Anda di halaman 1dari 88

Gambar sampul depan:

Ilustrasi PLTN dan Bioetanol

Setiap makalah dalam majalah ilmiah ini telah ditelaah dan disunting oleh minimum satu
redaktur, dua mitra bestari dan dua penyunting/editor.

ISSN 1978 - 2365

Vol. 12 No.2 Desember 2013

KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN

Susunan Redaksi

Pembina

: Ir. Kasbani, M.sc

Pemimpin Redaksi : S.D. Natalina, S.H., M.M.


Redaksi

: M. Indra Al Irsyad, S.T., M.S.E., M.A.


: Dian Galuh Cendrawati, S.T., M. Sc.
: I Made Agus Dharma Susila, S.T., M. Eng
: Arfie Ikhsan Firmansyah, S.T., M.T.
: Slamet, S.T., M.T.
: Nanda Avianto Wicaksono, S.T., M.T.
: Ferry I. Sadikin, M.E.
: M. Iqbal Aman Mulyadi, S.T

Desain Grafis

: Bono Pranoto, S.T., M.T.


: Tweeda Augusta Fitarto, S.T.
: Maria Rosalind Munthe, S.Kom.
: Andriyanto, S.T.

Sekretariat

: Ir. Dwi Martono


: Kuspriyadi, S.E.
: Otto Anne N.D.S, S.H.
: Wijo

Mitra Bestari

Dr. M. Arief Yudiarto (Bioetanol)

Dr. Ir. Hamzah Hilal, M.Sc. (Analisis Energi dan Ketenagalistrikan)

Dr. Deendarlianto, S.T., M. Eng (Teknik Mesin)

Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS (Penginderaan Jarak Jauh)

Dr. R. Suharyadi, M.Sc (Penginderaan Jarak Jauh)

Ir. Bagas Pujilaksono, M.Sc., Lic.Eng. (Teknik Mesin, Teknik Nuklir)

Dr. Ir. Purwanto, DEA. (Teknik Kimia)

Ir. Indah Rachmatiah Siti Salami, M.Sc., Ph.D (Teknik Lingkungan Hidup)

PENGANTAR REDAKSI
Kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
karunia sehingga kami dapat menyajikan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi di
bidang ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan, dan konservasi energi yang terangkum dalam
majalah Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Volume 12 No. 2 Desember 2013.
Dalam mewujudkan Ketahanan Energi Nasional, Pemerintah berupaya mencapai dua target
yang telah dicanangkan dalam Blue Print Pengelolaan Energi Nasional 2006-2025, yaitu: target
konservasi energi dan target diversifikasi. Target pertama, konservasi energi ditujukan untuk
melakukan penghematan konsumsi energi hingga 37,25%, sedangkan target kedua, diversifikasi
energi diharapkan terjadi peningkatan kontribusi energi baru dan terbarukan hingga 17% dalam
bauran energi primer nasional. Kedua target tersebut diharapkan dapat tercapai pada tahun 2015.

Pembaca yang budiman,


Dalam upaya mencapai kedua target tersebut, Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
pada edisi kali ini memuat empat ulasan ilmiah di bidang konservasi energi dan lingkungan serta
tekno ekonomi. Naskah ilmiah pertama berisi analisis kesetimbangan energi dan perhitungan emisi
gas rumah kaca (karbon dioksida) pada siklus produksi bioetanol yang berasal dari bahan baku pati
singkong. Hasil analisis menunjukkan jumlah input energi yang dibutuhkan dan jumlah emisi
karbon dioksida yang dihasilkan.
Naskah kedua menyajikan studi tentang analisis biaya pembangkitan listrik dan biaya
sampingan dari pembangkit listrik dan non listrik. Selain itu, studi ini juga menyajikan
perbandingan ekonomis antara PLTN ukuran SMR dan PLTN ukuran besar dengan PLTU, dengan
mempertimbangkan aspek lingkungan.
Naskah ketiga merupakan studi untuk memperkirakan potensi limbah elektronik dari lampu
hemat energi (LHE) di Indonesia dengan menggunakan model logistik dan analisis aliran material
untuk memperkirakan laju penetrasi dan jumlah LHE yang dikonsumsi di masa depan. Hasil studi
ini menunjukkan perkiraan limbah LHE yang terbuang dan terakumulasi hingga tahun 2030 dan
limbah merkuri yang menyertainya
Naskah keempat berisi penelitian terkait pembuatan dan pengujian efisiensi prototipe
generator termoelektrik berbahan bakar minyak jelantah. Diharapkan penelitian ini dapat
mendorong pemanfaatan minyak jelantah sebagai sumber energi alternatif oleh masyarakat.

Pemerhati Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan,


Selain empat analisis ilmiah di bidang konservasi energi dan lingkungan serta tekno
ekonomi, edisi kali ini juga menyajikan pula pembuatan peta potensi limbah biomassa pertanian

dan kehutanan sebagai basis data pengembangan energi terbarukan. Pada tulisan ini membahas
Peta spasial potensi energi limbah biomassa yang dapat digunakan untuk pengembangan
pemanfaatan energi biomassa. Selain pengembangan peta potensi energi biomassa juga
dikembangkan pembuatan peta energi biogas. Peta energi biogas ini adalah peta WebGIS berbasis
perangkat lunak OpenGeo. Peta tersebut diharapkan dapat menjadi acuan program Pemerintah
dalam mengembangkan energi biogas secara nasional. Dengan memanfaatkan teknologi WebGIS,
peta potensi yang disusun dapat langsung diakses melalui internet kapanpun dan dari manapun
sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif, sistematik, dan efisien oleh seluruh stakeholder terkait.
Dewan Redaksi melakukan seleksi terhadap naskah yang masuk agar terhindar dari
plagiat/penjiplakan tulisan. Naskah ilmiah yang diterima Redaktur untuk Vol 12 No.2 Desember
2013 berjumlah 12 naskah, 6 naskah diantaranya layak muat dengan 1 naskah merupakan hasil
review volume sebelumnya, sedangkan 6 naskah lainnya akan dilakukan proses review lebih lanjut
pada edisi berikutnya. Sehingga majalah Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan Volume 12
No. 2 kali ini memuat 6 naskah ilmiah.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada penulis naskah ilmiah yang telah
menyumbangkan tulisannya, dan semua pihak yang membantu terselesaikannya majalah ilmiah ini.
Semoga apa yang kami sajikan dapat menambah wawasan informasi dan bermanfaat bagi kita
semua.

Jakarta,

Desember 2013

Salam,

Dewan Redaksi

Vol. 12 No.2 Desember 2013

ISSN 1978 - 2365

KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN


DAFTAR ISI

KESETIMBANGAN ENERGI DAN EMISI CO2 BIOETANOL


BERBAHAN BAKU PATI SINGKONG
Oleh : Adolf Leopold SM Sihombing, I Made Agus Dharma Susila, Medhina
Magdalena

79-90

COMPARATIVE ECONOMIC ASSESSMENT BETWEEN SMR


PLANTS AND LARGE PLANT IN COMPARISON WITH CPP
TAKING INTO ACCOUNT ENVIRONMENTAL ASPECT

91-102

Oleh : Mochamad Nasrullah


POTENSI LIMBAH LAMPU HEMAT ENERGI DI INDONESIA
Oleh : I Made Agus Dharma Susila, Medhina Magdalena, Adolf Leopold
Sihombing

103-112

PEBUATAN DAN PENGUJIAN PROTOTIPE GENERATOR


TERMOELEKTRIK BERBAHAN BAKAR MINYAK JELANTAH
Oleh : Priskila Harli Siswantika, Nur Aji Wibowo, Andreas Setiawan

113-122

PETA POTENSI LIMBAH BIOMASSA PERTANIAN DAN


KEHUTANAN SEBAGAI BASIS DATA PENGEMBANGAN ENERGI
TERBARUKAN
Oleh : Bono Pranoto, Marlina Pandin, Silvy Rahmah Fithri, Syaiful
Nasution

123-130

PEMBUATAN WEBGIS PETA POTENSI ENERGI BIOGAS LIMBAH


TERNAK SAPI DAN KERBAU DENGAN PERANGKAT LUNAK
OPENGEO
Oleh : Nanda Avianto Wicaksono

131-148

Isi Jurnal dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernnya

Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan ini terbit berkala 2 kali setahun


(Juni, Desember)
Diterbitkan pertama kali pada tahun 2002 dengan nama Publikasi P3TEK
Alamat Redaksi/ Penerbit:
BIDANG AFILIASI DAN INFORMASI, SUB BIDANG INFORMASI
PUSLITBANG TEKNOLOGI KETENAGALISTRIKAN, ENERGI BARU, TERBARUKAN,
DAN KONSERVASI ENERGI
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230
Telepon (62-21) 7203530, Faksimili : (62-21) 7203525
Email : majalah.p3tkebtke@gmail.com , redaksi@puslitbangkebtke.esdm.go.id

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79 90

ISSN 1978-2365

KESETIMBANGAN ENERGI DAN EMISI CO2 BIOETANOL


BERBAHAN BAKU PATI SINGKONG
ENERGY AND EMISSION BALANCE OF CO2 BIOETHANOL MADE FROM
CASSAVA STARCH
Adolf Leopold SM Sihombing, I Made Agus Dharma Susila, Medhina Magdalena
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230
leopoldsihombing@yahoo.com

Abstrak
Pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif untuk menggantikan peran bahan bakar fosil
perlu mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan. Penggunaan energi dan material selama siklus
produksi bioetanol akan melepaskan emisi gas rumah kaca (karbondioksida). Studi difokuskan pada
analisa kesetimbangan energi dan perhitungan emisi gas rumah kaca (karbondioksida) untuk bioetanol
yang berasal dari bahan baku pati singkong yang mencakup tahapan budidaya tanaman hingga proses
produksi bioetanol. Lokasi studi terletak di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) Lampung.Hasil studi
menunjukkan bahwa nilai input energi pada siklus produksi bioetanol sebesar 26,142 MJ/kg-BE atau
0,970 MJ/MJ-BE, dengan nilai emisi sebesar 4,527 kg CO2/kg-BE atau 0,168 kg-CO 2/MJ-BE. Tahapan
budidaya tanaman singkong berkontribusi sebesar 13% dari total kebutuhan energi dan 5,5% dari total
emisi CO2 yang hasilkan. Penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan dengan memanfaatkan
potensi energi dari biogas dalam menggurangi pemakaian bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan
energi peralatan listrik pada pabrik etanol/bioetanol.
Kata kunci : bioetanol, emisi CO2, kesetimbangan energi
Abstract
The development of bioethanol as an alternative fuel to substitute gasoline must consider the
environmental impact. As we know that the use of energy and materials during the lifecycle of
bioethanol production releases greenhouse gas emissions (carbon dioxide). A study of energy balance
and greenhouse gas emission, covering from cassava cultivation process until bioethanol production,
has been done to evaluate cassava-based ethanol. The study took place in Balai Besar Teknologi Pati
(B2TP) Lampung. The results showed that the value of the energy input in the lifecycle of bioethanol
production was 26.142 MJ / kg-BE, equivalent to 0.970 MJ / MJ-BE, and the greenhouse gases emitted
was 4,527 kg-CO2/kg-BE, equivalent to 0.168 kg-CO2/MJ-BE. Cassava cultivation contributed 13% of
total energy and 5.5% of total CO2 emissions. The utilization of biogas on electrical equipment on
bioethanol plant could also reduce GHG emissions.
Keywords : bioethanol, CO2 emission, energy balance

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

79

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 Vol.
: 79 1290No. 2 Desember 2013 : 79 90
4
produksi. Setiap tahapan proses dimungkinkan

PENDAHULUAN
Isu yang saat ini sedang berkembang di

untuk melepaskan emisi yang berasal dari

Indonesia adalah kelangkaan bahan bakar

konsumsi energi dalam menjalankan proses

minyak (BBM) di beberapa lokasi. Hal ini tentu

tersebut [3]. Untuk itu perlu adanya penelitian

menambah persoalan di sektor energi selain

guna mengkaji besar kebutuhan energi dan

tantangan bahwa energi belum dapat dirasakan

potensi pelepasan emisi selama proses produksi

secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

bioetanol, sehingga pengembangan bioetanol

Salah satu sumber energi yang dapat mengganti

dalam skala besar selaras dengan upaya

peran BBM adalah bioenergi, dikarenakan

peningkatan

bioenergi atau bahan bakar nabati (BBN)

penurunan emisi gas rumah kaca. Studi kali ini

merupakan satu-satunya energi yang dapat

akan difokuskan pada pengembangan produksi

disediakan dalam tiga

wujud yaitu cair

bioetanol dengan menggunakan bahan baku

(biodiesel, bioetanol, biooil), padat (biomassa)

pati singkong. Biomassa singkong memiliki

dan gas (biogas). Sampai dengan tahun 2010

rasio kandungan pati/gula yang besar yaitu

pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN)

150-300 gram per kg biomassa [2]. Nilai ini

seperti biodiesel, bioetanol dan bio-oil baru

masih dibawah biomassa jenis jagung dan

sebesar 2.912 ribu KL [1].

tebu/tetes. Akan tetapi tanaman singkong

Pengembangan bioetanol dipilih karena

kualitas

merupakan jenis

lingkungan

melalui

tumbuhan yang mampu

Indonesia memiliki sumber daya yang cukup

beradaptasi

dengan

berbagai

besar dalam menumbuhkan tumbuhan sebagai

lingkungan

sehingga

bahan baku untuk produksi bioetanol.Bioetanol

dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia.

berpotensi

kondisi
untuk

merupakan salah satu sumber energi alternatif


untuk bahan bakar yang dihasilkan dari

Proses Produksi Bioetanol

tanaman berpati seperti biji-bijian (terutama

Lokasi studi dilakukan di Balai Besar

jagung, sorgum, gamdum) dan umbi-umbian

Teknologi Pati (B2TP),Negara Bumi Ilir,

(ubi kayu, ubi jalar, kentang) serta tanaman

Kabupaten

yang menghasilkan gula (tebu, nira, aren,

Lampung. B2TP merupakan suatu lembaga

nipah, sorgum manis, dan gula beet) dan bahan

riset yang telah melakukan ujicoba produksi

berselulosa

bioethanol dari berbagai bahan baku seperti

(jerami,

ampas

tebu,

tongkol

Seperti diketahui bahwa suatu produk


dibedakan

siklus

hidup

berdasarkan

Tengah,

Provinsi

singkong, molase, jagung dan onggok. Alur

jagung, serbuk gergaji) [2].


memiliki

Lampung

tersendiri
tahapan

yang

proses produksi etanol/bioetanol pada pabrik di


B2TP

dapat

dilihat

pada

proses

Diterima
: 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
80

gambar

1.

Kesetimbangan
Energi Dan Emisi CO2 Bioetanol
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Berbahan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79
90 Baku Pati Singkong

Bahan Baku
Singkong

Conveyor
Belt

Pre-treatment
Pengupasan, Pencucian,
Pemotongan, dan
Pemarutan

Distilasi
Menghasilkan etanol
kadar 95-96%

Likuifikasi/ Pemasakan
Pemecahan rantai panjang
pati menjadi lebih
sederhana

Sakarifikasi
Proses penggulaan dari
rantai pati sederhana
menjadi glukosa

Fermentasi
Glukosa (gula)
menjadi Ethanol
dengan kadar 8-10%

Dehidrasi
Menggunakan zeolit sintetis ukuran 3 amstrong
Diperoleh Fuel Grade Ethanol kadar 99,5%-99,8%

Gambar 1. Alur Produksi Etanol/Bioetanol di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP)


Bahan baku singkong dilewatkan ke
conveyor

scale

yang

berfungsi

sebagai

limbah. Kapasitas proses sakarifikasi sama


dengan proses pemasakan ditambah input

timbangan untuk menentukan kuantitas yang

enzim

akan diolah. Kapasitas harian produksi di Balai

dilakukan selama dua jam baru kemudian

Besar Teknologi Lampung (B2TP) adalah 50

ditransfer

ton singkong/hari. Setelah tahap penimbangan,

perjalanan ke tangki fermentor diharapkan

bahan baku singkong akan melewati beberapa

proses penggulaan telah sempurna. Pada proses

proses pre-treatment seperti pengupasan kulit

sakarifikasi dilakukan penambahan enzim dan

ari, pencucian singkong, pemotongan dan

nutrisi untuk mikroba. Pembiakan mikroba

pemarutan singkong hingga menjadi bubur.

dilakukan pada batch/tangki berbeda, sehingga

Kadar pati yang terbentuk sebesar 15-16%.

materi dari sakarifikasi dan mikroba dari seed

Pada

pemasakan/likufikasi terdapat

tank akan tercampur pada fermentor. Proses

beberapa input materi seperti air, uap (steam)

fermentasi dilaklukan selama 72 jam untuk

dan enzim alpha-amylase. Setelah proses

bahan baku ubi kayu. Setelah dari fermentor,

pemasakan, volume sebanyak 30 m3 dialirkan

terdapat proses lanjutan yang akan memisahkan

ke tangki proses penggulaan / sakarifikasi

cairan dan padatan. Limbah padat ini disebut

melalui medium cooler untuk didinginkan

sludge yang dimanfaatkan sebagai pakan

sehingga mencapai suhu maksimal 60oC.

ternak.

Proses transfer materi dari tangki likuifikasi

penyaringan. Proses distilasi menggunakan

menuju tangki sakarifikasi dilakukan tanpa

direct steam (kontak langsung). Steam yang

menggunakan pompa, karena suhu tinggi pada

digunakan pada saat distilasi, pemasakan dan

tangki pemasakan membentuk tekanan tertentu.

seeding berasal dari sumber yang sama. Kadar

Sampai tahap sakarifikasi belum terdapat

alkohol pada proses fermentasi 8-10%, dan

proses

glukoamilase.
ke

tangki

Pemisahan

Proses

sakarifikasi

fermentor.

dilakukan

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

Selama

dengan

81

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 79 90
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79 90
akan meningkat menjadi 95-96% pada proses

tanaman sampai tahapan konversi menjadi

distilasi. Pemurnian ke level fuel grade

etanol/bioetanol seperti pada gambar 2. Unsur

dilakukan

dengan

transportasi dimasukkan dalam perhitungan

menggunakan zeolit. Zeolit berfungsi sebagai

guna menghitung emisi yang dihasilkan selama

penyaring atau absorber untuk menjerab air

proses pengangkutan bahan baku dari lahan

dikarenakan perbedaan ukuran molekul.

menuju pabrik. Selanjutnya akan dilakukan

pada

proses

dehidrasi

perhitungan pemakaian energi, material dan


dampak lingkungan yang dihasilkan pada

METODOLOGI
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

masing-masing

tahapan.

Analisa

dampak

berdasarkan

lingkungan dalam studi ini hanya difokuskan

kesetimbangan energi dari rangkaian proses

pada emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dalam

produksi bioetanol mulai tahapan budidaya

satuan kg CO2 per unit energi etanol/bioetanol.

menghitung

nilai

emisi

Gambar 2. Batasan Studi


Pengumpulan data dilakukan melalui

dapat berupa energi yang masuk secara

survei lapangan untuk mendapatkan data

langsung maupun tidak langsung seperti steam,

seperti

baku

diesel, listrik, pupuk, herbisida dan bahan kimia

pemupukan dan sistem

pendukung. Output energi didefinisikan sebagai

panen), teknologi produksi etanol (milling,

energi yang dikeluarkan oleh sistem ke

fermentasi dan purifikasi) sampai proses

lingkungan. Energi yang keluar dari sistem ini

pembuatan

didapatkan dari pemanfaatan produk samping

sistem

(persiapan lahan,

penyediaan

bioetanol.

bahan

Pengumpulan

data

mengambil lokasi di Balai Besar Teknologi

maupun

produk

utama

bioetanol

yang

Pati (B2TP) BPPT Lampung.

menghasilkan energi ke lingkungan. Produk


sebagai

samping yang dimaksud adalah biogas dan

energi dari lingkungan yang masuk dalam

DDGS yang keduanya memiliki potensi energi.

