Anda di halaman 1dari 39

PORTOFOLIO

HIPERTIROIDISME

oleh
dr. Hari Subagiyo
Pembimbing:
dr.H. Abd. Halim Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BANJARBARU


KALIMANTAN SELATAN

Daftar isi
BAB I...........................................................................................................

BAB II..........................................................................................................

BAB III........................................................................................................

36

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertiroidisme merupakan salah satu penyakit gangguan kelenjar
endokrin yang disebabkan karena peningkatan produksi hormone tiroid secara
berlebihan oleh kelenjar tiroid. Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita dan 0,2%
pria di seluruh populasi dengan insiden munculnya kasus pertahun sebanyak dua
puluh orang penderita tiap satu juta populasi.
Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat penyakit ini dapat
mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan pasien
dapat berupa gangguan psikiatrik seperti rasa cemas berlebihan dan emosi yang
mudah berubah, gangguan pencernaan berupa diare, hingga gangguan
kardiovaskuler berupa takikardi dan palpitasi.
Pada pasien hipertiroidisme, terapi yang diberikan dapat berupa terapi
konservatif dengan pemberian obat anti tiroid maupun terapi pengurangan atau
ablasi kelenjar tiroid dengan iodine radioaktif dan tiroidektomi (pengangkatan
kelenjar tiroid) yang disesuaikan dengan etiologi penyakit dan pilihan pasien. Dari
ketiga pilihan terapi tersebut, terapi dengan obat anti tiroid merupakan salah satu
terapi yang banyak digunakan. Obat anti tiroid yang digunakan secara luas
sebagai lini pertama adalah golongan thionamide, yang terdiri dari
propylthiouracil dan methimazole. Obat anti tiroid umumnya digunakan selama
lebih dari enam bulan hingga pasien mencapai remisi dan pengobatan dapat
dihentikan. Selama menggunakan obat anti tiroid pasien dapat mengalami efek
samping berupa munculnya ruam kulit, gangguan hepar dan agranulositosis.
3

Pada penggunaan obat antitiroid, rasionalitas terapi memegang peranan


penting dalam menjamin penggunaan obat yang tepat, aman dan efektif. Dengan
pemilihan jenis obat anti tiroid dan pemberian dosis yang tepat, kondisi euthyroid
dan remisi dapat lebih cepat tercapai dan memperpendek durasi terapi. Dan
dengan penggunaan obat yang sesuai dengan kondisi pasien dapat mengurangi
risiko efek samping yang muncul.
Berikut ini akan dibahas mengenai fisiologis daripada hormon tiroid,
kelaianan hipertiroid dan pengobatan yang diberikan pada hipertiroid.

BAB II
ISI
ANATOMI MAKROSKOPIK KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada
akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertana dan kedua. Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher,
terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea
2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea
sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya
kelenjar kearah kranial, yang merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang
digunakan klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan dileher berhubungan
dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong
berkuran panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar
tiroid dipengaruhi oleh berat badan masukan yodium.
Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram. Vaskularisasi
kelenjar tiroid termasuk amat baik. A tiroidea superior berasal dari a.karotis
komunis atau a.karotis eksterna, a.tiroidea inferior dari a.subklavia dan a.tiroid
ima berasal dari a.brakiosefalik salah satu cabang dari arkus aorta. Ternyata setiap
folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sedangkan sistem
venanya berasal dari pleksus perifolikular yang manyatu di permukaan
membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke kelenjar
tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme

aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah
dengan jelas di ujung bawah kelenjar.

Gambar kelenjar tiroid berserta aliran darahnya

ANATOMI MIKROSKOPIK KELENJAR TIROID


Sel pada kebanyakan organ endokrin menimbun produk sekresinya di
dalam sitoplasmanya. Kelenjar tiroid adalah organ endokrin unik karena selselnya tersusun membentuk struktur bulat yang disebut folikel, bukan berupa
kelompok atau deretan seperti biasanya. Sel-sel yang mengelilingi folikel, yaitu
sel folikel, menyekresi dan menimbun produknya di luar sel, di dalam lumen
folikel sebagai substansi mirip gelatin yang disebut koloid. Koloid terdiri atas
tiroglobulin, yaitu suatu glikoprotein yang mengandung sejumlah asam amino
teriodinasi. Hormon kelenjar tiroid disimpan di dalam folikel sebagai koloid
terikat pada tiroglobulin. Oleh karena itu, folikel adalah satuan struktural dan
fungsional kelenjar tiroid. Selain sel folikel, sel-sel parafolikel yang lebih besar

juga terdapat di kelenjar tiroid. Sel-sel ini terdapat di dalam epitel folikel atau
dicelah anatar folikel. Adanya banyak pembuluh darah di sekitar folikel
memudahkan pencurahan hormon ke dalam aliran darah.

