Anda di halaman 1dari 32

Blok 21 - 22

(Penyakit Infeksi)

Modul I

Group V

Nama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

NRP

Rhandika Adi Nugroho


(0710089)
Denna Natasya Longkutoy
(0710141)
Febriana Kurniasari Nurasa
(0810165)
Elizabeth Agustina
(0910035)
Yoas Adhitya Rahardjo
(0910053)
Wendi Nurfandi
(0910071)
Raisa Yohanna Miharja
(0910081)
Dina Asri Dianawati
(0910142)
Oliver Rachman
(0910153)
Transiska Liesmadona Bijaksana (0910190)
Tutor : Dani, dr., M.kes

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
2011/2012

Fisiologi
Suhu jaringan tubuh dalam (inti) hampir selalu konstan
Suhu kulit suhu inti, naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan
Di daerah preoptik hipotalamus terdapat heat sensitive neuron dan cold sensitive neuron yang
berfungsi sebagai sensor temperature dalam mekanisme kontrol suhu tubuh.
Suhu tubuh hasil keseimbangan antara produksi panas (Heat product) & pengeluaran
panas (Heat loss) keseimbangan diatur oleh hipothalamus
Mekanisme penurunan temperatur bila tubuh terlalu panas:
vasodilatasi
berkeringat
penurunan pembentukan panas
Mekanisme peningkatan temperatur bila tubuh terlalu dingin:
vasokontriksi
piloereksi: otot erektor pili berkontraksi
peningkatan pembentukan panas
Manusia mempunyai konsep set-point untuk pengaturan temperatur. Pada 37,1C (temperatur
inti tubuh yang kritis) kenaikan dan penurunan temperatur tubuh menyebabkan perubahan
drastis pada kecepatan kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas.
Demam
Demam temperatur tubuh di atas batas normal.
Disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang
mempengaruhi pusat-pengaturan temperatur.
Macam-macam demam

Demam septik: suhu naik tinggi sekali pada malam hari,turun pada pagi hari (masih
diatas normal).

Demam remitten:suhu dapat turun setiap hari,tapi masih diatas normal

Demam intermitten: suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam 1 hari.

Demam kontinue:variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda >1o

Demam siklik: kenaikan suhu badan beberapa hari diikuti periode bebas demam
beberapa hari,kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula

Efek Pirogen
Pirogen : zat yang dapat menyebabkan peningkatan set-point termostat hipotalamus.
Pirogen dapat berupa protein, hasil pemecahan protein, zat-zat lain terutama toksin
liposakarida yang dilepaskan bakteri.
Pirogen dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Set-point pusat pengaturan temperatur hipotalamus lebih tinggi dari normal semua
mekanisme untuk meningkatkan temperatur tubuh terlibat beberapa jam: temperatur tubuh
juga mendekati tingkat ini.
Peranan IL-1
Bakteri atau hasil pemecahan bakteri difagositosis oleh leukosit, makrofag, dan limfosit
bergranula besar hasil pemecahan bakteri dicerna dan IL-1 dilepaskan ke dalam cairan
tubuh IL-1 mencapai hipotalamus demam meningkatkan temperatur tubuh dlm
waktu 8-10 menit.
IL-1 induksi pembentukan PG, t.u PG E2 atau zat lain yang mirip hipotalamus
reaksi demam.
Mikrobiologi mikroorganisme penyebab penyakit infeksi :
BAKTERI
Coccus Gram Positif : Streptococcus, Staphylococcus, Enterococcus
Basil Gram Positif : Bacillus, Clostridium, Listeria, Corynebacterium, Actinomyces,
Nocardia, Mycobacterium
Coccus Gram Negatif : Neisseria, Moraxella
Basil Anaerobik Gram Negatif : Pseudomonas, Legionella, Bordetella, Francisella, Brucella
Basil Lengkung Mikrofili Gram Negatif : Campilobacter, Helicobacter
Basil Anaerobik Fakultatif Gram Negatif Famili Enterobacteriaceae : Escherichia,
Klebsiella, Salmonella, Shigella,Proteus, Yersinia, Enterobactericeae lain
Basil Anaerobik Fakultatif Gram Negatif (Non Enterobacteriaceae) : Vibrio, Haemophilus,
Pasteurella
Basil dan Coccus Anaerobik Gram Negatif : Bacteriodes, Prevotella / Porphyromonas,
Fusobacteium

