Disusun Oleh:
Adya Sitaresmi
Jati Febriyanto ALP
Annisa Susilowati
Silvia Putri Kumalasari
Aninda Dwi Anggraeni
G99142024
G99142025
G99142026
G99142027
G99142028
Pembimbing:
dr. Triadhy Nugraha, Sp.JP(K), FIHA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT JANTUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan katup jantung merupakan keadaan dimana katup jantung
mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak dapat diatur dengan
maksimal oleh jantung. Suatu keadaan di mana terjadi refluks darah dari ventrikel
kiri ke atrium kiri pada saat sistolik karena katup mitral tidak menutup dengan
baik. Katup jantung yang mengalami kelainan membuat darah, yang seharusnya
tidak bisa, kembali masuk ke bagian serambi jantung ketika berada di bilik
jantung. Hal ini membuat jantung memiliki tekanan yang cukup kuat untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya, orang tersebut tidak bisa
melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu.
Kelainan katup jantung yang parah membuat penderitanya tidak dapat
beraktifitas dan juga dapat menimbulkan kematian karena jantung tidak lagi
memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan darah. Kelainan katup jantung
biasanya terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi sejak masih
dalam kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena
kecelakaan ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat
menyebabkan kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi
kesalahan teknis maupun prosedur dalam melakukan operasi pada jantung.
Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan 2 jenis gangguan
fungsional, yaitu insuffisiensi katup, di mana daun katup tidak dapat menutup
dengan rapat, sehingga darah dapat mengalir balik dan stenosis katup, di mana
lubang katup mengalami penyempitan, sehingga aliran darah dapat mengalami
hambatan. Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup (lesi
campuran) atau sendiri-sendiri (lesi murni). Penyakit katup jantung merupakan
penyakit jantung dengan insiden yang masih cukup tinggi, terutama di negara
berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan penelitian di berbagai daerah di
Indonesia, penyakit katup jantung ini menduduki urutan kedua setelah penyakit
jantung koroner.
Di negara-negara industri, prevalensi penyakit jantung katup diperkirakan
2,5%. Karena dominasi etiologi degeneratif, prevalensi meningkat penyakit katup
pada usia di atas 65 tahun, khususnya berkaitan dengan stenosis aorta dan
regurgitasi mitral, yang menyumbang 3 di 4 kasus penyakit katup. penyakit
jantung rematik masih merupakan 22% dari penyakit katup jantung di Eropa.
Di negara berkembang, penyakit jantung rematik masih penyebab utama
penyakit jantung katup. prevalensi tinggi, antara 20 dan 30 kasus per 1.000
subyek ketika menggunakan skrining ekokardiografi sistematis. Penurunan
BAB II
STATUS PASIEN
A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Alamat
: Ny. S
: 37 tahun
: Perempuan
: Islam
: Nyaen, Trobayan, Kalijambe, Sragen
: disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat dislipidemia
: disangkal
- Riwayat asma
: disangkal
- Riwayat gastritis
: disangkal
- Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
- Riwayat hipertensi
: disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat dislipidemia
: disangkal
- Riwayat asma
: disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
- Riwayat merokok
Riwayat olah raga
: disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
7. Riwayat Sosial dan Ekonomi
: disangkal
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
:
:
:
:
Thorax
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Oedem
:
:
:
:
Akral Dingin -
C. Pemeriksaan Penunjang
EKG
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
INDEX ERITROSIT
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
HEMOSTASIS
PT
APTT
INR
ELEKTROLIT
Natrium darah
Kalium darah
Klorida darah
KIMIA KLINIK
GDS
SGOT
SGPT
Albumin
Ureum
Creatinine
22/04/16
Nilai Rujukan
13.3
43
8.1
321
4.40
12.0 15.6
33 45
4.5 11.0
150 450
4.10 5.10
97.1
30.2
31.1
13.3
8.4
16
80.0 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
7.2 11.1
25 65
0.20
0.10
69.10
23.30
7.30
0.00 4.00
0.00 0.200
55.00 80.00
22.00 44.00
0.00 7.00
26.9
31.1
2.680
10.0 15.0
20.0 40.0
-
136
5.5
98
136 145
3.3 5.1
98 106
130
45
8 14
4.5
28
28
60 140
< 31
< 34
3.5 5.2
< 50
0.6 1.1
Foto dengan identitas Ny. S, 55 tahun, diagnosis klinis MS Severe. Foto diambil
di ruang radiologi RS Dr.Moewardi. Foto thorax dengan proyeksi PA. Kekerasan
cukup, simetris.