Kelenjar tiroid secara mikroskopik

METABOLISME HORMON TIROID


Bahan dasar untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, yang
keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,
disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan
kebutuhan esensial dalam mekanan. Dipihak lain, iodium diperlukan untuk
sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan, penyimpanan
dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut:
1. Semua langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin
di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks
Golgi/retikulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu ke dalam
molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi. Setelah
diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel
folikel ke dalam koloid melalui eksositosis.

2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam


koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau iodine-trapping
mechanism, suatu protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan
energi yang terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua iodium di
tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid
untuk mensisntesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormon tiroid,
iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.
3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam
molekul tiroglobulin. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan
monoiodotirosin (MIT) (langkah 3a). Perlekatan dua iodium ke tirosin
menghasilkan diiodotirosin (DIT).
4. Kemudian, terjadi proses penggaabungan antara molekul-molekul tirosin
beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT
(masing-masing

mengandung

dua

atom

iodiumir)

menghasilkan

tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan


empat iodium (langkah 4a). Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium)
dan sati DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3
(dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT.
Pengaluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik
memerlukan proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum
dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke molekul tiroglobulin. Kedua, hormonhormon ini disimpan di tempat ekstrasel pedalaman, lumen folikel, sebelum dapat
memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus

diangkut menembus folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya


melibatkan penggigitan sepotong koloid oleh sel folikel sehingga molekul
tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya dan peludahan T4 dan T3 bebas
ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang sesuai untuk mengeluarkan
hormon tiroid, sel-sel folikel memasukan sebagian dari kompleks hormon
tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid. Di dalam sel, butir-butir
koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya
kemudian memisahkan hormon tiroid aktif secara biologid, T4 dan T3 serta
iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT. Hormon-hormon tiroid, karena sangat
lipofilik, dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam
darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung
suatu enzim yang sangat cepat mengeluarkan iodium dari MIT dan DIT, sehingga
iodium yang dibebaskan dengan didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon
enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodium hanya dari MIT dan
DIT, yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T34.
Sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau
diaktfkan, melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80%
T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran
iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid
yang secara bilogis aktif ditingkat sel, walaupun tiroid mengeluarkan lebih banyak
T44.
Setelah dikeluarkan di dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan
cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang

daro 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikar (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikat hormon
tiroid : globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secra selektif
mengikat hormon tiroid (55%) dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun
namanya hanya menyebutkan secara khusus tiroksin (T4) ; albumin yang secara
non selektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35%
dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T44.

Proses sintesis dan kerja hormon tiroid

10

EFEK METABOLIK HORMON TIROID


Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua
proses tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau
hipotiroidisme berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara alin
seperti di bawah ini:
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan
temperatur sub-optimal) dan kalorigenik.
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,
tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik.
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi
proses degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh
lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya
pada hipotiroidsm kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid
meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidsme dapat dijumpai karotenemia,
kulit kekuningan.
6. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatinin fosfat menyebabkan miopati,
tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering
terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipertiroidsm.
11

