PUSKESMAS SIDOARJO
ASMA BRONKIALE
Pembimbing:
Dr. Laksmono Pratiknjo, Mkes
Oleh:
Ashadi Kurniawan
06.700.039
No Berkas
: 01
No RM
: 001872
Puskesmas Sidoarjo
Nama KK
: Tn. Entuk
Tingkat
Pemahaman
Paraf
Pembimbing
Paraf
Keterangan
: Tn.Entuk
Alamat lengkap
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
Nama
Ny. Eli
An. Elsa
Keduduka
n dalam
keluarga
Anak
Kandung
Cucu
L/
P
Umur
Pendidika
n
Pekerjaa
n
30
Tamat SMP
IRT
Pasien
Klinik
(Y/T)
T
tahun
13
SMP
Pelajar
tahun
Ket
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Tn. E
Umur
: 58 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
:-
Pendidikan
: SD (kelas 6)
Agama
: Islam
Alamat
Suku
: Sunda
Tanggal periksa
: 4 Juni 2013
C.
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
: Sesak nafas
buahan dan ikan. Kedua dada terasa nyeri dan berat. Selama sakit ini,
nafsu makan penderita jadi berkurang dan berat badan jadi turun (dari 65
kg sebelum sakit turun menjadi 58 kg), minum seperti biasa. Penderita
juga merasakan badan lemas ketika sesaknya kambuh dan kepala sering
pusing namun tidak mengeluhkan nyeri kepala, mual dan muntah.
Penderita sering memeriksakan tekanan darahnya saat badan terasa lemas
dan kepala pusing, ternyata tekanan darahnya turun pada 90/60 mmHg,
biasanya tekanan darahnya selalu normal. Pasien juga merasakan sesak
nafas dan dada terasa berat saat jalan. Saat sesak penderita istirahat
menggunakan 4 bantal, saat tidak sesak menggunakan 2 bantal. Tidak
pernah mengalami bengkak pada kedua tangan dan kaki. BAB dan BAK
tidak ada keluhan.
Karena sering sekali sesak dan batuk, penderita sering dirawat di
puskesmas, penderita tidak mau untuk dirawat di rumah sakit karena
penderita
merasa
lebih
nyaman
dirawat
di
puskesmas.
Selama
: Disangkal
: (-)
: (-)
4
: Disangkal
- Riwayat asma
: Disangkal
: Tidak ada
- Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok
: (+) ayah
: (+) suka
: (+)
penderita jadi jarang makan, untuk buah, penderita suka dengan buah
pepaya, sedangkan untuk buah yang lain, penderita tidak mau konsumsi
karena biasanya langsung sesak.
D. ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit
2. Kepala
3. Mata
4. Hidung
5. Telinga
6. Mulut
: Sesak nafas (+), batuk lama (-), mengi (+), batuk darah (-)
13. Muskuloskeketal : Kaku sendi (-), nyeri tangan dan kaki (-), Nyeri otot (-)
14. Ekstremitas
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Tampak sesak, kesadaran compos mentis (GCS E4 V5 M6), status gizi
kesan cukup
2. Tanda Vital dan Status Gizi
- Tanda Vital
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 28x/ menit
Suhu
: 36,6o C
- Status Gizi
TB
: 150 cm
BB
: 56
Status Gizi
: Cukup
3. Kulit
Warna : Hitam, ikterik (-), sianosis (-)
Kepala : Bentuk normal, tidak ada luka, rambut hitam, ikal dan tidak
rontok, atrofi m. Temporalis (-), makula (-), papula (-), nodula (-), kelainan
mimik wajah / bell palsy (-)
4. Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm),
reflek kornea (+/+) warna kelopak (coklat kehitaman), katarak (-/-),
radang/ conjunctivitis/uveitis (-/-)
5. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-), sadle nose (-)
6. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-), tepi
lidah hiperemis (-), tremor (-)
7. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), sekret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
8. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-)
9. Leher
JVP meningkat (-), trakea ditengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-)
10. Thoraks
Simetris, retraksi interkostal (-), retraksi subkostal (-)
- Cor :I
SIC II LPSD
SIC IV LPSD
oedem
Fungsi Vegetatif
Fungsi Sensorik
Fungsi motorik :
BPR 5
TPR 5
APR N
KPR N N
N N
Kesadaran
Afek
: appropriate
Psikomotor
: normoaktif
Proses pikir
: bentuk :realistik
Insight
isi
arus
:koheren
: baik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan ECG
: tidak dilakukan
Pemeriksaan spirometri
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
G. RESUME
Seorang laki-laki 58 tahun dengan keluhan sesak. Penderita sesak nafas
sejak semalam, memberat sejak pagi hari sekitar pukul 04.00 Wib, disertai
nafas yang berbunyi. Batuk sejak 2 minggu ini dan disertai dahak yang tidak
kental warna putih, batuk dan sesaknya ini timbulnya kumat-kumatan. Saat
terjadi sekitar pagi hari dan jika suhu udara dingin. Selain itu, kambuh saat
konsumsi buah-buahan dan ikan. Kedua dada terasa nyeri dan berat saat jalan
dan ketika sesaknya kambuh. Nafsu makan berkurang dan berat badan turun.