Cor
: CTR > 50%
Pulmo : Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler
meningkat, mengabur dengan hilar haze positif
Sinus costophrenicus kanan tajam kiri tumpul
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan:
Edema pulmonum
Efusi pleura sinistra
Cardiomegaly
Echocardiography
(Januari 2016)
MS severe, MR moderate, TR moderate, PH moderate
Wall motion global normokinetik, EF 54%
C. Diagnosis
Anatomis
Fungsional
Etiologi
Penyulit
Faktor risiko
D. Terapi
Planning terapi
1. Bedrest total bangsal Aster IV
2. Infus RL 20 cc/jam
3. O2 3 lpm nasal kanul
4. Diet Jantung III 1700 kkal
5. Injeksi lanoxin 0,5mg (1amp) evaluasi 2 jam bila HR 100x/menit
diinjeksikan 0,25mg (1/2 amp), bila HR < 100x/menit ganti dengan
digoxin 1x0,25mg
6. Simarc 2 mg 0-0-1/2
7. Furosemid 1 x 40mg
8. Valsartan 1 x 40mg
9. Sucralfat syr 3 x C1
Planning diagnostik
1. EKG evaluasi 2 jam selanjutnya
2. Lab melengkapi
A Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
Ad Fungsionam
: dubia ad bonam
B Follow Up
22 April 2016
S : Sesak nafas (+)
O : TD : 145/89 mmHg
HR : 100x/menit
N : 90x/menit
RR : 32x/menit
SiO2 : 98%
Cor : I : IC tak tampak
P : IC tak kuat angkat
P : Batas jantung melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal, irregular, bising (+) diastolik 3/60 di
axial
Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) lapang pandang paru
A : Ax : MS severe, TR moderate, MR moderate
Fx : ALO, EF 54%, AF rapid
Ex : PJR
P : Hiperkalemia, pleura efusi
P : 1. Bedrest total duduk
2. O2 ventilator NIV
3. Inf NaCl 0,9% 20 cc/jam
4. Diet jantung III 1700 kkal
5. SP furosemid 100mg/50cc 10mg/jam (5cc/jam)
6. SP dobutamin 250mg/50cc kec. 30cc/jam
10
7. Valsartan 1x40mg
8. Simarc 2mg (0-0-1 )
9. Inj lanoxin 0,5mg jika HR>110, jika HR<110 ganti digoxin
1x0,25mg
10. Inj ranitidine 1amp/12jam
11. Sucralfat syr 3xC1
12. Inj morphine 2,5mg (extra)
13. SP dopamine 200mg/50cc kec 2,5cc/jam
23 April 2016
S : Sesak nafas (+) berkurang
O : TD : 98/62 mmHg
HR : 82x/menit
N : 82x/menit
RR : 31x/menit
SiO2 : 99%
Cor : I : IC tak tampak
P : IC tak kuat angkat
P : Batas jantung melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal, irregular, bising (+) diastolik 3/4 di
axial
Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) 1/3 lapang pandang paru
A : Ax : MS severe, TR moderate, MR moderate, PH moderate
Fx : ALO, EF 54%, AF rapid
Ex : PJR
P : Hiperkalemia, pleura efusi minimal, dyspepsia, pneumonia
P : 1. Bedrest total duduk
2. O2 10 lpm NRM
3. Inf NaCl 0,9% 20 cc/jam
4. Diet jantung III 1700 kkal
5. SP furosemid 100mg/50cc 10mg/jam (5cc/jam)
6. SP dobutamin 250mg/50cc kec. 30cc/jam
7. Valsartan 1x40mg
8. Simarc 2mg (0-0-1 )
9. Inj lanoxin 0,5mg jika HR>110, jika HR<110 ganti digoxin
1x0,25mg
10. Inj ranitidine 1amp/12jam
11. Sucralfat syr 3xC1
12. Inj ceftriaxon 2g/24jam
13. Inj levofloxacin 750mg/24jam
14. Codein 3x10mg
15. Inj metoclopramid 10mg/8jam
24 April 2016
S : Sesak nafas (-)
O : TD : 110/38 mmHg
HR : 131x/menit
N : 131x/menit
11
RR : 24x/menit
SiO2 : 100%
Cor : I : IC tak tampak
P : IC tak kuat angkat
P : Batas jantung melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal, irregular, bising (+) diastolik III/IV di
apex
Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) di basal
A : Ax : MS severe, TR moderate, MR moderate, PH moderate
Fx : ALO, EF 54%, AF rapid
Ex : PJR
P : Hiperkalemia, pleura efusi minimal, dyspepsia, pneumonia
P : 1. Bedrest total duduk
2. O2 10 lpm NRM
3. Inf NaCl 0,9% 20 cc/jam
4. Diet jantung III 1700 kkal
5. SP furosemid 100mg/50cc 10mg/jam (2,5cc/jam)
6. SP dobutamin 250mg/50cc kec. 5mg/kgBB/menit
7. Inj lanoxin 0,5mg jika HR>100; jika HR<100ganti digoxin 0,25mg
1x1 tab
8. Inj ranitidine 50mg/12jam
9. Valsartan 1x40mg (tunda)
10. Simarc 2mg (0-0-1 )
11. Sucralfat syr 3xC1
12. Inj ceftriaxon 2g/24jam
13. Inj levofloxacin 750mg/24jam
14. Codein 3x10mg
15. Inj metoclopramid 10mg/8jam
25 April 2016
S : Sesak nafas (-)
O : TD : 92/35 mmHg
HR : 76x/menit
N : 70x/menit
RR : 20x/menit
SiO2 : 100%
Cor : I : IC tak tampak
P : IC tak kuat angkat
P : Batas jantung melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal, irregular, bising (+) diastolik III/4 di
apex
Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) di basal
A : Ax : MS severe, TR moderate, MR moderate, PH moderate
Fx : ALO (perbaikan), EF 54%, AF normo VR,
Ex : PJR
P : Hiperkalemia, pleura efusi minimal, dyspepsia, pneumonia,
hiperurisemia
12
P:
27 April 2016
S : Sesak nafas (-)
O : TD : 80/60 mmHg
HR : 62x/menit
N : 62x/menit
RR : 20x/menit
SiO2 : 100%
Cor : I : IC tak tampak
P : IC tak kuat angkat
P : Batas jantung melebar ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas normal, irregular, bising (+) diastolic III/6 di
apex
Pulmo : SDV (+/+), RBH (+/+) di basal
A : Ax : MS severe, TR moderate, MR moderate, PH moderate
Fx : ALO (perbaikan), EF 54%, AF normo VR, periode rem VT
Ex : PJR
P : Hiperkalemia, pleura efusi minimal, dyspepsia, pneumonia,
hiperurisemia
P : 15. Bedrest total duduk
16. O2 3 lpm nasal kanul
17. Inf NaCl 0,9% 20 cc/jam
18. Diet jantung III 1700 kkal
19. Inj furosemid 20mg/8jam
20. Inj ranitidine 50mg/12jam
21. Inj metoclopramid 10mg k/p
22. Digoxin 1x0,25mg
23. Valsartan 1x40mg jika TDS 100mmHg
24. Simarc 2mg (0-0-1 ) tunda
25. Sucralfat syr 3xC1
26. Inj ceftriaxon 2g/24jam
27. Inj levofloxacin 750mg/24jam
28. Codein 3x10mg
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit katup jantung adalah kelainan pada jantung yang
menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup
jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis
gangguan fungsional :
1) Regurgitasi daun katup tidak dapat menutup rapat sehingga darah
dapat mengalir balik (sinonim dengan insufisiensi katup dan
inkompetensi katup)
2) Stenosis katup lubang katup mengalami penyempitan sehingga
aliran darah mengalami hambatan.
Insufisiensi dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada satu katup,
dikenal sebagai lesi campuran atau terjadi sendiri yang disebut sebagai
lesi murni .
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi
katup
memaksa
jantung
memompa
darah
lebih
banyak
untuk
B. Epidemiologi
Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang masih
cukup tinggi insidennya, terutama di negara-negara yang sedang
berkembang seperti halnya di Indonesia. Namun demikian, akhir-akhir ini
prevalensi penyakit katup jantung ada kecenderungan semakin menurun.