EFEK FISIOLOGIK HORMON TIROID


Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi
otak dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena
reseptor beta adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik
misalnya meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzim
tipe-2 5-deyodinasi di hipofisis. Efek fisilogi dapat berupa:
1. Pertumbuhan Fetus. Sebelum minggu 11 tiroid fetus belum bekerja, juga
TSHnya. Dalam keadaan ini karena DIII tinggi di plasenta hormon tiroid
bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta.
Meski amat sedikit krusial, tidak adanya hormon yang cukup
menyebabkan lahirnya bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas.
Kedua peristiwa diatas dirangsang oleh T3 lewat Na+K+ATPase disemua
jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat.
Hormon tiroid menurunkan kadar superoksida dismutase hingga radikal
bebas anion superoksida meningkat.
3. Efek Kardiovaskular. T3 menstimulasi a). Transkripsi miosin hc-B dan
menghambat miosin hcB, akibatnya kontraksu otot miokard menguat. b).
Transkripsi Ca2+ ATPase di retikulum sarkoplasma meningkatkan tonus
diatolik. c). Mengubah konsentrasi protein G,b reseptor adrenergik,
sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara
klinis terlihat sebagai naiknya curah jantung dan takikardi.

12

4. Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard,


otot skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya
reseptor adrenergik alfa miokard, maka sensitivitas terhadap katekolamin
amat tinggi pada hipertiroidsme dan sebaliknya pada hipotiroidsme.
5. Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidsme
menyebabkan eritopoesis dan produksi eritopoetin meningkat. Volume
darah tetap namun red cell turn over meningkat.
6. Efek Gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat.
Kadang ada diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit
lambung melambat. Hal ini dapat menyebabkan bertambah kurusnya
seseorang.
7. Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resprbsi tulang lebih
terpengaruh

dari

pada

pembentukannya.

Hipertiroidisme

dapat

menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan berat mampu menghasilkan


hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda hidroksiprolin dan cross-link
piridium.
8. Efek neuromuskular. Turn over meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi
serta relaksasi otot meningkat (hiperfleksia).
9. Efek Endokrin. Hormon tiroid meningkatkan metabolik turn-over banyak
hormon serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah
100 menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada pada
hipertiroidsme dan 150 menit pada hipotiroidsme. Untuk ini perlu diingat
13

bahwa hipertiroidsme dapat menutupi (masking) atau memudahkan


unmusking kelainan adrenal.

Pengaruh hormon tiroid

PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID


Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu oleh:
1. Autoregulasi
Seperti disebutkan di atas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada
pemberian yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolff-Chaikoff. Efek
ini bersifat selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat
gagal dan terjadilah hipotiroidisme
2. TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Efek pada tiroid akan
terjadi dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel.
Sinyal selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). Dari sinilah terjadi
perangsangan protein kinase oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk

14

fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta
faktor transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai
perubahan morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularisasinya
bertambah oleh pembentukan gondok dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan
balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivitas dan keluarnya TSH. Beberapa
obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokortikoid, dopamin,
agonis dopamin (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun, TSHr ditempati dan
dirangsang oleh imunoglobulin, antibodi-anti-TSH (TSAb = thyroid stimulating
antibody, TSI = thyroid stimulat-ing immunoglobulin), yang secara fungsional
tidak dapat dibedakan oleh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan peristiwa
selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH endogen.
3. TRH
TRH melewati median eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan
lewat sistem hipotalamohipofiseal ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH
meningkat. Meskipun tidak ikut menstimulasi keluarnya growth hormone dan
ACTH, tetapi TRH menstimulasi keluarnya prolaktin, kaddang-FSH dan LH.
Apabila TSH naik dengan sendirinya kelenjar tiroid mengalami hiperplasi dan
hiperfungsi.
Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormon tiroid (mekanisme
umpan balik), TSH, dopamin, hormon korteks adrenal dan somatostatin, serta
stres dan sakit berat (non thtoidal illness). Kompensasi penyesuaian terhadap

15

proses umpan balik ini banyak memberi informasi klinis, sebagai contoh, naiknya
TSH serum sering menggambarkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid
yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response) TSH
terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik ditingkat TSH
karena kebanyak hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi hipertiroidisme
ringan atau subklinis.

Pengaturan hormon tiroid

HIPERTIROID
Hipertiroid adalah suatu gangguan dimana kelenjar tiroid memproduksi
lebih banyak hormon tiroid yang dibutuhkan oleh tubuh. Kadang-kadang disebut
juga tirotoksikosis. 1 persen populasi di Amerika memiliki resiko untuk menderita
hipertiroid. Wanita lebih banyak mengalami kejadian ini dibandingkan dengan
pria. Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidsme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar

16

dalam sirkulasi. Hipertiroidsme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh


kelenjar tiroid yang hiperkatif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T4-inti yang makin penuh.