Badan terasa lemas dan kepala sering pusing. Saat sesak, biasanya istirahat
dengan menggunakan 4 bantal. Selama pengobatan, penderita diberi obat
2.
I. PENATALAKSANAAN
Non Medika mentosa
1. Bed Rest tidak total
Diharapkan agar penderita mengurangi aktivitas berat yang dapat
mengurangi daya tahan tubuh penderita serta banyak istirahat.
2. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) 1600 Kalori
Diharapkan agar penderita makan makanan yang bergizi, juga minum
susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
3. Mengurangi stress tertentu
Diharapkan penderita mendapat motivasi yang adekuat dari keluarga
salah satunya dengan cara lebih banyak memberikan perhatian dan
meluangkan waktu dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
4. Hindari penyebab terjadinya sesak
10
R :28 x/menit
S :36,7 0C
N : 110 x/menit
R :24 x/menit
11
S :36,5 0C
N : 80 x/menit
RR: 24 x/menit
S : 36,6oC
N:88 x/menit
T
G
L
Tensi
mm
Hg
BB
TB
Kg
Cm
Status
Gizi
12
Spirome
tri
Foto
Rontgen
Thoraks
Mata
KET
4/06/
13
110/60
58
155
Gizi
cukup
13/06
/13
120/80
58
155
Gizi
cukup
17/06
/13
110/80
58
155
Gizi
cukup
Tidak
dila
ku
kan
Tidak
dilakukan
CA
(-/-)
Tidak
dilakukan
CA
(-/-)
Tidak
dilakukan
CA
(-/-)
Ambroxol
Salbutamol
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Biologis.
Keluarga terdiri dari penderita (Tn. Entuk, 58 tahun) anak dan
cucu. Penderita tinggal serumah dengan anak dan cucu. Istri dari
penderita sudah lama meninggal.
2. Fungsi Psikologis.
Tn. E tinggal serumah dengan anak dan cucunya. Hubungan
keluarga mereka terjalin cukup baik, terbukti dengan permasalahanpermasalahan yang dapat diatasi dengan baik dalam keluarga ini. Penderita
setiap harinya berkeliling mengantarkan jam tangan yang sudah
diperbaikinya. Penderita bekerja tidak terlalu memaksakan, mengingat
kondisi badan yang sudah tidak sehat lagi. Anaknya bekerja sebagai ibu
rumah tangga, sehingga selalu ada waktu untuk penderita begitu juga
cucunya.
Permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan secara
musyawarah dan dicari jalan tengah, serta dibiasakan sikap saling tolong
menolong baik fisik, mental, maupun jika ada salah seorang di antaranya
yang
menderita
kesusahan.
Meskipun
penghasilan
mereka
tak
namun
AFFECTION
Tn. E merasa hubungan kasih sayang dan interaksinya dengan anak dan cucu
baik meskipun sakit yang diderita ini sangat mengganggunya. Bahkan perhatian
yang dirasakannya bertambah terutama oleh cucunya. Ia menyayangi keluarganya,
begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Tn. E merasa cukup dengan kebersamaan dan waktu yang ia dapatkan dari anak
dan cucunya walaupun ia harus bekerja sendiri untuk memenuhi sebagian
kebutuhannya.
APGAR Tn. Entuk Terhadap Keluarga
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
15
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
Sering/
selalu
Kadangkadang
Jarang/tidak
Cultural
PATHOLOGY
Interaksi sosial yang baik antar anggota
keluarga juga dengan saudara partisipasi
mereka dalam masyarakat cukup meskipun
banyak keterbatasan.