Spirocheta (Selubung Gram Negatif) : Treponema, Borrelia, Leptospira


Rickettsiaceae ( Selubung Gram Negatif) : Rickettsia, Coxiella, Bartonella, Ehrlichia
Chlamydiae (Selubung Gram Negatif Modifikasi) : Chlamydia trachomatis, C. psittaci, C.
pneumoniae
VIRUS
Virus DNA : Parvovirus, Papovavirus, Hepadnavirus, Adenovirus, Herpes, Pox
Virus ss RNA Positif : Picornaviridae, Calciviridae, Flaviviridae, Togaviridae, Coronaviridae,
Retroviridae
Virus ss RNA Negatif : Paramyxovirus, Rhabdoviridae, Filoviridae, Orthomyxoviridae,
Bunyaviridae, Arenaviridae
Virus RNA Untai Ganda (ds) (Reoviridae) : Rotavirus, Orbirivirus, Reovirus
Salmonella

Family : Enterbacteriaceae
Sifat : Gram negatif (-)
Bentuk : Basil
Kapsul : Spora : Indol : Fermentasi gula-gula : laktosa & sukrosa () ; glukosa & manosa (+), menghasilkan
H2S, asam, reduksi nitrat, tidak menghasilkan cytochrome oxidase, Katalase (+)
Facultative anaerob
Dapat bertahan hidup di suhu dingin
Resisten terhadap brilliant green (hijau maleat), sodium tetrathionate, dan sodium
deoxicolate

Virulensi : Antigen Vi (virulensi) Salmonella adalah antigen polisakarida kapsul. Bersifat


sangat motil dan patogenik.
Klasifikasi

Berdasarkan hibridisasi DNA


: 7 subgroup (patogen terhadap manusia I, IIIa,
IIIb)
o Subgroup I (S. enteric), 4 serotype
:
Serogroup A
: S. paratyphii A
Serogroup B
: S. paratyphii B
Serogroup C
: S. choleraesuis
Serogroup D
: S. typhii

Berdasarkan reaksi antigen O antisera : A (S. paratyphii), B(S. typhimurium),


C1(S. choleraesuis), C2, D(S. typhii ( reservoir satu-satunya: manusia) & S.
enteritidis), E

Infeksi Salmonella melalui oral dari kotoran hewan (unggas, babi, tikus, sapi, hewan
peliharaan(kura-kura, burung beo))
Infective dose Salmonella 105-108; S. typhii 103 CFU
Sumber infeksi
:
o Air yang terkontaminasi feses
o Susu & dairy products
o Kerang
o Pengolahan telur yang tidak bersih
o Daging
o Narkotik (Marijuana)
o Hewan peliharaan
Diagnosis
o Kultur minggu 1 darah
o Kultur minggu 2 urin & feses
o Kultur minggu 3 feses
Medium differential : EMB, MacConkeys
Medium selektif
: SS agar (Salmonella-Shigella), Hektoen enteric agar, XLD,
Deoxycholate-citrate agar
Media penyubur
: Selenite F & tetrathionate broth

Virus Dengue
Termasuk ke dalam family Flaviviridae, genus flavivirus
Karakteristik : Bulat berdiameter 45 60 nm (diameter nukleokapsid 30 nm, ketebalan
selubung 10 nm), Genom : RNA untai tunggal positif dengan panjang kira-kira 11kb,
berselubung. Genom terdiri dari protein structural dan protein nonstructural, yaitu gen C
mengkode sintesa nukleocapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M (Membran),
dan gen E mengkode sintesa glikoprotein selubung (Envelope).
Virus ini stabil pada pH 7-9 dan pada suhu rendah, sedangkan pada suhu tinggi
infektivitasnya cepat menurun. Sifat dengue lainnya : sangat peka terhadap beberapa zat
kimia, seperti sodium deoxycholate, eter, chloroform, dan garam empedu karena ada amplop
lipidnya.
Virus Dengue memiliki 4 serotipe ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Hospes : Virus dengue dapat berkembang biak di dalam tubuh manusia, monyet, simpanse,
kelinci, marmot, hamster, dan serangga khususnya nyamuk.
Transmisi virus melalui nyamuk Aedes spp ; A. aegypti dan A. albopictus. Virus ini
berkembang dalam tubuh nyamuk sekitar 8-10 hari dan bermigrasi ke kelenjar air liur

Communicable Disease
Definisi epidemiologi penyakit menular adalah epidemiologi penyakit terfokus dalam
mempelajari distribusi dan determinan penyakit (menular dan tidak menular) dalam populasi.
Klasifikasi Penyakit Berdasarkan etiologi (kausa)
- Penyakit infeksi
- Penyakit non infeksi
Berdasarkan Durasi :
- Penyakit akut : < 2 minggu
- Sub akut/Sub kronik
- Penyakit kronik: > 3 bulan
Communicable Diseases-biological agents
Biological agents = microorganism
- Virus
- Bacteria
- Protozoa
- Fungus
- Helminthes
- Others form of microorganism
Non Communicable Diseases-Non biological Agents
- Physics
- Nutrition
- Chemical
- etc
Spektrum Penyakit Menular
- Endemik
- Epidemik
- Pandemik
Importansi Penyakit Menular :
- Frekuensi morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi di negara berkembang
- New emergent diseases : HIV/AIDS, Ebola, dsb
- Reemergent diseases : MDR-TBC, Gonorhea (STDs)
- Memiliki dampak yang besar
Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Penyakit Menular
1. Lebih banyak tanpa gejala klinik yang jelas contohnya : tuberculosis dan
poliomyelitis
2. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contohnya: measles dan varicella
3. Penyakit menular yang bersifat fatal yang umumnya berakhir dengan kematian
contohnya : rabies dan tetanus neonatorum