Berdasarkan penelitian yang ditekankan diberbagai tempat di Indonesia
penyakit katup jantung ini menduduki urutan ke-2 atau ke-3 sesudah
penyakit koroner dari seluruh jenis penyebab penyakit jantung. (Gordis,
1985).
Insiden tertinggi penyakit katup adalah katup mitralis, kemudian
katup aorta. Kecenderungan menyerang katup-katup jantung kiri dikaitkan
dengan tekanan hemodinamik yang relatif besar pada katup-katup ini.
Insiden penyakit trikuspid relatif rendah. Penyakit katup pulmonalis jarang
terjadi. Penyakit katup trikuspidalis atau pulmonalis biasanya disertai
dengan lesi pada katup lainnya, sedangkan penyakit katup aorta atau
mitralis sering terjadi sebagai lesi tersendiri. (Gordis, 1985).
Di Negara maju terlihat penurunan insiden setelah 1900. Pada
tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika Serikat berkisar 0,52/100.000 penduduk. Karena pengobatan yang luas dan efektif dari
penggunaan antibiotik dalam mengobati infeksi dari streptococcus, insiden
pada reumatik endokarditis dengan penyakit katup pada jantung, termasuk
mitral stenosis, telah menurun di Amerika Serikat. Sekarang ini,
kebanyakan pasien adalah seseorang yang sudah tua yang sebelumnya
mengalami perkembangan degenaratif. Reumatik mitral stenosis masih
tetap
ditemui,
tetapi
timbul
pada
orang
yang
lebih
tua
dan
16
C. Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai penyakit yang hampir
selalu disebabkan oleh reumatik, tetapi sekarang telah banyak ditemukan
penyakit katup jenis baru. Meskipun terjadi penurunan insiden penyakit
demam reumatik, namun penyakit demam reumatik masih merupakan
penyebab lazim deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah.
(ODonnell MM, 2002)
Demam reumatik akut merupakan sekuele faringitis akibat streptokokus Bhemolitikus group A. Demam reumatik timbul hanya jika terjadi respon
antibodi atau imunologis yang bermakna terhadap infeksi streptokokus
sebelumnya. Sekitar 3% infeksi steptokokus pada faring diikuti dengan
serangan demam reumatik (dalam 2 hingga 4 minggu). Serangan awal demam
reumatik biasanya dijumpai pada masa anak dan awal masa remaja.
(ODonnell MM, 2002)
Patogenesis pasti demam reumatik masih belum diketahui. Dua
mekanisme dugaan yang telah diajukan adalah (1). respon hiperimun yang
bersifat autoimun maupun alergi dan (2). efek langsung organisme
streptokokus atau toksinnya. Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus
secara teori akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam
reumatik, dengan cara :
1. Streptokokus grup A akan menyebabkan infeksi faring.
2. Antigen streptokokus akan menyebabkan pembentukan antibodi pada
penjamu yang hiperimun.
3. Anitibodi akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan
penjamu yang secara antigenik sama seperti streptokokus (dengan kata lain
: antibodi tidak dapat membedakan antara antigen streptokokus dengan
antigen jaringan jantung).
4. Autoantibodi tersebut bereaksi dengan jaringan penjamu sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan.
Apapun patogenesisnya, manifestasi demam rematik akut berupa
peradangan difus yang menyebabkan jaringan ikat berbagai organ, terutama
jantung, sendi dan kulit. Gejala dan tandanya tidak khas, dapat berupa demam,
17
kerusakan
berarti.
Namun
serangan
berulang
akan
18
19
sekat
jaringan
ikat
tanpa
pengapuran
yang
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastol lebih kecil dari
normal. (ODonnell MM, 2002).