Input

energi

didefinisikan

sistem. Energi yang masuk dalam sistem ini

Diterima
: 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
82

Energi Dan Emisi CO2 Bioetanol


Ketenagalistrikan Dan Kesetimbangan
Energi Terbarukan
Berbahan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79
90 Baku Pati Singkong
Output CO2 didefinisikan sebagai emisi
CO2

yang

dihasilkan

oleh

sistem

dari

herbisida
dibutuhkan

dan

bahan-bahan
dalam

kimia

proses

yang

produksi

penggunaan utilitas-utilitas dalam sistem. CO2

etanol/bioetanol. Input utilitas energi dan non-

direduksi didefinisikan sebagai jumlah emisi

energi akan ditampilkan pada tabel 1 dan 2

CO2 ke lingkungan yang berhasil dikurangi

berikut.

oleh produk dari sistem jika dibandingkan


dengan

penggunaan

utilitas

yang

disubstitusinya. Perhitungan output energi dan


emisi

CO2

yang

direduksi

hanya

mempertimbangkan produk utama bioetanol


dan

produk

samping

biogas

dalam

mensubstitusi penggunaan bensin (gasoline)


dan diesel [9].
Kesetimbangan

energi

adalah

perbedaan nilai antara energi yang dibutuhkan


selama proses produksi etanol/bioetanol dengan
kandungan

energi

bahan

bakar

fosil

(bensin/gasoline) yang digantikan. Sedangkan


kesetimbangan

GRK

(CO2)

merupakan

perbedaan antara total emisi GRK selama


proses produksi etanol dengan emisi yang
dihasilkan selama produksi bahan bakar fosil
(bensin/gasoline).

bagian

etanol/bioetanol

yang

dimana

tiap

bagian

memerlukan input utilitas baik secara langsung


maupun tidak langsung. Penggunaan input
utilitas akan berimplikasi terhadap pelepasan
jumlah emisi CO2.Termasuk di dalam utilitas
langsung atau utilitas energi yaitusteam yang
dihasilkan,

Input Energi
Unit
Nilai
MJ/kg
33.2
MJ/kg
1.4
MJ/kg
3.5

Urea (CO(NH2)2)
SP-36
KCl
Amonium Phosphate
(NH4)H2PO4
MJ/kg
0.35
Pupuk Kandang
MJ/kg
0.204
Gulma (Herbisida)
MJ/kg
215
Enzim alpha amilase
MJ/kg
15
Enzim gluko amilase
MJ/kg
87
Mikroorganisme/yeast
MJ/kg
10.22
Sumber :
(a) Kamahara (2010)[4]
(b) Kongshaug. G., (1998)[5]
(c) MacLean, H and Spatari, S.[6]
(d) Analisis Energi Input-Output Produksi
Rambutan
(e) Pottasium Chloride in Fertigation

Nama Bahan

digunakan dalam studi ini dibagi kedalam


beberapa

Nama Bahan

Tabel 2. Input Utilitas Energi

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sistem

Tabel 1. Input Utilitas Non-Energi

penggunaan bahan bakar

dan

konsumsi listrik, sedangkan utilitas tidak


langsung atau utilitas non-energi seperti pupuk,

Input Energi
Unit
Nilai
MJ/kg
43.38
MJ/kg
44.75
MJ/kg
26
MJ/m3
32.6
MJ/kWh
10.47
3
MJ/m
20.16
MJ/kg
18.71

Solar
Premium
Batubara Sub-bitum
Gas Metana
Listrik
Biogas
DDGS
Sumber :
(a) IEA
(b) Kamahara (2010)
(c) Energi Statistik Kanada (1978)
(d) http://chemeng.queensu.ca
(e) Karakterisasi
Gasifikasi
Biomassa
Ampas Tebu

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

83

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
No. 2 Desember 2013 : 79 90
Vol. 12 No. 2 Desember 2013Vol.
: 7912
90
Analisa perhitungan nilai emisi dari

Besar Teknologi Pati (B2TP) adalah 13.056,76

produk bioetanol dibagi atas dua tahapan yaitu

MJ/Ha dengan emisi sebesar 924,74 kg-

budidaya tanaman bahan baku (singkong) dan

CO2/Ha. Apabila ikut memperhitungkan jumlah

proses produksi bioetanol berbahan baku pati

produktivitas lahan maka akan diperoleh input

singkong. Unsur transportasi hanya menghitung

energi sebesar 0,435 MJ/kg-singkong dengan

proses pengangkutan hasil panen ke lokasi

nilai emisi 0,031 kg-CO2/kg-singkong.

pabrik/pengolahan,

dimana

perhitungannya

digabung dalam tahapan budidaya tanaman.

Input energi yang dibutuhkan selama masa


budidaya tanaman singkong berdasarkan data
dari PT. Medco Ethanol Lampung adalah
13.898,46 MJ/Ha dengan emisi sebesar 904,12

Tahapan Budidaya Tanaman Singkong


Ketersediaan bahan baku tentunya

kg-CO2/Ha. Apabila ikut memperhitungkan

dipengaruhi oleh proses budidaya tanaman

jumlah

produktivitas

lahan

maka

akan

bahan baku. Proses budidaya tanaman ini akan

diperoleh input energi sebesar 0,463 MJ/kg-

menggunakan banyak input baik itu secara

singkong dengan nilai emisi 0,030 kg-CO2/kg-

langsung seperti penggunaan bahan bakar

singkong.

pada

Nilai input energi dan emisi CO2 dari

penggunaan pupuk dan herbisida. Tabel 3 akan

budidaya tanaman singkong pada kedua lokasi

menampilkan kebutuhan input energi pada

(B2TP dan PT MEL) diatas tidak memiliki

budidaya tanaman singkong di B2TP. Sebagai

perbedaaan.

data pembanding digunakan data budidaya

rentang antara 0,435 0,463 MJ/kg-singkong,

tanaman singkong di PT Medco Ethanol

sedangkan besar emisi CO2 memiliki rentang

Lampung seperti pada tabel 4.

antara 0,030 0,031 kg-CO2/kg-singkong.

maupun

tidak

langsung

seperti

Kebutuhan

energi

Besar input energi selama masa budidaya


tanaman singkong berdasarkan data dari Balai
Tabel 3.

Input Material dan Emisi CO2 untuk Budidaya Tanaman


Singkong di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP)
Energi
Proses/Material
Nilai
Satuan
(MJ)
Input Material
Produktivitas Lahan
30,000.00 kg/Ha
Urea (CO(NH2)2)
200.00 kg/Ha
6,640.00
SP-36
150.00 kg/Ha
210.00
KCl
150.00 kg/Ha
525.00
Pupuk Kandang
3,000.00 kg/Ha
612.00
Herbisida
3.00 kg/Ha
645.00
Solar untuk olah lahan
40.80 kg/Ha
1,769.90
Transpotasi kebun-pabrik
61.20 kg/Ha
2,654.86
13,056.76
TOTAL

CO2
(kg)

405.04
13.44
29.40
121.79
38.70
126.55
189.82
924.74

Diterima
: 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
84

memiliki

Kesetimbangan
Ketenagalistrikan Dan Energi
TerbarukanEnergi Dan Emisi CO2 Bioetanol
Baku Pati Singkong
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79 Berbahan
90
Tabel 4. Input Material dan Emisi CO2 untuk Budidaya Tanaman
Singkong di PT Medco Ethanol Lampung
Proses/Material
Nilai
Satuan
Energi
CO2
(MJ)
(kg)
Input Material
Produktivitas Lahan
30,000.00 kg/Ha
Urea (CO(NH2)2)
250.00 kg/Ha
8,300.00
506.30
NPK
100.00 kg/Ha
Herbisida
7.50 kg/Ha
215.00
12.90
Solar untuk olah lahan
49.30 kg/Ha
2,138.63
152.91
Transpotasi kebun-pabrik
74.80 kg/Ha
3,244.82
232.00
13,898.46
904.12
TOTAL
Tabel 5. Input Material dan Emisi CO2 untuk Proses Produksi
Etanol/Bioetanol di B2TP
Energi
Proses/Material
Nilai
Satuan
CO2 (kg)
(MJ)
Input Material
Bahan baku singkong
50,000.00
kg
Proses Produksi Etanol
Listrik
2,063.85 kWh
21,608.51 9,460.21
Solar untuk genset
800.00
liter
29,498.40 2,109.14
Solar untuk boiler
1,500.00
liter
55,309.50 3,954.63
Batubara untuk boiler
4,230.00
kg
109,980.00 9,711.23
Kebutuhan uap
39.00
ton
Nutrien Urea CO(NH2)2

74.00

kg

2,456.80

149.86

Nutrien (NH4)H2PO4

15.00

kg

5.25

1.04

Enzim alpha amilase


Enzim gluko amilase
Output Material
Bioetanol
Biogas [7]

15.50
9.30

kg
kg

232.50
809.10

232.50
6,068.25

6,000.00
1606.00

kg
m3

Tahapan Proses Produksi Etanol/Bioetanol


Balai Besar Teknologi Pati (B2TP)
memiliki

pabrik

produksi

etanol/bioetanol

dengan kapasitas pengolahan singkong di


pabrik

sebesar

50

ton/hari

dan

161,760.00 11,209.97
32,376.96
2392.94

kebutuhan uap untuk proses dipenuhi dari


boiler berbahan bakar batubara. Terlihat pada
tabel 5, bahwa kontribusi terbesar input energi
berasal dari pemakaian batubara untuk boiler.

mampu

Total jumlah energi yang dibutuhkan

menghasilkan bioetanol sebesar 6000 kg/hari

selama

atau 7692 liter/hari. Kebutuhan listrik dipenuhi

mengikutsertakan tahapan budidaya tanaman

dari genset berbahan bakar solar, sedangkan

adalah sebesar 135092,16 MJ/hari dengan besar

produksi

etanol/bioetanol

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

tanpa

85

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 Vol.
: 79 1290No. 2 Desember 2013 : 79 90
Apabila

apabila dilakukan substitusi bioetanol dan

mengikutsertakan besar produksi bioetanol

biogas terhadap bensin dan solar adalah sebesar

maka diperoleh kebutuhan energi sebesar 22,51

13602,91 kg CO2 untuk kapasitas produksi

MJ/kg-BE atau 0,835 MJ/MJ-BE dengan emisi

6000 kg bioetanol.

emisi

25623,10

kg-CO2/hari.

Setiap

sebesar 4,271 kg-CO2/kg-BE atau 0,158 kg-

industri

etanol/bioetanol

memiliki profil kebutuhan energi dan sumber

CO2/MJ-BE.
etanol/bioetanol

bahan bakar yang berbeda-beda. Terlihat

memanfaatkan secara langsung pati tanaman

bahwa kebutuhan energi terbesar di B2TP

singkong, sehingga dalam perhitungan emisi

berasal dari konsumsi uap untuk proses seperti

perlu dimasukkan juga tahapan budidaya

pada pemasakan dan distilasi dengan persentase

tanaman. Input energi setelah mengikutkan

antara 83,86%. Nilai ini jauh dari kebutuhan

tahap

sebesar

listrik yang hanya sekitar 16,14%. Kebutuhan

156853,43 MJ/hari atau 26,142 MJ/kg-BE atau

energi ini disuplai dari berberapa jenis bahan

0,970

sebesar

bakar. Batubara menjadi sumber bahan bakar

27164,33 kg-CO2/hari atau 4,527 kg CO2/kg-

utama dengan persentase 78,85%. Pemanfaatan

BE atau 0,168 kg-CO2/MJ-BE.

sumber energi lainnya berasal dari solar sebesar

Siklus

produksi

budidaya

tanaman

MJ/MJ-BE,

adalah

dengan

emisi

Hasil di atas memperlihatkan bahwa

21,15%.

singkong

Balai Besar Teknologi Pati (B2TP)

berkontribusi sebesar 13% dari total kebutuhan

memiliki nilai net energy yang positif, tetapi

energi dan 5,5% dari total emisi yang hasilkan

nilai net CO2 bernilai negatif. Ini berarti jumlah

pada Balai Besar Teknologi Pati (B2TP).

emisi yang dilepaskan selama proses produksi

tahapan

budidaya

tanaman

Saat ini B2TP belum memanfaatkan

baik secara langsung maupun tidak langsung

produk biogas sebagai salah satu sumber energi

lebih besar dari potensi reduksi emisi dari

yang

produk

memiliki

potensi

sebesar

32376,96

utama

bioetanol

maupun

produk

MJ/hari. Analisis input/output proses produksi

samping biogas. Nilai emisi yang dihasilkan

bioetanol di B2TP memiliki nilai positif

B2TP menjadi besar dikarenakan sumber

dimana

untuk

energi untuk menghasilkan uap dan listrik

menjalankan sistem lebih kecil dibandingkan

berasal dari bahan bakar fosil seperti batubara

dengan energi yang terdapat pada output

dan solar. Ringkasan mengenai analisis energi

produk (bioetanol dan biogas) dengan selisih

dan emisi CO2 ditampilkan pada Tabel 6 dan 7.

energi

yang

dibutuhkan

37283,53 MJ. Emisi CO2 yang bisa direduksi

Diterima
: 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
86

Kesetimbangan
Energi Dan Emisi CO2 Bioetanol
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Berbahan
Baku Pati Singkong
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79 90
Tabel 6. Analisis Energi dan Emisi CO2 Bioetanol

LOKASI
B2TP Lampung
*
B2TP Lampung

Kapasitas
(kg-BE)

Input

ENERGI (MJ)
Output

EMISI CO2 (kg)


Output Direduksi

Out-In

6000.00 156853.43 194136.96


6000.00 135092.16 194136.96

37283.53
59044.80

27164.33
25623.10

13602.91
13602.91

*) sudah termasuk budidaya lahan

Tabel 7. Analisis Net Energy dan Net CO2 Bioetanol


LOKASI

Net Energy
Value

Net Energy
Ratio

6.21
9.84

1.24
1.44

B2TP Lampung *
B2TP Lampung

Net CO2
Ratio

Net CO2
Value
-2.260
-2.003

0.501
0.531

*) sudah termasuk budidaya lahan

Rasio Kesetimbangan Energi (Ratio of

energi biomassa seperti baggasse, sekam, dan

Energy Balance) merupakan perbandingan

biogas akan menurunkan nilai emisi CO2.

antara kandungan energi yang terdapat pada 1

Beberapa hasil studi perhitungan emisi CO2

liter bioetanol terhadap energi fosil yang

dari beberapa negara akan ditampilkan pada

dibutuhkan

tabel 8 .

untuk

menghasilkan

liter

bioetanol tersebut. Pada studi kali ini nilai rasio


kesetimbangan energi adalah sebesar 0,859

Tabel 8. Emisi CO2 dari Siklus Bioetanol di


Beberapa Negara

MJ/MJ-BE. Ini berarti kebutuhan energi dari

Negara

bahan bakar fosil hampir mendekati jumlah

Hasil
Studi
di
B2TP
(Cassava)
Brazil (Cane Molasse) [10]
Thailand (Cassava) [11]
Thailand (Cane Molase) [12]

kandungan energi yang terdapat pada produk


bioetanol.

Nilai

tersebut

berbeda

dengan

bioetanol berbasis molase di negara Brazil yang


hanya sebesar 0,08 MJ/MJ-BE. Hal ini
dikarenakan bioetanol berbasis pati singkong
mengkonsumsi lebih banyak bahan bakar fosil
dibandingkan dengan bioetanol berbasis molase
dimana sumber energinya terintegrasi dengan
memanfaatkan bahan bakar biomassa (bagasse)
pada pabrik gula. Kondisi ini pula yang ikut
menentukan nilai emisi dari siklus produksi
bioetanol. Semakin besar pemanfaatan sumber

Emisi CO2
(g-CO2/MJ-BE)
168,0
21,3
136,1
76,8

KESIMPULAN DAN SARAN


Beberapa hal yang dapat disimpulkan
dari studi Kesetimbangan Energi dan Emisi
CO2 Bioetanol Berbahan Baku Pati Singkong
antara lain :
a. Penurunan emisi gas rumah kaca dapat
dilakukan dengan mengurangi pemakaian
bahan bakar fosil seperti batubara dan
solar selama proses produksi dengan

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

87

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 79 90
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79 90
memanfaatkan sumber energi alternatif

Bioetanol,

yaitu biogas. Potensi biogas diharapkan

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan

mampu untuk memenuhi kebutuhan energi

dan Umbi-umbian, Balitbang Pertanian

listrik

peralatan

pada

pabrik

[3]

Buletin

Palawija,

Balai

Leopold, A., 2012. Peranan Teknologi


Dan Manajemen Lingkungan Dalam

etanol/bioetanol

Upaya

b. Kebutuhan energi pada tahapan budidaya

Penyediaan

tanaman singkong memiliki rentang antara

Berwawasan

0,435 0,463 MJ/kg-singkong, sedangkan

TKEBTKE

besar emisi CO2 memiliki rentang antara

[4]

Kamahara,

Energi

Lingkungan,
H.,

Yang

Puslitbang

Hasanudin,

U.,

Widiyanto, A., Tachibana, R., Atsuta, Y.,

0,030 0,031 kg-CO2/kg-singkong.


c. Kebutuhan energi pada tahap proses

Goto, N., Daimon, H., and Fujie, K.,

produksi bioetanol di B2TP sebesar 22,51

2010. Improvement Potential for Net

MJ/kg-BE atau 0,835 MJ/MJ-BE dengan

Energy Balance of Biodiesel derived

emisi sebesar 4,271 kg-CO2/kg-BE atau

from Palm Oil : A Case from Indonesian

0,158

Practice. Biomass and Bioenergy

kg-CO2/MJ-BE.

mengikutsertakan

Apabila

tahapan

budidaya

[5]

Kongshaug, G., Energy Consumption

menjadi

and Greenhouse Gas Emissions in

sebesar 156853,43 MJ/hari atau 26,142

Fertilizer Production. IFA Technical

MJ/kg-BE atau 0,970 MJ/MJ-BE, dengan

Conference 1998. International Fertilizer

emisi sebesar 27164,33 kg-CO2/hari atau

Industry Association

tanaman,

nilai

input

energi

4,527 kg CO2/kg-BE atau 0,168 kg-

[6]

H.,

and

Spatari,

S.,

Contribution of Process Chemical and

CO2/MJ-BE.

Enzyme Inputs to the Life Cycle of

d. Hasil di atas memperlihatkan bahwa


tahapan

MacLean,

budidaya

tanaman

Ethanol

singkong

berkontribusi sebesar 13% dari total

[7]

Souza,

S.N.M.,

Potential

for

The

kebutuhan energi dan 5,5% dari total emisi

Production of Biogas in Alcohol and

yang hasilkan pada Balai Besar Teknologi

Sugar Cane Plants for Use in Urban

Pati (B2TP).

Buses in The Brazil. World Renewable


Energy Congress 2011.
[8]

DAFTAR PUSTAKA
[1]

Kussuryani,
Aplikasi

Y.,

Sni

Anwar,
7390:2008,

C.,

[2]

Tebu Hasil Samping Industri Tebu yang

2008.

Menguntungkan, BBP2TP, Surabaya

Analisis

Bioetanol Dan Campurannya Dengan

Fatimah, N., 2010. Bioetanol Molase

[9]

Honsono, N., 2012. Analisis Life Cycle

Bensin

Bioetanol

Berbasis

Ginting, E., Sundari, T., Saleh, N., 2009.

Tandan

Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Industri

Indonesia, Universitas Indonesia

Kosong

Singkong

Kelapa

Diterima
: 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
88

Sawit

dan
di

Kesetimbangan
Ketenagalistrikan Dan Energi
TerbarukanEnergi Dan Emisi CO2 Bioetanol
Baku Pati Singkong
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 79Berbahan
90
[10] Joaquim,

et al., 2011.

Assessment

of

Brazilian

Life Cycle
Sugarcane

Products : GHG Emissions and Energy


Use
[11] Seksan Papong and Pomthong Malakul.,
2010.

Life-cycle

Energy

and

Environmental Analysis of Bioethanol


Production from Cassava in Thailand,
Bioresource Technology
[12] Thu Lan T Nguyen and Shabbir H
Gheewala., 2008. Life cyle Assessment of
Fuel Ethanol from Cane Molasesin
Thailand, Springer

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

89

Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan


Terbarukan
Dan Energi Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013Vol.
: 7912
90No. 2 Desember 2013 : 79 90

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 2 November 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

88

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102

ISSN 1978-2365

COMPARATIVE ECONOMIC ASSESSMENT BETWEEN SMR PLANTS


AND LARGE PLANT IN COMPARISON WITH CPP TAKING INTO
ACCOUNT ENVIRONMENTAL ASPECT
PENILAIAN PERBANDINGAN EKONOMI PEMBANGKIT LISTRIK SMR
DAN PEMBANGKIT LISTRIK BESAR DENGAN CPP DENGAN
MEMPERHATIKAN ASPEK LINGKUNGAN
Mochamad Nasrullah
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)-BATAN
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710
(021) 5204243
nasr@batan.go.id

Abstract
Construction of N uclear Power Plant (NPP) in a country is always a controversy. The size of capacity
on Nuclear Power Plant becomes important whether to use large capacity or small capacity, as this will
give an effect in the Levelized Unit Electricity Cost. The study will assess the LUEC and the Levelized
Unit Product Cost of electricity and non-electricity, also present a comparative economic assessment
between SMR and large PWR, and comparison with different energy resources taking into account the
environmental aspect. The models used to calculate the economics of power plants are G4Econs,
IAEAs models in spreadsheet form released in 2008. The models will take into account the investment
cost, fuel cost, operational and maintenance (O&M) cost. Using 10% discount rate, the result of
economic assessment shows that generation cost of large unit does not always cheaper the smaller units.
Keywords : single smaller and multi smaller plant, LUEC, LUPC, external cost
Abstrak
Pembangunan PLTN disetiap negara selalu terjadi suatu kontroversi. Ukuran kapasitas PLTN menjadi
penting apakah menggunakan kapasitas besar atau kecil, hal ini akan berpengaruh dalam biaya
pembangkitan listrik. Studi ini akan memperkirakan biaya pembangkitan listrik dan biaya sampingan
dari pembangkit listrik dan non listrik. Selain itu juga menyajikan suatu perbandingan perkiraan
ekonomi antara PLTN ukuran SMR dan PLTN ukuran besar yang akan dibandingkan dengan sumber
energi yang berbeda (PLTU) yang mempertimbangkan aspek lingkungan. Model yang digunakan untuk
menghitung keekonomian PLTN tersebut adalah G4Econs. Model ini dibuat IAEA dalam bentuk
spreadsheet yang dipublikasikan tahun 2008. Model ini akan menghitung biaya investasi, biaya bahan
bakar, biaya operasi dan perawatan. Dengan menggunakan discount rate 10% hasil perhitungan
ekonomi menunjukkan biaya pembangkitan ukuran besar tidak selalu murah jika dibandingkan dengan
ukuran kecil.
Kata kunci : pembangkit listrik kecil single dan multi, LUEC, LUPC, biaya eksternalitas

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 6 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

91

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102

analyzed to produce a description about the

INTRODUCTION
The size or capacity of Nuclear Power

benefit and the weakness of the construction

Plant becomes important whether to use large

of SMRs compared to the construction of a

capacity or small capacity, as this will give

large capacity NPP. Therefore, the result of

affect in the levelized unit electricity cost

the study will be beneficial to the decision

(LUEC). The study will assess the LUEC and

makers for NPP construction in Indonesia

the levelized unit product cost (LUPC) of


electricity and non-electricity sectors using

Objective Of Study
The objective of this study are:

G4Econs model. In 2004 the generation IV


economic modeling working group (EMWG)
commissioned

the

development

of

1.