Komponen Proses Kejadian Penyakit Menular


Periode Pre-Patogenesis
A. Faktor Penyebab Penyakit Menular (AGENT)
Unsur biologis, dari partikel virus sampai organisme multiseluler yang kompleks.
- Arthropoda (serangga)
- Helminthes ( Cacing)
- Protozoa
- Fungi (jamur)
- Bakteri
- Spirochaeta
- Rickettsia
- Virus
1. Sifat alami dan karakteristik agent
(a) Karakteristik biologik dan kimiawi
Morfologi, motilitas, fisiologi, reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu dan
kemampuan hidup pada suhu, kelembaban, dan kadar oksigen tertentu, tipe
dan jumlah toksin yang dihasilkan, jumlah antigen, dan siklus hidup.
(b) Resistance fisik dan kimiawi serta viabilitas
Terhadap cahaya matahari, ultraviolet, listrik, sinar x, radium, gelombang
sonik dan supersonik, desikasi, dry heat, moist heat, dingin, pembekuan
(freezing), daya tahan thd air, asam, basa, garam, alkohol, fenol dll.
2. Karakteristik Agent berkaitan dengan Host
a. Infektifitas
- Kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang biak.
dapat dianggap bahwa jumlah minimal dari unsur penyebab untuk
menimbulkan infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama.
- Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan, sumber penularan,
serta faktor pejamu seperti umur, sex dll.

- Infektifitas tinggi : campak. Infektifitas rendah : lepra

b. Patogenesitas
- Kemampuan agent untuk menghasilkan penyakit dgn gejala klinik
yang jelas.
- Dipengaruhi oleh adanya infektivitas
- Staphillococcus tidak patogen bila di rektum. Tapi bila di rongga
peritoneum atau selaput otak, akan serius.
c. Virulensi
- Nilai proporsi penderita dgn gejala klinis yang berat thd seluruh
penderita dgn gejala klinis yang jelas.
- Dipengaruhi dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.
- Poliomyelitis lebih berbahaya bila mengenai org dewasa daripada
anak-anak.
d. Antigenesitas/ Imunogenisitas
- Kemampuan AGENT menstimulasi HOST untuk menghasilkan
kekebalan/imunitas.
- Dapat berupa kekebalan humoral primer, kekebalan seluler atau
campuran keduanya.
- Dipengaruhi oleh faktor pejamu, dosis dan virulensi infeksi.
- Campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup. Gonococcus
tidak demikian, orang dapat terkena gonore beberapa kali.
3. Karakteristik Agent berkaitan dengan Environment
Sumber Penularan (reservoir)
- Unsur penyebab penyakit adl unsur biologis. Butuh tempat ideal berkembang
biak dan bertahan.
- Reservoir adl organisme hidup/mati, dimana penyebab penyakit hidup
normal dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya.
- Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena merupakan komponen
utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber penularan.

a. Manusia sebagai reservoir


- Lingkaran penularan penyakit yang sangat sederhana, reservoir
manusia serta penularan dari manusia ke manusia.

- Misalnya ISP oleh virus/bakteri, difteri, pertussis, TBC, influensa,


GO, sipilis, lepra.
- Penularan penyakit ke pejamu potensial :proses kolonisasi, proses
infeksi terselubung (covert), proses menderita penyakit (overt)
- Manusia sbg reservoir dapat sebagai penderita, juga sbg carrier.
Manusia sbg carrier dibagi :
Healthy carrier : poliomyelitis, hepatitis B,dll.
Incubatory carrier : chicken pox, measles, dll.
Convalescent carrier : klpk salmonella, difteri, dll.
Chronic carrier : tifus abdominalis, hepatitis B, dll.
Manusia sbg reservoir dibagi :
1. Reservoir yang selalu sbg penderita : cacar, TBC, campak,
lepra, dll.
2. Reservoir sbg penderita dan carrier : difteri, kolera, tifus
abdominalis, dll.
3. Reservoir sbg penderita, tdk dpt menularkan tanpa
vektor/pejamu lain : malaria, filaria, dll.
b. Reservoir binatang atau benda lain
Penyakit yang secara alamiah dijumpai di hewan
vertebrata,juga menularkan ke manusia (reservoir utama adl binatang)
Penyakit Reservoir
1. Rabies Anjing
2. Bovine TBC Sapi
3. Typhus, Scrub & Murine Tikus
4. Leptospirosis Tikus
5. Trichinosis Babi

