Anda di halaman 1dari 52

HOME VISITE

PUSKESMAS SIDOARJO
ASMA BRONKIALE

Pembimbing:
Dr. Laksmono Pratiknjo, Mkes

Oleh:
Ashadi Kurniawan

06.700.039

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2013

Klinik Dokter Keluarga FK UWKS

No Berkas

: 01

Berkas Pembinaan Keluarga

No RM

: 001872

Puskesmas Sidoarjo

Nama KK

: Tn. Entuk

Tanggal kunjungan pertama kali 4 juni 2013,


Nama pembina keluarga pertama kali : Dr. Eko
Tabel 1. CATATAN KONSULTASI PEMBIMBING (diisi setiap kali selesai satu
periode pembinaan )
Tanggal

Tingkat
Pemahaman

Paraf
Pembimbing

Paraf

Keterangan

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA


Nama Kepala Keluarga

: Tn.Entuk

Alamat lengkap

: Gajah patung RT 016/002 magersari

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Tabel 2. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah


No

Nama

Ny. Eli

An. Elsa

Keduduka
n dalam
keluarga
Anak
Kandung
Cucu

L/
P

Umur

Pendidika
n

Pekerjaa
n

30

Tamat SMP

IRT

Pasien
Klinik
(Y/T)
T

tahun
13

SMP

Pelajar

tahun

Sumber : Data Primer, Juni 2013

Ket

LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA


BAB I
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang
penderita Susp. Asma Bronkiale, berjenis kelamin laki-laki dan berusia 58
tahun. Pasien merupakan salah satu dari beberapa penderita sesak napas yang
berada di wilayah Puskesmas Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, dengan berbagai
masalah yang dihadapi. Mengingat kasus ini merupakan suatu kasus yang
sudah banyak terjadi pada masyarakat khususnya di Puskesmas Sidoarjo dan
berbagai permasalahannya seperti lingkungan yang kurang sehat, terbatasnya
pengetahuan masyarakat tentang Asma Bronkiale dan bagaimana cara
pengobatannya. Oleh karena itu penting kiranya bagi penulis untuk
memperhatikan, mencermati dan mengangkat sebagai kasus, untuk kemudian
bisa menjadikan sebagai pengetahuan dan pengalaman di lapangan.
B.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. E

Umur

: 58 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

:-

Pendidikan

: SD (kelas 6)

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Gajah 016/005 Magersari Sidoarjo

Suku

: Sunda

Tanggal periksa

: 4 Juni 2013

C.

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama

: Sesak nafas

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Penderita datang ke poli di Puskesmas Sidoarjo hari Selasa 4 Juni
2013 pada pukul 09.00 Wib dengan mengeluhkan sesak nafas sejak
semalam, awalnya sesak tidak begitu terasa berat, namun semakin
memberat sejak pagi hari sekitar pukul 04.00 Wib. Sesak disertai nafas
yang berbunyi saat bernafas, selain itu sering batuk sejak 2 minggu ini dan
disertai dahak yang encer warna putih. Batuk dan sesaknya ini timbulnya
kumat-kumatan, biasanya terjadi sekitar pagi hari dan saat suhu terasa
dingin, selain itu timbulnya

juga saat penderita mengkonsumsi buah-

buahan dan ikan. Kedua dada terasa nyeri dan berat. Selama sakit ini,
nafsu makan penderita jadi berkurang dan berat badan jadi turun (dari 65
kg sebelum sakit turun menjadi 58 kg), minum seperti biasa. Penderita
juga merasakan badan lemas ketika sesaknya kambuh dan kepala sering
pusing namun tidak mengeluhkan nyeri kepala, mual dan muntah.
Penderita sering memeriksakan tekanan darahnya saat badan terasa lemas
dan kepala pusing, ternyata tekanan darahnya turun pada 90/60 mmHg,
biasanya tekanan darahnya selalu normal. Pasien juga merasakan sesak
nafas dan dada terasa berat saat jalan. Saat sesak penderita istirahat
menggunakan 4 bantal, saat tidak sesak menggunakan 2 bantal. Tidak
pernah mengalami bengkak pada kedua tangan dan kaki. BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
Karena sering sekali sesak dan batuk, penderita sering dirawat di
puskesmas, penderita tidak mau untuk dirawat di rumah sakit karena
penderita

merasa

lebih

nyaman

dirawat

di

puskesmas.

Selama

pengobatannya, penderita diberi obat Salbutamol, Ambroxol dan


Amoxicilin. Penderita tidak pernah mendapatkan pengobatan yang untuk 6
bulan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat kontak dengan penderita TB

: Disangkal

- Riwayat batuk lama

: (-)

- Riwayat batuk darah

: (-)
4

- Riwayat sakit gula

: Disangkal

- Riwayat asma

: (+) sejak 22 tahun yang lalu

- Riwayat alergi obat dan makanan

: (+) Daging ayam, ikan laut


dan debu

- Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : Tidak ada
- Riwayat keluarga sakit batuk berdarah

: Tidak ada

- Riwayat sakit sesak nafas

: Ada namun tidak serumah

- Riwayat hipertensi

: Disangkal

- Riwayat sakit gula

: Disangkal

5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok

: (+) 8 tahun , namun saat ini


(-)

- Riwayat Ayah/ibu merokok

: (+) ayah

- Riwayat olah raga

: (+) suka

- Riwayat kebiasaan batuk, pilek dan meludah sembarangan

: (+)

6. Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan
suami istri Tn. L dan Ny. N. Kedua orang tua penderita sudah lama
meninggal. Penderita tinggal disebuah rumah yang berpenghuni 5 orang
(penderita, anak, menantu dan 2 orang cucu). Penderita tidak bekerja
namun terkadang bekerja membetulkan jam tangan. Istri penderita
meninggal sejak 9 tahun yang lalu tiba-tiba tidak sadarkan diri kemudian
dibawa ke rumah sakit dan akhirnya meninggal di rumah sakit. Sumber
pendapatan yang diterima oleh penderita tidak tentu, kadang tidak ada
penghasilan sama sekali.
7. Riwayat Gizi.
Penderita makan sehari-harinya biasanya 2 kali dengan nasi spiring
dan lauk pauk seadanya, penderita jarang makan sayur. Semenjak sakit ini,
5

penderita jadi jarang makan, untuk buah, penderita suka dengan buah
pepaya, sedangkan untuk buah yang lain, penderita tidak mau konsumsi
karena biasanya langsung sesak.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit

: Warna kulit hitam, kulit gatal (-)

2. Kepala

: Sakit kepala (-), pusing (-), rambut kepala warna hitam,


ikal dan tidak rontok, luka (-), benjolan/borok (-)