To

estimate

the

levelized

electricity cost (LUEC) of NPPs in

microsoft excel-based model capable of

comparison

calculating the levelized unit electricity cost

resources

(LUEC) in mills$/kWh or $/MWh for

environmental aspect.

multiple types of reactor systems being

unit

2.

with

different

energy

taking

into

account

To present a case study on comparative

developed under the generation IV program.

economic

assessment

(LUEC

and

This overall modeling system is now called

LUPC) between SMR plants and large

G4-Econs (generation IV-excel calculation of

plant of PWR using the G4 Econs

nuclear systems) and is being expanded to

model.

calculate costs of energy products in addition


to

electricity,

such

as

hydrogen

and

METHODOLOGY
Levelized Unit of Electricity Cost (LUEC)

desalinated water.
In this study, nuclear power plant

In this study, independent estimates of

pressure water reactor (NPP-PWR) like as

the cost of generating electricity (LUEC) on

advance pressure reactor 1400 MWe (APR-

NPPs

1400), optimum pressure reactor 1000 MWe

performed

(OPR-1000), vodo-vodyanoi energetichesky

methodology and the numerical estimates of

reactor

the

1150

MWe

(VVER-1150)

and

with

various

SMRs

(PWR

using

the

factors

type)

were

scaling-law

affecting

the

advance gen III+ will be compared to system

competitiveness of SMRs. In order to assess

small

reactor

the economics of different SMR projects and

technology (SMART), KLT-40, mPower,

their deployment potential, this section

high-temperature

reactors

provides the analysis and evaluation of

(HTGR) and pebble bed modular reactor

the various economic factors affecting the

(PBMR). Effects of economic scale, learning,

competitiveness of SMRs.

and construction time schedule will be

formulasuggested in reference[1]reads:

92

and

medium

advance

gas-cooled

The LUEC

Comparative Economic Assessment Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With CPP
Taking Into Account Environmental Aspect
LUEC = (I t + O & M t + F t + C t + D t ) / (1 + r )
t

t (Elect t ) / (1 + r )

(1)

: The amount of electricity produced in


yeart;
: Annual discount rate;
: Operations and maintenance cost in
year t;
: Fuel cost in year t;
: Carbon cost in year t;
: Decommissioning cost in year t
: Investment cost in year t;

r
O&M t
Ft
Ct
Dt
It

building larger reactors. Reference [2]


suggests the following scaling function that

Where:
Elect t

optimization that could be realized while

can be used to illustrate the effect of


changing from a unit size P0 to P1 for the
same design but different capacity:
Cost (P 1 ) = Cost(P 0 )(P 1 / P0

)n

(3)

Cost (P1) : Cost of power plant for unit size P1,


Cost (P0) : Cost of power plant for unit size P0,
n
: Scaling factor

Factors affecting the investment cost of


i.e., for two smaller capacity plants it is

SMRs [2]
Under the assumption of equal annual
energy

generation,

the

equation

for

smaller than for two larger capacity plants.


The total scaling factor is 0.51.

calculating the constant dollar levelized

Construction Duration

capital cost can be expressed as:

The construction duration has a significant

LCC = (FCR x TCI C ) / E

(2)

the cost of financing. In general, reduction in

where
LCC
FCR
TCIC
E

impact on the total overall costs, because of

: levelized capital cost in constant dollars


($/MWh)
: constant dollar fixed charge rate
: total capital investment cost in constant
dollars ($)
: annual electric energy generation for
single unit (MWh/year).

The main factors affecting the investment


cost are:

the construction duration results in a decrease


in interest during construction. Effect on
reduction in construction duration will be
inputed in the calculations are shown on table
1.
Table 1. Effect on Reduction in Construction
Duration
Descriptions

Units

1 x 90
Mwe
SMART
-APR
526.61
3

1 x 90
Mwe
SMART
-APR
526.61
5

12
10.0

20
10.0

10.38

10.38

%
Millions $

2.59
88.90

2.59
158.05

The investments spread over construction


years (their sum is often referred to as the
overnight capital cost) depending on the
construction schedule, and
The discount rate r defining the interest on
investments, also known as the cost of
financing.

overnight cost
year to construct
number of quarters
annual Discount rate
SMART-APR given
quarterly payments
quarterly Discount
rate for calculation
IDC

Millions $
Years
Calculated
Quarters
%

Economy of scale
The specific cost, per kWe of installed

The Simplification of design [3]

capacity, overnight capital cost is known to

In some cases the SMR design can be

be reduced as the plant size is increased. This

simplified

compared

to

large

reactors

is due to economies of raw materials and

93

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102
belonging to the same technology line, by
incorporating certain design features that are
The factor is conservatively estimated by the
designer as: peculiar to smaller reactors.
Factor (4) is a correction factor for the
overnight cost increase resulting from the
application of scaling law (3).

[Designsimplification factorint . designPWR] = 0.85 (4)


First-of-a-kind factors and economy of
subsequent units on the site
Building reactors in series usually leads to a
significant per-unit cost reduction. This is
due to better construction work organization,
learning effect, larger volumes of orders
for the plant equipment and other factors.
However, the first-of-a-kind (FOAK) power
plant is usually considerably more expensive
than subsequent units. Reference [2] suggests
an

algorithm,

based

on

the

French

Table 2. Productivity and programme effects of


building NPPs in series
Plant
configu
ration

Cost of the
last unit (in
a box)

Total cost of
the plant

1 NPP

Productivit
y effect
(multiplicat
ive factor)
-

(1+x)T0

(1+x)T0

2 NPP

yT0

(1+x+y)T0

3 NPP

1/1+k

zT0

(1+x+y+z/1+k
)T0
4 NPP
1/(1+k)2
yT0
(1+x+y+z/1+k
+y/(1+k)2)T0
The industrial productivity coefficient k = 0%-2%. FOAK
extra cost parameter x = 15-55%. Parameter related to the
gain in building a pair units y= 74%-85%. Parameter
related to the gain in building two pairs of units on the
same site z=82%-95%

Levelized Unit of Product Cost [4]


The LUEC and LUPC can then be used to
determine whether the electric-only or joint
production

nuclear

energy

system

is

competitive in both the electricity market and


with alternative sources of the non-electricity
product.
LUPC = (C2 E2 x LUEC ) / W

(5)

experience, (see table 2) to calculate FOAK


plant effects in the overnight capital cost and
cost reductions from building more than one
serial plant on a site: The main parameters of
this algorithm are: x: FOAK extra cost
parameter ; y: parameter related to the gain in

LUEC : levelized unit electricity cost ($/kWh)


W
: the discounted sum of saleable non
electricity product (e.g., heat or
hydrogen),
E2
: net electricity for the joint production
facility (kWh)
LUPC : levelized unit product cost ($ per m3)
C2
: the discounted sum of plant (e.g., heat
or hydrogen),

building a pair of units; z: parameter related


to the gain in building two pairs of units on

RESULT AND ANALYSIS

the same site; k : industrial productivity

Capital cost estimate

coefficient.

The followings are the basic economic


parameters, power plant data used in
calculating the economic assessment and
evaluation. The capital cost, technical and
economic parameters of SMR and PWR that
will be inputed in the calculations are shown
on table 3 as follows.

94

Comparative Economic Assessment Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With
CPP Taking Into Account Environmental Aspect
Table 3. SMRs and plant configurations for which
independent LUEC Estimates were
obtained and the overnight cost (OVC)
for single-SMR plants [2]
Description
electric output (net),
MWe
construction
period/plant lifetime,
years
availability, %
SMR of relevance
from Table
large reactor used a
basis for scaling
plant configurations
considered for SMR

electric output for


large reactor, MWe
OVC for large reactor,
USD/kWe
OVC for SMR, scaled
with n=0.51, USD/
kWe
design simplification
factor
OVC for single SMR
plant, USD per kWe
total OVC for singleSMR plant USD
million
Description

PWR-35
35

PWR-90
(1)
90

PWR-90
(2)
90

4/40

3/60

3/60

85
KLT-40S

90
SMART

90
SMART

VVER1150
Twin unit
barge
mounted
plant
1070

APR1400
Single
unit land
based
plant
1343

OPR1000
Single
unit land
based
plant
954

2933

1556

1876

15672

5851

5965

Operation and Maintenance Costs


Operation and maintenance costs (O&M
costs) cover expenses needed to run the
operation of NPP. The level of O&M costs
depends on the technology and installed
power capacity. The O&M costs can be
splitted into two components: variable cost
and fixed cost. Fixed O&M cost is associated
with routine operational expenses covering
salaries of employees, cost of onsite spent
fuel temporary storage and auxiliary cost. It
has been assumed that the amount of total
O&M cost of SMR and large per year is
shown in table 4. The figure is estimated by
inferencing some information from various

0.85

0.85

0.85

references but is adapted to suit the prevailing

13321

4974

5071

condition in Indonesia.

2 x 466

448

456

PWR-125

HTGR

electric output (net),


MWe
construction
period/plant lifetime,
years
availability, %

125

112.5

MIT
PBMR
110

3/60

3/40

5/40

90

90

90

SMR of relevance
from Table
large reactor used a
basis for scaling
plant configurations
considered for SMR

mPower

HTGR

Advance
Gen III+
Five
module
plant

electric output for


large reactor, MWe
OVC for large reactor,
USD/kWe
OVC for SMR, scaled
with n=0.51, USD/
kWe
design simplification
factor
OVC for single SMR
plant, USD per kWe
total OVC for singleSMR plant USD
million

1350

PWR
1300
Single
unit land
based
plant
1300

MIT
PBMR
PWR
1300
Single
unit land
based
plant
1300

3382

2335

2335

10853

7745

7831

0.85

0.85

0.85

9225

6583

6656

1153

741

732

Table 4. Total O&M Fixed Cost and O&M


Variable Cost of NPP[5] large and
SMR[6]
Total O&M Cost

Fixed
O&M Cost
(US$/kW
annum)

Variable
O&M Cost
(mills$/kWh)

APR-1400
OPR-1000
VVER-1150
Advance Gen III+
SMART-APR
SMART-OPR
KLT-40
mPower
MIT PBMR
HTGR

60
85
76
60
21
21
26
15
11
11

5
7
6
5
4
4
7
5
3
3

Nuclear Fuel Cycle Cost


The nuclear fuel cycle consists in principle of
three basic parts. The first part is usually
called the front-end and includes all
activities connected with procurement of
nuclear material and services, production of
nuclear fuel and its transportation to the NPP

95

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102

site. The second part of the nuclear fuel cycle

Table 7. Hydrogen Plant

is normally defined as use of the nuclear fuel

Data Desalination Plant


Product density
Production Capacity
Base Unit Cost

in the reactor. It is generally referred to as


middle or in-core. For all subsequent

Units
g/cm3
Mm3H2/day
Mm3H2/year

Value
0.626
5.44
1985.6

manipulations and operations with used


(spent) fuel the term back-end of the
nuclear fuel cycle is used. The Components of
front-end nuclear fuel, middle part and back-

This study suggests 12 month of lead-time


for the desalination and hydrogen plant with
reference. We took a rather conservative
position, so the same lead time of 12 month

end cost for this study is shown in table 5.

as 12,000m3 H2O/day in G4Econs model was


used in this analysis. Production capacity of

Table 5. Data Fuel Cycle Cost [7]


Satuan

Uranium ore price


Oxide to UF6
conversion (natural or
virgin EU)
Enrichment for nonREPU (Virgin) UF6
Fabrication of virgin EU
fuel
Outside reactor bldg
spent fuel storage
DUF6
conv/storage/geologic
disposal
Geological Repository.
D

application base assumption value of HTGR

NPP
Large

SMR
PWR

SMR
HTGR

$/lbU3
O8

74.20

80.00

19.23

MWe is 219 Mm3H2 per year. But for HTGR

$/kgU

10

10

1 x 112.5 MWe and MIT PBMR 1 x 110

$/SWU
$/kgH
M
$/kgH
M

145

130

108

MWe is 18 Mm3H2 per year

240

220

240

salary and labor salary referred to a Tunisian

200

80

200

case study. We assumed labor cost is similar

Keterangan

12 x 112.5 MWe and MIT PBMR 12 x 110

7).

Management

between Tunisia and Indonesia. According to

$/kg
DU
mills$/
kWh

the study, management salary is 6,000


$/annum, and labor salary is 3,600 $/annum.

Economic and Technical Parameters for &

For this study, based on the suppliers

Hydrogen Plant [8] and Desalination[9]

information

Some assumptions will be used to calculate

constructing one unit of desalination plant

Desalination Plant and Hydrogen Plant of the

and hydrogen plant are estimated as about 3.7

economic and technical parameters, the

M $USD. Development of the concept of

following items:

cogeneration nuclear plant is industrial heat

Table 6. Desalination Plant

process, electric generation and desalination.

the

investment

cost

for

Units

Value

The heat plant (hydrogen) has the investment

m3 H2O /d

4000

cost with the value US$ M 140.090 8). Staff

$/(m3/d)

926.7

housing facilities and staff salary-related

Base Unit Cost


Water plant lead time

$
month

3,706,800
12

Production Capacity

Mm3H2O/year

1.46

Data Desalination
Plant
Unit size
Base Unit Cost

costs are 0.004 $M

9)

and 0.006

9)

$M. Base

value originally reported of NGNP NOAK


Plant cost in 2007 on hydrogen plant cost is
953.2 $ million US of 765 MWe. Then
capitalized direct cost hydrogen plant MIT

96

Comparative Economic Assessment Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With CPP
Taking Into Account Environmental Aspect
PBMR 1 x 110 MWe has been adjusted at
escalation rate average 3% per year to

Table 8. Levelized Unit Electricity Cost of


SMR and NPP Large forMulti
Smaller

account for recent price escalation. Staff

LUEC of Multi Smaller

housing facilities and staff salary related cost

15 x 90 MWe SMART-APR Simplification

assumed equal to desalination plant. The

15 x 90 MWe SMART APR Scale


15 x 90 MWe SMART APR Scale w/o
learning
11 x 90 MWe SMART OPR Simplification

desalination plant shows that SMR HTR as a


single smaller unit has a value as much as
US$ M 3.716. Annual operations and
maintenance cost for application facility
(excluded energy and capital replacements)
for desalination and hydrogen are 0.329 $M
and 40 $M [10]
Levelized Unit Electricity Cost of NPP
large and SMR
The levelized cost methodology considers the
total electrical energy that the power plant

mills$/kWh
49
53
103
49
54

11 x 90 MWe SMART OPR Scale


11 x 90 MWe SMART OPR Scale w/o
learning
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Simplification
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Scale
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Scale w/o
learning
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII
Simplification
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale
w/o learning
12 x 112,5 MWe HTGR Simplification
12 x 112,5 MWe HTGR Scale
12 x 112,5 MWe HTGR Scale w/o learning
12 x 110 MWe MIT PBMR Simplification
12 x 110 MWe MIT PBMR Scale
12 x 110 MWe MIT PBMR Scale w/o
learning

105
80
90
209
70
79
171
52
59
128
58
65
142

will produce in its lifetime and it is divided


between

the

total

cost

generated

by

construction investment along with the

Table 9. Levelized Unit Electricity Cost of


NPP Large

interest rate and the cash flow during

LUEC of Single Large


PWR 1343 MWe

construction

OPR 954 MWe

64

VVER-1150 MWe

maintenance cost in present money worth.

84

Advance GIII+ MWe

79

Levelized unit electricity cost (LUEC) or

PWR 1300 MWe

63

plus

the

operation

and

busbar cost is generation cost per kWh that


has been levelized comprising capital cost,

mills$/kWh

Table 10. Levelized Unit Electricity Cost of


SMR for Single Smaller

fixed O&M cost, variable O&M cost and fuel

LUEC of Single Smaller


1 x 90 MWe SMART APR Simplification

cost. The detailed breakdown of LUEC is as

1 x 90 MWe SMART APR Scale

shown in table 8, table 9 and table 10.

55

1 x 90 MWe SMART OPR Simplification


1 x 90 Mwe SMART OPR Scale
1 x 70 MWe KLT 40 -VVER Simplification
1 x 70 Mwe KLT 40 -VVERScale
1 x 125 MWe mPower _Advance GIII
Simplification
1 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale
1 x 112.5 MWe HTGR Simplification
1 x 112.5 MWe HTGR Scale
1 x 110 MWe MIT PBMR Simplification
1 x 110 MWe MIT PBMR Scale

mills$/kWh
91
103
92
105
184
211
148
171
112
139
124
143

97

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102
In this study LUEC of NPP for single large
unit is between 55 mills$/kWh and 84
mills$/kWh. LUEC of NPP for single smaller

Table 11. LUPC of Multi and Single Smaller


HTR for Hydrogen
Descriptions of SMR- HTR (Multi Smaller
& Single Smaller)

Total
(LUPC)
$/m3 H2

unit has values between 91 mills$/kWh and

12 x 112.5 MWe HTGR Simplification

2.771

211 mills$/kWh. For smaller multi-unit

12 x 112.5 MWe HTGR Scale

2.807

without learning the value is between 49


mills$/kWh and 90 mills$/kWh, and for
smaller multi-unit with learning factor the

12 x 110 MWe MIT PBMR Simplification

3.100

12 x 110 MWe MIT PBMR Scale

3.140

1 x 112.5 MWe HTGR Simplification

4.088

1 x 112.5 MWe HTGR Scale

4.238

1 x 110 MWe MIT PBMR Simplification

4.158

value is between 49 mills$/kWh and 209

1 x 110 MWe MIT PBMR Scale

4.262

mills$/kWh. This study proves that a single

12 x 112.5 MWe HTGR Scale w/o learning


12 x 110 MWe MIT PBMR Scale w/o
learning

4.176

large plant is not much cheaper than smaller


plant, but multi smaller plants are cheaper
than single large plant. This is because the
capital cost utilize law scalling concept
which comprises of scale and learning
factors.

4.257

Desalinated water application shows the both


user for a water desalination that uses both
electricity and lower-grade process heat. The
electricity is required to run pumps and the
process heat to drive the multistage flash

Levelized Unit Production Cost of SMR

distillation (MFD) desalination process. The

Levelized Unit Production of SMR Type

reactor in this case is a SMR type HTR for

HTR

which lower-grade steam can be taken from

LUEC (hydrogen) is a levelized average cost

the lower stages of the turbine-generator at

expressed in constant money per unit of non-

some penalty to electricity production. Result

electricity by the plant that is required to

of LUPC (desalination) SMR type HTR as

recover all of the total expenses including the

shown Table 10.

capital cost, operation and maintenance cost

Result of calculation for HTR's LUPC is a

of plant. The result of calculation for LUPC

hydrogen price between 2.77 $/m3H2 and

(hydrogen) SMR HTR is shown table 11.

4.26 $/m3H2. The same cases on LUPC for


water, the price is between 0.78 $/m3H2O and
1.79 $/m3H2O. Therefore if LUEC is getting
progressively cheaper, hydrogen and water is
also cheaper.

Levelized Unit Production of SMR Type


PWR
The electricity is required to run pumps and
the process heat to drive the multistage flash
distillation (MFD) desalination process. The

98

Comparative Economic Assessment Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With CPP
Taking Into Account Environmental Aspect

reactor in this case is an Indonesia SMR

Data for Coal Power plant (CPP)

PWR base case for which lower-grade steam

Capital cost, O & M cost and fuel cost of

can be taken from the lower stages of the

CPP are based on the PLN data that uses

turbine-generator

input taken from a project coal power plant in

at

some

penalty

to

electricity production. It is thus necessary to

indonesia as shown in table 15.

calculate the correct cost at which lower


grade heat can be sold to the desalination
plant. Result calculation of LUPC show that
SMR type PWR as shown on table 11 and
table 12.
Table 12. LUPC of Single and Multi Smaller
HTR for H2O
Descriptions of SMR- HTR
12 x 110 MWe MIT PBMR Simplification
12 x 110 MWe MIT PBMR Scale
12 x 112,5 MWe HTGR Simplification
12 x 112,5 MWe HTGR Scale
1 x 112,5 MWe HTGR Simplification
1 x 112,5 MWe HTGR Scale
1 x 110 MWe MIT PBMR Simplification
1 x 110 MWe MIT PBMR Scale
12 x 112,5 MWe HTGR Scale w/o learning
12 x 110 MWe MIT PBMR Scale w/o learning

LUPC
$/m3H2O
0.785
0.842
1.067
1.141
1.422
1.732
1.592
1.791
1.607
1.773

Table 14. LUPC of Multi Smaller


PWR for H2O
Units
15 x 90 MWe SMART-APR Simplification
11 x 90 MWe SMART OPR Simplification
15 x 90 MWe SMART APR Scale
11 x 90 MWe SMART OPR Scale
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII
Simplification
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Simplification
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Scale
15 x 90 MWe SMART APR Scale w/o learning
11 x 90 MWe SMART OPR Scale w/o learning
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale w/o
learning
16 x 70 MWe KLT 40 -VVER Scale w/o learning

$/m3H2O. Therefore if LUEC decrease that


getting cheap on LUPC.