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya
baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan
sehari-hari baik dalam keluarga maupun di
lingkungan, banyak tradisi budaya yang
masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara
yang bersifat hajatan, sunatan, nyadran dll.
Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan
16
KET
-
Religius
Agama
menawarkan
pengalaman spiritual yang baik
untuk ketenangan individu yang
tidak didapatkan dari yang lain
Pemahaman
agama
cukup.
Namun
penerapan ajaran agama kurang, hal ini dapat
dilihat dari penderita dan orang tua hanya
menjalankan sholat sesekali saja. Sebelum
sakit penderita rutin belajar mengaji di sore
hari di masjid dekat rumah.
Ekonomi
Ekonomi keluarga ini tergolong menengah
ke bawah, untuk kebutuhan primer sudah
bisa terpenuhi, meski belum mampu
mencukupi kebutuhan sekunder rencana
ekonomi tidak memadai, diperlukan skala
prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
Edukasi
Pendidikan anggota keluarga kurang
memadai.
Tingkat
pendidikan
dan
pengetahuan orang tua masih rendah.
Kemampuan untuk memperoleh dan
memiliki fasilitas pendidikan seperti bukubuku, koran terbatas.
Medical
Tidak mampu membiayai pelayanan
Pelayanan kesehatan puskesmas kesehatan yang lebih baik Dalam mencari
memberikan perhatian khusus pelayanan kesehatan keluarga ini biasanya
terhadap kasus penderita
menggunakan Puskesmas dan hal ini mudah
dijangkau karena letaknya dekat.
Keterangan :
Ekonomi (+) artinya keluarga Tn. E masih menghadapi
permasalahan dalam hal perekonomian keluarga. Hal ini dapat
dilihat dari penghasilan penderita yang tidak pasti, dan belum dapat
memenuhi kebutuhan sekunder dan tertiernya.
Medical (+) artinya Tn. E hanya mampu berobat di puskesmas saja,
dikarenakan dibebaskan dari biaya, untuk pembelian obat yang
diperlukan sewaktu-waktu saat penyakit penderita kambuh
dirumah, masih belum mampu.
D. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Alamat lengkap
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family
17
- Tn. Lilik
- Meninggal
-
- Swasta
- Etnis Sunda
- Tn. Entuk
- 58 th
--
- reparasi jam
- Etnis Sunda
- Ny. Eli
- 30 th
-
- anak
- an. Elsa
- 13 th
-
- cucu
- Ny. Nono
- Meninggal
-
- IRT
- Etnis Sunda
- tn suyoto
- 32 th
-
- menantu
- an. Pinsa
- 4 th
-
- cucu
Tn. Entuk, 58 th
An. Elsa 13 th
Keterangan :
Ny. Eli, 30 th
: hubungan baik
: hubungan tidak baik
18
Hubungan antara Tn. Entuk, anak dan cucunya cukup baik. Dalam keluarga ini
tidak sampai terjadi konflik atau hubungan buruk antar anggota keluarga.
F. Pertanyaan Sirkuler
1. Ketika penderita jatuh sakit apa yang harus dilakukan oleh anak?
Jawab :
Anak tidak bingung, terkadang merawat penderita karena anak penderita
sibuk mengurusi cucu penderita
2. Ketika anak seperti itu apa yang dilakukan anggota keluarga yang lain?
Jawab :
Cucu yang menjaga dan menjenguk penderita
3. Kalau butuh dirawat/operasi ijin siapa yang dibutuhkan?
Jawab :
Ijin pada dokter di Puskesmas
4. Siapa anggota keluarga yang terdekat dengan penderita?
Jawab :
Anggota keluarga yang dekat dengan penderita adalah cucu
5. Selanjutnya siapa/
Jawab :
Selanjutnya adalah anak
6. Siapa yang secara emosional jauh dari penderita?
Jawab :
Anak ke dua, karena tempat tinggalnya yang sangat jauh.