ETIOLOGI HIPERTIROID
Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah :
1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir sama
dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih banyak
dalam tubuh.
2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang
terdapat pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7%
populasi memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif
dan menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut
adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami hiperaktif
disebut sebagai goiter multinodular toksik. Meskipun jarang ditemukan pada
orang dewasa goiter multinodular toksik dapat memproduksi lebih banyak
hormon tiroid.

17

3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis
tidak menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal
itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang
meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang dapat
diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis

post

partum

diyakini

kondisi

autoimun

dan

menyebabkan

hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai2 bulan. Kondisi ini


akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis silent
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti tiroiditis
post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis post partum, tiroiditis
silent mungkin suatukondisi autoimun.
4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid, sehingga
jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang
dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat
menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang
jumlah yodiumyang berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone, yang
digunakan untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga mengandung
banyak yodium.

18

5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid


Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid
lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid dalam
tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi hormon tiroid. Oleh
sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan konsultasi pada tenaga kesehatan.

MANIFESTASI KLINIK

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:


Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun,
ulkus korne Dermopati (0,5-4%), Akropaki (1%).

19

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit
(bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)

Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari


penyakit Graves dengan komponen nodosa

EKG

Foto torak
Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada
skema dibawah ini:

20

DIAGNOSIS
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis.
Untuk ini telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengen pemeriksaan
penunjang untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi:

Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3 dan TSH, ekskresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan.

21

Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban putih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmeter Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut dan tanda tanda tidak sejelas pada usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal :
a). Berat bedan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik) b). Nafsu makan
menurun, mual, muntah dan sakit perut c). Fibrilasi atrium, payah jantung, blok
jantung sering merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartmia d).
Lebih jarang dijumpai takikardia (40%) e). Eye signs tidak nyata atau tidak ada f)
bukannya gelisah justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidsm dan
apathetic form).

DIAGNOSIS BANDING

Hipertiroidsme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik,


adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma oavarii,
mutasi reseptor TSH, obat : kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)

Tiroroksikosis tanpa hipertiroidsme : tiroiditis subakut, tiroiditis silent,


destruksi tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan
hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)

22

Hipertiroidsime sekunder : adenoma hipofisis yang mensekresi TSH,


sindrom reisistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG,
tirotoksigosis gestasional

PENATALAKSANAAN
Pilihan pengobatan tergantung pada beberapa hal antara lain berat
ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma, ketersediaan obat antitiroid
dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang menyertainya.
a. Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol.
Tiourasil dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan
dengan nama metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru
beredar ialah tiamazol yang isinya sama dengan metimazol.
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid.
Mekanisme aksi intratiroid yang utama ialah mencegah/mengurangi biosintesis
hormon tiroid T-3 dan T-4, dengan cara menghambat oksidasi dan organifikasi
iodium,

menghambat

coupling

iodotirosin,

mengubah

struktur

molekul

tiroglobulin dan menghambat sintesis tiroglobulin. Sedangkan mekanisme aksi


ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T-4 menjadiT-3 di jaringan
perifer (hanya PTU, tidak pada metimazol). Atas dasar kemampuan menghambat
konversi T-4 ke T-3 ini, PTU lebih dipilih dalam pengobatan krisis tiroid yang
memerlukan penurunan segera hormon tiroid di perifer. Sedangkan kelebihan

23

metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih panjang dibanding


PTU, sehingga dapat diberikan sebagai dosis tunggal.
Belum ada kesesuaian pendapat diantara para ahli mengenai dosis dan
jangka waktu pengobatan yang optimal dengan OAT. Beberapa kepustakaan
menyebutkan bahwa obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan
sampai terjadi remisi spontan, yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan
sampai 15 tahun setelah pengobatan.
Untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka pemberian obat-obat
antitiroid biasanya diawali dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid
secara klinis, diberikan dosis pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal
pagi hari). Regimen umum terdiri dari pemberian PTU dengan dosis awal 100-150
mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis dikurangi menjadi 50-200 mg , 1 atau
2 kali sehari. Propylthiouracil mempunyai kelebihan dibandingkan methimazole
karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3, sehingga efektif dalam
penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit Graves.
Methimazole mempunyai masa kerja yang lama sehingga dapat diberikan dosis
tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis methimazole 40 mg setiap pagi
selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5 20 mg perhari. Ada
juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200
mg/hari dan metimazol/tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi
untuk 3-6 minggu pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau
dinaikkan sesuai respons klinis dan biokimia. Apabila respons pengobatan baik,