3. Mata

: Pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur


(+), ketajaman kurang

4. Hidung

: Tersumbat (-) mimisan (-)

5. Telinga

: Pendengaran berkurang (-), berdengung(-), keluar cairan


(-)

6. Mulut

: Sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-)

7. Tenggorokan : Nyeri telan (-), serak (-)


8. Pernafasan

: Sesak nafas (+), batuk lama (-), mengi (+), batuk darah (-)

9. Kardiovaskuler: Berdebar-debar (-), nyeri dada (+),


10. Gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun
(+), nyeri perut (-), BAB tidak ada keluhan
11. Genitourinaria: BAK lancar, 1-2 kali/hari warna dan jumlah biasa
12. Neuropsikiatri: Neurologik : Kejang (-), lumpuh (-)
Psikiatrik

: Emosi stabil, mudah marah (-)

13. Muskuloskeketal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), Nyeri otot (-)
14. Ekstremitas

: Atas : Bengkak (-), sakit (-)


Bawah : Bengkak (-), sakit (-)

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Tampak sesak, kesadaran compos mentis (GCS E4 V5 M6), status gizi
kesan cukup
2. Tanda Vital dan Status Gizi
- Tanda Vital
Tensi

: 110/80 mmHg

Nadi

: 105 x/ menit, reguler, isi cukup, simetris

Pernafasan

: 28x/ menit

Suhu

: 36,6o C

- Status Gizi
TB

: 150 cm

BB

: 56

Status Gizi

: Cukup

3. Kulit
Warna : Hitam, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak ada luka, rambut hitam, ikal dan tidak
rontok, atrofi m. Temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah / bell palsy (-)
4. Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek kornea (+/+) warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang/ conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP meningkat (-), trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I

: Ictus cordis tak tampak

P : Ictus cordis tak kuat angkat


P : Batas kiri atas
batas kanan atas

SIC II 1 cm lateral LPSS

SIC II LPSD

batas kiri bawah

SIC V 1 cm lateral LMCS

batas kanan bawah :

SIC IV LPSD

batas jantung kesan tidak melebar


A : BJ III intensitas normal, regular, bising (-)
- Pulmo: Statis (depan dan belakang)
I : pengembangan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (-/-), whezing (++)
Dinamis (depan dan belakang)
I : pergerakan dada kanan sama dengan kiri
P : fremitus raba kiri sama dengan kanan
P : sonor/sonor
A: suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan RBK (-/-), whezing (+/+)
11. Abdomen
I :dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
A :peristaltik (+) normal
P :supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba
P :timpani seluruh lapang perut
12. Sistem Collumna Vertebralis
I :deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
P :nyeri tekan (-)
P :NKCV (-)
13. Ektremitas: palmar eritema(-/-)
akral dingin

14. Sistem genetalia

oedem

: dalam batas normal

15. Pemeriksaan Neurologik


Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal


8

Fungsi Sensorik

: dalam batas normal

Fungsi motorik :
BPR 5

TPR 5

APR N

KPR N N

N N

16. Pemeriksaan Psikiatrik


Penampilan

: sesuai umur, perawatan diri cukup

Kesadaran

: kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis

Afek

: appropriate

Psikomotor

: normoaktif

Proses pikir

: bentuk :realistik

Insight

isi

:waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)

arus

:koheren

: baik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ECG

: tidak dilakukan

Pemeriksaan spirometri

: tidak dilakukan

Pemeriksaan rontgen thoraks

: tidak dilakukan

Pemeriksaan laboratorium darah rutin

: tidak dilakukan

Pemeriksaan mikrobiologi sputum

: tidak dilakukan

Pemeriksaan analisa gas darah

: tidak dilakukan

G. RESUME
Seorang laki-laki 58 tahun dengan keluhan sesak. Penderita sesak nafas
sejak semalam, memberat sejak pagi hari sekitar pukul 04.00 Wib, disertai
nafas yang berbunyi. Batuk sejak 2 minggu ini dan disertai dahak yang tidak
kental warna putih, batuk dan sesaknya ini timbulnya kumat-kumatan. Saat
terjadi sekitar pagi hari dan jika suhu udara dingin. Selain itu, kambuh saat
konsumsi buah-buahan dan ikan. Kedua dada terasa nyeri dan berat saat jalan
dan ketika sesaknya kambuh. Nafsu makan berkurang dan berat badan turun.
Badan terasa lemas dan kepala sering pusing. Saat sesak, biasanya istirahat
dengan menggunakan 4 bantal. Selama pengobatan, penderita diberi obat

Salbutamol, Ambroxol dan Amoxicilin. Penderita tidak pernah mendapatkan


pengobatan untuk 6 bulan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sesak, compos
mentis, status gizi kesan cukup. Tanda vital T:110/80 mmHg, N: 105 x/menit,
RR: 28 x/menit, S:36,60C, BB:58 kg, TB:155 cm. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan whezing pada pulmo (+/+)
H. PATIENT CENTERED DIAGNOSIS
Diagnosis Biologis
1. Susp. Asma Bronkiale
2. Batuk
3. Dada terasa nyeri
Diagnosis Psikologis
Diagnosis Sosial Ekonomi dan Budaya
1.

Status ekonomi kurang.

2.

Penyakit mengganggu aktifitas sehari-hari.

I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Bed Rest tidak total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat
mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.
2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 1600 Kalori
Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi, juga minum
susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga
salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan perhatian dan
meluangkan waktu dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Hindari penyebab terjadinya sesak

10

Diharapkan penderita mengetahui penyebab tersering yang dapat


menimbulkan sesaknya. Biasanya hindari debu, makanan yang dapat
memicu sesak seperti buah-buahan dan lain sebagainya.
Medikamentosa
1. Salbutamol 3x1
2. Aminophylin 3x1
3. Ambroxol 3x1
J. FOLLOW UP
Tanggal 8 Juni 2013
S : Masih sesak terus menerus tapi tidak terlalu berat, disertai batuk berdahak
namun dahak tidak bisa keluar, badan masih terasa lemas, nyeri dada (+)
kanan dan kiri.
O :KU sedang, compos mentis, gizi cukup
Tanda vital :T : 110/80 mmHg

R :28 x/menit
S :36,7 0C

N : 110 x/menit

Status Generalis : Pulmo : RBK (+/+), WH (+/+)


Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis

: dalam batas normal

A :Susp. Asma Bronkiale


P : Diagnosis : Cek laboratorium darah lengkap, RFT, LFT, GDA, AGD. Cek
spirometri, foto rontgen thorak AP, prick test
Terapi medika mentosa dengan pemberian Salbutamol 3x1, Ambroxol 3x1
Non medika mentosa dengan istirahat yang cukup, hindari makanmakanan yang bisa memicu sesak nafas, hindari debu maupun asap rokok.
Monitoring : keluhan sesak napas