7. Siapa yang selalu tidak setuju dengan pasien?
Jawab :
Tidak ada
8. Siapa yang biasanya tidak setuju dengan anggota keluarga lainnya?
Jawab :
Tidak ada
19
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku Keluarga
Tn. E adalah seorang penderita susp. Asma Bronkiale yang sudah
lama sekali menderita penyakit ini yaitu sekitar 22 tahun. Setelah istri
penderita meninggal, penderita tinggal bersama anak kandungnya yang
pertama dan cucunya. Penderita sering kontrol ke puskesmas untuk berobat
ketika obat telah habis. Penderita teratur dalam mengkonsumsi obat untuk
penyakitnya ini karena penderita ingin sekali sembuh dan bebas dari
penyakitnya seperti dahulu kala sebelum menderita penyakit ini.namun
akhir-akhir ini penyakit sesaknya sering kambuh terutama dalam 2 minggu
ini sehingga penderita harus sering kontrol di puskesmas. Anak dan cucunya
selalu menjaganya dirumah. Anak dan cucunya ini belum banyak memiliki
pengetahuan tentang kesehatan khususnya mengenai Asma bronkiale sendiri
dan pentingnya kebersihan lingkungan yang berhubungan dengan penyakit
penderita.
Menurut semua anggota keluarga ini, yang dimaksud dengan sehat
adalah keadaan terbebas dari sakit, yaitu yang menghalangi aktivitas seharihari. Keluarga ini menyadari pentingnya kesehatan karena apabila mereka
sakit, mereka menjadi tidak dapat bekerja lagi sehingga otomatis pendapatan
keluarga akan berkurang dan menjadi beban anggota keluarga lainnya.
Keluarga ini meyakini bahwa sakitnya disebabkan oleh kuman penyakit,
bukan dari guna-guna, sihir, atau supranatural/ takhayul. Mereka tidak terlalu
mempercayai mitos, apalagi menyangkut masalah penyakit, lebih
mempercayakan pemeriksaan atau pengobatannya pada dokter di puskesmas
yang terletak dekat dengan rumah.
Walaupun perabot rumah tidak tertata dengan rapi namun keluarga ini
berusaha menjaga kebersihan lingkungan rumahnya misalnya dengan
menyapu rumah dan halaman paling tidak sehari dua kali, pagi dan sore.
20
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 14x6 m2 yang
berdempetan dengan rumah tetangganya dan menghadap ke Timur. Terdiri
dari ruang kamar, ruang tamu dan ruang menonton TV, tiga kamar tidur,
dapur, gudang, tempat ibadah dan kamar mandi yang sudah dilengkapi dengan
fasilitas jamban. Terdiri dari 3 pintu keluar, yaitu 1 pintu depan dan 1 pintu
samping dan 1 pintu belakang. Jendela ada 5 buah, diruang tamu dan disetiap
kamar tidurnya namun yang di kamar jarang dibuka..Di depan rumah terdapat
teras yang berukuran 4x2 m2. Lantai rumah sebagian dari keramik dan
sebagian lagi terbuat dari bahan semen. Ventilasi dan penerangan rumah masih
kurang. Atap rumah tersusun dari genteng dan ditutup langit-langit. Tidak
semua kamar dilengkapi dengan dipan untuk meletakan kasur. Dinding rumah
terbuat dari batubata, disemen dan sudah dicat. Perabotan rumah tangga
cukup. Sumber air untuk kebutuhan sehari-harinya keluarga ini menggunakan
mesin pompa air. Secara keseluruhan kebersihan rumah masih kurang. Seharihari keluarga memasak menggunakan kompor gas.
21
.
Denah Rumah
:
6M
KM Dapur
dapur
kamar
Gudang
Musholla
14 M
kamar
kamar
R.klrga
teras
R. Tamu
Keterangan :
: Jendela
: Satu Pintu
: Tembok
: Papan pembatas
22
BAB IV
DAFTAR MASALAH
1. Masalah aktif :
a. Susp. Asma Bronkiale
b. Kondisi ekonomi lemah
c. Pengetahuan keluarga yang kurang tentang penyakit penderita
2. Faktor risiko :
Lingkungan dan tempat tinggal yang tidak sehat
DIAGRAM PERMASALAHAN PASIEN
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
1.Lingkungan
dan rumah
yang tidak sehat
sehatang
8.Tingkat
pengetahuan yang
rendah
Tn. Entuk
58 th
4. P H B S
23
2. Kondisi
ekonomi lemah
BAB V
PATIENT MANAGEMENT
A. PATIENT CENTERED MANAGEMENT
1. Suport Psikologis
Pasien memerlukan dukungan psikologis mengenai faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepercayaan baik pada diri sendiri maupun kepada
dokternya. Antara lain dengan cara :
a. Memberikan perhatian pada berbagai aspek masalah yang dihadapi.
b. Memberikan perhatian pada pemecahan masalah yang ada. Memantau
kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
c. Memantau kondisi fisik dengan teliti dan berkesinambungan.
d. Timbulnya kepercayaan dari pasien, sehingga timbul pula kesadaran dan
kesungguhan untuk mematuhi nasihat-nasihat dari dokter.