Table 13. LUPC of Single Smaller


PWR for H2O
Units
1 x 90 MWe SMART APR Simplification
1 x 90 MWe SMART APR Scale
1 x 90 MWe SMART OPR Simplification
1 x 90 MWe SMART OPR Scale
1 x 125 MWe mPower _Advance GIII
Simplification
1 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale
11 x 125 MWe mPower_Advance GIII Scale w/o
learning
1 x 70 MWe KLT 40 -VVER Simplification
1 x 70 MWe KLT 40 -VVERScale

LUPC
$/m3H2O
1.21
1.29
1.22
1.31

1.07
1.13
1.17
1.25
1.29
1.31
1.77
2.07

Table 15. Coal Power Plant Data [11]


Data for Coal Power plant
(CPP)
Plant Capacity
Plant thermodynamic efficiency
Plant Heat Rate

Result of calculation for LUPC PWR'S water


price between 0.92 $/m3H2O and 2.08

LUPC
$/m3H2O
0.92
0.93
0.95
0.96

Capacity Factor/Discount Rate


Plant economic life time/
Construction duration
Price scenario 1/ Price scenario 2/
Price scenario 3
Capital Cost/Spesific D&D cost
O&M Cost variable
O&M Cost fixed
Carbon tax
(equivalent tax or
capture/sequestration cost in
$/MT CO2)

Units

Values

MWe
%
kWh
(e)/BTU (th)
%
Years

1000
36
9481
80/10
40/30/4

US$/ton)

70/80/90

US$/kWe
mills$/kWh
$/kWe/yr
$/MT C
$/MT CO2

1500/60
2.5
38.95
110
30

Levelized Unit Electricity Cost of Coal


Power Plant.
This levelized unit electricity cost (LUEC)

1.61
1.77
1.77
1.89
2.08

for the coal power plant (CPP) in Indonesia is


calculated based on the value of money over
the whole life of the project. This study goal
is to calculate electricity generating cost of
nuclear power plant and coal power plant by
considering environmental aspect. In the real

99

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 102
alculation of electricity generating cost, coal

CONCLUSION

power plant does not include environment

Economic evaluation on electricity cost has

aspect, such as environment damage of

been done taking into account carbon taxes as

emission that is evoked. Therefore, in order

a means to reduce global climate change.

to get fair comparison of generating cost of

Generation cost of NPP with addition of

NPP and CPP, environment impacts from

carbon tax is lower than coal power plant.

those power stations must be calculated. This

HTR and small size PWR are suited for small

is a concept used to appreciate environment

grid capacity and are very suitable to be

impact in term of carbon tax. Calculation

constructed in archipelago area. But if

result shows that generating cost without

electricity demand, such as interconnection,

external cost for coal power plant (CPP)-1 is

needs big capacity, then large NPP or CPP

59.32 mills $/kWh, CPP-2 is 62.97 mills

are suitable. In this study a comparison of

$/kWh, and CPP-3 is 66.61 mills $/kWh.

LUEC between large NPP and CPP depends

Based on refference12) in the developed

on the assumptions used. Because the portion

countries, the average value of external cost

of capital cost for NPP is more sensitive than

is 46.33 mills US$/kWh or 4.633 cents

that of CPP, then the calculation of LUEC for

$/kWh (included carbon cost). The LUEC

NPP depends on how much the capital cost

with the addition of external cost based on

is. In this case, result shows that LUEC for

reference in the developed countries are CPP-

NPP overnight cost of US$ 1556/kWe and

1 (105.65 mills US$/kWh), CPP-2 (109.30

US$ 1876 /kWe are more competitive than

mills$/kWh),

LUEC for CPP on the assumption of coal

and

CPP-3

(112.94

price of 70 US$/ton, 80 US$/ton and 90

mills$/kWh).

US$/ton. LUEC for CPP without external


Levelized

Unit

Electricity

Cost

cost for coal power plant CPP-1 is 59.32


mills $/kWh, CPP-2 is 62.97 mills $/kWh,

Comparison
Calculation result shows that the LUEC

and CPP-3 is 66.61 mills $/kWh. But with

and smaller of NPP, when

government policy which takes into account

compared to the LUEC of CPP taking into

the environmental aspect, LUEC of NPP will

account

46.33

produce cheaper electricity price than CPP,

mills$/kWh. LUEC of NPP will produce

except for smaller single and smaller multi

cheaper electricity price than CPP except for

plant without effects of learning factor

smaller single and smaller multi plant

elasticity for KLT-40 S, mPower, HTGR and

without effects of learning factor elasticity

MIT PBMR.

for large

the

external

cost

is

for KLT-40 S, mPower, HTGR and MIT


PBMR.

100

Comparative Economic Assessment Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With CPP
Taking Into Account Environmental Aspect
REFFERENCES

Electricity Unit Product Cost (LUPC)

[1].

from Generation IV Systems

IEA/NEA (2010), Projected Costs of


Generating Electricity: 2010 Edition,

[2].

of Hydrogen Using Nuclear Energy

EMWG (2007), Cost Estimating

Oak Ridge National Laboratory

For

[9].

BATAN,

(2003),

Economic

and

Generation

IV

Systems,

The

Financial Assessment of Nuclear

Economic Modeling Working Group

Desalination Plant in Madura Island,

Of the Generation IV International

Center

for

Nuclear

Energy

Forum

Development,

National

Nuclear

IAEA (2010), Approaches to Assess

Energy Agency

Nuclear

Energy

Competitiveness

of

Small

and

[10].

NGNP

NOAK,

(2007),

Users

Reactors,

Manual for NOAK Plant Cost A

International

Generic EXCEL-based Model for

Conference on Opportunities and

Computation of the Projected on

Challenges

Hydrogen Plant cost

Medium

Sized

Proceedings

of

for

the

Water

Cooled

Reactors in the 21st Century, 27-30

[11].

EMWG (2005), Cost Estimating


Guidelines

For

PLN (2005), Report of National


Private Electricity Indonesia.

October 2009, Paper 1S01.


[4].

C. W. Forsberg, (2003), Production

OECD, Paris,France.

Guidelines

[3].

[8].

Generation

[12].

EUR (2003), External Cost

IV

Nuclear Energy Systems


[5].

US

DOE

(2004),

Construction

Study

Technologies

of
and

Scedules, O&M Staffing and Cost,


Decommissioning Costs and Funding
Requirements for Advanced Reactor
Designs.
[6].

Salary National Private Electricity


Indonesia, 2005.

[7].

EMWG, (2008), Users Manual for


G4-ECONS Version 2.0 A Generic
EXCEL-based
Computation
Levelized
(LUEC)

Model
of

the

for
Projected

Unit

Electricity

Cost

and/or

Levelized

non-

101

Comparative
Economic
Between SMR Plants And Large Plant In Comparison With CPP
Ketenagalistrikan
DanAssessment
Energi Terbarukan
Taking
Into
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 91 Account
102 Environmental Aspect

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Diterima : 6 Mei 2013, direvisi : 6 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

101

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112

ISSN 1978-2365

POTENSI LIMBAH LAMPU HEMAT ENERGI DI INDONESIA


POTENTIAL WASTE OF ENERGY SAVING LAMPS IN INDONESIA
I Made Agus Dharma Susila, Medhina Magdalena, Adolf Leopold Sihombing
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230
dekgus70@yahoo.com

Abstrak
Sebuah studi dilakukan untuk memperkirakan potensi limbah elektronik dari lampu hemat energi (LHE)
di Indonesia dengan menggunakan model logistik dan analisis aliran material untuk memperkirakan laju
penetrasi dan jumlah LHE yang dikonsumsi di masa depan. Data historis menunjukkan bahwa penetrasi
LHE di masyarakat meningkat lebih dari 20 kali di tahun 2011 dibandingkan dengan penetrasi di tahun
2000. Diperkirakan penetrasi LHE ini akan terus meningkat tajam sampai dengan tahun 2020 dan
setelah tahun 2020 hingga tahun 2030 akan tetap terjadi peningkatan tetapi nilainya relatif kecil. Di
tahun 2020, laju penetrasi LHE diperkirakan sekitar 7,2 unit per rumah tangga dan di tahun 2030
menjadi sekitar 7,94 unit per rumah tangga. Peningkatan penjualan LHE juga diperkirakan terjadi
hingga tahun 2030 yaitu sekitar 578 juta unit dan limbah LHE terbuang sekitar 570 juta unit. Secara
kumulatif, limbah LHE terbuang hingga tahun 2030 diperkirakan sekitar 9.068 juta unit dan limbah
merkuri yang menyertainya sekitar 45 ton.
Kata kunci : lampu hemat energi (LHE),model logistik, analisisi aliran material, merkuri

Abstract
This study is carried out to investigate the electrical and electronic waste of compact fluorescent lamps
(CFLs) in Indonesia. Logistic models and material flow analysis (MFA) are applied to forecast the
future penetration rate and quantity of CFLs. The historical data shows that the CFLs penetration
increased more than 20 times from 2000 to 2011. It is forecasted that the penetration of CFLs will still
increase until 2020 and will be relatively flat after 2020. In 2020, penetration rate of CFLs is about 7.2
units per household and in 2030 it is about 7.94 units per household. The sale of CFLs in 2030 is
estimated about 578 million units and the number of disposed CFLs is about 570 million units.
Cumulatively, the disposed CFLs are about 9,068 million units in 2030 and mercury contained in the
waste is about 45 tones.
Keywords : compact fluorescent lamps (CFLs), logistic model, material flow analysis (MFA), mercury

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

103

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Vol.
No. 2 Desember 2013 : 103 112
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 10312
- 112
4
dibuang sebagai limbah. Permasalahannya
PENDAHULUAN
Manajemen energi nasional Indonesia

adalah kandungan bahan penyusun LHE

didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres)

berpotensi

Nomor 5 Tahun2006 tentang Kebijakan Energi

kandungan plastik dan komponen elektronik,

Nasional

meningkatkan

LHE juga mengandung sejumlah logam dan

efektifitas dan efisiensi manajemen sumber

senyawa yang dikategorikan berbahaya, salah

daya energi, pemerintah Indonesia melalui

satunya adalah merkuri. Merkuri merupakan

Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan

bagian penting dari sebuah LHE karena

dan Konservasi Energi (DJEBTKE) secara

menambah efisiensi dari lampu. Kandungan

informal mempunyai strategi yang disebut

rata-rata merkuri pada sebuah lampu di

dengan Visi Energi 25/25. Dua aspek penting

beberapa negara berkisar antara 4 - 21,12

yang ditekankan pada strategi tersebut adalah

mg[6,7,8]. Pada studi yang dilakukan oleh Rey-

usaha peningkatan penggunaan EBT menjadi

Raap and Galardo diketahui bahwa pada LHE

25% dari total energi di tahun 2025 dan

bekas, merkuri terdistribusi dalam tiga fase.,

penurunan permintaan energi sekitar 33,85%

yaitu fase uap, bubuk posfor dan pada matriks

dibandingkan business as usual (BAU) di tahun

kaca, dengan nilai median konsentrasi merkuri

yang sama melalui berbagai cara. Untuk

berturut-turut 24,52 ppb, 204,16 ppb dan 18,74

menurunkan permintaan energi, pemerintah

ppb[9]. Hasil studi ini juga menunjukkan

menetapkan

yaitu

kurang lebih 85,76% merkuri pada sebuah

konservasi energi untuk peningkatan efisiensi

LHE akan tersebar menjadi bagian dari bubuk

penggunaan energi[2].

posfor dan sekitar 13,66% terdifusi pada

(KEN)[1].

arah

Untuk

kebijakan

utama

Pemerintah melihat adanya kesempatan


untuk

mengimplementasikan

program

mencemari

lingkungan.

Selain

matriks kaca. Beberapa studi yang berkaitan


dengan kandungan merkuri pada LHE dan

konservasi energi pada subsektor kelistrikan

risiko

dengan mempromosikan penggunaan lampu

dilakukan oleh beberapa peneliti [10,11,12].

kesehatannya

pada

manusia

telah

hemat energi (LHE) untuk menggantikan

Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas,

lampu konvensional. LHE dipilih karena

sangat penting untuk memperkirakan jumlah

mempunyai jangka hidup yang lebih panjang

LHE yang dikonsumsi dan kecenderungan

dan

lebih

limbah LHE tersebut di masa mendatang.

rendah[3]. Respon yang baik terhadap program

Karena laju pembuangan LHE tidak atau belum

ini ditunjukkan dengan besarnya penjualan

diketahui, maka metoda modeling digunakan

LHE yang mencapai 197 juta buah di tahun

untuk memperkirakan jumlah limbah LHE

2010[4] dan kecenderungan peningkatan impor

hingga tahun 2030.

mengkonsumsi

energi

listrik

sejak tahun 1997 [5].


Seperti halnya peralatan listrik dan
elektronik lainnya, LHE juga mempunyai
jangka hidup tertentu dan setelah rusak akan

Diterima
: 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
104

Potensi Limbah Lampu Hemat Energi


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Di Indonesia
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112

Ni = K/(

METODOLOGI
Data
Data yang digunakan dan dianalisis
dalam studi ini diperoleh dari beberapa sumber
dengan kisaran waktu dari tahun 2000 sampai
2011. Sedangkan rentang waktu perkiraan
dimulai dari tahun 2012 hingga tahun 2030.
Jumlah rumah tangga didasarkan pada data
Kementerian ESDM[3]. Data konsumsi dan
Listrik

+ 1)

(2)

dimana C=ln [N0/(K N0)], N0 mengacu pada


penetrasi awal alat pada tahun ke 0, dan i
adalah tahun yang dilewati[13].
Logistik

model

menggambarkan

penetrasi alat pada tahun ke i, Ni dan


ditentukan dengan menggunakan persamaan
(3) sebagai berikut:

impor LHE diperoleh dari Asosisasi Industri


Perlampuan

Indonesia,

(3)

Dimana Sti adalah jumlah stok alat pada tahun

APERLINDO[4,5].

ke i, dan Qi adalah jumlah populasi atau rumah


Pemodelan

tangga pada tahun ke i [13]. Dalam studi ini,

Untuk memperkirakan jumlah LHE


yang terpasang pada setiap rumah tangga

alat yang dimaksud adalah LHE dan Qi


mewakili jumlah rumah tangga.

digunakan model logaritmik, dimana model ini

Untuk memperkirakan jumlah LHE yang

merupakan model dasar dalam bidang ekologi

dibuang,

untuk

suatu

dengan analisis aliran materi, materials flow

populasi. Penggunaan model ini didasarkan

analysis (MFA) yang didasarkan pada model

pada

stock and flow[13]. Hubungan antara stock and

memprediksi
perkiraan

pertumbuhan

bahwa

kebutuhan

atau

konsumsi LHE pada waktu tertentu yang akan

model

logistik

dikombinasikan

flow diwakili oleh persamaan:

mencapai titik jenuh.

Dasar dari model yang dikembangkan

(4)

oleh Pierre Verhulst adalah bahwa laju

dimana Sti adalah stok pada tahun i, Si adalah

pertumbuhan

misalnya

penjualan pada tahun i, dan Oi adalah limbah

dibatasi oleh densitas populasi[13]. Persamaan

pada tahun i. Dalam studi ini, yang dimaksud

dasar dari model ini adalah:

dengan Sti adalah jumlah LHE yang diimpor

populasi

terbatas,

(1 )

(1)

pada tahun i, Si adalah penjualan LHE pada


tahun i, dan Oi adalah jumlah limbah LHE pada

dimana N mewakili penetrasi alat, r adalah

tahun i.

nilai intrinsik laju penetrasi alat, dan K

Produksi limbah Oi dan penjualan Si

mencerminkan daya muat, carrying capacity,

dihubungkan dengan distribusi jangka waktu

yang merupakan jumlah rata-rata maksimum

hidup

dari alat per kapita atau per rumah tangga.

setelah j tahun sebuah alat baru menjadi

Persaman

limbah[13]. Persamaan

(1)

dapat

diselesaikan

dengan

Lj, yang merupakan kemungkinan

persamaan (2) sebagai berikut:

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

105

berhubungan

dengan

jangka

hidup

Lj,

penjualan Si, dan jumlah alat yang dibuang


Oi[13]. Dalam studi ini, Lj mewakili jangka

Anggota keluarga
(orang)

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 103 112
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112
4
=
(5)

5
4
3
2
1
-

waktu hidup LHE.


Asumsi
Dalam model logistik, terdapat dua

Gambar 1. Rata-rata jumlah anggota keluarga


Indonesia (2000-2011)

variabel, yaitu laju pertumbuhan penetrasi LHE

Asumsi kedua adalah jangka waktu

dalam setiap rumah tangga, r dan daya muat,

hidup LHE. Ada lebih dari 200 merek LHE

K. Sementara laju pertumbuhan penetrasi LHE

yang beredar di Indonesia dan sebagian besar

ditentukan secara empiris berdasarkan data

diimpor dari negara lain[4,5,14]. Sebuah studi

tahun 2000 hingga 2011, daya muat K

yang

ditentukan

Penerapan Teknologi (BPPT) pada beberapa

berdasarkan

asumsi.

Laju

dilakukan

Badan

LHE

adalah 0,27 per tahun. Dari tahun 2000 hingga

mengindikasikan jangka hidup LHE berkisar

2011, data statistik menunjukkan rata-rata

dari 4.666 hingga 5420 jam[15]. Mengacu pada

jumlah anggota keluarga dalam setiap rumah

hasil penelitian tersebut, dan dengan asumsi

tangga sekitar empat orang (Gambar 1) dan

bahwa LHE tersebut dinyalakan selama 6 jam

berdasarkan data tersebut maka jumlah anggota

per hari secara terus menerus maka jangka

keluarga

tetap[3].

hidup LHE ditetapkan 2 2,5 tahun. Asumsi

Berdasarkan kecenderungan ini dan dengan

tentang rentang waktu penyalaan LHE setiap

pertimbangan bahwa ke depannya setiap rumah

harinya diambil dengan pertimbangan bahwa

terdiri dari minimal empat kamar tidur, kamar

kesadaran

tamu, kamar keluarga, dapur, halaman yang

penghematan

akan membutuhkan delapan titik lampu maka

meningkat.. Dengan pendekatan pesimistik,

diasumsikan bahwa setiap rumah tangga akan

jangka hidup LHE pada studi ini ditetapkan

membutuhkan setidaknya delapan buah LHE

selama dua tahun.

cenderung

sehingga nilai daya muat maksimum, K dalam


studi ini ditetapkan sama dengan 8.

dipasarkan

masyarakat
pemakaian

di

Pengkajian

pertumbuhan penetrasi LHE dalam studi ini

diasumsikan

yang

oleh

akan
listrik

Indonesia

pentingnya
semakin

Asumsi terakhir adalah bahwa jumlah


minimal LHE yang terjual dan digunakan oleh
masyarakat sama dengan jumlah LHE yang
diimpor. Asumsi ini diambil mengingat data
produk LHE yang diproduksi di dalam negeri
tidak tersedia.

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
106

Potensi Limbah Lampu Hemat Energi


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Di Indonesia
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rumah tangga dan penetrasi LHE
Seperti diilustrasikan oleh Gambar 2,
terlihat pertumbuhan jumlah rumah tangga di
Indonesia sejak tahun 2000 hingga tahun 2011
sangat kecil, yaitu sekitar 1,1% per tahun. Di
tahun 2000, jumlah rumah tangga sekitar 52

Penetrasi LHE (buah/RT)

4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
2000

2002

2004

2006

2008

2010

juta dan 11 tahun kemudian hanya menjadi


Gambar 3. Penetrasi LHE di Indonesia tahun
2000 s.d.2011

sekitar 60 juta.

Rumah tangga (Juta)

70

Perkiraan penetrasi LHE masa depan

60

Seperti digambarkan pada Gambar 4,

50
40

penetrasi LHE akan terus meningkat secara

30

tajam hingga tahun 2020 dan selanjutnya

20

cenderung meningkat secara perlahan hingga

10

flat hingga tahun 2030. Penurunan laju

2000

2002

2004

2006

2008

2010

penetrasi LHE dari tahun 2020 hingga tahun


2030 diperkirakan karena sudah mendekati titik

Gambar 2. Jumlah rumah tangga di Indonesia


tahun 2000 s.d. 2011

jenuh.