Tanggal 13 Juni 2013


S :Sesak berkurang, batuk (-), Nyeri dada (-), kepala terasa agak pusing,
badan lemas (-), makan dan minum normal, BAB/BAK normal.
O :KU cukup, compos mentis, gizi kurang
Tanda vital :T : 120/80 mmHg

R :24 x/menit
11

S :36,5 0C

N : 80 x/menit

Status Generalis : Pulmo : RBK (-/-), WH (-/-)


Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis

: dalam batas normal

A : Susp. Asma Bronkiale


P : Diagnosis : Cek laboratorium darah lengkap, RFT, LFT, GDA, AGD. Cek
spirometri, foto rontgen thorak AP, prict test
Terapi medika mentosa dengan pemberian Salbutamol 3x1, Ambroxol 3x1
Non medika mentosa dengan istirahat yang cukup, hindari makanmakanan yang bisa memicu sesak nafas, hindari debu maupun asap rokok.
Monitoring : keluhan sesak napas
Tanggal 17 Juni 2013
S : Kepala terasa pusing, sesak (+) jarang, batuk (+) jarang, dahak (-), mual
(-), muntah (-), BAB/BAK +/+ normal
O : KU cukup, compos mentis, gizi cukup
Tanda vital : T:110/80 mmHg

RR: 24 x/menit
S : 36,6oC

N:88 x/menit

Status Generalis : Pulmo : RBK (-/-), WH (+/+)


Status Neurologis : dalam batas normal.
Status Mentalis

: dalam batas normal

A : Susp. Asma Bronkiale


P : : Diagnosis : Cek laboratorium darah lengkap, RFT, LFT, GDA, AGD. Cek
spirometri, foto rontgen thorak AP, prick test
Terapi medika mentosa dengan pemberian Salbutamol 3x1, Ambroxol 3x1
Non medika mentosa dengan istirahat yang cukup, hindari makanmakanan yang bisa memicu sesak nafas, hindari debu maupun asap rokok.
Monitoring : keluhan sesak napas
FLOW SHEET
Nama
: Tn. E
Diagnosis : Susp. Penyakit Paru Obstruksi Kronis
NO

T
G
L

Tensi
mm
Hg

BB

TB

Kg

Cm

Status
Gizi

12

Spirome
tri

Foto
Rontgen
Thoraks

Mata

KET

4/06/
13

110/60

58

155

Gizi
cukup

13/06
/13

120/80

58

155

Gizi
cukup

17/06
/13

110/80

58

155

Gizi
cukup

Tidak
dila
ku
kan

Tidak
dilakukan

CA
(-/-)

Tidak
dilakukan

CA
(-/-)

Tidak
dilakukan

CA
(-/-)

Ambroxol
Salbutamol

BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita (Tn. Entuk, 58 tahun) anak dan
cucu. Penderita tinggal serumah dengan anak dan cucu. Istri dari
penderita sudah lama meninggal.
2. Fungsi Psikologis.
Tn. E tinggal serumah dengan anak dan cucunya. Hubungan
keluarga mereka terjalin cukup baik, terbukti dengan permasalahanpermasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Penderita
setiap harinya berkeliling mengantarkan jam tangan yang sudah
diperbaikinya. Penderita bekerja tidak terlalu memaksakan, mengingat
kondisi badan yang sudah tidak sehat lagi. Anaknya bekerja sebagai ibu
rumah tangga, sehingga selalu ada waktu untuk penderita begitu juga
cucunya.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang

menderita

kesusahan.

Meskipun

penghasilan

mereka

tak

berkecukupan, namun mereka tetap hidup bahagia dan memasrahkan


semuanya kepada Tuhan.
3. Fungsi Sosial
Penderita mudah bergaul dengan masyarakat sekitar. Dalam
masyarakat penderita dan keluarganya hanya sebagai anggota masyarakat
biasa, tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat.
Penderita sangat aktif sekali dalam kegiatan kemasyarakatan,
13

namun

masyarakat sekitar sudah mengetahui sakit yang diderita oleh penderita,


sehingga jika ada kegiatan yang menyangkut kebersihan lingkungan,
penduduk sekitar melarang penderita untuk ikut dalam kegiatan karena
masyarakat juga mengkhawatirkan keadaan penderita. Kegiatan-kegiatan
yang harus mengeluarkan biaya terlalu tinggi merupakan faktor
penghambat lain bagi penderita untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial,
selain karena merasa kurang mampu dari segi materi.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan penderita tidak tentu, jika banyak pekerjaan yg penderita
dapatkan, penderita bisa mendapatkan penghasilan, namun terkadang sama
sekali tidak ada penghasilan.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Penderita termasuk orang yang terbuka sehingga bila mengalami
kesulitan atau masalah penderita sering membicarakannya dengan anak
dan cucunya.
B. APGAR SCORE
ADAPTATION
Selama ini dalam menghadapi masalah keluarga, penderita selalu membicarakan
dengan anak dan cucnya, biasanya keluhan tentang penyakitnya. Penyakitnya ini
kadang mengganggu aktivitasnya sehari-hari, baik dirumah maupun dilingkungan
luar. Dukungan dari anak-anaknya, cucunya, tetangga, maupun petugas kesehatan
yang sering memberi penyuluhan kepadaya, sangat memberinya motivasi untuk
sembuh dan teratur minum obat.
PARTNERSHIP
Tn. E mengerti bahwa penyakit yang ia derita adalah penyakit yang berat
sehingga ia sangat membutuhkan sekali bantuan dari keluarganya. Selain itu anak
dan cucunya meyakinkannya bahwa ia bisa sembuh, komunikasi antar anggota
keluarga masih berjalan dengan baik.
GROWTH
Tn. E sadar bahwa ia harus bersabar menghadapi penyakitnya walaupun kadang
menganggunya terutama saat istirahat dan beraktifitas karena membuatnya
bertambah lemah, tidak bisa beraktifitas seperti biasanya dan tidak bisa mendapatkan
penghasilan.
14

AFFECTION
Tn. E merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan anak dan cucu
baik meskipun sakit yang diderita ini sangat mengganggunya. Bahkan perhatian
yang dirasakannya bertambah terutama oleh cucunya. Ia menyayangi keluarganya,
begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Tn. E merasa cukup dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari anak
dan cucunya walaupun ia harus bekerja sendiri untuk memenuhi sebagian
kebutuhannya.
APGAR Tn. Entuk Terhadap Keluarga

