(Penyakit Infeksi)
Modul I
Group V
Nama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
NRP
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha
2011/2012
Fisiologi
Suhu jaringan tubuh dalam (inti) hampir selalu konstan
Suhu kulit suhu inti, naik dan turun sesuai dengan suhu lingkungan
Di daerah preoptik hipotalamus terdapat heat sensitive neuron dan cold sensitive neuron yang
berfungsi sebagai sensor temperature dalam mekanisme kontrol suhu tubuh.
Suhu tubuh hasil keseimbangan antara produksi panas (Heat product) & pengeluaran
panas (Heat loss) keseimbangan diatur oleh hipothalamus
Mekanisme penurunan temperatur bila tubuh terlalu panas:
vasodilatasi
berkeringat
penurunan pembentukan panas
Mekanisme peningkatan temperatur bila tubuh terlalu dingin:
vasokontriksi
piloereksi: otot erektor pili berkontraksi
peningkatan pembentukan panas
Manusia mempunyai konsep set-point untuk pengaturan temperatur. Pada 37,1C (temperatur
inti tubuh yang kritis) kenaikan dan penurunan temperatur tubuh menyebabkan perubahan
drastis pada kecepatan kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas.
Demam
Demam temperatur tubuh di atas batas normal.
Disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang
mempengaruhi pusat-pengaturan temperatur.
Macam-macam demam
Demam septik: suhu naik tinggi sekali pada malam hari,turun pada pagi hari (masih
diatas normal).
Demam intermitten: suhu badan turun ke tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam 1 hari.
Demam siklik: kenaikan suhu badan beberapa hari diikuti periode bebas demam
beberapa hari,kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula
Efek Pirogen
Pirogen : zat yang dapat menyebabkan peningkatan set-point termostat hipotalamus.
Pirogen dapat berupa protein, hasil pemecahan protein, zat-zat lain terutama toksin
liposakarida yang dilepaskan bakteri.
Pirogen dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Set-point pusat pengaturan temperatur hipotalamus lebih tinggi dari normal semua
mekanisme untuk meningkatkan temperatur tubuh terlibat beberapa jam: temperatur tubuh
juga mendekati tingkat ini.
Peranan IL-1
Bakteri atau hasil pemecahan bakteri difagositosis oleh leukosit, makrofag, dan limfosit
bergranula besar hasil pemecahan bakteri dicerna dan IL-1 dilepaskan ke dalam cairan
tubuh IL-1 mencapai hipotalamus demam meningkatkan temperatur tubuh dlm
waktu 8-10 menit.
IL-1 induksi pembentukan PG, t.u PG E2 atau zat lain yang mirip hipotalamus
reaksi demam.
Mikrobiologi mikroorganisme penyebab penyakit infeksi :
BAKTERI
Coccus Gram Positif : Streptococcus, Staphylococcus, Enterococcus
Basil Gram Positif : Bacillus, Clostridium, Listeria, Corynebacterium, Actinomyces,
Nocardia, Mycobacterium
Coccus Gram Negatif : Neisseria, Moraxella
Basil Anaerobik Gram Negatif : Pseudomonas, Legionella, Bordetella, Francisella, Brucella
Basil Lengkung Mikrofili Gram Negatif : Campilobacter, Helicobacter
Basil Anaerobik Fakultatif Gram Negatif Famili Enterobacteriaceae : Escherichia,
Klebsiella, Salmonella, Shigella,Proteus, Yersinia, Enterobactericeae lain
Basil Anaerobik Fakultatif Gram Negatif (Non Enterobacteriaceae) : Vibrio, Haemophilus,
Pasteurella
Basil dan Coccus Anaerobik Gram Negatif : Bacteriodes, Prevotella / Porphyromonas,
Fusobacteium
Family : Enterbacteriaceae
Sifat : Gram negatif (-)
Bentuk : Basil
Kapsul : Spora : Indol : Fermentasi gula-gula : laktosa & sukrosa () ; glukosa & manosa (+), menghasilkan
H2S, asam, reduksi nitrat, tidak menghasilkan cytochrome oxidase, Katalase (+)
Facultative anaerob
Dapat bertahan hidup di suhu dingin
Resisten terhadap brilliant green (hijau maleat), sodium tetrathionate, dan sodium
deoxicolate
Infeksi Salmonella melalui oral dari kotoran hewan (unggas, babi, tikus, sapi, hewan
peliharaan(kura-kura, burung beo))
Infective dose Salmonella 105-108; S. typhii 103 CFU
Sumber infeksi
:
o Air yang terkontaminasi feses
o Susu & dairy products
o Kerang
o Pengolahan telur yang tidak bersih
o Daging
o Narkotik (Marijuana)
o Hewan peliharaan
Diagnosis
o Kultur minggu 1 darah
o Kultur minggu 2 urin & feses
o Kultur minggu 3 feses
Medium differential : EMB, MacConkeys
Medium selektif
: SS agar (Salmonella-Shigella), Hektoen enteric agar, XLD,
Deoxycholate-citrate agar
Media penyubur
: Selenite F & tetrathionate broth
Virus Dengue
Termasuk ke dalam family Flaviviridae, genus flavivirus
Karakteristik : Bulat berdiameter 45 60 nm (diameter nukleokapsid 30 nm, ketebalan
selubung 10 nm), Genom : RNA untai tunggal positif dengan panjang kira-kira 11kb,
berselubung. Genom terdiri dari protein structural dan protein nonstructural, yaitu gen C
mengkode sintesa nukleocapsid (Capsid), gen M mengkode sintesa protein M (Membran),
dan gen E mengkode sintesa glikoprotein selubung (Envelope).