Sebaliknya, seperti ditunjukkan pada Gambar

dan sepuluh tahun kemudian menjadi 7,94

3, penetrasi LHE di Indonesia di kisaran tahun

buah per rumah tangga. Nilai penetrasi ini

yang sama memperlihatkan laju peningkatan

hampir mendekati nilai daya muat LHE

yang cukup tajam dengan laju pertumbuhan

maksimum yang artinya tidak akan terjadi

sekitar 26.57% per tahun. Peningkatan nilai

peningkatan nilai penetrasi secara berarti

penetrasi LHE dalam kurun waktu 11 tahun

setelah tahun 2030.

Di

tahun

2020,

penetrasi

LHE

diperkirakan sekitar 7,2 buah per rumah tangga

lebih dari 20 kali lipat, dari 0,16 buah per


rumah tangga menjadi 3,61 buah per rumah
tangga.

Gambar 4. Estimasi penetrasi LHE sampai


dengan tahun 2030

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

107

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 103 112
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112
4
Penjualan dan limbah LHE
Dengan laju pertumbuhan sekitar 1,1%,
700

diperkirakan sebesar 72,85 juta. Dalam kurun


waktu 30 tahun, hanya terjadi peningkatan
sebesar 12 juta rumah tangga dari 60 juta
rumah tangga di tahun 2011 (Gambar 5).
Dengan

Persamaan

(3),

perkiraan

jumlah impor atau penjualan LHE dihitung


berdasarkan hasil perkiraan penetrasi LHE dan
perkiraan

jumlah

rumah

tangga.

Seperti

ditunjukkan oleh Gambar 6 Pola perkiraan


penjualan LHE hampir sama dengan pola
perkiraan penetrasi LHE pada Gambar 4.
Hingga tahun 2020, diperkirakan laju penjualan
LHE terus meningkat tajam mencapai sekitar
470 jutaan. Kemudian pertumbuhan penjualan
LHE melambat hingga tahun 2030 menjadi
sekitar 578 jutaan buah.

600
500
400
300
200
100
2000

2005

2010

2015

2020

2025

2030

Gambar 6. Estimasi penjualan LHE tahunan


sampai dengan tahun 2030
Karena jangka waktu hidup LHE yang
dipasarkan di Indonesia diasumsikan dua tahun
maka jumlah limbah LHE akan sama dengan
jumlah LHE yang dipasarkan pada dua tahun
sebelumnya. Secara grafis, hasil perhitungan
limbah LHE dengan menggunakan Persamaan
(5) ditunjukkan pada Gambar 7. Jumlah limbah
LHE di tahun 2030 diperkirakan sekitar 563
juta buah.
Secara kumulatif, jumlah limbah LHE di

80.0

Rumah tangga (Juta)

Jumlah LHE (Juta)

jumlah rumah tangga Indonesia di tahun 2030

70.0

Indonesia

60.0

Hingga tahun 2030, jumlah limbah LHE yang

50.0

diilustrasikan

pada

Gambar

8.

40.0

dibuang ke lingkungan diperkirakan sekitar

30.0

8.500 juta buah.

20.0
10.0
0.0
2000

2005

2010

2015

2020

2025

2030

Gambar 5. Perkiraan jumlah rumah tangga


Indonesia sampai tahun 2030

Gambar 7. Perkiraan limbah LHE tahunan


sampai dengan tahun 2030

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
108

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Potensi Limbah Lampu Hemat Energi
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112
Di Indonesia
lingkungan.

Bila

dilakukan

pembakaran

langsung sampah/insinerasi, maka merkuri


dapat

terikat

pada

abu

terbang

hasil

pembakaran, sehingga tidak dianjurkan untuk


membakar

sampah

yang

diperkirakan

mengandung banyak limbah elektronik. Pada


pengelolaan sampah dengan aplikasi intalasi
Gambar 8. Perkiraan jumlah limbah LHE
secara kumulatif hingga tahun 2030

pengelolaan air limbah, cemaran merkuri bisa


dikendalikan, namun tidak berarti merkuri
benar-benar tidak mencemari. Bahkan diduga

Implikasi
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa
limbah

elektronik

merupakan

masalah

potensial di negara ini. Limbah yang dihasilkan


oleh pembuangan dan penggantian produk
elektronik yang cepat, impor ilegal, dan juga
kurangnya fasilitas daur ulang menyebabkan
limbah

ditangani

melalui

beberapa

fase

informal[16]. Jika diasumsikan apa yang


diperkirakan dalam studi ini terjadi, hasil yang
ditunjukkan pada

Gambar

mempunyai

implikasi yang mendalam pada kebijakan


lingkungan Indonesia. Secara kumulatif, sekitar
42,5 ton merkuri akan dibuang bersama sekitar
8.500 juta limbah LHE di tahun 2030. Jika
diasumsikan sekitar 50% dari LHE dibuang

merkuri dalam bentuk gas bisa diemisikan dari


tempat penampungan akhir [17].
Logam

berat

maupun

senyawa

berbahaya yang terkandung di LHE, seperti


merkuri, bila terpapar ke lingkungan, dalam
waktu

cepat

mempengaruhi

maupun

lambat,

akan

kesehatan.

Merkuri

dapat

terakumulasi di dalam tubuh manusia maupun


organisme lainnya.
Definisi mengenai limbah elektronik di
Indonesia belum dijabarkan secara spesifik.
Bila

dikaitkan

dengan

kandungan

bahan

beracun dan berbahaya, seperti merkuri, maka


limbah elektronik digolongkan dalam limbah
bahan beracun dan berbahaya (B3).

sebagai limbah padat rumah tangga, dapat


dibayangkan seberapa besar limbah merkuri
akan terbuang ke lingkungan.
Sistem pembuangan limbah padat rumah
tangga di Indonesia masih mengandalkan
penampungan sampah yang bersifat open
dumping. Limbah elektronik, dalam hal ini
LHE,

umumnya

dibuang

ke

tempat

penampungan akhir sampah. Akibatnya logam


berat, seperti merkuri, yang terdapat di dalam
LHE

akan

dengan

mudah

terlepas

ke

Gambar 9. Perkiraan kandungan merkuri dalam


limbah LHE secara kumulatif hingga tahun
2030

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

109

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
No. 2 Desember 2013 : 103 112
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 :Vol.
10312
- 112
4
menangani/membuang peralatan elektronik
Namun dalam Peraturan Pemerintah No. 18
tahun 1999, yang mengatur tentang limbah

yang rusak untuk tingkat rumah tangga.

berupa B3 tidak terdapat uraian spesifik


tentang

limbah

elektronik.

Akibatnya

ketersediaan data limbah elektronik tidak


lengkap,

dan

belum

terdapat

sistem

pengelolaan yang dikhususkan untuk limbah


jenis ini.
Upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi limbah elektronik secara umum,
antara lain,
1. Membuat aturan yang spesifik untuk
limbah elektronik, yang antara lain memuat
tentang definisi dan penggolongan limbah
elektronik, serta cara pengelolaan limbah
dengan

teknologi

bersih.

Juga

perlu

diberlakukan sanksi bagi yang melakukan


pelanggaran terhadap penanganan limbah
elektronik.
2. Menerapkan program extended producer
responsibility (EPR). Pada program ini,

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Kebijakan

konservasi

energi

di

Indonesia melalui promosi penggunaan lampu


hemat energi (LHE) dapat berdampak kepada
lingkungan dan manusia baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pertumbuhan ekonomi
yang cepat yang disertai dengan kesadaran
akan

konservasi

energi

menyebabkan

permintaan yang tinggi akan LHE yang


berakibat pada tingginya jumlah limbah LHE
yang terbuang.
pembuangan

Suatu sistem manajemen

yang

tepat

diperlukan

agar

memberi keuntungan bagi lingkungan dan


menurunkan potensi yang membahayakan yang
disebabkan oleh penanganan limbah LHE yang
tidak tepat.
Saran

produsen bertanggung jawab mengambil

Mengingat beberapa variabel dalam studi

kembali (taking back) produk elektronik

ini masih diasumsikan makaa disarankan

yang tidak terpakai atau telah menjadi

untuk:

limbah.

1. Melakukan penelitian tentang distribusi

3. Mengembangkan teknologi pengelolaan

LHE yang digunakan oleh masyarakat,

limbah elektronik yang tepat, yang dapat

industri atau sektor lainnya sehingga

diaplikasikan di tempat pembuangan akhir

diperoleh gambaran dan perkiraan yang

sampah.

lebih tepat tentang potensi limbah LHE dan

4. Melakukan pengajaran kepada masyarakat


mengenai

limbah

elektronik.

perlu

dilakukan

laboratorium terhadap kandungan merkuri

sosialisasi mengenai cara-cara yang dapat

atau logam berat lainnya dalam setiap unit

dilakukan oleh para pengguna barang

LHE

Selain

bahaya

material beracun yang menyertainya.

itu

juga

2. Melakukan

pengukuran

elektronik untuk memanfaatkan peralatan


elektroniknya dengan tepat sehingga tidak
cepat rusak dan menjadi limbah, serta cara

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

110

atau

analisa

Potensi Limbah Lampu Hemat Energi


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112 Di Indonesia
[10] Nance, P., J. Patterson, A. Willis, N.

DAFTAR PUSTAKA
[1] KESDM, 2006. Blueprint Pengelolaan

health risks from mercury exposure from

Energi Nasional 2005-2025. KESDM


[2] DJEBTKE, 2010. Kebijakan Energi Baru,
Terbarukan

adan

Konservasi

Foronda, and M. Dourson, 2012. Human

Energi.

broken compact fluorescent lamps (CFLs).


Regulatory

Toxicology

and

Pharmachology, Volume 62, Issue 3,

DJEBTKE

[3] 3 Duff, T., K. Kelly, and K. Cantwell,

Halaman 542-552

2011. Evaluting Domestic Lighting: an

[11] Sarigiannis, D.A., S.P. Karakitsios, M.P.

Investigation into the Use of Compact

Antonakopoulou, and A. Gotti, 2012.

Fluorescent

Exposure analysis of accidental release of

Lamps

Environment.

in the Domestic

Lambert

Academic

(CFLs).

Publishing
[4] 4 APERLINDO, 2010. CFL Consumption
by

area

in

www.aperlindo.com

Indonesia

2010.

(diakses

tanggal

Science

of

The

Total

Environment, Volumes 435-436, Halaman


306-315
[12] Shao, D.D., S.C. Wu, P. Liang, Y. Kang,
W.J. Fu, K.L. Zhao, Z.H. Cao, and M.H.

21/03/2013)
[5] 5 APERLINDO, 2012. Import CFL 19992012.

mercury from compact fluorescent lamps

www.aperlindo.com

(diakses

Wong, 2012. A human health risk


assessment of mercury species in soil and
food around compact fluorescent lamp

tanggal 21/03/2013)
[6] UNEP, 2013. Mercury-Time to Act.

factories in Zhejiang Province, PR China.

Editors: A. Kirby, I. Rucevska, V.

Journal of Hazardous Materials, Volumes

Yemelin, C. Cooke, O. Simonett, V.

221-222, Halaman 28-34

Novikov,

and

G.

Hughes.

UNEP

2010. Forecasting global generation of

Chemicals Branch. Geneva, Switzerland


[7] Betne, R. and P. Rajankar, 2011. Toxics in
That

Glow:

Mercury

in

Compact

Fluorescent Lamps (CFLs) in India. Toxic


Link, New Delhi
[8] APERLINDO, 2012. Merkuri pada LHE.
www.aperlindo.com

(diakses

[13] Yu, J., E. Williams, M. Ju, and Y. Yang,

tanggal

obsolete

personal

computer.

Environmental Science and Technology,


volume 44, No. 9, Halaman 3232-3237
[14] APERLINDO,

2013.

circulated

in

CFL

Indonesia.

www.aperlindo.com

(accessed

21/03/2013)

21/03/2013)
[9] Rey-Raap, N. and A. Galardo, 2012.

[15] BPPT, 2012. Perencanaan dan efisiensi

Determination of mercury distribution

dan

inside spent compact fluorescent lamps by

www.b2te.bppt.go.id(diakses

atomic absorption spectrometry. Waste

21/03/2013)

Management,

brands

Volume

32,

Issue

elastisitas

energy

2012.
tanggal

5,

Halaman 944-948
Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

111

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 103 112
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 103 - 112
4
[16] Rohman, F., 2010. E-waste in Indonesia:
[17] Begley,K and T.Linderson. Management
The case of Personal Computer, 2010.

of

Mercury

in

Tropical Resources, Volume 29

http://tieathai.org

Lighting

Products.

(dikases

tanggal

08/10/201

Diterima : 11 Maret 2013, direvisi : 11 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
112

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 113 122

ISSN 1978-2365

PENGUJIAN PROTOTIPE GENERATOR TERMOELEKTRIK


BERBAHAN BAKAR MINYAK JELANTAH
TESTING OF A THERMOELECTRIC GENERATOR PROTOTYPE FUELED
BY USED COOKING OIL
Priskila Harli Siswantika, Nur Aji Wibowo, Andreas Setiawan
Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
andreas.setiawan@staff.uksw.edu
Abstrak
Jelantah merupakan limbah yang jumlahnya cukup melimpah tetapi pemanfaatannya belum maksimal.
Dengan teknologi termoelektrik, jelantah dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar penghasil energi
listrik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efisiensi prototipe generator termoelektrik berbahan
bakar minyak jelantah. Generator tersebut terdiri dari 2 sel termoelektrik, pipa pendingin, penerima
panas, tungku pembakaran dan tangki bahan bakar. Sumber panas atau kalor dihasilkan dari
pembakaran minyak jelantah secara langsung pada tungku pembakaran. Pengujian dilakukan dengan
mengukur keluaran tegangan yang dihasilkan dengan memasangkan sebuah hambatan beban (dummy
load) secara paralel serta mengukur suhu pada sisi dingin dan sisi panas. Dari hasil percobaan
menunjukkan bahwa semakin besar selisih suhu (T) maka tegangan keluaran (VRL), daya keluaran
(Pout) dan efisiensi generator ( h t ) meningkat. P out dan efisiensi generator maksimum terukur pada
pemasangan RL = 11 ohm pada T = 78,1 0C yaitu 0,86 watt dan 1,96%. Dengan menganalisa
karakteristik keluaran daya generator pada pemasangan RL=11 ohm keluaran daya didekati dengan
suatu permodelan yang dibagi dalam dua bagian. Bagian I pada T 2,5 0C sampai 18,3 0C menunjukkan
Rin = 15,58 ohm dan [S1]2= 0,33 volt2/K2 dengan err = 17% terhadap hasil percobaan. Sedangkan bagian
II pada T 18,4 0C sampai 78,1 0C diperoleh [S2]2 = 0,06 volt2/K2 dan C = 0,458 dengan err = 2,2%.
Kata kunci : minyak jelantah, generator termoelektrik, kalor, efisiensi generator, koefisien seebeck
Abstract
The quantity of used cooking oil is overflow but its utilization is not maximized. By thermoelectric
technology, used cooking oil can be used to fuel electricity. This research aims to test the efficiency a
thermoelectric generator prototype fueled by used cooking oil. The generator consists of two
thermoelectric cells, cooler pipes, thermal receivers, burner and fuel tanks. The sources of heat are
generated from the combustion of used cooking oil directly on the furnace. The output voltage is
measured by pairing a load resistance (dummy load) in parallel and also by measuring the temperature
on the cold side and hot side. The experimental results show when T increases, VRL, Pout and generator
efficiency (h t ) also increases. Pout and h t maximum is measured at 0.86 watt and 1.96% when
installation of RL = 11 ohm and T = 78.1 0C. Based on analyzing of power output, generator
characteristics at installation of RL = 11 ohm can be approached by a modeling which is divided into
two parts. The first section on T 7 0C to 18.3 0C shows Rin = 15.58 ohm and [S1]2 = 0.11 volt2/K2 with
err = 17%. The second section on T 18.4 0C to 78.1 0C gets [S2]2 = 0.0038 volt2/K2 and C = 0,458
with err = 2.2%.
Keywords : used cooking oil, thermoelectric generator, heat, generator efficiency, coefficient seebeck

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

113

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Vol.
No. 2 Desember 2013 : 113 122
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 11312
122
4
cukup menjanjikan dari lifetime yang cukup

PENDAHULUAN
Ketersediaan minyak sawit di Indonesia
cukup melimpah yaitu sekitar 7 juta ton per

lama, tidak bising, dan tidak memerlukan


motor penggerak[4].

tahun[1]. Setelah digunakan, minyak goreng

Modul termoelektrik tersusun atas dua

mengalami perubahan komposisi kimia, dimana

material semikonduktor tipe-p dan tipe-n

minyak goreng tersebut mengandung senyawa-

dikopel seperti pada Gambar 1. Prinsip dari

senyawa yang bersifat karsinogenik, sehingga

generator

tidak layak lagi digunakan sebagai bahan

membalik

makanan. Oleh karena itu minyak goreng bekas

generator (TEG), dengan menganti sumber

atau jelantah (used cooking oil) menjadi limbah

tegangan

dari industri penggorengan.

beban[5].

ini

cukup

prinsip
DC

sederhana
kerja

dengan

dengan

thermoelectric

sebuah

hambatan

Minyak jelantah banyak dihasilkan dari


berbagai aktivitas memasak, salah satunya dari
UMKM. Dalam satu hari saja sebuah restoran
siap saji yang terkenal dapat menghasilkan
minyak jelantah berwarna hitam kurang lebih
33.750 liter. Mengingat jumlah UMKM yang
tersebar di berbagai tempat menjadikan volume
minyak jelantah melimpah. Apabila tidak ada
upaya

penanggulangan

terhadap

limbah

tersebut akan menimbulkan permasalahan yang


cukup serius[2].
Pada umumnya pemanfaatan minyak
jelantah digunakan sebagai biodiesel. Saat ini
penelitian tersebut masih perlu alternatif-

Gambar 1. Skema Generator Termoelektrik


Karakteristik

efek Thompson[6]. Berdasarkan efek Seebeck,


tegangan timbul dari sambungan dua material
yang berbeda pada suhu yang berbeda.

S=

fisik dan kimia minyak jelantah secara terukur


alternatif[3].
Dalam

penelitian

ini

mengusulkan

penggunaan teknologi termoelektrik (TEG)


melalui desain generator listrik termoelektrik
yang mengkonversi energi dalam minyak
jelantah menjadi energi listrik. Terobosan ini
didasarkan pada beberapa penelitian tentang
termoelektrik yang memiliki potensi yang

termoelektrik

tergantung pada efek Seebeck, efek Peltier dan

alternatif lainnya, seperti tentang sifat-sifat


yang memungkinkan menjadi bahan bakar

modul

dV
...............................................(1)
dT

Pada

persamaan

yang dimaksud

sebagai koefisien seebeck (S) merupakan


gradien perubahan tegangan terhadap suhu
pada material tertentu. Modul termoelektrik ini
akan

diletakkan

dalam

rangkaian

menghubungkan sumber panas dan dingin.


Dalam

penelitian

ini,

panas

yang

dimaksud adalah panas yang dihasilkan dari


pembakaran

minyak

jelantah.

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

114

yang

Penelitian

Pengujian Prototipe Generator


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Bakar Minyak Jelantah
Vol. 12 No. 2 DesemberTermoelektrik
2013 : 113 Berbahan
122
Sjaffriadi, 2012, yaitu merancang sebuah

Metode

kompor tekan multifuel dengan bahan bakar

Pembakaran

Pengukuran

Efisiensi

Tungku

minyak nabati seperti PPO (pure palm oil),

Metode Water Boiling Test (WBT)

minyak jelantah dan minyak jarak. Dalam

merupakan metode pengukuran secara kasar

penelitian tersebut menunjukkan kemampuan

untuk mengetahui transfer energi bahan bakar

nyala dan pembakaran yang baik di dalam

dalam proses pembakaran dan dapat dilakukan

kompor yang telah didesain dengan kondisi

pada semua jenis tungku pembakaran. Metode

operasi yang cukup stabil serta temperatur

WBT dapat menunjukkan prediksi kegunaan

nyala api yang tinggi. Penelitian tersebut

bahan bakar secara kasar untuk berbagai

membuktikan bahwa minyak jelantah dapat

keperluan

dimanfaatkan sebagai bahan bakar sumber

efisiensi termal maksimum dan minimum[10].

pembakaran

dengan

penentuan

Pemilihan metode ini disesuaikan dengan

panas[7].
Minyak yang berasal dari kelapa sawit

tujuan dari penelitian untuk memanfaatkan

mempunyai kadar asam lemak jenuh sebesar

minyak jelantah sebagai bahan bakar generator

51% dan asam lemak tak jenuh 49%[8]. Selain

termoelektrik. Pengambilan data dengan WBT

itu, minyak goreng juga memiliki energi

menggambarkan secara kasar prinsip kerja

metabolis sebesar 8.300 kcal/kg[9]. Sedangkan

ruang

minyak jelantah energi metabolisnya menurun

termoelektrik.

pembakaran
Pada

menjadi 7.430 kcal/kg.


Potensi minyak jelantah untuk dikonversi

digunakan

pada

pengambilan
sebagai

generator

data,

bahan

bakar

sample
untuk

sangat

memanaskan air seperti gambar 2. Masa air

menguntungkan namun untuk mencapai hal

dikontrol pada 50 gram dan kenaikan suhu (T)

tersebut

pada 50C. Setelah T=50C api dimatikan

menjadi

energi

listrik

diperlukan

desain

ini
dan

efisiensi

sehingga dapat diketahui selang waktu dan

generator yang baik.