Sering/
selalu

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
saya
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama

Kadangkadang

Jarang/tidak

Total poin = 7 fungsi keluarga dalam keadaan baik


Tn Entuk bekerja sebagai tukang servis jam. Dalam pekerjaannya
hanya berkeliling untuk membetulkan jam. Jika sudah selesai, langsung
pulang ke rumah. Ketika sampai di rumah Tn. Entuk langsung istirahat,
dan berkumpul dengan keluarga.
APGAR Ny. Eli Terhadap Keluarga

A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah


Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
saya
A Saya puas dengan cara keluarga
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll

15

Sering/
selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya


membagi waktu bersama-sama

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Ny. Eli bekerja sebagai ibu rumah tangga, sehingga selalu ada
waktu luang untuk keluarga.
APGAR An. Elsa Terhadap Keluarga
A

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke


keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya
membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya
menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga
saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama

Sering/
selalu

Kadangkadang

Jarang/tidak

Total poin = 9, fungsi keluarga dalam keadaan baik


Cucunya masih sekolah di sekolah lanjutan tingkat pertama, namun
meskipun bersekolah, selalu ada waktu luang untuk keluarga.
Secara keseluruhan total poin dari APGAR keluarga Tn. Entuk adalah 25,
sehingga rata-rata APGAR dari keluarga Tn. Entuk adalah 8,3. Hal ini
menunjukkan bahwa fungsi fisiologis yang dimiliki keluarga Tn. Entuk, anak
dan cucunya dalam keadaan baik. Hubungan antar individu dalam keluarga
tersebut terjalin baik.
C. SCREEM
SUMBER
Sosial

Cultural

PATHOLOGY
Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
16

KET
-

Religius
Agama
menawarkan
pengalaman spiritual yang baik
untuk ketenangan individu yang
tidak didapatkan dari yang lain

Pemahaman
agama
cukup.
Namun
penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat
dilihat dari penderita dan orang tua hanya
menjalankan sholat sesekali saja. Sebelum
sakit penderita rutin belajar mengaji di sore
hari di masjid dekat rumah.
Ekonomi
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah
ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah
bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder rencana
ekonomi tidak memadai, diperlukan skala
prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Edukasi
Pendidikan anggota keluarga kurang
memadai.
Tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan orang tua masih rendah.
Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti bukubuku, koran terbatas.
Medical
Tidak mampu membiayai pelayanan
Pelayanan kesehatan puskesmas kesehatan yang lebih baik Dalam mencari
memberikan perhatian khusus pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya
terhadap kasus penderita
menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah
dijangkau karena letaknya dekat.
Keterangan :
Ekonomi (+) artinya keluarga Tn. E masih menghadapi
permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Hal ini dapat
dilihat dari penghasilan penderita yang tidak pasti, dan belum dapat
memenuhi kebutuhan sekunder dan tertiernya.
Medical (+) artinya Tn. E hanya mampu berobat di puskesmas saja,
dikarenakan dibebaskan dari biaya, untuk pembelian obat yang
diperlukan sewaktu-waktu saat penyakit penderita kambuh
dirumah, masih belum mampu.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap

: Jl. Gajah 016 / 005 Magersari Sidoarjo

Bentuk Keluarga

: Nuclear Family

Diagram 1. Genogram Keluarga Tn. Entuk


Dibuat tanggal 8 Juni 2013

17

- Tn. Lilik
- Meninggal
-
- Swasta
- Etnis Sunda

- Tn. Entuk
- 58 th
--

- reparasi jam
- Etnis Sunda

- Ny. Eli
- 30 th
-
- anak
- an. Elsa
- 13 th
-
- cucu

- Ny. Nono
- Meninggal
-

- IRT
- Etnis Sunda

- tn suyoto
- 32 th
-

- menantu

- an. Pinsa
- 4 th
-
- cucu

Sumber : Data Primer, 8 Juni 2013


Keterangan :
Penderita
Ny. Eli
: Anak penderita
An. Elsa
: Cucu penderita
E. Informasi Pola Interaksi Keluarga

Tn. Entuk, 58 th

An. Elsa 13 th

Keterangan :

Ny. Eli, 30 th

: hubungan baik
: hubungan tidak baik
18

Hubungan antara Tn. Entuk, anak dan cucunya cukup baik. Dalam keluarga ini
tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak?
Jawab :
Anak tidak bingung, terkadang merawat penderita karena anak penderita
sibuk mengurusi cucu penderita
2. Ketika anak seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab :
Cucu yang menjaga dan menjenguk penderita
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Ijin pada dokter di Puskesmas
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah cucu
5. Selanjutnya siapa/
Jawab :
Selanjutnya adalah anak
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Anak ke dua, karena tempat tinggalnya yang sangat jauh.
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Tidak ada
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Tidak ada

19

BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Tn. E adalah seorang penderita susp. Asma Bronkiale yang sudah
lama sekali menderita penyakit ini yaitu sekitar 22 tahun. Setelah istri
penderita meninggal, penderita tinggal bersama anak kandungnya yang
pertama dan cucunya. Penderita sering kontrol ke puskesmas untuk berobat
ketika obat telah habis. Penderita teratur dalam mengkonsumsi obat untuk
penyakitnya ini karena penderita ingin sekali sembuh dan bebas dari
penyakitnya seperti dahulu kala sebelum menderita penyakit ini.namun
akhir-akhir ini penyakit sesaknya sering kambuh terutama dalam 2 minggu
ini sehingga penderita harus sering kontrol di puskesmas. Anak dan cucunya
selalu menjaganya dirumah. Anak dan cucunya ini belum banyak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan khususnya mengenai Asma bronkiale sendiri
dan pentingnya kebersihan lingkungan yang berhubungan dengan penyakit
penderita.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas seharihari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka
sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan
keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.
Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter di puskesmas
yang terletak dekat dengan rumah.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun keluarga ini
berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.

20

Keluarga ini memiliki fasilitas jamban keluarga sehingga apabila


ingin membuang hajatnya penderita dan keluarga tidak perlu susah ke sungai
ataupun ke tetangga dahulu. Begitupun untuk melakukan kegiatan mencuci
dan mandi keluarga ini menggunakan air dari pompa air yang ada di rumah.
2. Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga
menengah ke bawah. Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu
dari anak dan dari penderita namun dengan penghasilan yang tidak
menentu. Dari penghasilan inilah penderita dan keluarga berusaha untuk
dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari walaupun belum semua kebutuhan
dapat terpenuhi terutama kebuthan sekunder dan tertier.
Rumah yang dihuni keluarga ini sudah memadai namun masih ada
kekurangan dalam pemenuhan standar kesehatan yaitu ventilasi di ruang
kamar yang kecil sekali sehingga udara sangat lembab dan pencahayaan yang
kurang.
II.