6. Hidatosis Anjing
7. Brucellosis Sapi, Kambing
8. Pes Tikus
Sumber penularan
1. Penderita
2. Pembawa kuman
3. Binatang sakit
4. Tumbuhan /benda
Cara penularan
1. Kontak langsung
2. Melalui udara
3. Melalui makanan/minuman
4. Melalui vector
B. Faktor Pejamu (HOST)
1. Umur, jenis kelamin, ras
2. Hereditas, perkembangan individu
3. Tingkah laku dan kebiasaan
4. Mekanisme pertahanan tubuh umum maupun spesifik
5. Status gizi
C. Faktor Lingkungan (ENVIRONMENT)
1. Lingkungan fisik
2. Lingkungan sosial-ekonomi
3. Lingkungan biologik
Periode Patogenesis
Mekanisme Patogenesis adalah efek patogen yang dihasilkan oleh unsur penyebab
infeksi dapat terjadi karena mekanisme:

Invasi langsung ke jaringan : Penyakit parasit seperti amubiasis, giardiasis.Beberapa


jenis cacing nematoda, cestoda. Infeksi bakteri (meningitis), ISK, faringitis, virus,
dsb.
- Produksi toksin oleh unsur penyebab :Seperti tetanus, difteri, enterotoksin dari E. Coli
.
- Rangsang imunologis atau reaksi alergi: Termasuk tuberculosis, DBD, dll.
- Infeksi yang menetap (infeksi laten): Bakteri mungkin tetap berada di pejamu dengan
keadaan tanpa gejala setelah mengalami infeksi. Seperti hemophillus influenzae,
neisseria meningitidis, streptococcus, dll. Jenis infeksi virus mis. Herpes zoster,
herpes simplex, varicella zoster, encephlitis, dsb.
- Peningkatan kepekaan pejamu melawan obat yang tidak toksis: Reys syndrom,
dimana infeksi virus dpt menyebabkan encephalopathy bila diobati salisilat.
- Ketidakmampuan membentuk imunitas: AIDS, CFR 70%.
Mekanisme Penularan Penyakit
1. Cara unsur penyebab keluar dari pejamu
-

Melalui konjungtiva ; penyakit mata.


Melalui saluran napas (droplet) ; karena batuk, bersin, bicara atau udara pernapasan.
Seperti TBC, influensa, difteri, campak, dll.
- Melalui pencernaan ; lewat ludah, muntah atau tinja. Umpamanya kolera, tifus
abdominalis, kecacingan, dll.
- Melalui saluran urogenitalia ; hepatitis.
- Melalui luka ; paa kulit atau mukosa, seperti sifilis, frambusia, dll.
- Secara mekanik ; seperti suntikan atau gigitan, antara lain malaria, hepatitis, AIDS,
dll.
2. Cara penularan (mode of transmission)
a. Direct transmission
Perpindahan sejumlah unsur penyebab dari reservoir langsung ke pejamu potensial
melalui portal of entry.
1. Penularan langsung orang ke orang: sifilis, GO, lymphogranuloma
venerum, chlamydia trachomatis, hepatitis B, AIDS, dll.
2. Penularan langsung dari hewan ke orang:kelompok zoonosis.
3. Penularan langsung dari tumbuhan ke orang: penyakit jamur.
4. Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda lain; kontak dgn benda
terkontaminasi. Melalui tanah : ancylostomiasis, trichuris, dll. Melalui air :
schistomiasis.
b. Air borne disease
- Penularan sebagian besar melalui udara, atau kontak langsung.
- Terdapat dua bentuk ; droplet nucklei dan dust (debu).
- Misalnya : TBC, virus smallpox, streptococcus hemoliticus, difteri, dsb.

c. Vehicle borne disease


Melalui benda mati spt makanan, minuman, susu, alat dapur, alat bedah,
mainan, dsb.
o Water borne disease ; cholera, tifus, hepatitis, dll
o Food borne disease ; salmonellosis, disentri, dll
o Milk borne disease ; TBC, enteric fever, infant diare, dll
d. Penularan melalui vektor (vektor borne disease)
Vektor : si pembawa (latin), gol arthropoda (avertebrata) yang dpt
memindahkan penyakit dari reservoir ke pejamu potensial.
1. Mosquito borne disease ; malaria, DBD, yellow fever, virus
encephalitis, dll.
2. Louse borne disease ; epidemic tifus fever.
3. Flea borne dosease ; pes, tifus murin.
4. Mite borne disease ; tsutsugamushi, dll.
5. Tick borne disease ; spotted fever, epidemic relapsing fever.
6. Oleh serangga lain ; sunfly fever, lesmaniasis, barthonellosis (lalat
phlebotobus), trypanosomiasis (lalat tsetse di Afrika).
Daftar Istilah
1. Odynophagia : nyeri pada waktu menelan
2. Roseolae : Ruam berwarna merah seperti yang tampak pada campak, sifilis, dan
penyakit eksentematosa tertentu lain.
3. Coated Tongue : Lidah yang dilapisi suatu membran atau selaput
Demam Tifoid
DEFINISI
Penyakit sistemik yang khas ditandai demam dan nyeri abdomen dan disebabkan oleh
Salmonella thypii atau Salmonella paratyphii.
ETIOLOGI
Salmonella thypii atau Salmonella paratyphii
FAKTOR RISIKO