Oleh karena itu, dalam penelitian ini

masa minyak yang terkonsumsi.

bertujuan untuk menguji efisiensi generator


termoelektrik berbahan bakar minyak jelantah.

METODOLOGI
Bahan
Minyak goreng yang digunakan sebagai
sample adalah minyak goreng yang digunakan
oleh industri rumah tangga (home industry)
penggorengan

krupuk

rambak.

Minyak

goreng tersebut dipanaskan selama 1 jam


dengan suhu mencapai 225 0C.

Gambar 2. Uji efisiensi tungku pembakaran


generator

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

115

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 113 122
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 113 122
4
Besar
pembakaran

kalor

yang

minyak

diterima

jelantah

dari

mengikuti

Q = m.c.DT ...(2)

generator tersebut terdiri dari bagian :


- Pipa Pendingin

Dimana :
= energi kalor yang diterima (Kalori)

Sebuah pipa almunium pejal yang


dibelah dua kemudian dilubangi.

m = masa air (gram)


c

Rancangan desain prototipe yang akan


dibuat terlihat pada gambar 3. Rancangan

persamaan 2:

Perancangan Generator

Lubang tersebut berfungsi sebagai

= kalor jenis bahan (kal/gr C)

tempat sirkulasi aliran air agar suhu

T = selisih suhu (C)

pipa tersebut relatif rendah atau sama


Kemudian energi yang dapat dihasilkan
melalui pembakaran minyak jelantah dapat

Q
Dm ..........(3)

Dimana :
E

= nilai kalori jelantah (kal/g)

= kalor yang diserap (kal)

= masa minyak yang

pendingin dan penerima panas. Pada


sisi dingin ditempelkan pada pipa

jelantah tiap gramnya pada tungku pembakaran


generator. Kemudian agar dapat memperoleh
besarnya daya minyak jelantah (P in) dilakukan
perhitungan seperti persamaan 4:

E
P0 =
t ...............................................(4)
Dimana t dalam sekon merupakan waktu
yang diperlukan sampai kenaikan 50C. Sebelum
satuan

dikonversi ke dalam joule/gram.

- Sel Termoelektrik (TEG)

Modul ini diletakkan diantara pipa

yang dapat dihasilkan oleh bahan bakar minyak

Pin,

termoelektrik.

aliran kalor menjadi arus listrik.

E pada persamaan 3. adalah nilai kalor

besarnya

karena menggunakan dua buah sel

Modul ini berfungsi untuk merubah

terkonsumsi (gram)

mencari

pipa pendingin diletakkan secara


vertikal pada sisi kanan dan kiri

diperoleh melalui persamaan 3.

E=

dengan suhu air. Pada rancangan ini,

untuk

pendingin dan pada sisi panasnya


didekatkan dengan penerima panas.
Sel teroelektrik TEG yang akan
digunakan sebanyak dua buah.
- Penerima Panas
Berupa logam besi pejal bersirip yang
dipasangkan dibawah modul TEG.
Berfungsi sebagai penerima kalor
hasil pembakaran minyak jelantah
yang

kemudian

dihantarkan

ke

permukaan sisi panas termoelektrik.


- Tungku Pembakaran
Tungku pembakaran dibuat seperti
tungku kompor sederhana dengan
ukuran yang menyesuaikan celah

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
116

Pengujian Prototipe Generator


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Termoelektrik
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 113 122 Berbahan Bakar Minyak Jelantah
antara penerima panas. Pada bagian

Dari tegangan keluaran yang diperoleh

ini, diletakkan sumbu yang kemudian

dapat dihitung daya yang dihasilkan dengan

akan menyerap minyak jelantah yang

persamaan 5 :

dialirkan dari tangki ke tungku.


- Tangki bahan bakar minyak jelantah
Berfungsi untuk menampung bahan
bakar dan didesain seperti infus agar
bisa bekerja secara kontinyu. Sistem
infus

ini

memanfaatkan

gravitasi

untuk

hukum

mempercepat

penyerapan bahan bakar oleh sumbu.

V
Pout = RL ...........(5)
RL
Dimana :
Pout = keluaran daya puncak dari
generator termoelektrik (watt)
VRL= tegangan pada beban yang
dipasangkan (volt)
RL = hambatan luar yang dipasangkan
(ohm)
Tangki
minyak
jelantah

Pipa
pendingin

Gambar 3. Desain prototipe generator


termoelektrik berbahan bakar minyak
jelantah

Tungku pembakaran

Pengukuran Daya Keluaran Generator

Penerima
panas

Gambar 4. Prototipe generator termoelektrik

Pengukuran daya listrik dari generator


ini dilakukan dengan memasangkan hambatan
beban (RL) sebagai dummy load secara paralel

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian tungku pembakaran generator

pada kabel output yang tersambung pada sel

dengan WBT

termoelektrik.

dari minyak jelantah yang dapat dilihat

Kemudian tegangan hambatan beban


tersebut

diukur

menggunakan

menunjukkan perolehan daya

berdasarkan grafik gambar 5.

multimeter.

Untuk mengetahui puncak daya maka RL


tersebut divariasikan, yang berarti hambatan
dalam

termoelektrik

(R in)

sama

dengan

hambatan luar (RL).

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

117

Pminyak (watt)

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 :Vol.
11312
122
No. 2 Desember 2013 : 113 122
4
5

Pada percobaan ke-3 dan ke-4, hasil

pengukuran Pminyak menunjukkan selisih cukup


besar dengan P0 rata-rata. Jika memperhatikan

tabel 1. maka percobaan ke-3 dan ke-4,

memang mengkonsumsi bahan bakar lebih

1
rata-rata

0
1

4 5 6 7
percobaan ke-

10

banyak, namun ternyata energi yang diterima


oleh air justru lebih kecil daripada percobaan
lainnya. Ada kemungkinan terjadi aliran energi
selain ke air yang diamati. Dari pengamatan

Gambar 5. Grafik daya minyak jelantah tiap

percobaan ternyata terbukti (tabel 1) terjadi


pembakaran

gram.

ditandai

yang

dengan

tidak

sempurna,

banyaknya

jelaga

yaitu
yang

Dari grafik gambar 5 diperoleh bahwa

dihasilkan. Jelaga yang berlebih menandakan

daya minyak (P0) rata-rata adalah 3,22 watt/g.

campuran bahan bakar dan oksigen yang tidak

P0 didapat dari persaman 3 yang dikonversi ke

optimum, hal ini menurunkan daya yang

dalam J/g.s atau watt/g.

dihasilkan.
Berbagai percobaan dengan 12 variasi RL
telah menunjukkan karakteristik Pout terhadap

Tabel 1. Perolehan daya kandungan energi


minyak jelantah dan jumlah jelaga.

pemasangan berbagai variasi hambatan beban

Percob.

Waktu

Pminyak

ke-

(g)

(sekon)

(watt/g)

60

3,46

++

60,2

4,31

++

11

60,25

1,57

+++

15

60,48

1,14

+++

60,37

2,86

++

60,53

4,28

++

60,37

3,44

++

60,38

4,29

++

60,67

3,42

++

Gambar 6. Grafik karakteristik Pout pada

10

60,63

3,42

++

pemasangan berbagai variasi RL

Jelaga

yang ditunjukkan pada gambar 6.

Ppuncak (watt)

0.9
0.7
0.5
0.3
0.1
-0.1 0
-0.3

20

40

60

80

100

120

140

Hambatan beban (ohm)

Tabel 1. menunjukkan data percobaan

Berdasarkan pengambilan data yang

perolehan daya kandungan energi minyak

telah dilakukan, Pout maksimum diperoleh pada

jelantah dengan metode WBT. Massa air (mair)

pemasangan RL 11 ohm, yaitu 0,86 watt pada

dan selisih suhu T dikontrol pada 50 g dan

suhu Thot = 107,10C, Tcold = 29 0C dan T =

50C.

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

118

Pengujian Prototipe Generator


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Termoelektrik
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 113 122Berbahan Bakar Minyak Jelantah
78,1 0C. Hal tersebut berarti hambatan dalam

masing-masing

(Rin) 2 sel TEG besarnya mendekati 11 ohm.

dalam penelitian ini. Sehingga belum dapat

Berdasarkan

percobaan

yang

telah

dilakukan karena Pout maksimum terukur pada


pemasangan 11 ohm. Maka analisa untuk
mendapatkan besarnya efisiensi generator ( ht ),
(Rin) dan koefisien Seebeck (S) menggunakan
hasil dari pengukuran pada pemasangan RL =

diketahui

manakah

Karakteristik

dengan persamaan 6.

yang

dilakukan
memberikan

keluaran

daya

yang

dihasilkan generator dapat didekati dengan


sebuah

permodelan

dengan

mengubah

persamaan 1 menjadi persamaan 7.

Setelah diketahui besarnya Pin (P0.mf) dan


Pout maka dapat diketahui efisiensi generator

belum

kontribusi terbesar terhadap efisiensi total.

S=

11 ohm.

efisiensi

dV
dT
Thot

V = S . dT
Tcold

P
ht = out 100% ............................(6)
Pin
Pada persamaan 6, mf merupakan masa

V = S.DT ............................................(7)
Pada

persamaan

7,

merupakan

tegangan yang dihasilkan oleh generator .

bahan bakar yang terkonsumsi saat generator

Sedangkan,

bekerja.

diatas

hambatan beban (VRL) ditinjau dari rangkaian

diperoleh ( ht ) pada pemasangan RL = 11 ohm

dalam generator dengan hambatan beban (R L)

Maka

dengan

persamaan

seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.

tegangan

yang

terukur

pada

yang ditunjukkan pada gambar 8.


generator

Efisiensi (%)

2
1.5

VRL

1
0.5
0
0

20
40
60
0
Selisih Suhu T ( C)

80

Gambar 7. Grafik karakteristik efsiensi


generator termoelektrik dengan RL = 11 ohm
pada T 0 0C sampai 80 0C
Efisiensi generator

maksimum yang

dicapai sebesar 1,96 %. Nilai efisiensi ini


merupakan
termoelektrik
pembakaran

efisiensi

total

dari

efisiensi

( hTEG ) dan efisiensi tungku


( h k ).

Pengukuran

Gambar 8. Rangkaian pengukuran tegangan


pada generator
Berdasarkan gambar 8 dan persamaan 7,
VRL diketahui sesuai dengan persamaan.

VRL = V .

RL
Rin + RL

RL
VRL =
S .DT .......................(8)
Rin + RL

pengaruh

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

119

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 113
1222 Desember 2013 : 113 122
4
bagian. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik

*
=
Pout

VRL
RL

yang ditunjukkan seperti pada gambar 10.

Dimana :
P*out

= daya puncak dari permodelan

Ppuncak (watt)

S 2 R .DT
*
Pout
= L
....................(9)
RL Rin + RL

(watt)
= koefisien seebeck (volt/0C)

S
Rin

1.00
0.90
0.80
0.70
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00

II

I
0

20

40

Selisih suhu T

= hambatan dalam generator


(ohm)

60

80

(0C)

Gambar 10. Grafik hasil permodelan dan


percobaan pada pemasangan RL 11 ohm.

Hasil pengukuran pada RL = 11 ohm


memiliki karakteristik koefisien seebeck (S)
yang nilainya mengalami penurunan sebagai
fungsi suhu. Hal tersebut relevan dengan
penelitian yang dilakukan Zhenhua Zhou dan

Hasil permodelan dan percobaan bagian I


dianalisa pada T 2,5 0C sampai 18,3 0C seperti
pada gambar 10.

koefisien seebeck terhadap suhu tertentu pada


saat pembakaran seperti pada gambar 9.

daya (watt)

Ctirad Uher, 2005 menunjukkan hubungan

0.5
0.45
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0

P*out
Pout
0

10

selisih suhu T

15

20

(0C)

Gambar 11. Grafik hasil permodelan dan


percobaan pada pemasangan RL = 11 ohm
bagian I

Gambar 9. Koefisien seebeck pada suhu


tertentu (Zhenhua Zhou., 2005).
Berdasarkan

grafik

gambar

Nilai error (err) dari permodelan dan


2.

menunjukkan bahwa koefisien seebeck (S)


mengalami penurunan pada suhu tertentu.
Penurunan tersebut bergantung pada proses

percobaan dapat diperoleh dengan persamaan


10.

err =

*
Pout - Pout
1
P 100% ..................(10)
n
out

operasi yang diberikan[11]. Sehingga analisa

Berdasarkan grafik gambar 11, pada

dilakukan dengan membaginya dalam dua

bagian I hasil permodelan dan percobaan yang

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
120

Pengujian Prototipe Generator


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
Termoelektrik
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 113 122Berbahan Bakar Minyak Jelantah
telah dilakukan menunjukkan bahwa err =17%

Rin = 15,58 ohm, [S2]2 = 0,06 volt2/K2 dan

dengan Rin = 15,58 ohm dan [S1]2 = 0,33

konstanta C = 0,458. Sehingga persamaan 12

volt /K . Dengan nilai err yang sangat kecil

berubah menjadi persamaan 13.

dapat dikatakan bahwa permodelan tersebut


dapat

digunakan

menentukan

sebagai

besarnya

pendekatan

keluaran

*
output

daya

maksimum. Sehingga persamaan 9 berubah


menjadi persamaan 11.

0,06 RL .DT
=

+ 0,458 ....(13)
RL 15,58 + RL

KESIMPULAN DAN SARAN


Peningkatan selisih suhu T sebanding

0,33 RL .DT
*
=
Pout

..................(11)
RL 15,58 + RL

dengan besarnya tegangan dan daya yang


dihasilkan. Dari berbagai variasi RL yang

dan

dipasangkan Pout maksimum yang terukur

percobaan bagian II dianalisa pada selisih suhu

ketika pemasangan RL = 11 ohm sebesar 0,86

Sedangkan

hasil

permodelan

(T) 18,4 C sampai 78,1 C. Berdasarkan

watt pada Thot = 107,1 0C dan Tcold = 29 0C

grafik yang ditunjukkan untuk bagian II

dengan ht = 1,96 %.

persamaan 9 berubah menjadi persamaan 12.


2

Permodelan dibagi dalam dua bagian,


bagian I pada T 2,5 0C sampai 18,3 0C

S 2 RL .DT
P =
+ C ......................(12)
RL Rin + RL

menunjukkan Rin = 15,58 ohm dan [S1]2 = 0,33

Pada persamaan 12, C merupakan sebuah

volt2/K2 dengan err = 17 % terhadap hasil

konstanta agar permodelan mendekati hasil

percobaan. Sedangkan bagian II pada T 18,4

*
out

C sampai 78,1

percobaan seperti pada gambar 11.

C diperoleh [S2]2 = 0,06

volt2/K2 dan C = 0,458 dengan err = 2,2 %.

0.9

daya (watt)

0.8

DAFTAR PUSTAKA

0.7
0.6

P*out

0.5

[1] Suirta, IW., 2009. Preparasi Biodiesel dari


Minyak Jelantah Kelapa Sawit. JURNAL

Pout

KIMIA 3 (1), Januari 2009, Jurusan Kimia

0.4
18

28

38

48

58

68

78

FMIPA

selisih suhu T (0C)

Universitas

Udayana,

Bukit

Jimbaran

Gambar 12. Grafik hasil permodelan dan

[2]

percobaan pada pemasangan RL = 11 ohm


bagian II

Rosita, Alinda Fradiani., A.W.,Wenti.,


2009.Peningkatan

Kualitas

Minyak

Goreng Bekas KFC dengan Menggunakan


Adsorben Karbon Aktif. Seminar Tugas

Berdasarkan

grafik

gambar

12,

permodelan terhadap hasil percobaan yang

Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia UNDIP


Semarang.

telah dilakukan memperoleh err =2,2 % dengan

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

121

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan
No. 2 Desember 2013 : 113 122
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 :Vol.
113 12
122
4
Hanif., 2009. Analisis Sifat Fisik dan

Seminar

Kimia Biodiesel dari Minyak Jelantah

Universitas

sebagai Bahan Bakar Alternatif Motor

Bandung, 25 April 2012.

[3]

Diesel. Jurnal Teknik Mesin, Vol 6, No.2,

Pemasaran

Jendral
Hasil

Pengolahan
Pertanian.

[8] Zulkarnian,

Teknik

Katholik
Edwar.,

Kimia

Parahyangan
2011.

Pengaruh

Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam

Desember 2009, ISSN 1829-8958.


[4] Direktorat

Nasional

dan
2009.

Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak


menjadi Energi Biogas. Seri Bioenergi

Lemak

Minyak

Georeng

Sawit

dan

Minyak Goreng Jagung. J IndoMedAssoc,


Volume: 61, Juni
[9] NRC (National Research Council). 1984.
Nutrients Requirements of Poultry. Eight

Pedesaan, Departemen Pertanian.


[5] Buist, J.Richard., Lau, Paul G., 2006.
Thermoelectric Power Generator Design
and Selection from TE cooling Module

Revised Ed. National Academy. Press,


Washington, DC. 555 pp.
[10] Volunteers

in

Technical

Assistance

Specifications. TE Technology, Inc., 1590

(VITA), 1985. Testing The Efficiency of

Keane Drive, Traverse City, MI 49686

Wood-Burning

USA.

Publications Department, USA.

Cookstoves.

VITA

[6] Putra, Nandya., 2010. Potensi Pembangkit

[11] Zhou, Zhenhua., Uher, Ctirad., 2005.

Daya Termoelektrik untuk Kendaraan

Apparatus for Seebeck Coefficient and

Hibrid. Makara Seri Teknologi vol. 13 no.

Electrical Resistivitiy Measurements of

2 (Nov. 2010), page 53-58.

Bulk Thermoelectric Materials at High

[7] Sjaffriadi.,
Multifuel

2012.
Berbahan

Kompor
Bakar

Tekan
Jelantah.

Temperature. Review Science Instrument


76,

023901

Diterima : 31Agustus 2013, direvisi : 21 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

122

(2005)

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123 130

ISSN 1978-2365

PETA POTENSI LIMBAH BIOMASSA PERTANIAN DAN KEHUTANAN


SEBAGAI BASIS DATA PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN
BIOMASS POTENTIAL MAP AS A DATABASE OF NATIONAL SCALE
BIOMASS ENERGY DEVELOPMENT
Bono Pranoto, Marlina Pandin, Silvy Rahmah Fithri, Syaiful Nasution
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230
bonopranoto@yahoo.com
Abstrak
Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia menghadapi beberapa kendala, salah satunya adalah
terbatasnya ketersediaan data dan informasi potensi energi terbarukan di seluruh wilayah Indonesia.
Tujuan dari kajian ini adalah menyiapkan data dan informasi sebaran potensi energi biomassa dan
menyajikannya dalam bentuk database spasial. Peta spasial potensi energi limbah biomassa ini dapat
digunakan untuk pengembangan pemanfaatan energi biomassa. Metodologi yang digunakan adalah
pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data. Data dikumpulkan dari berbagai sumber seperti
Kementerian Pertanian berupa angka tetap produksi dan luas panen pertanian, serta peta tematik
kawasan hutan milik Kementerian Kehutanan . Komoditi yang dihitung adalah limbah Padi (Oryza
Sativa), Jagung (Zea Mays), Singkong (Manihot Utilissima), Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq),
Kelapa (Cocos Nucifera, L) dan limbah hutan produksi. Data disajikan dalam peta dasar spasial batas
wilayah kabupaten. Hasil perhitungan didapat besar potensi energi dari limbah ke enam komoditi
tersebut sebesar 35,6 GW dengan kontribusi dari limbah padi sebesar 54,52 %, limbah jagung 9,74%,
limbah singkong 6,45%, limbah kelapa sawit 2,29%, limbah kelapa dalam 2,3%, dan limbah hutan
produksi 24,69%.
Kata kunci : peta potensi, energi biomassa, basis data, sistem informasi spasial.

Abstract
Utilization of renewable energy in Indonesia faces several obstacles, one of which is the limited data
and information availability of potential of renewable energy in all region of Indonesia. The purpose of
this study is to prepare data and information of distribution the energy potential for biomass and
present it in the form of map database. The map of potential energi from biomass waste can be used as
reference for development of biomass energy. The methodology for this study is by collection,
processing, analysis and presentation of data. Data collected from various sources such as the Ministry
of Agriculture for Fixed Number production and harvest area from waste of Rice (Oryza Sativa), Corn
(Zea Mays), Cassava (Manihot Utilissima), Palm (Elaeis Guineensis Jacq), Coconut (Cocos Nucifera,
L), and tematic map for forest boundaries from Ministry of Forestry. The data is presented in a spatial
base map of the district boundaries. The results show total energy potential from six commodities is
35,6 GW, with contribute from padi waste 54,52%, corn waste 9,74%, cassava waste 6,45%, palm
waste 2,29%, coconut waste 2,3%, and production forest waste 24,69%. This spatial map of biomass
energy that has been made can be used as a database of biomass energy development in Indonesia.
Keyword : Potential Map, Energy of Biomass, basisdata, spatial information system.

Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

123

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 123 130
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123 130

PENDAHULUAN

(2001) telah memanfaatkan GIS sebagai basis

Latar Belakang

data

Biomassa adalah produk fotosintesis

Informasi untuk Energi Terbarukan

diwilayah Maharashtra, India.