Berkurangnya luas efektif lubang katup mitral menyebabkan
berkurangnya daya alir katup mitral. Hal ini akan meningkatkan
tekanan di ruang atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara
atrium kiri dengan ventrikel kiri waktu diastole. Otot atrium mengalami
hipertfofi, untuk meningkatkan kekuatan pemompaan darah. Dilatasi
atrium terjadi karena volume atrium meningkat akibat ketidakmampuan
atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan
dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh
darah paru sehingga tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler
meningkat. Akibatnya terjadi kongesti paru-paru. Pada akhirnya,
tekanan arteri pulmonalis harus meningkat akibat peningkatan kronis
resistensi vena pulmonalis. Hipertensi pulmonalis meningkatkan
resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis, kemudian
terjadi hipertrofi ventrikel kanan. (ODonnell MM, 2002).
Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa
bertekanan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Kegagalan ventrikel
kanan dipantulakan ke belakang ke dalam sirkulasi sistemik,
menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer seperti
20
pada hati, kaki dan lain-lain. Bendungan hati yang berlangsung lama
akan menyebabkan gangguan pada fungsi hati. (ODonnell M, 2002).
21
bising
mid-diastolik
yang
bersifat
kasar,
bising
22
antara
lain
ikterus,
menurunnya
protein
plasma,
23
b.
Regurgitasi Mitral
Regurgitasi mitralis memungkinkan aliran darah berbalik
dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutupan katup yang tidak
sempurna. Perubahan-perubahan katup mitral tersebut adalah
kalsifikasi,
penebalan
dan
distorsi
daun
katup.
Hal
ini
kontraksi
atrium.
Selanjutnya
atrium
mengalami
24
berat, dan aliran darah melalui aorta menjadi berkurang dan secara
bersamaan terjadi kongesti ke belakang. Secara bertahap, urutan
kejadian yang diperkirakan akan terjadi pada paru-paru dan jantung
kanan yang terkena adalah : kongesti vena pulmonalis, edema
interstitial, hipertensi arteri pulmonalis dan hipertrofi ventrikel
kanan. (ODonnell MM, 2002).
reuma
maupun
pencegahan
terhadap
timbulnya
26
obat penurun beban awal dan beban akhir (preload dan afterload)
dapat digunakan pada penderita-penderita insufisiensi mitral yang
telah ada keluhan. Obat-obat vasodilator misalnya hydralazine dan
catopril dan lain-lain dapat memperbaiki hemodinamik serta
mengurangi keluhan. (Yusak M, 1996).
Pasien dengan regurgitasi mirtal yang asimtomatik atau
yang terbatas hanya pada waktu mengeluarkan tenaga tidak
dianggap sebagai calon untuk pengobatan operatif, karena
keadaannya tetap stabil untuk bertahun-tahun. Sebaliknya kecuali
terdapat kontraindikasi, pengobatan operatif seharusnya ditawarkan
kepada pasien dengan regurgitasi mitral parah yang keterbatasan
tidak memungkinkannya untuk bekerja penuh atau untuk
melakukan kegiatan rumah tangga normal meskipun pengelolaan
medis sudah optimal. Bahkan pada pasien dengan gejala ringan,
pengobatan
operatif
diindikasikan
jika
disfungsi
ventrikel
Stenosis Aorta
Stenosis aorta menghalangi aliran darah dari ventrikel kiri
ke aorta pada waktu sistolik ventrikel. Dengan meningkatnya
resistensi terhadap ejeksi ventrikel maka beban tekanan ventrikel
27
mengkompensasi
dan
mempertahankan
curah
28
sedangakan
penyediaan
oksigen
kemungkinan
29
Pada Auskultasi
didapatkan
bising ejeksi
sistolik,
30
Kemudian
sirkulasi
31
perifer
menjadi
hiperdinamik.
32
33
34
konservatif
ditujukan
untuk
mengurangi
36
Regurgitasi Trikuspidalis
Biasanya disebabkan gagal jantung kiri yang sudah lanjut
atau hipertensi pulmonalis berat, sehingga terjadi kemunduran
fungsi ventrikel kanan. Sewaktu ventrikel kanan gagal dan
membesar, terjadilah regurgitasi fungsional katup trikuspidalis.
Regurgitasi trikuspidalis berkaitan dengan gagal jantung kanan dan
temuan berikut ini : (ODonnell MM, 2002).