Identifikasi Lingkungan Rumah

Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 14x6 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Timur. Terdiri
dari ruang kamar, ruang tamu dan ruang menonton TV, tiga kamar tidur,
dapur, gudang, tempat ibadah dan kamar mandi yang sudah dilengkapi dengan
fasilitas jamban. Terdiri dari 3 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu
samping dan 1 pintu belakang. Jendela ada 5 buah, diruang tamu dan disetiap
kamar tidurnya namun yang di kamar jarang dibuka..Di depan rumah terdapat
teras yang berukuran 4x2 m2. Lantai rumah sebagian dari keramik dan
sebagian lagi terbuat dari bahan semen. Ventilasi dan penerangan rumah masih
kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan ditutup langit-langit. Tidak
semua kamar dilengkapi dengan dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah
terbuat dari batubata, disemen dan sudah dicat. Perabotan rumah tangga
cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan
mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Seharihari keluarga memasak menggunakan kompor gas.

21

.
Denah Rumah

:
6M

KM Dapur

dapur

kamar

Gudang

Musholla

14 M
kamar

kamar

R.klrga

teras

R. Tamu

Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok
: Papan pembatas

22

BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Susp. Asma Bronkiale
b. Kondisi ekonomi lemah
c. Pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit penderita
2. Faktor risiko :
Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)

1.Lingkungan
dan rumah
yang tidak sehat
sehatang

8.Tingkat
pengetahuan yang
rendah

Tn. Entuk
58 th

4. P H B S

23

2. Kondisi
ekonomi lemah

BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang cara mencegah agar penyakitnya tidak kambuh.
Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk
terhadap penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.

3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien


Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah
tentang Asma Bronkiale. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang
24

penyakit, pengobatannya dan pencegahan. Sehingga persepsi yang salah dan


merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa dilakukan melalui konseling setiap
kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik oleh dokter maupun
oleh petugas Yankes.
Beberapa persepsi yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit Asma Bronkiale merupakan penyakit menular
b. Penyakit Asma Bronkiale karena pengaruh guna-guna
Maka pasien harus diberi pengertian untuk dapat mencegah
sesaknya kambuh melalui pola hidup bersih dan dari faktor makanan yang
merupakan faktor terbesar yg bisa menyebabkan bertambah parahnya
penyakit ini. Juga harus dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah
penderita termasuk akibat penyakitnya terhadap hubungan dengan
keluarganya, pemberian konseling jika dibutuhkan. Penderita juga diberi
penjelasan tentang pentingnya menjaga diet TKTP yang benar. Pentingnya
olah raga yang teratur dan sebagainya.
4. Menimbulkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri sendiri
Dokter perlu menimbulkan rasa percaya dan keyakinan pada diri
pasien bahwa ia bisa melewati berbagai kesulitan dan penderitaannya. Selain
itu juga ditanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri mengenai
kepatuhan dalam jadwal kontrol, keteraturan minum obat, diet yang
dianjurkan dan hal-hal yang perlu dihindari serta yang perlu dilakukan.
5. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang tertera
dalam penatalaksanaan.
6. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi
kesehatan berupa perubahan tingkah laku (tidak meludah di sembarang
tempat, menutup mulut jika batuk), lingkungan (tempat tinggal yang tidak
boleh lembab dengan penggunaan ventilasi yang cukup, pemakaian
genteng kaca sehingga pencahayaan cukup dan kebersihan lingkungan
rumah dan luar rumah yang bersih dengan disapu 2x/hari), meningkatkan
daya tahan tubuh dengan cara diet makanan bergizi dan olah raga yang
teratur. Dengan demikian paradigma yang salah tentang penyakit Asma
Bronkiale di masyarakat dapat diluruskan.
25

B. PREVENSI BEBAS ASMA BRONKIALE UNTUK KELUARGA


LAINNYA
Pada prinsipnya secara umum prevensi untuk bebas Asma Bronkiale
adalah sama dengan prevensi bebas Asma Bronkiale untuk penderita, namun
dalam hal ini diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya
dengan cara sebagai berikut :
1. Edukasi penderita dan keluarga agar timbul kerjasama yang baik dalam
penanganan asma
2. Penilaian dan pemantauan derajat keparahan asma dengan menilai gejala
dan faal paru
3. Menghindari paparan faktor risiko
4. Menyusun rencana pengobatan untuk penatalaksanaan asma jangka
panjang
5. Menyusun rencana pengobatan untuk penatalaksanaan eksaserbasi
6. Mengupayakan kontrol teratur
Kesemuanya ini merupakan langkah-langkah yang harus diterapkan
oleh penderita untuk meghindari kekambuhan dan meningkatkan daya tahan
tubuh agar dapat hidup sejahtera dan mampu kembali di lingkungan
masyarakat.

26

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIALE
A. LATAR BELAKANG
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling
sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini pada
umumnya dimulai sejak masa anak anak, asma merupakan suatu
keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan
peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini
paling

banyak

menyerang

anak

dan

berpotensi

untuk

menggangu pertumbuhan dan perkembangan anak. Nelson


mendefinisikan

asma

sebagai

kumpulan

tanda

dan

gejala

wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai


berikut: timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam

hari/dini

hari

(nocturnal),

musiman,

adanya

faktor

pencetus di antaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik


secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya
riwayat

asma

atau

atopi

lain

pada

pasien/keluarganya,

sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson WE,


2000).
B. DEFINISI
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengahengah

dan

berarti

mendefinisikan

asma

serangan
sebagai

nafas

kumpulan

pendek25).
tanda

dan

Nelson
gejala

wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai


berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada
malam

hari/dini

hari

(nocturnal),

musiman,

adanya

faktor

pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik


secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya

27

riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan


sebab-sebab lain sudah disingkirkan (Nelson WE, 2000).
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global
Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang
rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas,
rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini
hari (GINA, 2006).
C. PATOFISILOGI
Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi
spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi
dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi
karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase
tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya
obtruksi terjebak tidak bisa diekspirasi, selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF),
dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati
kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar
saluran nafas tetap terbuka dan pertukaaran gas berjalan lancar
(Lenfant C et al, 2002).
Gangguan yang berupa obstruksi saluran nafas dapat
dinilai secara obyektif dengan Volume Ekspirasi Paksa (VEP) atau
Arus Puncak Ekspirasi (APE). Sedangkan penurunan Kapasitas
Vital Paksa (KVP) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada di saluran
nafas yang besar, sedang maupun yang kecil. Gejala mengi
menandakan ada penyempitan di saluran nafas besar (Michel FB
et al, 1995).
Manifestasi

