiden munculnya kasus pertahun sebanyak dua
puluh orang penderita tiap satu juta populasi.
Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat penyakit ini dapat
mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan pasien
dapat berupa gangguan psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan dan emosi yang
mudah berubah, gangguan pencernaan berupa diare, hingga gangguan
kardiovaskuler berupa takikardi dan palpitasi.
Pada pasien hipertiroidisme, terapi yang diberikan dapat berupa terapi
konservatif dengan pemberian obat anti tiroid maupun terapi pengurangan atau
ablasi kelenjar tiroid dengan iodine radioaktif dan tiroidektomi (pengangkatan
kelenjar tiroid) yang disesuaikan dengan etiologi penyakit dan pilihan pasien. Dari
ketiga pilihan terapi tersebut, terapi dengan obat anti tiroid merupakan salah satu
terapi yang banyak digunakan. Obat anti tiroid yang digunakan secara luas
sebagai lini pertama adalah golongan thionamide, yang terdiri dari
propylthiouracil dan methimazole. Obat anti tiroid umumnya digunakan selama
lebih dari enam bulan hingga pasien mencapai remisi dan pengobatan dapat
dihentikan. Selama menggunakan obat anti tiroid pasien dapat mengalami efek
samping berupa munculnya ruam kulit, gangguan hepar dan agranulositosis.
3
BAB II
ISI
ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher,
terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya
kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang
digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong
berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar
tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium.
Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi
kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis
komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid
ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap
folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan
membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar
tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme
aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah
dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau
dicelah anatar folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel
memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah.
mengandung
dua
atom
iodiumir)
menghasilkan
daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon
tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif
mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun
namanya hanya menyebutkan secara khusus tiroksin (T4) ; albumin yang secara
non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35%
dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.
10
12
dari
pada
pembentukannya.
Hipertiroidisme
dapat
14
fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta
faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai
perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularisasinya
bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan
balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa
obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin,
agonis dopamin (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan
dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating
antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional
tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa
selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen.
3. TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan
lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH
meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan
ACTH, tetapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH.
Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan
hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme
umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta
stres dan sakit berat (non thtoidal illness). Kompensasi penyesuaian terhadap
15
proses umpan balik ini banyak memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya
TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH
terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik ditingkat TSH
karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi hipertiroidisme
ringan atau subklinis.
HIPERTIROID
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi
lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita
hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan
pria. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
16
ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama
dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak
dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif
dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut
adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif
disebut sebagai goiter multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada
orang dewasa goiter multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak
hormon tiroid.
17
3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal
itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang
meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis
post
partum
diyakini
kondisi
autoimun
dan
menyebabkan
18
MANIFESTASI KLINIK
19
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
EKG
Foto torak
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada
skema dibawah ini:
20
DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.
Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan
penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi:
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan.
21
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal :
a). Berat bedan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan
menurun, mual, muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok
jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d).
Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f)
bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan
apathetic form).
DIAGNOSIS BANDING
22
PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat
ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid
dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis
hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi
iodium,
menghambat
coupling
iodotirosin,
mengubah
struktur
molekul
23
24
dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab
lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping,
yaitu
agranulositosis
(metimazol
mempunyai
efek
samping
agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan
obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti operasi.
25
Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau
sebaliknya. Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat
penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan
terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk
menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat
selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu
yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan
hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan
kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang
menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat
Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti
Tiroid dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat
T-3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis
yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.
26
untuk
mengendalikan
manifestasi
klinis
tirotoksikosis
27
c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic
contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek
menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar
pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada
keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi
iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda
dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan
dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan
yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk
memantau respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan
kadar FT4 dan TSH.
28
29
Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan
struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan
eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu ,
selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5
tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar
dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli
bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan
penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi
pada penyakit Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus
recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1%
kasus.
Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari
50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui
efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan
30
iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1
tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna
untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid.
Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak
mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak
ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah
mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium
radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain
kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium
radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang
berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk
pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini
seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.
31
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi
dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obatobat penyekat beta dan / atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium
radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain
seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan seharihari. Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :
32
33
34
dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang
masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.
35
BAB III
PENUTUP
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi
hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang,
yang disebut dengan thyrotoxicosis. Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya
Imuoglobulin perangsang tiroid (TSI) (Penyakit Grave), sekunder akibat
kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid.
Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal
berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi
hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering
disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan
kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan
mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan
konvergensi.
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien,
riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dsb. Pengobatan tirotoksikosis dikelompokkan dalam: Tirostatiska:
kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg, MTZ, metimazol atau
tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg);
36
37
DAFTAR PUSTAKA
38
39