Virus ini stabil pada pH 7-9 dan pada suhu rendah, sedangkan pada suhu tinggi
infektivitasnya cepat menurun. Sifat dengue lainnya : sangat peka terhadap beberapa zat
kimia, seperti sodium deoxycholate, eter, chloroform, dan garam empedu karena ada amplop
lipidnya.
Virus Dengue memiliki 4 serotipe ; DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
Hospes : Virus dengue dapat berkembang biak di dalam tubuh manusia, monyet, simpanse,
kelinci, marmot, hamster, dan serangga khususnya nyamuk.
Transmisi virus melalui nyamuk Aedes spp ; A. aegypti dan A. albopictus. Virus ini
berkembang dalam tubuh nyamuk sekitar 8-10 hari dan bermigrasi ke kelenjar air liur
Communicable Disease
Definisi epidemiologi penyakit menular adalah epidemiologi penyakit terfokus dalam
mempelajari distribusi dan determinan penyakit (menular dan tidak menular) dalam populasi.
Klasifikasi Penyakit Berdasarkan etiologi (kausa)
- Penyakit infeksi
- Penyakit non infeksi
Berdasarkan Durasi :
- Penyakit akut : < 2 minggu
- Sub akut/Sub kronik
- Penyakit kronik: > 3 bulan
Communicable Diseases-biological agents
Biological agents = microorganism
- Virus
- Bacteria
- Protozoa
- Fungus
- Helminthes
- Others form of microorganism
Non Communicable Diseases-Non biological Agents
- Physics
- Nutrition
- Chemical
- etc
Spektrum Penyakit Menular
- Endemik
- Epidemik
- Pandemik
Importansi Penyakit Menular :
- Frekuensi morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi di negara berkembang
- New emergent diseases : HIV/AIDS, Ebola, dsb
- Reemergent diseases : MDR-TBC, Gonorhea (STDs)
- Memiliki dampak yang besar
Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Penyakit Menular
1. Lebih banyak tanpa gejala klinik yang jelas contohnya : tuberculosis dan
poliomyelitis
2. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contohnya: measles dan varicella
3. Penyakit menular yang bersifat fatal yang umumnya berakhir dengan kematian
contohnya : rabies dan tetanus neonatorum
b. Patogenesitas
- Kemampuan agent untuk menghasilkan penyakit dgn gejala klinik
yang jelas.
- Dipengaruhi oleh adanya infektivitas
- Staphillococcus tidak patogen bila di rektum. Tapi bila di rongga
peritoneum atau selaput otak, akan serius.
c. Virulensi
- Nilai proporsi penderita dgn gejala klinis yang berat thd seluruh
penderita dgn gejala klinis yang jelas.
- Dipengaruhi dosis, cara masuk/penularan, faktor pejamu.
- Poliomyelitis lebih berbahaya bila mengenai org dewasa daripada
anak-anak.
d. Antigenesitas/ Imunogenisitas
- Kemampuan AGENT menstimulasi HOST untuk menghasilkan
kekebalan/imunitas.
- Dapat berupa kekebalan humoral primer, kekebalan seluler atau
campuran keduanya.
- Dipengaruhi oleh faktor pejamu, dosis dan virulensi infeksi.
- Campak dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup. Gonococcus
tidak demikian, orang dapat terkena gonore beberapa kali.
3. Karakteristik Agent berkaitan dengan Environment
Sumber Penularan (reservoir)
- Unsur penyebab penyakit adl unsur biologis. Butuh tempat ideal berkembang
biak dan bertahan.
- Reservoir adl organisme hidup/mati, dimana penyebab penyakit hidup
normal dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia, binatang,
tumbuhan serta lingkungan lainnya.
- Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena merupakan komponen
utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai sumber penularan.