HIV AIDS

Faktor lingkungan dan kebiasaan ( sanitasi buruk,banjir,akses air bersih dan toilet
kurang)

Kontak dengan penderita

Konsumsi buah/sayuran mentah yang proses penanamannya menggunakan kotoran


sebagai pupuk.

Pemakaian antasida,H2 blocker, kondisi achlorhydria

EPIDEMIOLOGI
Internasional: - negara berkembang ENDEMIK Asia, Afrika,Amerika latin.
-

INSIDENSI: 3,6/1.000 populasi

21,6 juta orang


Anak usia sekolah & dewasa muda
Indonesia : -Termasuk penyakit menular menurut UU no.6 thn 1968.
-frekuensi 15,4/10.000 penduduk
Demam Berdarah Dengue
DEFINISI
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan maifestasi klinik demam,nyeri
otot , dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopeni, ruam,limfadenopati, trombositopenia, dan
diatesis hemoragik.
ETIOLOGI
Virus dengue serotipe: DEN-1,DEN-2,DEN-3,DEN-4.
EPIDEMIOLOGI
Indonesia : ENDEMIS
6-15/100.000 penduduk (1989-1995)
35/100.000 penduduk (1998) KLB
Internasional : - 50-100 juta kasus DD/thn
-500.000 kasus DBD/thn
-dinegara tropik dan subtropik.
FAKTOR RISIKO

Lingkungan ( sanitasi,curah hujan,suhu)

Penjamu :ada penderita

Vektor : kepadatan vektor dilingkungan

Perjalanan kedaerah endemis.


KLASIFIKASI
DD/DBD DERAJAT

GEJALA

LAB

DD

Demam
=
2/>
tanda:Leukopenia,trombositopenia,
cephalgia,atralgia,mialgia,nyero tanpa bukti kebocoran plasma,
retro-orbita
serologi dengue +

DBD

+ uji bendung

Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma

DBD

II

+perdarahan spontan

Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma

DBD

III

+ kegagalan sirkulasi

Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma

DBD

IV

Syok berat + tekana darah & nadiTrombositopenia


(<100.0000
tidak terukur
tanpa bukti kebocoran plasma

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI DEMAM TIFOID


Makanan (S. Typhi dan S. Paratyphi)

Sebagian kuman mati krn Asam Lambung, sebagian tidak mati (lolos)

Masuk ke dlm usus dan berkembang biak

Respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik

Kuman tembus sel epitel Usus (Sel M) Lamina Propia

Berkembang baik + di fagosit oleh sel fagosit (makrofag)

Plaque Peyeri ileum distal

KGB mesenterika

d. Thoracicus (kuman+makrofag) sirkulasi darah (bakteremia asimtomatik)

Menyebar ke organ retikuloendoteial (hati dan limpa)

Inkubasi 5-9 hari

Kuman meninggalkan sel fagosit dan berkembak biak d luar sel/ruang sinusoid

Sirkulasi darah bakteremia ke-2

Kuan keluarkan endotoksin, susunan kimia mirip soamtik antigen (lipopolisakarida)

Gejala sistemik
HATI
Kuman msk kantung empedu berkembang biak

Bersama cairan empedu diekskresiakan scra intermittent lumen usus

Ad yg d kluarkan lewat feses, sebagian msk lgi ke sirkulais stlh tembus usus

Berkali-kali pelepasan mediator inflamasi

Gejala inflamasi
(demam, malaise, cephalgia, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, koagulasi)
PLAQUE PEYERI
Makrofag hiperaktif

Hiperplasia jaringan
(S. Typhi intra makrofag induksi reaksi Hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jar, nekrosis
jar)

Erosi PD sekitar

Perdarahan sal cerna

Berkembang ke lap otot, serosa usus, PERFORASI

GEJALA KLINIK
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala yg timbul bervariasi
dri ringan berat, dri asimtomatik simptomatik, komplikasi serta kematian.