24

dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil PTU 50mg/hari dan metimazol/
tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan keadaan klinis eutiroid
dan kadar T-4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal belum
memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab
lainnya seperti ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis.
Meskipun jarang terjadi, harus diwaspadai kemungkinan timbulnya efek
samping,

yaitu

agranulositosis

(metimazol

mempunyai

efek

samping

agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like syndrome, yang
dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan
Obat Anti Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium
radioaktif.. Agranulositosis biasanya ditandai dengan demam dan sariawan,
dimana untuk mencegah infeksi perlu diberikan antibiotika.
Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic edema,
Hepatocellular toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek
samping tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar
termasuk leukosit darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan
pertama setelah terapi. Bila ditemukan efek samping, penghentian penggunaan
obat tersebut akan memperbaiki kembali fungsi yang terganggu, dan selanjutnya
dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti operasi.

25

Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba
ganti dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau
sebaliknya. Evaluasi pengobatan perlu dilakukan secara teratur mengingat
penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang tidak bisa dipastikan kapan akan
terjadi remisi. Evaluasi pengobatan paling tidak dilakukan sekali/bulan untuk
menilai perkembangan klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat
selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan sesuai respons hingga dosis tertentu
yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis diturunkan perlahan
hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan eutiroid, dan
kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang
menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat
Anti Tiroid bila ditemukan keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Terjadi pengecilan kelenjar tiroid seperti keadaan normal.
2. Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti
Tiroid dosis rendah.
3. Bila TSH-R Ab tidak lagi ditemukan didalam serum.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT-4 (atau FT-3 bila terdapat
T-3 toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis,
sementara kadar TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai
beberapa bulan setelah keadaan eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis
yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan darah, kelenjar tiroid, dan mata.

26

b. Obat Golongan Penyekat Beta


Obat golongan penyekat beta, seperti propranolol hidroklorida, sangat
bermanfaat

untuk

mengendalikan

manifestasi

klinis

tirotoksikosis

(hyperadrenergic state) seperti palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas


melalui blokadenya pada reseptor adrenergik. Di samping efek antiadrenergik,
obat penyekat beta ini juga dapat -meskipun sedikit- menurunkan kadar T-3
melalui penghambatannya terhadap konversi T-4 ke T-3. Dosis awal propranolol
umumnya berkisar 80 mg/hari.3,4
Di samping propranolol, terdapat obat baru golongan penyekat beta
dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan nadolol. Dosis
awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai efek
serupa dengan propranolol.
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek
samping yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan
depresi, dan yang lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis,
dan trombositopenia. Obat golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada
pasien asma dan gagal jantung, kecuali gagal jantung yang jelas disebabkan oleh
fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan pada keadaan bradiaritmia,
fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi penghambat
monoamin oksidase.

27

c. Obat-obatan Lain
Obat-obat seperti iodida inorganik, preparat iodinated radiographic
contrast, potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek
menurunkan kadar hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar
pengelolaan penyakit Graves. Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada
keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi tiroidektomi atau setelah terapi
iodium radioaktif.
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda
dengan ukuran kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan
dengan Obat Anti Tiroid (OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun
jangka waktu pengobatan lama yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih
lama lagi. Kelemahan utama pengobatan dengan OAT adalah angka kekambuhan
yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu berkisar antara 25% sampai 90%.
Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain dosis, lama pengobatan,
kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium yang tinggi
didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3 - 6 bulan untuk
memantau respons terapi, dimana yang paling bermakna adalah pemeriksaan
kadar FT4 dan TSH.

28

Pengobatan dengan cara kombinasi OAT-tiroksin


Yang banyak diperdebatkan adalah pengobatan penyakit Graves dengan
cara kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991
melaporkan bahwa angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok
penderita yang mendapat terapi kombinasi methimazole dan tiroksin.,
dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok kontrol yang hanya mendapatkan
terapi methimazole.