Peta

yang menyerap energi surya dan mengubah

Tematik

adalah

peta

yang

karbon dioksida, dengan air ke campuran

menyajikan informasi dalam tema tertentu dan

karbon, hidrogen dan oksigen. Biomassa adalah

kepentingan tertentu. Peta tematik yang dibuat

material biologis yang dapat digunakan sebagai

harus mengacu pada peta dasar yang dibuat

sumber bahan bakar, baik secara langsung

oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan

maupun setelah diproses melalui serangkaian

skala 1:250.000. Peta Potensi Energi Limbah

proses yang dikenal sebagai konversi biomassa.

Biomassa ini merupakan peta tematik, dengan

Biomassa juga meliputi sampah bio yang dapat

tujuan menyajikan informasi mengenai total

diuraikan yang dapat digunakan sebagai bahan

potensi energi dari limbah biomassa.

bakar. Biomassa tidak termasuk material


organik yang telah diubah dengan proses

Tujuan
Penyusunan

geologis ke dalam zat seperti batubara atau


limbah

petroleum.

peta

biomassa,

tematik

dengan

potensi

memasukkan

infromasi

sebaran

potensi

energi

secara teori diperkirakan mencapai sekitar

biomasa

kedalam

peta

tematik

49.810 MW. Angka ini diasumsikan dengan

administrasi, maka diharapkan dapat terlihat

dasar kadar energi dari produksi tahunan

besaran potensi dan jenis limbah biomassa

sekitar 200 juta ton biomassa dari residu

yang dapat dimanfaatkan tiap kabupaten di

pertanian, kehutanan, perkebunan dan limbah

Indonesia

Potensi energi biomassa Indonesia,

limbah
batas

padat perkotaan. Jumlah potensi yang besar


tidak sebanding dengan kapasitas terpasang

METODOLOGI

sebesar 302.4 MW atau 0,64 persen yang

Pengumpulan data
Perhitungan jumlah limbah pertanian

dimanfaatkan. Bila kita maksimalkan potensi


yang ada dengan menambah jumlah kapasitas

berdasarkan

pada

Data

Pertanian

yang

terpasang, maka akan membantu bahan bakar

diperoleh dari Basisdata Statistik Kementerian

fosil yang selama ini menjadi tumpuan dari

Pertanian yang dipublikasi dalam situs resmi

penggunaan energi (KESDM 2008).

Kementerian. Data Pertanian berupa Luas


(SIG)

Panen dan Produksi Pertanian. Data yang

adalah sistem informasi yang berdasar pada

diambil dari tanaman Padi (Oryza Sativa),

data keruangan dan merepresentasikan obyek di

Jagung

bumi. SIG dapat digunakan sebagai basis data

Utilissima), Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis

Infromasi

Jacq), Kelapa (Cocos Nucifera, L). Sedangkan

Sistem

Informasi

untuk

Geografis

pemanfaatan

energi

(Ramachandra, 2007). Sampada dan Rangan

data

(Zea

Hutan

Mays),

Produksi

Singkong

(Manihot

didapatkan

Diterima
124 : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

dari

Peta
potensi
Limbah Biomassa Pertanian Dan Kehutanan
Ketenagalistrikan Dan
Energi
Terbarukan
Sebagai
Basis
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123 Data
130Pengembangan Energi Terbarukan
Kementerian Kehutanan berupa data Peta

d. Limbah Kelapa Sawit

Tematik Digitasi Kawasan Hutan Produksi.

Bagian dari tanaman kelapa sawit dibagi

PETA GIS batas wilayah Indonesia diperoleh

menjadi 4 bagian yang dapat dimanfaatkan

dari BIG (Badan Informasi Geospasial).

yaitu daging buah, biji sawit tandan kosong dan


batang

pohon.

Dari

keempat

melompok

Penghitungan Limbah Biomassa

tersebut hanya bagian daging buah dan biji

a. Limbah Padi

sawit yang menghasilkan minyak. Daging buah

Penghitungan jumlah limbah padi berdasarkan

menghasilkan minyak sawit, sedangkan biji

atas besarnya produksi padi setiap tahunnya.

sawit menghasilkan minyak inti. Sedangkan

Xiong et al. (2009) menyatakan bahwa tiap ton

bagian bagian lain seperti sabut, endapan

produksi padi akan menghasilkan 200 kg (20%)

lumpur, cangkang, bungkil, tandan kosong

sekam padi. Perbandingan ratio jumlah sekam

maupun

padi terhadap jerami dan merang berturut-turut

dianggapnya sebagai limbah kelapa sawit

adalah 0.74: 2.30: 0.70 (Lembaga Penelitian

(PS,1996). Batang pohon sawit yang sudah tua

Hasil Hutan, 1978).

dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah

maupun

batang

pohon,

sering

tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai


b. Limbah Singkong

papan partikel. Dari setiap batang kelapa sawit

Secara umum limbah dari tanaman singkong

dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3. Untuk

adalah kulit singkong dan batang pohon

setiap ton sawit menghasilkan serabut sebesar

singkong.

banyak

120 kg, tempurung 70 kg, dan tandan kosong

dimanfaatkan sebagian besar untuk pakan

220 kg (Lembaga Penelitian Hasil Hutan,

ternak karena masih memiliki nilai karbohidrat

1978).

Kulit

singkong

telah

yang tinggi (Sudaryanto, 1998). Sehingga


perhitungan limbah dari tanaman singkong

e. Limbah Kelapa

adalah batang sebesar 5,1 Ton untuk setiap

Kelapa merupakan tanaman tropis yang sudah

hektar dalam 1 tahun (Lembaga Penelitian

dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Hal

Hasil Hutan, 1978).

ini terlihat dari penyebaran tanaman kelapa di


hampir seluruh wilayah Nusantara. Cangkang

c. Limbah Jagung

dan serabut kelapa memiliki potensi limbah

Yang termasuk sebagai kategori limbah jagung

yang besar, untuk setiap ton buah kelapa

adalah bonggol, batang-daun, dan kelobot.

terdapat 360 kg serabut kelapa dan 165 kg

Besaran masing-masing limbah terhadap luas

cangkang kelapa (Lembaga Penelitian Hasil

lahan (Ha) pertahun adalah bongol = 0.6 ton ;

Hutan, 1978).

batang-daun = 2.6 ton; kelobot = 0.7 ton


(Lembaga Penelitian Hasil Hutan, 1978).

Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

125

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 123
1302 Desember 2013 : 123 130
Tabel 1. Nilai kalor limbah biomassa

f. Limbah Hutan Produksi


Hutan produksi adalah kawasan hutan yang
diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk
memenuhi

keperluan

masyarakat

pada

umumnya serta pembangunan, industri, dan


ekspor pada khususnya. Secara umum besaran
limbah tergantung terhadap jenis kayu dan
luasan hutan. Berdasarkan penelitian hasil
hutan maka jumlah limbah dapat direrata
sebesar 3 m3 untuk tiap Hektar Luas Tebang
pertahun. Untuk setiap meter kubik limbah
hutan setara dengan bobot 180 kg (Lembaga
Penelitian Hasil Hutan, 1978).
Penghitungan Nilai Kalor
Kalor didefinisikan sebagai energi panas yang
dimiliki oleh suatu zat. Kalor jenis (c) adalah
banyaknya kalor (Q) yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu (T) satu satuan massa (m)
benda sebesar satu derajat. (Perrys, 2007).
Q = m.c.(t2 t1) .

(Perrys, 2007)

Limbah Biomassa
Padi
1. Sekam
2. Jerami
3. Merang
Jagung
1. Bonggol
2. Batang-daun
3. Kelobot
Singkong
1. Batang
Kelapa Sawit
1. Serabut
2. Tempurung
3. Tandan
Kelapa
1. Serabut
2. Tempurung
Hasil Hutan
1. Kayu

Kalor Jenis
3.052,9 Ton Kal/Ton
2.914,5 Ton Kal/Ton
3.205,4 Ton Kal/Ton
3.523,9 Ton Kal/Ton
3.674,6 Ton Kal/Ton
3.620,6 Ton Kal/Ton
3.894,5 Ton Kal/Ton
11,40 Ton Kal/Ton
15,21 Ton Kal/Ton
3.700 (k. kal/kg)
4.004,8 k.kal
4.128,9 k.kal
3.992,6 Ton Kal/Ton

(Sumber : Lembaga Penelitian Hasil Hutan, 1978).

Apabila kapasitas produksi energi panas yang


dihasilkan

tersebut

dikonversikan

menjadi

energi listrik dengan faktor konversi setiap ton


kalori adalah 1,1628x 10-3 MWh (Energi
Outlook Statistics, University of Indonesia,
2000), maka dapat diperkirakan potensi energi
limbah biomassa pada masing-masing wilayah.

Dimana :
Q adalah kalor yang dibutuhkan (J)
m adalah massa benda (kg)

Penyajian dalam PETA

c adalah kalor jenis (J/kgC)

Peta tematik total energi limbah biomassa

(t2-t1) adalah perubahan suhu (C)


Kalor

jenis

biomassa

digunakan

disajikan dalam satuan Megawatt (MW).


untuk

menghitung energi kalor total. Daftar kalor


jenis biomassa ada ditabel berikut :

Besarnya nilai potensi energi diwakili oleh


gradasi

warna

Hijau

hingga

Merah,

berdasarkan batas wilayah administrasi. Nilai


terendah ditandai dengan warna hijau tua,
sedangkan nilai tertinggi ditandai dengan warna
merah.

Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
126

Peta
potensi
Limbah Biomassa Pertanian Dan Kehutanan
Ketenagalistrikan Dan
Energi
Terbarukan
Sebagai
Basis
Pengembangan Energi Terbarukan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123Data
130
Informasi besarnya persentase penyumbang

didapat peta produksi rata-rata perkabupaten ,

nilai total energi ditandai dengan diagram

peta sudah bisa dijadikan sebagai peta sebaran

energi. Diagram Energi menunjukan besaran

biomassa untuk tiap komoditi hasil pertanian.

persentase limbah biomasa ditiap kabupaten.

Dari peta ini sudah bisa terlihat daerah mana

Dalam satu

saja yang memiliki potensial biomasa terbesar

diagram

energi

terdiri

dari

persentase keenam komoditi, yaitu : limbah

dibandingkan dengan yang lainnya.

padi, limbah jagung, limbah singkong, limbah


kelapa, limbah kelapa, limbah hutan produksi.

Data

Tematik

Kawasan

Hutan

Produksi

dilakukan pengirisan luas lahan berdasarkan


luasan wilayah administrative kabupaten. Agar

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengumpulan

data

publikasi

statistik

Kementerian

Pertanian hanya tercantum

dapat dihitung jumlah limbah kayu perwilayah


kabupaten.

hingga level kabupaten. Ada data dibeberapa


wilayah yang tidak memiliki angka produksi

Agar menjadi peta potensi energi, jumlah

maupun luas panen. Hal tersebut disebabkan

limbah dikalikan dengan nilai kalornya, lalu

karena 2 hal, yaitu, pertama karena daerah

dikonversi menjadi listrik. Perhitungan potensi

tersebut bukan penghasil komoditi atau hanya

energi dilakukan untuk masing-masing wilayah

sedikit

kabupaten.

besarannya,

kedua

dapat

juga

disebabkan tidak ada data karena dinas


pertanian tidak ada kegiatan pengumpulan data

Total

Potensi

Energi

Limbah

Biomassa

pada tahun tersebut.

merupakan penjumlahan Potensi Energi dari 6


Komoditi Besar yaitu, Limbah Padi, Limbah

Data yang digunakan adalah Angka Tetap

Jagung, Limbah Singkong, Limbah Kelapa

Produksi dan Luas Panen rata-rata 5 tahun,

Sawit, Limbah Kelapa dan Limbah Hutan

yaitu tahun 2004-2009. Data tersebut kemudian

Produksi.

dituangkan kedalam peta tematik sehingga

Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

127

Ketenagalistrikan
Dan Energi Terbarukan
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 123 130
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123 130

Gambar 1. Peta Potensi Energi Limbah Biomassa Indonesia

Gambar 2. Peta Potensi Limbah Biomassa Propinsi Jawa Tengah

128Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

Ketenagalistrikan DanPeta
Energi
Terbarukan
potensi
Limbah Biomassa Pertanian Dan Kehutanan
Vol. 12 No. 2 Desember
2013
:
123
130 Pengembangan Energi Terbarukan
Sebagai BasisData
Pada gambar 1, terlihat distribusi potensi energi

Pada gambar 2, ada 2 informasi yang disajikan

limbah biomassa di Indonesia. Data tersebut

dalam peta ini. Yang menjadi latar belakang

sangat bermanfaat dalam penentuan kebijakan

peta adalah total energi dari potensi limbah

pengembangan Energi Biomassa di tiap-tiap

biomassa. Besarnya nilai ditandai dengan

wilayah. Dari data tersebut terlihat potensi

perbedaan

limbah biomassa terbesar ada di Pulau Jawa,

wilayah kabupaten. Sedangkan informasi yang

hal ini dikarenakan besarnya nilai dipengaruhi

disajikan

oleh produksi limbah padi yang cukup besar.

diagram energi. Jumlah persentase kontribusi

warna
didepan

berdasarkan
peta

batas-batas

adalah

informasi

limbah biomassa disajikan.


Dari

sektor

pertanian,

limbah

padi

terkonsentrasi dipulau Jawa, Sumatera dan

Dalam informasi peta tersebut terlihat bahwa

Kalimantan. Limbah jagung terkonsentrasi

kabupaten Grobogan dan Wonogiri memiliki

dipulau

Timur.

potensi energi limbah biomassa yang besar,

Sedangkan limbah singkong banyak dijumpai

ditambah dengan informasi limbah terbesar

dipulau Jawa dan Propinsi Lampung.

yang dapat dimanfaatkan. Semisal Grobogan

Dari sektor Perkebunan, Limbah kelapa sawit

dengan potensi energi limbah sebesar 450 MW

banyak

dan

dihasilkan dari limbah padi dan limbah jagung,

selatan.

untuk daerah Wonogiri potensi terbesarnya

Sedangkan limbah kelapa dalam lebih merata

dihasilkan dari limbah padi, limbah jagung dan

diseluruh wilayah indonesia.

hutan produksi dengan total potensi 367 MW.

Dari sektor kehutanan, pulau jawa memiliki

KESIMPULAN DAN SARAN

limbah hutan terkecil dibanding pulau-pulau

Dengan adanya peta potensi biomassa untuk

besar di Indonesia. Limbah hutan produksi

masing-masing

paling besar dijumpai di wilayah Kalimantan

pemanfaatan biomassa skala nasional sebagai

dan Papua.

bahan baku energi dapat dikonsentrasikan pada

Jawa,

dijumpai

Kalimantan

khususnya

dipulau

wilayah

barat

Jawa

Sumatera
dan

komoditi,

maka

kebijakan

daerah-daerah yang memiliki potensi limbah


Pada gambar 2, adalah peta potensi energi
limbah biomassa diwilayah propinsi Jawa
Tengah. Terlihat pada PETA ini bahwa
Informasi

yang

disajikan

lebih

rinci

dibandingkan dengan peta pada gambar 1.


Pada peta tematik ini lebih menjelaskan secara
rinci

mengenai

komposisi

limbah

berkontribusi terhadap total energi.

yang

yang besar.
Dengan peta tersebut maka pemerintah daerah
dapat mengetahui potensi apa yang dimiliki
secara

umum

didaerah

masing-masing,

sehingga mampu mengembangkan Energi Baru


Terbarukan

khususnya

biomassa

sebagai

sumber daya energi lokalnya.

Diterima : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

129

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan Energi Ketenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 123 130
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 123 130
Total potensi energi dari limbah biomassa
Indonesia sebesar :

[7] Peta Dasar Batas Wilayah Kabupaten


Indonesia, BAKOSURTANAL

No

Limbah

Padi

Jagung

3,47

Singkong

2,30

Kelapa Sawit

0,81

Kelapa Dalam

0,82

Hutan Produksi

8,80

[8] Sampada Kulkarni and Rangan Banerjee,

Energi (GW)

2011, Renewable energy mapping in

19,41

TOTAL

Maharashtra, India using GIS, World


Renewable Energy Congress, Linkoping,
Sweden.
[9] Sudaryanto T, I W. Rusastra, dan P.
Simatupang , 1998 , Strategi Dan
Kebijakan

35,60

Pembangunan

Ekonomi

Pedesaan Berbasis Agribisnis , Prosiding


Seminar

dan

Ekspose

Hasil

Penelitian/Pengkajian BPTP Jawa Timur


,ISBN: 979-8094-86-7
DAFTAR PUSTAKA

[10] Tim Penyusun PS, 1996, Kelapa sawit,

[1] Anonymous, Net Heating Value dari

Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan

Limbah Pertanian, Kayu Bakar, Arang

Aspek Pemasaran nya,cetakan ke V,

Dibandingkan

Penerbit PT Penebar Swadaya, anggota

dengan

Batubara

dan

Minyak Tanah, Lembaga Penelitian Hasil


Hutan, Bogor, Indonesia, 1978

[11] T. V. Ramachandra et.al, 2007,Geospatial

[2] Basis Data Pertanian, Basis Data Statistik


berdasarkan lokasi, www.deptan.go.id
[3] Basis

Data

Informasi

Kehutanan,

Environment,Vol.6.
[12] Xiong, Liangming, Saito Kazuya , Sekiya

[4] Energi Outlook Statistics, University of


Indonesia, 2000
A.

Mapping of Bioenergy Potential in


Karnataka, India, Journal of Energy &

www.webgis.dephut.go.id

[5] Milbrandt,

IKAPI, Jl. Gunung Sahari Jakarta.

Edson H, Sujaridworakuni Pornapa and


Wada Shigetaka (2009) Influence of

2005.

Geographic

Prespective on the Current

Biomass

Resource Avaibility in the United States,

Impurity Ions on Rice Husk Combustion.


Journal of Metals, Materials and Minerals.
19(2), 73-77.

Technical Report NREL/TP-560-39181.