MINGGU I:
o Gejala khas: penyakit infeksi akut (demam, nyeri kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis)
o PF: suhu badan
o Sifat demam: meningkat perlahan-lahan, terutama sore hingga malam hari
MINGGU II:
o Gejala menjadi lebih jelas (demam, bradikardi relatif, coated pada lidah,
tremor lidah, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental
(somnolen, stupor, delirium, psikosis)

Patogenesis DBD
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat
dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping
itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir
fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis
kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain


mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan
pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
Dasar Diagnosis

Anamnesis
Nn.R, mahasiswi FK 22 tahun.

- KU : Demam sejak 5 hri yang lalu, dirasakan setiap hari, makin meningkat dari hari
ke hari. Menjelang sore demam semakin meningkat dan puncak pada malam hari disertai
menggigil, cephalgia bagian frontal, berkeringat banyak setelah minum parasetamol.

- Keluhan lain : nausea, anorexia, myalgia, nyeri pada daerah hypochondrium dextra,
obstipasi.
pernah berkunjung ke atau tinggal di daerah endemik malaria.
- Usaha berobat : parasetamol 3x500mg/ hari tidak membaik
- RPD : (-), alergi (-)
- RPK : adik baru sembuh Demam berdarah seminggu lalu
- Kebiasaan : Makan siang di tempat makan sekitar kampus.
- Menstruasi normal, HPHT 2 minggu lalu.

Pemeriksaan Fisik
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : apatis
- BB/TB : 55 kg/170 cm, BMI : 19

- Vital Sign : tensi 110/80 mmHg, nadi 68x/min isi cukup, reguler. Respirasi 20x/min,
Suhu 38,5oC
- Kepala : Mulut bibir kering dan pecah-pecah, lidah coated dengan tepi hiperemis
disertai tremor halus.
- Leher : DBN
- Thorax : DBN
- Abdomen :
> datar tak tampak kelainan, nyeri ketok CVA (-), Bowel Sound meningkat.
> Hepar teraba 3cm b.a.c & 2cm b.p.x, tepi tajam, konsistensi kenyal,
permukaan rata, nyeri tekan (+)
> Lien tidak teraba, ruang traube flat/redup
- Ekstremitas DBN
- Kulit : Tidak ditemukan roseolae atau petechiae
Pemeriksaan Laboratoium

Hematologi Rutin :
Hb

: 13 g/dl

Ht

: 39%

Leukosit : 3500/mm3
Hitung jenis : 1/0/2/32/55/10
Trombosit : 136.000/mm3
LED : 32 mm/jam

Hasil Urinalisis :
Makroskopik DBN, keton (+)
Mikroskopik
Leukosit 3-5/LPB
Hyaline cast 0-1 / LPK

Tubex > 6 : Reaktif

IgM & IgG anti dengue : non reaktif

MS1 antigen dengue : non reaktif

Widal titer TO 160, TH 80, AH 40

Pemeriksaan Klinik :
SGOT 75, SGPT 120, ureum 32

Kultur darah dan sensitivitas antibiotik : ditunggu

PEMERIKSAAN PENUNJANG DEMAM TIFOID


Pemeriksaan Rutin

Leukosit menurun kurang dari 3000/mm3

Trombositopenia sebagai penanda beratnya penyakit.

Hitung Jenis didapatkan aneosinofilia, limfopenia, limfositosis relatif, neutropenia.

Laju Endap Darah biasanya meningkat.

Pada pemeriksaan urinalisis, didapatkan protein dengan positif satu atau positif dua
sebagai akibat demam.

Uji Widal
Untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Reaksi : aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi dengan antibodi.
Antigen yang digunakan : suspensi Salmonella.

Maksud : menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita, yaitu


a. Aglutinin O
b. Aglutinin H
c. Aglutinin Vi
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksinya.
Faktor yang mempengaruhi :
1. Pengobatan dini antibiotik
2. Gangguan pembentukan antibodi
3. Waktu pengambilan darah
4. Endemik/non endemik
5. Riwayat vaksinasi
6. Reaksi anamnestik
7. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium
Hasil positif : ada aglutinasi
Diagnosis demam tifoid bila titer O = 1/160 atau lebih atau ada kenaikan progresif.
Sensitivitas dan spesifitas kurang
ELISA Salmonella typhi/paratyphi IgG dan IgM
Uji imunologik yang lebih baru.
Lebih sensitif dan spesifik dibanding uji widal.
Hasil :
1. IgM positif : ada infeksi akut
2. IgG positif : pernah kontak atau pernah terinfeksi
Pemeriksaan Fungsi Hati
Dilakukan pemeriksaan SGOT dan SGPT dengan hasil yang meningkat sebagai gambaran
peradangan sampai hepatitis akut.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Caranya : perbanyakan DNA kuman kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang
spesifik.
Kelebihan : sensitivitas dan spesifitas tinggi.
Spesimen : darah, urin, dan cairan tubuh lain.
Gall Kulture/Biakan Empedu
Gold standar untuk pemeriksaan demam tifoid atau paratifoid.
Hasil positif : menunjukkan diagnosis yang pasti.
Hasil negatif palsu, disebabkan :
1. Jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 ml.