Pendekatan Spiritual, diarahkan untuk lebih mendekatkan diri
kepada Tuhan YME, misalnya dengan rajin ibadah, berdoa dan memohon
hanya kepada Tuhan YME.
Dukungan psikososial dari keluarga dan lingkungan merupakan hal
yang harus dilakukan. Bila ada masalah, evaluasi psikologis dan evaluasi
kondisi sosial, dapat dijadikan titik tolak program terapi psikososial.
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati diperlukan untuk pasien dengan problem
psikologis antara lain yang disebabkan oleh persepsi yang salah tentang
penyakitnya, kecemasan, kekecewaan dan keterasingan yang dialami
akibat penyakitnya. Menentramkan hati penderita dengan memberikan
edukasi tentang cara mencegah agar penyakitnya tidak kambuh.
Diharapkan pasien bisa berpikir positif, tidak berprasangka buruk
terhadap penyakitnya, dan membangun semangat hidupnya sehingga bisa
mendukung penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidupnya.
26
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIALE
A. LATAR BELAKANG
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling
sering ditemukan, terutama dinegara maju. Penyakit ini pada
umumnya dimulai sejak masa anak anak, asma merupakan suatu
keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu yang meyebabkan
peradangan. Biasanya penyempitan ini sementara, penyakit ini
paling
banyak
menyerang
anak
dan
berpotensi
untuk
asma
sebagai
kumpulan
tanda
dan
gejala
hari/dini
hari
(nocturnal),
musiman,
adanya
faktor
asma
atau
atopi
lain
pada
pasien/keluarganya,
dan
berarti
mendefinisikan
asma
serangan
sebagai
nafas
kumpulan
pendek25).
tanda
dan
Nelson
gejala
hari/dini
hari
(nocturnal),
musiman,
adanya
faktor
27
penyumbatan
jalan
nafas
pada
asma
patognomosis
adalah
krisis
kristal
Charcot-leyden
bronkiale),
dan
benda-benda
Creola
(sel
epitel
di
seluruh
paru.
Atelektasis
segmental
atau
29
kadang hanya mendapat serangan ringan sampai sedang, yang relatif mudah
ditangani (Woolcock A, 1995).
Sebagian kecil mengalami asma berat yang berlarut-larut, biasanya lebih
banyak yang terus menerus dari pada yang musiman. Hal tersebut yang
menjadikannya tidak mampu dan mengganggu kehadirannya di sekolah, aktivitas
bermain, dan fungsi dari hari ke hari (Woolcock A, 1995).
Asma sudah dikenal sejak lama, tetapi prevalensi asma tinggi. Di Australia
prevalensi asma usia 8-11 tahun pada tahun 1982 sebesar 12,9% meningkat
menjadi 29,7% pada tahun 1992. Penelitian di Indonesia memberikan hasil yang
bervariasi antara 3%-8%, penelitian di Menado, Pelembang, Ujung Pandang, dan
Yogyakarta memberikan angka berturut-turut 7,99%; 8,08%; 17% dan 4,8%
(Kartasasmita, 1996).
Penelitian epidemiologi asma juga dilakukan pada siswa SLTP di beberapa
tempat di Indonesia, antara lain: di Palembang, dimana prevalensi asma sebesar
7,4%; di Jakarta prevalensi asma sebesar 5,7% dan di Bandung prevalensi asma
sebesar 6,7%. Belum dapat disimpulkan kecenderungan perubahan prevalensi
berdasarkan bertambahnya usia karena sedikitnya penelitian dengan sasaran siswa
SLTP, namun tampak terjadinya penurunan (outgrow) prevalensi asma sebanding
dengan bertambahnya usia terutama setelah usia sepuluh tahun. Hal ini yang
menyebabkan prevalensi asma pada orang dewasa lebih rendah jika dibandingkan
dengan prevalensi asma pada anak (Kartasasmita, 1996).