6. Hidatosis Anjing
7. Brucellosis Sapi, Kambing
8. Pes Tikus
Sumber penularan
1. Penderita
2. Pembawa kuman
3. Binatang sakit
4. Tumbuhan /benda
Cara penularan
1. Kontak langsung
2. Melalui udara
3. Melalui makanan/minuman
4. Melalui vector
B. Faktor Pejamu (HOST)
1. Umur, jenis kelamin, ras
2. Hereditas, perkembangan individu
3. Tingkah laku dan kebiasaan
4. Mekanisme pertahanan tubuh umum maupun spesifik
5. Status gizi
C. Faktor Lingkungan (ENVIRONMENT)
1. Lingkungan fisik
2. Lingkungan sosial-ekonomi
3. Lingkungan biologik
Periode Patogenesis
Mekanisme Patogenesis adalah efek patogen yang dihasilkan oleh unsur penyebab
infeksi dapat terjadi karena mekanisme:
HIV AIDS
Faktor lingkungan dan kebiasaan ( sanitasi buruk,banjir,akses air bersih dan toilet
kurang)
EPIDEMIOLOGI
Internasional: - negara berkembang ENDEMIK Asia, Afrika,Amerika latin.
-
GEJALA
LAB
DD
Demam
=
2/>
tanda:Leukopenia,trombositopenia,
cephalgia,atralgia,mialgia,nyero tanpa bukti kebocoran plasma,
retro-orbita
serologi dengue +
DBD
+ uji bendung
Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma
DBD
II
+perdarahan spontan
Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma
DBD
III
+ kegagalan sirkulasi
Trombositopenia
(<100.0000
tanpa bukti kebocoran plasma
DBD
IV
Sebagian kuman mati krn Asam Lambung, sebagian tidak mati (lolos)
KGB mesenterika
Kuman meninggalkan sel fagosit dan berkembak biak d luar sel/ruang sinusoid
Gejala sistemik
HATI
Kuman msk kantung empedu berkembang biak
Ad yg d kluarkan lewat feses, sebagian msk lgi ke sirkulais stlh tembus usus
Gejala inflamasi
(demam, malaise, cephalgia, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, koagulasi)
PLAQUE PEYERI
Makrofag hiperaktif
Hiperplasia jaringan
(S. Typhi intra makrofag induksi reaksi Hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jar, nekrosis
jar)
Erosi PD sekitar
GEJALA KLINIK
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala yg timbul bervariasi
dri ringan berat, dri asimtomatik simptomatik, komplikasi serta kematian.
MINGGU I:
o Gejala khas: penyakit infeksi akut (demam, nyeri kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, tidak enak di perut, batuk, dan
epistaksis)
o PF: suhu badan
o Sifat demam: meningkat perlahan-lahan, terutama sore hingga malam hari
MINGGU II:
o Gejala menjadi lebih jelas (demam, bradikardi relatif, coated pada lidah,
tremor lidah, hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental
(somnolen, stupor, delirium, psikosis)
Patogenesis DBD
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi
kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai pejamu (host)
terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang
kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang
lebih besar untuk menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh
sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai
antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi
tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection dapat
dilihat pada Gambar 1 yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping
itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir
fatal; oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian. Hipotesis
kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh
manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut
didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi
akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.
Dasar Diagnosis
Anamnesis
Nn.R, mahasiswi FK 22 tahun.
- KU : Demam sejak 5 hri yang lalu, dirasakan setiap hari, makin meningkat dari hari
ke hari. Menjelang sore demam semakin meningkat dan puncak pada malam hari disertai
menggigil, cephalgia bagian frontal, berkeringat banyak setelah minum parasetamol.
- Keluhan lain : nausea, anorexia, myalgia, nyeri pada daerah hypochondrium dextra,
obstipasi.
pernah berkunjung ke atau tinggal di daerah endemik malaria.
- Usaha berobat : parasetamol 3x500mg/ hari tidak membaik
- RPD : (-), alergi (-)
- RPK : adik baru sembuh Demam berdarah seminggu lalu
- Kebiasaan : Makan siang di tempat makan sekitar kampus.
- Menstruasi normal, HPHT 2 minggu lalu.
Pemeriksaan Fisik
- KU : tampak sakit sedang
- Kesadaran : apatis
- BB/TB : 55 kg/170 cm, BMI : 19
- Vital Sign : tensi 110/80 mmHg, nadi 68x/min isi cukup, reguler. Respirasi 20x/min,
Suhu 38,5oC
- Kepala : Mulut bibir kering dan pecah-pecah, lidah coated dengan tepi hiperemis
disertai tremor halus.
- Leher : DBN
- Thorax : DBN
- Abdomen :
> datar tak tampak kelainan, nyeri ketok CVA (-), Bowel Sound meningkat.