penyumbatan

jalan

nafas

pada

asma

disebabkan oleh bronkokontriksi, hipersekresi mukus, edema


mukosa, infiltrasi seluler, dan deskuamasi sel epitel serta sel
28

radang. Berbagai rangsangan alergi dan rangsangan nonspesifik,


akan adanya jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon
bronkokontriksi dan radang. Rangsangan ini meliputi alergen
yang dihirup (tungau debu, tepungsari, sari kedelai, dan protein
minyak jarak), protein sayuran lainnya, infeksi virus, asap rokok,
polutan udara, bau busuk, obat-obatan (metabisulfit), udara
dingin, dan olah raga (Woolcock A, 1995).
Patologi asma berat adalah bronkokontriksi, hipertrofi otot
polos bronkus,
hipertropi kelenjar mukosa, edema mukosa, infiltrasi sel radang
(eosinofil, neutrofil, basofil, makrofag), dan deskuamasi. Tandatanda

patognomosis

adalah

krisis

kristal

Charcot-leyden

(lisofosfolipase membran eosinofil), spiral Cursch-mann (silinder


mukosa

bronkiale),

dan

benda-benda

Creola

(sel

epitel

terkelupas) (Vita, 2005).


Penyumbatan paling berat adalah selama ekspirasi karena
jalan nafas intratoraks biasanya menjadi lebih kecil selama
ekspirasi. Penyumbatan jalan nafas difus, penyumbatan ini tidak
seragam

di

seluruh

paru.

Atelektasis

segmental

atau

subsegmental dapat terjadi, memperburuk ketidakseimbangan


ventilasi dan perfusi. Hiperventilasi menyebabkan penurunan
kelenturan, dengan akibat kerja pernafasan bertambah. Kenaikan
tekanan transpulmuner yang diperlukan untuk ekspirasi melalui
jalan nafas yang tersumbat, dapat menyebabkan penyempitan
lebih lanjut, atau penutupan dini (prematur) beberapa jalan nafas
total selama ekspirasi, dengan demikian menaikkan risiko
pneumotoraks (Lenfant C et al, 2002).
D. EPIDEMIOLOGI
Asma dapat timbul pada segala umur, dimana 30% penderita bergejala pada
umur 1 tahun, sedangkan 80-90% anak yang menderita asma gejala pertamanya
muncul sebelum umur 4-5 tahun. Sebagian besar anak yang terkena kadang-

29

kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah
ditangani (Woolcock A, 1995).
Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih
banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang
menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas
bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Woolcock A, 1995).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat
menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang
bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan
Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%
(Kartasasmita, 1996).
Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa
tempat di Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana prevalensi asma sebesar
7,4%; di Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan di Bandung prevalensi asma
sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi
berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa
SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma sebanding
dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang
menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah jika dibandingkan
dengan prevalensi asma pada anak (Kartasasmita, 1996).
E. ETIOLOGI
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan
faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis
dalam

berbagai

bronkokontriktor

tingkat
neural

pada

berbagai

diperantarai

oleh

individu.

Aktivitas

bagian

kolinergik

sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan


nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada
ujung

eferens

Neurotransmisi

merangsang
peptida

kontraksi

intestinal

otot

polos

bronkus.

vasoaktif

(PIV)

memulai

relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif

30

merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada


terbukanya jalan nafas (Lenfant C et al, 2002).
Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi,
terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang
paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada
orang dewasa (asma yang timbul lambat), disebut intrinsik
(Woolcock A, 1995).
Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam
hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat
wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak
saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejalagejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma,
tetapi emosional atau sifat-sifat perilaku yang dijumpai pada
anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis
lainnya (Lenfant C et al, 2002).
F. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tandatanda klinik dan pemeriksaan tambahan (Ramailah S, 2006).
1.

Pemeriksaan

anamnesis

keluhan

episodik

batuk

kronik

berulang, mengi, sesak dada, kesulitan bernafas,


2.

Faktor

pencetus

(inciter)

dapat

berupa

iritan

(debu),

pendinginan saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan


perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.
3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping
hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi,
hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain
sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,
4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian
metakolin atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga
dapat membantu menegakkan diagnosis asma (Sundaru H et al,
2006).
31

Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun.


Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi
paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana
dengan peak flow meter atau yang lebih lengkap dengan
spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus dengan
histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin,
atau dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter
merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain
mendukung

diagnosis,

juga

mengetahui

keberhasilan

tata

laksana asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar


catatan harian sebagai alternatif (Dahlan Z, 2000).
G. KLASIFIKASI
Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo I, 1997).
1. Asma ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan
tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsik
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh
stres,

infeksi

dan

kodisi

lingkungan

yang

buruk

seperti

klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang


berlebihan. Pedoman pelayanan medik dalam konsensus nasional
membagi asma anak menjadi tiga tingkatan berdasarkan kriteria
dalam tabel 2.1 sebagai berikut (Hartantyo I, 1997) :
Parameter

Asma episodik

Asma episodik

Asma

klinis

jarang

sering

persisten

kebutuhan

(asma ringan)

(asma sedang)

(asma berat)

paru
1. Frekuensi

< dari

> dari

sering

serangan
2. Lamanya

1x/bulan
Beberapa hari

1x/bulan
Seminggu

Tidak ada

obat dan faal

32

serangan

atau

remisi

3. Intensitas

Ringan

lebih
Lebih berat

Berat

serangan
4. Diantara

Tanpa gejala

Ada gejala

Gejala sing

serangan
5. Tidur adan

Tidak

Sering

malam
Sangat

aktivitas
6.

terganggu
Normal

terganggu
Mungkin

terganggu
Tidak pernah

terganggu

normal

Perlu non

Perlu steroid

Pemeriksaan
fisik
luar serangan
7.Obat

Tidak perlu

pengendali

steroid

(anti inflamasi)
8. Faal paru
PEF/PEVI>80%

PEF/PEVI 60-

PEV/FEVI<60

diluar

80%

serangan

Variabilitas 20-

9. Faal paru

Variabilitas 20-

30%
Variabilitas

30%

50%

Variabilitas

pada

saat serangan
Sumber : Konsensus Nasional Penangan Asma 1994.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu
(GINA, 2006) :
1. Asma Intermiten (asma jarang)
- gejala kurang dari seminggu
- serangan singkat
- gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
- gejala lebih dari sekali seminggu
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
33