2. Darah tidak dimasukkan ke dalam medial gall (darah dibiarkan beku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap).
3. Pengambilan darah masih dalam minggu kesatu sakit.
4. Terapi antibiotik.
5. Vaksinasi.
Kekurangan : butuh waktu lama untuk pertumbuhan kuman, biasanya 2 sampai 7 hari.
Spesimen :
1. Awal sakit : darah
2. Carrier atau stadium lanjut : urin dan tinja
CT-Scan dan MRI untuk melihat ada komplikasi abses hati atau tulang
Gambaran foto polos abdomen bila ada udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma
kanan untuk melihat ada tidaknya perforasi usus.
Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TUBEX
Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen lipopolisakarida O9.
Kelebihan : sensitivitas > 95 % dan spesifitas > 93 %.
Prinsip : mendeteksi antibodi IgM spesifik Salmonella typhi dalam serum penderita
dengan metoda Inhibition Magnetic Binding Imunoassay (IMBI) In Vitro menggunakan VShape Reaction Well.
Interpretasi :
a. < 2 : negatif : tidak menunjukkan adanya infeksi demam tifoid akut.
b. 3 : borderline : meragukan dan dilakukan pemeriksaan ulang.
c. 4-5 : positive : menunjukkan adanya infeksi demam tifoid akut.
d. > 6 : positive : menujukkan kuat adanya infeksi demam tifoid akut.
Pemeriksaan Penunjang DHF
1. Trombositopenia (<100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi (peningkatan Ht=20% setelah tindakan pemberian terapi cairan).
Diagnosis klinis DBD ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis dengan trombositopenia
dan hemokonsentrasi.

Pemeriksaan Laboratorium yang dapat menunjang infeksi dengue terdiri dari :


1. Pemeriksaan hematologi rutin
Hb normal, jika ada perdarahan Hb menurun

Ht cenderung meningkat karena ada hemokonsentrasi akibat kebocoran


plasma, peningkatan > 20% indicator pre-syok
Limfositosis relative, adanya peningkatan presentase jumlah limfosit pada
hitung jenis leukosit dengan jumlah hitung leukosit menurun/DBD
Hitung trombosit < 100.000/mm 3 pada hari 3-7 dan dapat mencapai 20.000/
mm3 pada keadaan ini sering ditemukan komplikasi perdarahan, DSS, hingga
kematian.
Morfologi SADT, limfositlimfosit atipik (limfosit plasma biru) yang pada
pewarnaan May Grunwald (Giemsa dan Wright) berwarna biru tua, halo
perinuklear dengan inti bulat/oval terletak eksentrik, distribusi kromatin
renggang, tampak ada gambaran nukleoli. Umumnya terjadi peningkatan LPB
> 4%, jika > 15% merupakan indicator pre-syok.
Defisiensi fibrinogen, faktor koagulasi V,VII,VIII,IX,X,XII.
2. Deteksi antiboy terhadap virus dengue dengan metode Pemeriksaan immnuserologi,
yaitu :
a. Uji HI (Hemaglutinin Inhibition Test)Gold standard WHO
Diperlukan 2 sampel darah yang diambil dengan interval 2-3 minggu setelah
onset penyakit. Titer tinggi akan menetap 2-3 bulan, umumnya mulai menurun
pada hari 30-40.
b. Uji pengikatan komplemen
Antibody pengikatan komplemen baru muncul setelah antibody HI terbentuk
dan lebih spesifik untuk infeksi primer dengue, cepat menghilang.
c. Uji neutralisasi
Metode yang dianggap paling baik Plaque Reduction Neutralization Test
(PNRT) berdasarkan adanya reduksi plak yang terjadi akibat dari proses
netralisasi virus oleh antibody dalam serum penderita.
d. Uji Mac elisa
Berdasarkan adanya antibody IgM pada serum penderita, munculnya IgM
bervariasi. Pada infeksi primer titer IgM lebih tinggi daripada infeksi
sekunder. Pada infeksi primer IgM dapat bertahan 90 hari setelah infeksi, tapi
ada juga yang menrun dan hilang pada hari ke60. jadi kelemahan uji Mac elisa
adalah tidak dapat membedakan infeksi akut dan kronis.
e. Uji IgG elisa indirek
Merupakan uji serologis yang sebanding dengan HI, tapi lebih sensitive dan
dapat membedakan infeksi primer dan sekunder.

Prinsip pemeriksaan imunoserologi adalah kenaikan antibody konvalesen sebesar =


4 kali titer antibody akut, dikenal dengan pemeriksaan Dengue NS-1 Ag yang
merupakan suatu protein nonstructural virus yang diekspresikan pada permukaan sel
yang terinfeksi dan disekresikan dalam sirkulasi darah pada saat viremia.