> Hepar teraba 3cm b.a.c & 2cm b.p.x, tepi tajam, konsistensi kenyal,
permukaan rata, nyeri tekan (+)
> Lien tidak teraba, ruang traube flat/redup
- Ekstremitas DBN
- Kulit : Tidak ditemukan roseolae atau petechiae
Pemeriksaan Laboratoium
Hematologi Rutin :
Hb
: 13 g/dl
Ht
: 39%
Leukosit : 3500/mm3
Hitung jenis : 1/0/2/32/55/10
Trombosit : 136.000/mm3
LED : 32 mm/jam
Hasil Urinalisis :
Makroskopik DBN, keton (+)
Mikroskopik
Leukosit 3-5/LPB
Hyaline cast 0-1 / LPK
Pemeriksaan Klinik :
SGOT 75, SGPT 120, ureum 32
Pada pemeriksaan urinalisis, didapatkan protein dengan positif satu atau positif dua
sebagai akibat demam.
Uji Widal
Untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman Salmonella typhi.
Reaksi : aglutinasi antara antigen kuman Salmonella typhi dengan antibodi.
Antigen yang digunakan : suspensi Salmonella.
2. Darah tidak dimasukkan ke dalam medial gall (darah dibiarkan beku dalam spuit
sehingga kuman terperangkap).
3. Pengambilan darah masih dalam minggu kesatu sakit.
4. Terapi antibiotik.
5. Vaksinasi.
Kekurangan : butuh waktu lama untuk pertumbuhan kuman, biasanya 2 sampai 7 hari.
Spesimen :
1. Awal sakit : darah
2. Carrier atau stadium lanjut : urin dan tinja
CT-Scan dan MRI untuk melihat ada komplikasi abses hati atau tulang
Gambaran foto polos abdomen bila ada udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma
kanan untuk melihat ada tidaknya perforasi usus.
Pemeriksaan Anti Salmonella typhi IgM dengan reagen TUBEX
Untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen lipopolisakarida O9.
Kelebihan : sensitivitas > 95 % dan spesifitas > 93 %.
Prinsip : mendeteksi antibodi IgM spesifik Salmonella typhi dalam serum penderita
dengan metoda Inhibition Magnetic Binding Imunoassay (IMBI) In Vitro menggunakan VShape Reaction Well.
Interpretasi :
a. < 2 : negatif : tidak menunjukkan adanya infeksi demam tifoid akut.
b. 3 : borderline : meragukan dan dilakukan pemeriksaan ulang.
c. 4-5 : positive : menunjukkan adanya infeksi demam tifoid akut.
d. > 6 : positive : menujukkan kuat adanya infeksi demam tifoid akut.
Pemeriksaan Penunjang DHF
1. Trombositopenia (<100.000/mm3)
2. Hemokonsentrasi (peningkatan Ht=20% setelah tindakan pemberian terapi cairan).
Diagnosis klinis DBD ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis dengan trombositopenia
dan hemokonsentrasi.
optimal
Asupan makanan yang kurang akan memperpanjang lama penyembuhan
Diet bubur saring untuk mencegah komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perforasi usus
Pemberian makanan padat dini ( nasi dengan lauk pauk rendah selulosa atau
menghindari makanan berserat) aman untuk pasien.
pengobatan
kotrimoksazol = efektivitasnya hamper sama dengan kloramfenikol. Dosis
dewasa 2 x 2 tablet (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400 mg dan 80 mg
Penatalaksanaan DHF
Penatalaksanaan terdiri dari :
Cara pencegahan DBD :
1. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng bekas,
botol bekas ).
4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.
5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap.
6. abatesasi
Prinsip penanganan :
1. Masa krisis DBD adalah hari ke 3 sampai ke 5 demam (umumnya). Oleh karena
itu peranan anamnese yang cermat sangat penting2.
2. Pemberian cairan yang optimal dengan menghitung initial loading dose dan
maintenance yang tepat. Untuk itu Berat Badan harus ditimbang, dan
anamnese Berat Badan sebelum sakit (kalau ada).
3. Patokan secara umum, penderita dianggap mengalami dehidrasi sedang, dengan
taksiran kehilangan cairan 5- 8 % dari Berat Badan3
4. Pemantauan keadaan klinis yang cermat dan pemantauan laboratorium yang
yang akurat dan tepat waktu.
Fase demam
Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun.
Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.
Safe water
Food safety
Sanitation
Health Education
Vaccination (Ty21a / vivotif berna secara oral dan ViCPS secara parenteral)
Pencegahan DBD
Fogging
Abatisasi
KOMPLIKASI INTESTINAL
Perdarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik
Komplikasi DBD
Sindrom syok dengue (SSD)
Ensefalopati dengue
Edem paru
Prognosis DBD
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada
yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat, shock yang tidak
teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh
sepsis karena tindakan dan lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian
terjadi pada kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,
kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
Quo ad sanationam
: ad bonam