- gejala pada malam hari > 2 kali sebulan


- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
- FEV 1 tau PEV 60% 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4. Asma severe persistent (asma persisten berat)
- gejala setiap hari
- serangan terus menerus
- gejala pada malam hari setiap hari
- terjadi pembatasan aktivitas fisik
- FEV 1 atau PEF = 60%
- PEF atau FEV variabilitas > 30%
Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat
diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu:
1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan,
bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi
kadang hanya pada akhir ekspirasi,
2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada
saat inspirasi,
3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan
posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada
sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak
kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat
serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat)
dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma
34

ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan


asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian (GINA, 2006).
H. FAKTOR RISIKO
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua
kelompok

besar,

faktor

risiko

yang

berhubungan

dengan

terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang


berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma
yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus3). Adapun faktor
risiko pencetus asma bronkial yaitu (Sundaru H et al, 2006).
1. Asap Rokok
2. Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5. Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam
rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan
partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan
telah

dideteksi

dalam

tembakau,

diantaranya

hidrokarbon

polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida,


nikotin, dan akrolein (GINA, 2006).
Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen
misalnya tungau debu rumah yang masuk ke dalam saluran
nafas

seseorang

sehingga

merangsang

terjadinya

reaksi

hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3


mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau bendabenda yang banyak mengandung debu 7). Misalnya debu yang
35

berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal
dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran,
buku-buku, pakaian lama (Danusaputro, 2000).
Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada
kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin
disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma
anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering
dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko
asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah
sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia
tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada lakilaki merupakan kebalikan dari insiden ini (Amu FA et al, 2006).
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan
semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara,
dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang
cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya
hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan
ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah
berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran
rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak
pada perempuan (Sundaru H et al, 2006).
Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi
pada laki-laki
mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak
yang

semula

laki-laki

lebih

tinggi

dari

pada

perempuan

mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan


lebih tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan
asma pada perempuan (GINA, 2006).
Binatang Peliharaan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing,
hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber
36

penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada


bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut
memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat
terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma,
terutama dari burung dan hewan menyusui (Anonim, 2005).
Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan,
tindakan yang dapat dilakukan adalah (Ramailah S, 2006) :
1. Buatkan rumah untuk binatang peliharaan di halaman rumah,
jangan biarkan binatang tersebut masuk dalam rumah,
2. Jangan biarkan binatang tersebut berada dalam rumah,
3. Mandikan anjing dan kucing setiap minggunya.
Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu
sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat,
strawberry, mangga, durian berperan
menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan
pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit),
vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma.
Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat
alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan
yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut
adalah kacang, ikan laut dan telor . Alergi makanan seringkali
tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun
penelitian

membuktikan

alergi

makanan

sebagai

pencetus

bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma (Ramailah S,


2006).
Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan
tertentu dan perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi
bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah
menderita

asma

kemudian,

anak-anak

yang

menderita

enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan


cenderung

menderita

asma.

Alergi

37

makanan

lebih

kuat

hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding


asma (GINA, 2006).
Perabot Rumah Tangga.
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan
pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile
organic coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2, SO2)
yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber
polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih,
kosmetik,

Hairspray,

deodorant,

pewangi

ruangan,

segala

sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan


dan pengencer (solvent) seperti thinner (Ramailah S, 2006).
Sumber

formaldehid

dalam

ruangan

adalah

bahan

bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid


dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran
pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust
disamping

menyebabkan

ketidak

nyamanan

juga

dapat

menyebabkan reaksi peradangan paru (Sundaru H, 2006).


Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin,
tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah,
epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah
berhubungan

dengan badai

dan

meningkatnya

konsentrasi

partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu


pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan
atmosfer dan suhu memperburuk

asma

sesak nafas

dan

pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika


kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara
yang

kering

dan

dingin

menyebabkan

sesak

di

saluran

pernafasan (Anonim, 2006).


Riwayat Penyakit Keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan
asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga
dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi

38

keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak


dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita
asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua
orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar
monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada
kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu
ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak.
Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma
dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi
bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich
menginformasikan

bahwa

riwayat

keluarga

mempunyai

hubungan yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48) (Ehrlich,


1996).
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan asma bronkial adalah agar penderita dapat hidup normal, bebas
dari serangan asma serta memiliki faal paru senormal mungkin, mengurangi reaktifasi
saluran napas, sehingga menurunkan angka perawatan dan angka kematian akibat asma
(Surjanto et al, 1988).
Suatu kesalahan dalam penatalaksanaan asma dalam jangka pendek dapat
menyebabkan kematian , sedangkan jangka panjang dapat mengakibatkan peningkatan
serangan atau terjadi obstruksi paru yang menahun. Untuk pengobatan asma perlu
diketahui juga perjalanan penyakit, pemilihan obat yang tepat, cara untuk menghindari
faktor pencetus (Rogayah, 1995).
Dalam penanganan pasien asma penting diberikan penjelasan tentang cara
penggunaan obat yang benar, pengenalan dan pengontrolan faktor alergi. Faktor alergi
banyak ditemukan dalam rumah seperti tungau debu rumah, alergen dari hewan, jamur,
dan alergen di luar rumah seperti zat yang berasal dari tepung sari, jamur, polusi udara.
Obat aspirin dan anti inflamasi non steroid dapat menjadi faktor pencetus asma. Olah raga
dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi gejala asma. Psikoterapi dan
fisioterapi perlu diberikan pada penderita asma ( Ikhsan et al, 1995).
Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala dan
obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok
besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala
asma yaitu obstruksi saluran napas . Controller adalah obat yang digunakan untuk

39

mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis
beta-2, antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah
bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek
bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah pelepasan mediator dari
sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel
mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan
hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol,
prokaterol dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik ( Brogden et al,

1993).
Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler,
peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala . Pemakaian
agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator (Surjanto et al, 1988).
Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid
dalam bentuk inhalasi (Ikhsan et al, 1995).
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang
lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya
murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan
125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral
terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu
makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan
dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi
sistem saraf pusat (Rogayah, 1995).
Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti
kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat.
Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma., biasanya hanya
diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi.
Pemberian antihistamin selama 3 bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi
dapat mengurangi gejala asma (Kay, 1991).
Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling kuat . Kortikosteroid menekan
respons inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran mikrovaskuler, menghambat
produksi dan sekresi sitokin, mencegah kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi,
mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin. Pemberian kortikosteroid
sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka sekarang dikembangkan
pemberian obat secara inhalasi. Keuntungan pemberian obat inhalasi yaitu mula kerja
yang cepat karena obat bekerja langsung pada target organ, diperlukan dosis yang kecil

40

secara lokal, dan efek samping yang minimal. Dengan demikian untuk mengatasi asma
kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan yang lebih baik (Park, 1999).