Protokol pengobatannya adalah sebagai berikut :


Pertama kali penderita diberi methimazole 3 x 10 mg/hari selama 6 bulan,
selanjutnya 10 mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan
kemudian hanya diberi tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi
methimazole dengan dosis dan cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH
dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah pada kelompok yang mendapat terapi
kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal ini mengisyaratkan bahwa
TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan molekul
antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan
mengistirahatkan kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen eksogen
(yang menekan produksi TSH), maka reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan,
yaitu dengan mengurangi presentasi antigen. Pertimbangan lain untuk
memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian dosis OAT

29

untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama


bila digunakan OAT dosis tinggi.

Pembedahan
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan
struma yang besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan
eutiroid dengan pemberian OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu ,
selama 2 minggu pre operatif, diberikan larutan Lugol atau potassium iodida, 5
tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar
dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat silang pendapat
mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan
oftalmopati Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan
tiroid yang ditinggalkan , dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli
bedah menyisakan 2-3 gram jaringan tiroid. Walaupun demikan kebanyakan
penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah mengalami tiroidektomi
pada penyakit Graves. Hipoparatiroidisme dan kerusakan nervus laryngeus
recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1%
kasus.
Terapi Yodium Radioaktif
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari
50 tahun yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui
efek ionisasi partikel beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan

30

iradiasi local pada sel-sel folikel tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain
disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti dengan nekrosis seluler, dan dalam
perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai respons inflamasi kronik.
Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang ditangkap dan
tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1
tahun. Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna
untuk kemudian dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid.
Berdasarkan pengalaman para ahli ternyata cara pengobatan ini aman , tidak
mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak
ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang pernah
mendapat pengobatan yodium radioaktif.
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau
menyusui. Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium
radioaktif perlu dipastikan dulu bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain
kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi absolut pengobatan dengan yodium
radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan secara ketat, bahkan ada yang
berpendapat bahwa pengobatan yodium radioaktif merupakan cara terpilih untuk
pasien hipertiroidisme anak dan dewasa muda, karena pada kelompok ini
seringkali kambuh dengan OAT.
Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang
kambuh. Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena
massa yodium dalam dosis I131 yang diberikan sangat kecil, hanya 1 mikrogram.

31

Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi
dapat diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obatobat penyekat beta dan / atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium
radioaktif terutama dipengaruhi oleh besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain
seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan asupan yodium dalam makanan seharihari. Efek samping yang menonjol dari pengobatan yodium radioaktif adalah
hipotiroidisme. Kejadian hipotiroidisme sangat dipengaruhi oleh besarnya dosis;
makin besar dosis yang diberikan makin cepat dan makin tinggi angka kejadian
hipotiroidisme.
Dengan dosis I131 yang moderat yaitu sekitar 100 Ci/g berat jaringan
tiroid, didapatkan angka kejadian hipotiroidisme sekitar 10% dalam 2 tahun
pertama dan sekitar 3% untuk tiap tahun berikutnya.
Efek samping lain yang perlu diwaspadai adalah :

memburuknya oftalmopati yang masih aktif (mungkin karena lepasnya


antigen tiroid dan peningkatan kadar antibody terhadap reseptor TSH),
dapat dicegah dengan pemberian kortikosteroid sebelum pemberian I131

hipo atau hiperparatiroidisme dan kelumpuhan pita suara (ketiganya sangat


jarang terjadi)

gastritis radiasi (jarang terjadi)

eksaserbasi tirotoksikosis akibat pelepasan hormon tiroid secara mendadak


(leakage) pasca pengobatan yodium radioaktif; untuk mencegahnya maka
sebelum minum yodium radioaktif diberikan OAT terutama pada pasien
tua dengan kemungkinan gangguan fungsi jantung. Setelah pemberian

32

yodium radioaktif, fungsi tiroid perlu dipantau selama 3 sampai 6 bulan


pertama; setelah keadaan eutiroid tercapai fungsi tiroid cukup dipantau
setiap 6 sampai 12 bulan sekali, yaitu untuk mendeteksi adanya
hipotiroidisme.