E. ETIOLOGI
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan
faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis
dalam
berbagai
bronkokontriktor
tingkat
neural
pada
berbagai
diperantarai
oleh
individu.
Aktivitas
bagian
kolinergik
eferens
Neurotransmisi
merangsang
peptida
kontraksi
intestinal
otot
polos
bronkus.
vasoaktif
(PIV)
memulai
30
Pemeriksaan
anamnesis
keluhan
episodik
batuk
kronik
Faktor
pencetus
(inciter)
dapat
berupa
iritan
(debu),
diagnosis,
juga
mengetahui
keberhasilan
tata
infeksi
dan
kodisi
lingkungan
yang
buruk
seperti
Asma episodik
Asma episodik
Asma
klinis
jarang
sering
persisten
kebutuhan
(asma ringan)
(asma sedang)
(asma berat)
paru
1. Frekuensi
< dari
> dari
sering
serangan
2. Lamanya
1x/bulan
Beberapa hari
1x/bulan
Seminggu
Tidak ada
32
serangan
atau
remisi
3. Intensitas
Ringan
lebih
Lebih berat
Berat
serangan
4. Diantara
Tanpa gejala
Ada gejala
Gejala sing
serangan
5. Tidur adan
Tidak
Sering
malam
Sangat
aktivitas
6.
terganggu
Normal
terganggu
Mungkin
terganggu
Tidak pernah
terganggu
normal
Perlu non
Perlu steroid
Pemeriksaan
fisik
luar serangan
7.Obat
Tidak perlu
pengendali
steroid
(anti inflamasi)
8. Faal paru
PEF/PEVI>80%
PEF/PEVI 60-
PEV/FEVI<60
diluar
80%
serangan
Variabilitas 20-
9. Faal paru
Variabilitas 20-
30%
Variabilitas
30%
50%
Variabilitas
pada
saat serangan
Sumber : Konsensus Nasional Penangan Asma 1994.
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) penggolongan
asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu
(GINA, 2006) :
1. Asma Intermiten (asma jarang)
- gejala kurang dari seminggu
- serangan singkat
- gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
- FEV 1 atau PEV > 80%
- PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
2. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
- gejala lebih dari sekali seminggu
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
33
besar,
faktor
risiko
yang
berhubungan
dengan
dideteksi
dalam
tembakau,
diantaranya
hidrokarbon
seseorang
sehingga
merangsang
terjadinya
reaksi
berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal
dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran,
buku-buku, pakaian lama (Danusaputro, 2000).
Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada
kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin
disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma
anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering
dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko
asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah
sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia
tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada lakilaki merupakan kebalikan dari insiden ini (Amu FA et al, 2006).
Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan
semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara,
dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang
cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya
hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan
ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah
berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran
rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak
pada perempuan (Sundaru H et al, 2006).
Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi
pada laki-laki
mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak
yang
semula
laki-laki
lebih
tinggi
dari
pada
perempuan
membuktikan
alergi
makanan
sebagai
pencetus
asma
kemudian,
anak-anak
yang
menderita
menderita
asma.
Alergi
37
makanan
lebih
kuat
Hairspray,
deodorant,
pewangi
ruangan,
segala
formaldehid
dalam
ruangan
adalah
bahan
menyebabkan
ketidak
nyamanan
juga
dapat
dengan badai
dan
meningkatnya
konsentrasi
asma
sesak nafas
dan
kering
dan
dingin
menyebabkan
sesak
di
saluran
38
bahwa
riwayat
keluarga
mempunyai
39
mengendalikan asma yang persisten. Obat yang termasuk golongan reliever adalah agonis
beta-2, antikolinergik, teofilin,dan kortikosteroid sistemik. Agonis beta-2 adalah
bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek
bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah pelepasan mediator dari
sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel
mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah respon lambat maupun menurunkan
hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol,
prokaterol dan isoprenalin, merupakan obat golongan simpatomimetik ( Brogden et al,
1993).
Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler,
peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala . Pemakaian
agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronik berat yang tidak
dapat lepas dari bronkodilator (Surjanto et al, 1988).
Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid
dalam bentuk inhalasi (Ikhsan et al, 1995).
Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang
lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh pasien karena efektif, aman , dan harganya
murah . Dosis teofilin peroral 4 mg/kgBB/kali, pada orang dewasa biasanya diberikan
125-200 mg/kali. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin peroral
terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu
makan berkurang. Efek samping yang lain ialah diuresis. Pada pemberian teofilin dengan
dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipotensi , takikardi dan aritmia, stimulasi
sistem saraf pusat (Rogayah, 1995).
Obat yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti
kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil , dan antihistamin aksi lambat.
Antihistamin tidak digunakan sebagai obat utama untuk mengobati asma., biasanya hanya
diberikan pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit atopik seperti rinitis alergi.
Pemberian antihistamin selama 3 bulan pada sebagian penderita asma dengan dasar alergi
dapat mengurangi gejala asma (Kay, 1991).
Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang paling kuat . Kortikosteroid menekan
respons inflamasi dengan cara mengurangi kebocoran mikrovaskuler, menghambat
produksi dan sekresi sitokin, mencegah kemotaksis dan aktivitas sel inflamasi,
mengurangi sel inflamasi, dan menghambat sintesis leukotrin. Pemberian kortikosteroid
sistemik lebih sering menimbulkan efek samping, maka sekarang dikembangkan
pemberian obat secara inhalasi. Keuntungan pemberian obat inhalasi yaitu mula kerja
yang cepat karena obat bekerja langsung pada target organ, diperlukan dosis yang kecil
40
secara lokal, dan efek samping yang minimal. Dengan demikian untuk mengatasi asma
kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan yang lebih baik (Park, 1999).
41
BAB VII
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Segi Biologis :
2. Segi Psikologis :
3. Segi Sosial :
4. Segi fisik :
B. SARAN
1. Untuk masalah medis dilakukan langkah-langkah :
42
Promotif
Kuratif
2. Untuk masalah lingkungan tempat tinggal dan rumah yang tidak sehat
dilakukan langkah-langkah :
Rehabilitatif
Pemerintah
hendaknya
berupaya
pemberian
kemiskinan.
Karena
dengan
peningkatan
pendapatan
mengenai
penyakit
asma
bahwa
penyakit
asma
43
DAFTAR PUSTAKA
Rogayah R, (1995). Penatalaksanaan asma bronkial prabedah dalam : J Respir
Indo, hal : 81-177.
Surjanto E, Hambali S, Subroto H, (1988). Pengobatan jalan untuk asma
dalam : J Respir Indo, hal : 5-30.
Kay AB, (1991). Asthma and in flammation in: J Allergy Clin Immunol:8:910893.
Park CS, (1999).Use of inhaled corticosteroids an adult with asthma in: Medical
Progress:7:17-20.
Nelson WE, (2000). Ilmu Kesehatan Anak.Terjemahan Wahab S. Vol I, Penerbit
EGC. Jakarta, hal:775.
GINA (Global Initiative for Asthma), (2006). Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children. www. Ginaasthma.org.
Lenfant C. Khaltaev N, (2002). Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work
Shop Report.
Michel FB, Neukirch F, Bouquet J, (1995). Asthma : a world problem of
publichealth In :Bull Acad Natl med, hal : 179 (2) ; 279-93, 293-7
Woolcock A, (1995). Epidemiologi asthma-worldwide trends. Airways in
asthma.Effects of treatment August 1994, Penang Malaysia in: Excerpta Medica
:36-8.
Vita Health, (2005). Asma Informasi Lengkap Untuk Penderita dan
Keluarganya, Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal: 203.
Kartasasmita CB, (1996). Masalah Asma Pada Anak di Indonesia dalam:
Naskah Lengkap Simposium KONIKA X, Bukit tinggi,hal:380-390.
Ramailah S, (2006). Asma Mengetahui Penyebab dalam: Gejala dan Cara
Penanggulangannya, Penerbit Bhuana Ilmu Populer, Gramedia. Jakarta, hal 57-65
Sundaru H, Sukamto, (2006). Asma Bronkial dalam: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Penerbit Fakulas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
hal ; 247.
44
45
LAMPIRAN
Teras Rumah
Ruang Tamu
46
Ruang Keluarga
Kamar Tidur
47
Kamar Tidur
Dapur
48
Musholla
Kamar Tidur
49
Dapur
Kamar Mandi
50
Gudang
51
Terima Kasih
52