Metode pemeriksaan ada 2 macam yaitu :

Peningkatan enzim hepar, SGOT dan SGPT


Immunochromatography (rapid)
BP serum/plasma darah EDTA, interpretasi kualitatif

3. Pemeriksaan kimia klinik


4. Isolasi virus dengue
5. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Metode deteksi antigen, antibody/asam nukleat spesifik untuk virus dengue

Penatalaksanaan non farmakologi Demam Tifoid


1. Istirahat dan perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan
Perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, BAB, BAK

minimal sampai 7 hari bebas demam atau 14 hari


Kebersihan tempat tidur , pakaian, perlengkapan, yang digunakan harus dijaga
Posisi pasien harus diawasi untuk mencegah sekubitus dan pneumonia

ortostatik, perhatikan BAB (obstipasi) dan BAK (retensi urine).


2. Diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif)
Bertujuan untuk mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara

optimal
Asupan makanan yang kurang akan memperpanjang lama penyembuhan
Diet bubur saring untuk mencegah komplikasi perdarahan saluran cerna atau

perforasi usus
Pemberian makanan padat dini ( nasi dengan lauk pauk rendah selulosa atau
menghindari makanan berserat) aman untuk pasien.

Penatalaksanaan farmakologi Demam Tifoid


Obat2 anti mkroba yang sering digunakan untuk demam tifoid:

Kloramfenikol : dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari dapat diberikan


peroral atau IV. Diberikan sampai 7 hari bebas panas. Dari hasil pengalaman,

obat ini dapat menurunkan demam setelah hari ke 5


Tiamfenikol = dosis dan efektivitasnya hapir sama dengan kloramfenikol,
akantetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia
aplastik lebih rendah. Dosis 4 x 500 mg. demam turun setalah 5 6 hari

pengobatan
kotrimoksazol = efektivitasnya hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis
dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg

trimetropim) di berikan selama 2 minggu


ampisilin = dosis 50 150 mg/kgBB selama 2 minggu. Kemampuan

menurunkan demam lebih rendah dibandingkan kloramfenikol.


sefalosporin generasi 3 = seftriakson. Dosis 3 4 gram dalam dextrose 100

cc diberikan selama jam perinfus sekali sehari,selama 3 5 hari.


golongan florokuinlon =
Norfloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin dosis 400 mg/hari selama 7 hari
Kombinasi obat antimikroba
Indikasi pada keadaan tertentu, misal toksik tifoid, peritonitis atau perforasi,
syok septic, dan yang pernah di terbukti ditemukan lebh dari 2 macam
organism dalam kultur darah
Kortikosteroid
Indikasi pada toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septic
dengan dosis 3 x 5 mg

Penatalaksanaan DHF
Penatalaksanaan terdiri dari :
Cara pencegahan DBD :
1. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas,
botol bekas ).
4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.
5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap.

6. abatesasi
Prinsip penanganan :
1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya). Oleh karena
itu peranan anamnese yang cermat sangat penting2.
2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading dose dan
maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus ditimbang, dan
anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada).
3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi sedang, dengan
taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat Badan3
4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan laboratorium yang
yang akurat dan tepat waktu.
Fase demam

Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.


Antipiretik: paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

Perbanyak asupan cairan oral.

Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun.
Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.

Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD

Tatalaksana DBD Derajat II

Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

Pencegahan Demam Tifoid

Safe water

Food safety

Sanitation

Health Education

Vaccination (Ty21a / vivotif berna secara oral dan ViCPS secara parenteral)

Pencegahan DBD

Fogging

Abatisasi

Penyuluhan dan penggerakan masyarakat dalam PSN DBD ( Gerakan 3M :


mengubur, menutup dan membersihkan tempat-tempat yang menjadi genangan air
secara massal serta ikanisasi di bak-bak penampungan air baik diluar ruangan maupu
di dalam rumah sehingga diharapkan tidak ada kesempatan bagi nyamuk untuk
bertelur)

Komplikasi Demam Tifoid

KOMPLIKASI INTESTINAL
Perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik

KOMPLIKASI EKSTRA INTESTINAL


- kardiovaskuler: gagal sirkulasi perifer, miokarditis, tromboflebitis
- darah : anemia hemolotik, trombositopenia, KID, trombosis
- paru : pneumonia, empiema, pleuritis
- hepatobilier : hepatitis tifosa, kolesistitis
- ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis
- tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, artitis
- komplikasi neuropsikiatrik/tifoid toksik

Komplikasi DBD
Sindrom syok dengue (SSD)

Ensefalopati dengue

Akut Tubular Nekrosis

Edem paru

Prognosis Demam Tifoid

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Prognosis DBD
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada
yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh
sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian
terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,
kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

Anda mungkin juga menyukai