Pengobatan oftalmopati Graves


Diperlukan kerjasama yang erat antara endokrinologis dan oftalmologis
dalam menangani oftalmopati Graves. Keluhan fotofobia, iritasi dan rasa kesat
pada mata dapat diatasi dengan larutan tetes mata atau lubricating ointments,
untuk mencegah dan mengobati keratitis. Hal lain yang dapat dilakukan adalah
dengan menghentikan merokok, menghindari cahaya yang sangat terang dan debu,
penggunaan kacamata gelap dan tidur dengan posisi kepala ditinggikan untuk
mengurangi edema periorbital. Hipertiroidisme sendiri harus diobati dengan
adekuat. Obat-obat yang mempunyai khasiat imunosupresi dapat digunakan
seperti kortikosteroid dan siklosporin, disamping OAT sendiri dan hormon tiroid.
Tindakan lainnya adalah radioterapi dan pembedahan rehabilitatif seperti
dekompresi orbita, operasi otot ekstraokuler dan operasi kelopak mata.
Yang menjadi masalah di klinik adalah bila oftalmopati ditemukan pada
pasien yang eutiroid; pada keadaan ini pemeriksaan antibody anti-TPO atau
antibody antireseptor TSH dalam serum dapat membantu memastikan diagnosis.
Pemeriksaan CT scan atau MRI digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebab kelainan orbita lainnya.

33

Pengobatan krisis tiroid


Pengobatan krisis tiroid meliputi pengobatan terhadap hipertiroidisme
(menghambat produksi hormon, menghambat pelepasan hormon dan menghambat
konversi T4 menjadi T3, pemberian kortikosteroid, penyekat beta dan
plasmafaresis), normalisasi dekompensasi homeostatic (koreksi cairan, elektrolit
dan kalori) dan mengatasi faktor pemicu.

Penyakit Graves Dengan Kehamilan


Wanita pasien penyakit Graves sebaiknya tidak hamil dahulu sampai
keadaan hipertiroidisme-nya diobati dengan adekuat, karena angka kematian janin
pada hipertiroidisme yang tidak diobati tinggi. Bila ternyata hamil juga dengan
status eutiroidisme yang belum tercapai, perlu diberikan obat antitiroid dengan
dosis terendah yang dapat mencapai kadar FT-4 pada kisaran angka normal tinggi
atau tepat di atas normal tinggi. PTU lebih dipilih dibanding metimazol pada
wanita hamil dengan hipertiroidisme, karena alirannya ke janin melalui plasenta
lebih sedikit, dan tidak ada efek teratogenik. Kombinasi terapi dengan tiroksin
tidak dianjurkan, karena akan memerlukan dosis obat antitiroid lebih tinggi, di
samping karena sebagian tiroksin akan masuk ke janin, yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
Evaluasi klinis dan biokimia perlu dilakukan lebih ketat, terutama pada
trimester ketiga. Pada periode tersebut, kadang-kadang - dengan mekanisme yang
belum diketahui- terdapat penurunan kadar TSHR-Ab dan peningkatan kadar
thyrotropin receptor antibody, sehingga menghasilkan keadaan remisi spontan,

34

dan dengan demikian obat antirioid dapat dihentikan. Wanita melahirkan yang
masih memerlukan obat antiroid, tetap dapat menyusui bayinya dengan aman.

35

BAB III
PENUTUP
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi
hormon tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang,
yang disebut dengan thyrotoxicosis. Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya
Imuoglobulin perangsang tiroid (TSI) (Penyakit Grave), sekunder akibat
kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid.
Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu
tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal
berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi
hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering
disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan
kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal oftalmopati ditandai dengan
mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan
konvergensi.
Prinsip pengobatan tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien,
riwayat alamiah penyakit, tersedianya modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko
pengobatan, dsb. Pengobatan tirotoksikosis dikelompokkan dalam: Tirostatiska:
kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazole 5 mg, MTZ, metimazol atau
tiamazol 5, 10, 30 mg), dan darivat tiourasil (PTU propiltiourasil 50, 100 mg);

36

Tiroidektomi: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis


maupun biokimiawi; Yodium radioaktif. 2009).

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006


2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta. 2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association
Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta

38

39

Anda mungkin juga menyukai