1. Auskultasi: bising sepanjang sistol
2. Elektrokardiogram: pembesaran atrium kanan (gelombang P
tinggi dan sempit dikenal sebagai P pulmonal) bila irama sinus
normal; fibrilasi atrium; hipertrofi ventrikel kanan
3. Foto thorax: pembesaran ventrikel dan atrium kanan
Konservatif ditujukan terutama bila terdapat tanda-tanda
kegagalan fungsi jantung berupa istirahat, pemakaian diuretik dan
digitalis.tanpa suatu tanda hipertensi pulmonal biasanya tidak
diperlukan suatu tindakan pembedahan.tetapi pada keadaan tertentu
dapat dilakukan tindakan anuloplasti dan pada yang lebih berat
dilakukan penggantian katup dengan prostesis. (ODonnell MM,
2002).
g.
Stenosis Pulmonal
Pasien dengan stenosis pulmonal ringan sampai sedang
biasanya tidak mempunyai keluhan, pasien ditemukan karena ada
bising sistolik pada pemeriksaan fisik biasa, bahkan pasien dengan
stenosis pulmonal beratpun kadang tanpa keluhan. Kalau ada
keluhan biasanya berupa dispneoe deffort, rasa lelah yang
berlebihan kedua keluhan ini sehubungan dengan kenaikan isi
sekuncup yang tidak adekuat pada saat olah raga.tak ada keluhan
ortopnea karena tekanan vena pulmonal normal pada stenosis
pulmonal. (Braunwald E, 1994).
37
38
Regurgitasi Pulmonal
Regurgitasi pulmonal sering sekali terjadi akibat disfungsi
valvular yang sekunder pada pasien dengan hipertensi pulmonal
kronik akibat stenosis mitral rematik, penyakit jantung pulmonal
dan sebab lain hipertensi pulmonal. Regurgitasi pulmonal
fungsional ini dipikirkan terjadi akibat dilatasi cincin katup
pulmonal. Walaupun jarang, regurgitasi pulmonal dapat terjadi
pada kelainan kongenital tersendiri, endokarditis infeksiosa yang
mengenai katup pulmonal dan penyakit jantung rematik. Pada
regurgitasi katup pulmonal sangat berat, tekanan arteri pulmonal
dan ventrikel kanan pada akhir fase diastolik sama atau mendekati
sama. Regurgitasi pulmonal akibat kongenital (primer) biasanya
tanpa disertai hipertensi pulmonal menimbulkan bising diastolik
dengan
nada
rendah
dan
sifatnya
crescendo-decrescendo,
40
41
42
dan sucralfat. Pada pasien dengan gagal jantung, jumlah cairan yang masuk ke
dalam tubuh sangat dibatasi sekali sehingga kecepatan tetesan cairan infus hanya
20cc/jam. Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan
untuk
memperlambat
laju
ventrikel
yang
cepat.
Diuretik
direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik
adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang
serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari
dehidrasi atau reistensi. Terapi dengan valsartan memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
43
1. Jenis jenis kelainan katup antara lain adalah mitral stenosis, mitral
regurgitasi, aorta stenosis, aorta regurgitasi, trikuspid stenosis,
trikuspid regurgitasi, pulmonal stenosis, dan pulmonal regurgitasi.
2. Katup yang terserang penyakit dapat menimbulkan 2 jenis gangguan
fungsional, yaitu insuffisiensi katup, di mana daun katup tidak dapat
menutup dengan rapat, sehingga darah dapat mengalir balik dan
stenosis katup, di mana lubang katup mengalami penyempitan,
sehingga aliran darah dapat mengalami hambatan.
3. Kelainan katup dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain (1).
dekstruksi katup oleh endokarditis bakterialis (2). defek jaringan
penyambung sejak lahir (3) disfungsi atau ruptura otot papilaris
karena aterosklerosis koroner dan (4). malformasi kongenital (5)
demam rematik.
B. Saran
1.
Deteksi dini pada pasien dengan penyakit abnormalitas katup jantung
sangat penting sehingga dapat segera mendapatkan penanganan dan
komplikasi yang mungkin muncul dapat dicegah
DAFTAR PUSTAKA
Boestan IN dan Baktijasa B, 2006. Penyakit Katup Jantung. Dalam
Standar Diagnosis Dan Terapi Penyakit Jantung Dan Pembuluh
44
dan
Kedokteran
Vaskular
Fakultas
Kedokteran
Penyakit
Katup
Jantung-Gangguan
Sistem
45
46
47