41

BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :

Tn. E (58 tahun), menderita penyakit Susp. Asma Bronkial

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Tn. E tidak sehat.

2. Segi Psikologis :

Hubungan antara anggota keluarga dan anggota masyarakat yang


terjalin cukup akrab, harmonis, dan hangat

Pengetahuan akan Asma Bronkiale yang masih kurang yang


berhubungan dengan tingkat pendidikan yang masih rendah

Tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat yang baik.

3. Segi Sosial :

Problem ekonomi menjadi kendala utama dalam keluarga ini yang


berpengaruh pada ketidakmampuan mendapatkan pelayanan dan
informasi tentang kesehatan keluarga juga untuk dapat mempunyai
fasilitas sanitasi, rumah yang sesuai dengan standart kesehatan

4. Segi fisik :

Rumah dan lingkungan sekitar keluarga Tn. E tidak sehat.

B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :

Preventif : Penderita jangan meludah di sembarang tempat, Harus


rajin membersihkan rumah. Rajin menjemur bantal, guling dan
kasur. Menjaga Hygiene dan sanitasi. Membuka jendela pagi hari
agar sinar matahari pagi dapat masuk terutama ke kamar tidur.
Diharapkan menggunakan genteng kaca, membersihkan rumah,
menguras bak mandi, membangun tempat pembuangan sampah
dan saluran air, menata barang-barang agar tidak menjadi sarang
kuman dan nyamuk.

42

Promotif

: Edukasi penderita dan keluarga mengenai Asma

Bronkiale dan pengobatannya oleh petugas kesehatan atau dokter


yang menangani.

Kuratif

: saat ini penderita diberikan pengobatan untuk asmanya

dan simptomatiknya untuk menangani batuknya.

Rehabilitatif : mengembalikan kepercayaan diri Tn. E sehingga


tetap memiliki semangat untuk sembuh dan dapat bekerja seperti
dulu lagi.

2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :

Promotif : edukasi penderita dan anggota keluarga untuk membuka


jendela tiap pagi, penggunaan genteng kaca, dan menjaga
kebersihan rumah dan lingkungan rumah. Meludah jangan
disembarang tempat.

3. Untuk masalah problem ekonomi, dilakukan langkah-langkah :

Rehabilitatif

Pemerintah

hendaknya

berupaya

pemberian

kesempatan memperoleh pendapatan yang layak, dan membantu


memperkuat kemampuan wanita untuk membina keluarganya,
sehingga diharapkan pada masa yang akan datang dapat terlepas
dari

kemiskinan.

Karena

dengan

peningkatan

pendapatan

memungkinkan untuk dapat membeli makanan yang lebih baik,


kondisi pemukiman yang lebih sehat, dan pemeliharaan kesehatan
yang lebih baik.
4. Untuk masalah persepsi mengenai penyakit Asma Bronkial, dilakukan
langkah-langkah :

Promotif : Memberikan pengertian kepada penderita dan anggota


keluarga

mengenai

penyakit

asma

bahwa

penyakit

asma

disebabkan oleh banyak faktor-faktor, sehingga sebisa mungkin


penderita harus terhindar dari faktor tersebut.

43

DAFTAR PUSTAKA
Rogayah R, (1995). Penatalaksanaan asma bronkial prabedah dalam : J Respir
Indo, hal : 81-177.
Surjanto E, Hambali S, Subroto H, (1988). Pengobatan jalan untuk asma
dalam : J Respir Indo, hal : 5-30.
Kay AB, (1991). Asthma and in flammation in: J Allergy Clin Immunol:8:910893.
Park CS, (1999).Use of inhaled corticosteroids an adult with asthma in: Medical
Progress:7:17-20.
Nelson WE, (2000). Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I, Penerbit
EGC. Jakarta, hal:775.
GINA (Global Initiative for Asthma), (2006). Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.
Lenfant C. Khaltaev N, (2002). Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work
Shop Report.
Michel FB, Neukirch F, Bouquet J, (1995). Asthma : a world problem of
publichealth In :Bull Acad Natl med, hal : 179 (2) ; 279-93, 293-7
Woolcock A, (1995). Epidemiologi asthma-worldwide trends. Airways in
asthma.Effects of treatment August 1994, Penang Malaysia in: Excerpta Medica
:36-8.
Vita Health, (2005). Asma Informasi Lengkap Untuk Penderita dan
Keluarganya, Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal: 203.
Kartasasmita CB, (1996). Masalah Asma Pada Anak di Indonesia dalam:
Naskah Lengkap Simposium KONIKA X, Bukit tinggi,hal:380-390.
Ramailah S, (2006). Asma Mengetahui Penyebab dalam: Gejala dan Cara
Penanggulangannya, Penerbit Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta, hal 57-65
Sundaru H, Sukamto, (2006). Asma Bronkial dalam: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
hal ; 247.
44

Hartantyo I, (1997). Pedoman Pelayanan Medik Anak,RSUP. Dr. Karyadi


Semarang, hal : 57.
Dahlan Z,(2000). Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode
Obyektif dalam: Cermin dunia kedokteran, hal:120:15.85;290;201-204.
Danusaputro H, (2000). Ilmu Penyakit Paru, hal; 197 209.
Amu FA, Yunus F, (2006). Asma Pra Mentruasi dalam: J Respir Indo,
PenerbitDepartemen Pulmonologi Respirasi, FKUI-RS Persahabatan, Jakarta
Vol:26 No1, hal; 28
Anonim, (2005). Asthma.http/www.omni.ac.uk/browse/mesh/Doo1249html.
Ehrlich RI, Toit DD, Jordaan E, Potter MZP, Volmink JA, Weinberg E, (1996).
Risk Faktor Childhood Asthma and Wheezing In : Importance of Maternal and
Household smoking. 120:15.85;290;201-204.
Ikhsan M, Yunus F, Mangunnegoro H, (1995). Efek beklometason dipropionat
dan ketotifen terhadap hiperaktivitas bronkus pada penderita asma dalam : J
Rerpir Indo, Vol: 15, hal: 55-146
.
Brogden RN, Tavish DM, (1993). Budesonide its use updated in Medical
Progress;20:19-21.

45

LAMPIRAN
Teras Rumah

Ruang Tamu

46

Ruang Keluarga

Kamar Tidur

47

Kamar Tidur

Dapur

48

Musholla

Kamar Tidur

49

Dapur

Kamar Mandi

50

Gudang

51

Terima Kasih

52

Anda mungkin juga menyukai