[6] Perry, R.H. and Green, D.W Perry's
Chemical

Engineers'

Handbook

McGraw-Hill, October 2007 (8th Edition),


ISBN 0-07-142294-3

Diterima
130 : 6 November 2013, direvisi : 23 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan


Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131 148

ISSN 1978-2365

PENYUSUNAN WEBGIS PETA POTENSI ENERGI BIOGAS KOTORAN


TERNAK SAPI DAN KERBAU DENGAN PERANGKAT LUNAK OPENGEO
WEBGIS MAP DEVELOPMENT OF BIOGAS ENERGY POTENTIAL FROM
COW AND BUFFALO WASTE BY USING OPENGEO SOFTWARE
Nanda Avianto Wicaksono
Puslibangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230
nanda.aw@p3tkebt.esdm.go.id

Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk menyusun peta potensi energi biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi
(bos species) dan kerbau (bubalus bubalis) menggunakan WebGIS berbasis perangkat lunak OpenGeo.
Peta tersebut dapat dijadikan sebagai acuan program Pemerintah mengembangkan energi biogas secara
nasional. Teknologi WebGIS yang digunakan memungkinan peta yang disusun dapat langsung diakses
melalui internet kapanpun dan dari manapun sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif, sistematik, dan
efisien oleh seluruh stakeholder terkait. Peta tersebut disusun atas data potensi energi biogas perkabupaten
dan kota dalam satuan kalori (kal), ton oil equivalence (toe), barrel oil equivalence (boe), dan mega watt
hour (MWh) yang dihitung berdasarkan data angka tetap populasi ternak sapi dan kerbau tahun 2011 yang
dipublikasikan Kementerian Pertanian dan kemudian digabungkan dengan peta dasar batas administrasi
kabupaten dan kota tahun 2010 yang disusun Bakosurtanal. Selain itu, penelitian ini juga menghitung total
potensi energi biogas berasal dari kotoran ternak sapi dan kerbau secara nasional. Total potensi energi
tersebut setara dengan 37.725,03 boe/hari atau sebanding dengan 4,20% lifting minyak Indonesia pada
tahun 2011 atau 4,38% pada tahun 2012. Total potensi tersebut juga setara dengan 12,29% produksi bruto
listrik Indonesia pada tahun 2011 atau 11,25% pada tahun 2012. Potensi energi tersebut membuka peluang
untuk meningkatkan kontribusi energi baru dan terbarukan khususnya energi biogas berasal dari kotoran
ternak sapi dan kerbau dalam bauran konsumsi energi primer Indonesia.
Kata kunci : WebGIS, biogas, kalori (kal), ton oil equivalence (toe), barrel oil equivalence (boe), watt
hour (Wh)
Abstract
This research is intented to develope WebGIS map of biogas energy potential from cow (bos species) and
buffalo (bubalus bubalis) waste by using OpenGeo software. The map can be used as a reference of the
Governments Program to develop biogas energy potential. By using WebGIS technology, it can be directly
accessed via internet anytime and anywhere so it can be used effectively, systematically, and efficiently by
all steakeholder concerned. The map was composed based on the biogas energy potential data per region
and city in calories, ton oil equivalence (toe), barrel oil equivalence (boe), mega watt hour (MWh) which
are calculated based on the cow and buffalo population published by the Ministry of Agriculture in 2011.
The data was joined with the base map of boundary administrative regions and cities made by
Bakosurtanal in 2010. The research also calculated the total biogas potential produced from cattle waste.
The total biogas energy potential is equal to 37.725,03 boe/day or equal to 4,20% oil lifting of Indonesia in
2011 or 4,38% in 2012. The total potential mentioned is also equal to 12,29% Indonesia electricity gross
product in 2011 or 11,25% in 2012. The potential gives chance to raise the contribution of the new and
renewable energy especially biogas energy from cattle waste in the mixed energy consumption in
Indonesia.
Keywords : WebGIS, biogas, calori, ton oil equivalence (toe), barrel oil equivalence (boe), watt hour (Wh)

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

131

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 131
1482 Desember 2013 : 131 148
Tabel 2. Pembanding Energi Biogas[1]

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biogas adalah gas yang dihasilkan
melalui

proses

organik

oleh

penguraian

bahan-bahan

mikroorganisme

bakteri

metanogen atau metanogenik dalam kondisi


tanpa udara (anaerob). Bakteri tersebut secara
alami

terkandung

mengandung

dalam

bahan

limbah

organik,

Penggunaan
Penerangan

Energi 1 m3 biogas
Sebanding dengan lampu 60
100 W selama 6 jam
Untuk memasak 3 jenis
makanan untuk 5 -6 orang
Sebanding dengan 0,7 kg
bensin
Menjalankan motor 1 pk
selama 2 jam
Sebanding dengan 1,25 kWh
listrik

Memasak
Pengganti
bahan bakar
Tenaga
pengangkut
Listrik

yang

seperti

Dengan kandungan energi tersebut,

kotoran ternak dan sampah organik.

biogas sangat berpotensi untuk dijadikan

Biogas yang berasal dari kotoran ternak

energi baru terbarukan yang dikembangkan

sapi umumnya mengandung (a) metana

secara luas di Indonesia. Sedikitnya terdapat

(65,7%), (b) karbon dioksida (27,0%), (c)

lima alasan Indonesia sangat berpotensi untuk

nitrogen (2,3%), (d) oksigen (0,1%), (e)

mengembangkan energi biogas, terutama yang

propana (0,7%), dan bagian kecil hidrogen

berasal dari kotoran ternak.

sufida (lihat Table 1).[1] Gas metana dan

Pertama, Indonesia memiliki populasi

propana yang dikandung biogas tersebut

ternak yang cukup besar sehingga dapat

memiliki energi yang dapat dimanfaatkan oleh

menunjang ketersediaan bahan baku biogas

manusia.

berupa kotoran ternak dalam jumlah yang

Tabel 1. Komposisi gas (%) dalam biogas


yang berasal dari kotoran sapi[1]

cukup dan kontinu.[2] Pada tahun 2005,

Jenis Gas
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida (CO)
Oksigen (O2)
Propana (C3H8)
Hidrogen Sulfida (H2S)

Biogas dari
Kotoran Sapi
65,7
27,0
2,3
0,0
0,1
0,7
Tidak terukur

Indonesia memiliki populasi sekitar 11 juta


ekor sapi, 3 juta ekor kerbau, dan 500 ribu
ekor kuda.[3] Menurut Simanjuntak (2005),
populasi sapi dan kerbau sebanyak 13,23 juta
ekor akan dapat menghasilkan energi biogas
sebasar 86,02 Gkal/hari.[4]
Kedua, penelitian dan pengembangan

Sebagai gambaran, satu meter kubik

teknologi pemanfaatan energi biogas yang

biogas memiliki energi yang sebanding dengan

berasal dari limbah ternak telah banyak

0,7 kg bensin sehingga dapat digunakan untuk

dilakukan

menyalakan lampu penerangan yang memiliki

pemanfaatan biogas untuk memasak skala

daya 60100 W selama 6 jam, atau memasak 3

rumah tangga hingga pemanfaatan pada motor

jenis makanan yang dapat disajikan untuk 56

bakar. Untuk skala rumah tangga, Rahayu, dkk

orang, atau menjalankan motor berdaya satu

(2009)

pk selama 2 jam, atau membangkitkan energi

pemanfaatan biogas untuk memasak dengan

listrik sebesar 1,25 kWh (lihat Tabel 2).[1]

menggunakan peralatan-peralatan sederhana

di

telah

Indonesia.

Mulai

mengembangkan

Diterima
132 : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

dari

teknologi

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak2013
Sapi :Dan
Vol. 12 No. 2 Desember
131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO
dan mudah diperoleh, seperti: reaktor berbahan

Kelima, pemanfaatan limbah ternak

plastik, penampungan gas dari plastik, drum

sebagai sumber biogas ini secara efektif akan

untuk

kompor,

membantu usaha Pemerintah dalam menekan

pengaman, dan selang saluran gas yang biasa

dampak pemanasan global akibat tingginya

digunakan untuk LPG.[5] Untuk aplikasi

tingkat emisi gas rumah kaca yang berasal dari

motor

telah

limbah ternak. Hal ini disebabkan oleh gas

perbedaan

metana yang merupakan komponen utama

pengaturan waktu pengapian antara bahan

biogas yang dilepas ke udara akan memberi

bakar biogas dengan bahan bakar pada

dampak

umumnya,

bensin.[6]

Dampak yang disebabkan satu ton gas metana

tersebut

yang lepaskan ke udara sama dengan 21 ton

mengaduk

bakar,

melakukan

bahan

Hery,

dkk

penelitian

seperti

Pengaturan

(2011)

tentang

LPG

waktu

baku,

dan

pengapian

dibutuhkan karena kecepatan pembakaran

pemanasan

global

yang

besar.

gas CO2.[9]

yang lebih lambat jika menggunakan biogas

Agar pemanfaatan energi biogas dapat

sebagai bahan bakar. Selain pengaturan waktu

berkembang luas di Indonesia, diperlukan

pengapian, diperlukan juga proses untuk

kebijakan

menghilangkan kandungan hidrogen sulfida,

konsisten.[10] Untuk menghasilkan kebijakan

karbondioksida, dan air dalam biogas seperti

yang jelas dan konsisten, diperlukan informasi

yang telah dilakukan oleh Agus dkk, agar

yang akurat tentang lokasi dan besarnya

meningkatkan efisiensi dan memperpanjang

potensi energi biogas yang dimiliki. Dengan

umur peralatan.[7]

informasi

Ketiga, terjadi penurunan produksi/


lifting

minyak

bumi

Indonesia.

Padahal

minyak bumi masih memiliki kontribusi yang

Pemerintah

tersebut,

yang

jelas

Pemerintah

dan

dapat

menentukan daerah-daerah prioritas sebagai


sasaran

program-program

pemanfaatan

kotoran ternak menjadi energi biogas.

dominan dalam bauran sumber energi primer

Informasi tentang lokasi dan potensi

di Indonesia. Hal ini mendorong Pemerintah

energi biogas yang dimiliki akan lebih efektif,

untuk melakukan deversifikasi sumber energi

sistematik, dan efisien disajikan dalam bentuk

lain,

peta dengan bantunan aplikasi Geographic

terutama

berasal

energi

baru

dan

terbarukan di mana energi biogas merupakan

Information

salah satu jenis.[8]

merupakan sistem berbasis komputer yang

Keempat, pemanfaatan biogas yang

System

(GIS).

GIS

tersebut

digunakan untuk memasukkan data yang

juga

referensi keruangan, menganalisis/mengolah

menghasilkan produk lain yang tidak kalah

data tersebut dengan beberapa cara, dan

menguntungkan kepada peternak, yaitu pupuk

menghasilkan keluaran dalam bentuk peta atau

organik tersebut yang merupakan kotoran

format lainnya sehingga dapat digunakan

ternak yang telah hilang gasnya (slurry).

untuk

Pupuk organik tersebut memiliki unsur-unsur

spasial.[11]

berasal

dari

limbah

ternak

ini

menentukan

keputusan

berbasis

yang dibutuhkan oleh tanaman.[5]

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

133

Ketenagalistrikan
Dan Energi Terbarukan
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Vol.: 12
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
131No.
148
Dengan

meningkatnya

pemanfaatan

untuk

setiap

kabupaten/kota

di

seluruh

teknologi jaringan, aplikasi GIS yang telah ada

Indonesia. Data angka tetap populasi tersebut

kemudian

aplikasi

dapat diakses melalui internet pada Basis Data

WebGIS. Aplikasi WebGIS ini memungkinkan

Statistik Pertanian yang dikelola oleh Pusat

user dapat mengakses informasi geospasial

Data dan Informasi Pertanian Kementerian

dapat dilakukan secara online melalui jaringan

Pertanian.[14]

internet tanpa mengenal batas lokasi user.[12]

merupakan hasil survei pertanian Kementerian

berkembang

menjadi

Salah satu aplikasi WebGIS yang umum

Data

populasi

tersebut

Pertanian pada tahun 2011.

digunakan adalah perangkat lunak OpenGeo.

Data populasi ternak sapi dan kerbau

Kelebihan perangkat lunak OpenGeo ini

tersebut kemudian dikalikan dengan konstanta

adalah tidak perlu menggunakan script bahasa

produksi kotoran ternak segar (KTS) untuk

pemrograman baik dalam membuat database

masing-masing jenis ternak seperti yang

penyusun dan memodifikasi peta. Pembuatan

tertera pada Tabel 3. Dari perkalian tersebut

dan modifikasi peta cukup dilakukan dengan

akan dihasilkan jumlah KTS perhari untuk

men-click pada forms yang telah disediakan

setiap kabupaten/kota. Untuk jenis ternak sapi

perangkat lunak OpenGeo.[13]

potong dan kerbau, konstanta jumlah produksi


KTS

yang

digunakan

adalah

20-29

kg/ekor.hari.[10] Sedangkan untuk jenis sapi

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun
peta potensi energi biogas yang berasal dari

perah, konstanta yang digunakan adalah 30


50 kg/hari.[10]

kotoran ternak sapi perah, sapi potong, dan


kerbau

menggunakan

WebGIS

berbasis

perangkat lunak OpenGeo.

Tabel 3. Produksi Kotoran Ternak Segar


(KTS) [10]

Selain itu, penelitian ini juga ditujukan

Jenis Ternak

untuk menghitung total potensi biogas berasal

Sapi Potong/
Kerbau
Sapi Perah

dari limbah ternak sapi dan kerbau secara


nasional,

sehingga

peningkatan

didapatkan

kontribusi

energi

gambaran
baru

dan

terbarukan khususnya energi biogas yang


berasal dari limbah ternak sapi dan kerbau
dalam

bauran

konsumsi

energi

primer

Indonesia yang mungkin dilaksanakan.

Produksi KTS
(kg/ekor.hari)

400 500

20 29

500 600

30 50

Selanjutnya,

jumlah

KTS

perhari

tersebut dikalikan dengan konstanta volume


produksi biogas perkilogram KTS (lihat tabel
4). Perkalian tersebut akan menghasilkan
volume biogas yang dapat diproduksi setiap
hari.[10]

METODOLOGI
Penelitian

Bobot Ternak
(kg/ekor)

Tabel 4. Potensi Produksi Biogas [10]


ini

diawali

dengan

pengambilan data angka tetap populasi ternak

Jenis Kotoran
Sapi/kerbau

Produksi Biogas (m3/kg KTS)


0,023 0,040

sapi perah, sapi potong, dan kerbau tahun 2011

Diterima
: 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
134

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak
Sapi
Dan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO
Pada tahap berikutnya, volume biogas

yang telah disusun Bakosurtanal. Peta dasar

perhari yang diproduksi tersebut kembali

tersebut dapat diakses pada website TA7189-

dikalikan dengan konstanta nilai kalor biogas

INO Institutional Strengthening for Integrated

persatuan volume untuk menghasilkan jumlah

Water Resources Management in the 6 Cis

energi perhari yang berpotensi dihasilkan.

River Basin Territory yang dikelola oleh

Konstanta nilai kalor biogas yang digunakan

Direktorat

tersebut adalah 6.513 kkal/m biogas (lihat


Tabel 5).[1] Selanjutnya, jumlah energi perhari
dalam

satuan

kkal/hari

tersebut

diubah

menjadi Gkal/hari.

Jenderal

Sumber

Daya

Air

Kementerian Pekerjaan Umum.[16]


Setelah mendapatkan data potensi energi
biogas untuk setiap kabupaten, kemudian
dirancang tabel-tabel yang akan digunakan
dalam database yang mendukung WebGIS.

Tabel 5. Nilai kalor biogas yang berasal dari


kotoran sapi[1]
Jenis Gas
Nilai kalor

Biogas Kotoran Sapi/Kerbau


6.513 kkal/m3

Terdapat empat tabel yang dirancang, yaitu:


tiga tabel sejenis yang berisi data potensi
energi biogas untuk masing-masing jenis
ternak dan satu tabel yang berisi data

Jumlah

energi

perhari

tersebut

kemudian dikonversi ke dalam satuan energi


yang umum digunakan, yaitu barrel oil
equivalence (boe) dan mega watt hour (MWh).
Untuk mendapatkan boe dan MWh, jumlah
energi biogas dalam satuan kkal/hari tersebut
terlebih dahulu dikonversi menjadi ton oil
equivalence (toe) dengan membagi energi
biogas

dalam

kkal/hari

tersebut

dengan

konstanta konversi 107 kkal/toe.[15] Setelah


itu, jumlah energi biogas dalam satuan toe/hari
tersebut dikalikan dengan konstanta konversi
7,33 boe/toe[15] untuk menghasilkan jumlah
energi dalam satuan boe/hari dan konstanta
konversi 12 MWh/toe[15] untuk menghasilkan
jumlah energi dalam satuan MWh/hari.
Data potensi energi biogas dalam satuan
kalori (kal), ton oil equivalence (toe), barrel
oil equivalence (boe), dan mega watt hour
(MWh) tersebut kemudian digabung (join)
digabungkan

dengan

peta

dasar

batas

gabungan potensi energi biogas tersebut.


Tiga tabel pertama yang berisi data
potensi energi biogas tersebut tersusun atas 13
kolom, yaitu: (1) GID, (2) KODE_KAB, (3)
NAMA_KAB,

(4)

KODE_PROP,

(5)

NAMA_PROP, (6) EKOR, (7) TAHUN, (8)


KTS_KG,

(9)

BIOGAS_M3,

(10)

ENERGI_GCA, (11) ENERGI_MWH, (12)


ENERGI_BOE, dan (13) GEOM. Deskripsi
masing-masing kolom pada tabel data potensi
energi biogas tersebut dapat dilihat pada Tabel
6 berikut.
Satu tabel data gabungan potensi energi
biogas disusun atas 10 kolom, yaitu: (1) GID,
(2) KODE_KAB, (3) NAMA_KAB, (4)
KODE_PROP,

(5)

NAMA_PROP,

(6)

SAPI_PERAH,

(7)

SAPI_POTON,

(8)

KERBAU,

TOTAL_BOE,

(9)

dan

(10)

GEOM. Deskripsi masing-masing kolom pada


tabel data gabungan potensi energi biogas
tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.

administrasi kabupaten dan kota tahun 2010

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

135

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 131
1482 Desember 2013 : 131 148
Tabel 6. Daftar field pada masing-masing tabel potensi energi biogas limbah ternak sapi potong,
sapi perah, dan kerbau
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kolom
GID
KODE_KAB
NAMA_KAB
KODE_PROP
NAMA_PROP
EKOR
TAHUN
KTS_KG
BIOGAS_M3
ENERGI_GCA
ENERGI_MWH
ENERGI_BOE
GEOM

Jenis data
serial NOT NULL
Smallint
char acter(50)
Smallint
char acter (50)
Double
Double
Double
Double
Double
Double
Double
geometry
(multipolygon)

Deskripsi
Indeks kunci masing-masing polygon
Kode kabupaten/kota
Nama kabupaten/kota
Kode provinsi
Nama provinsi
Jumlah populasi ternak (ekor)
Tahun pengambilan data populasi ternak
Jumlah kotoran ternak segar (kg/hari)
Jumlah produksi biogas (m3/hari)
Kesetaraan energi biogas (Gkal/hari)
Kesetaraan energi biogas (MWh/hari)
Kesetaraan energi biogas (BOE/hari)
Kode geometri spasial multi polygon

Tabel 7. Daftar kolom pada masing-masing tabel potensi gabungan energi biogas limbah sapi perah,
sapi potong, dan kerbau
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kolom
GID
KODE_KAB
NAMA_KAB
KODE_PROP
NAMA_PROP
SAPI_PERAH
SAPI_POTON
KERBAU
TOTAL_BOE

10

GEOM

Selanjutnya

Jenis data
serial NOT NULL
Smallint
char acter(50)
Smallint
char acter (50)
Double
Double
Double
Double
geometry
(multipolygon)

data

hasil

Deskripsi
Indeks kunci masing-masing polygon
Kode kabupaten/kota
Nama kabupaten/kota
Kode provinsi
Nama provinsi
Energi biogas berasal dari kotoran sapi perah (BOE/hari)
Energi biogas berasal dari kotoran sapi potong (BOE/hari)
Energi biogas berasal dari kotoran kerbau (BOE/hari)
Total energi biogas berasal dari kotoran sapid an kerbau
(BOE/hari)
Kode geometri spasial multi polygon

perhitungan

potensi energi untuk masing-masing jenis

(administrator) dan (b) akses sebagai penguna


(user) WebGIS.

ternak sebelumnya dimasukkan ke dalam


empat tabel tersebut untuk digunakan dalam
aplikasi WebGIS menggunakan perangkat
lunak OpenGeo. Aplikasi WebGIS OpenGeo
tersebut diinstal pada sebuah komputer yang

Gambar 1). Pada

Gambar 1. Pengujian akses terhadap server


WebGIS berbasis OpenGeo yang dibangun

penelitian ini, server tersebut diakses dari

Agar dapat dihasilkan informasi visual

sebuah komputer lain yang terhubung dengan

yang dapat digunakan sebagai acuan kebijakan

jaringan yang sama dan berfungsi sebagai

Pemerintah,

client (lihat Gambar 1). Dua jenis akses yang

klasifikasi data spasial, yaitu: (1) equal

diuji, yaitu: (a) akses sebagai pengelola

interval, (2) quantile, (3) natural breaks

terhubung dengan jaringan dan berfungsi


sebagai

server

(lihat

dicobakan

empat

Diterima
136 : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

metode

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak
Sapi
Dan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO
(Jenks), dan (4) standard deviation.[17] Dari

standard deviation, (b) sebagian besar data

keempat

dipilih satu

mengumpul dikisaran kecil yang ditandai

metode kalsifikasi data yang dianggap dapat

dengan nilai mean yang lebih besar daripada

menghasilkan peta yang memiliki gambaran /

nilai median (lihat Tabel 9).

klasifikasi

tersebut

informasi yang tepat tentang potensi energi


biogas.

Tabel 9. Karakteristik statistik data spasial potensi


energi biogas dalam barrel oil equivalence
(boe)

Selain menyusun data spasial potensi


energi

biogas

untuk

masing-masing

kabupaten/kota, juga dihitung total potensi


energi biogas yang dapat dihasilkan secara
nasional. Total potensi energi biogas nasional
tersebut kemudian direpresentasikan dalam

Min
Max
Mean
Median
Standard
deviation

boe/hari

tersebut

kemudian

dibandingkan

dengan realisasi lifting minyak Indonesia pada


tahun 2011 dan 2012. Sedangkan total potensi
energi

biogas

nasional

dalam

satuan

GWh/tahun dibandingkan dengan produksi


bruto listrik Indonesia pada tahun yang sama.
Realisasi lifting minyak dan produksi bruto
listrik

Indonesia

yang

digunakan

dalam

perbandingan tersebut dapat dilihat pada Tabel

Tabel 8. Realisasi lifting minyak bumi[18]


dan produksi bruto listrik[19]
Indonesia

2011
2012

121,25

28, 96

Kerbau

Gabungan

0
122,33
7,7
1,0

0
795,98
85,73
31,81

16,77

132,47

distribusi data spasial potensi energi biogas


berasal dari kotoran ternak sapi potong, sapi
perah, kerbau, dan data spasial potensi energi
biogas gabungan ketiganya adalah mirip
dimana data didominasi nilai potensi energi
yang

rendah

namun

dengan

jangkauan

jangkauan (range) data yang lebar.


Pada

Gambar

3,

ditunjukkan

perbandingan hasil klasifikasi data spasial


potensi energi biogas dengan menggunakan
(1) equal interval, (2) quantile, (3) natural

8 berikut.

Tahun

Sapi
Perah
0
318,20
4,47
0

Pada Gambar 2, ditunjukkan bahwa

satuan energi boe/hari dan GWh/tahun. Total


potensi energi biogas nasional dalam satuan

Sapi
Potong
0
786,07
73,52
24,52

Realisasi
Produksi Bruto
Lifting Minyak
Listrik [17]
Bumi[16]
(GWh/tahun)
(ribu barrel/hari)
899
183.421
861
200.291

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data spasial potensi energi biogas pada
memiliki karakteristik (a) lebarnya jangkauan
data yang ditandai dengan jauhnya berbedaan
nilai min dan max serta besarnya nilai

breaks (Jenks), dan (4) standard deviation.


Metode

klasifikasi

equal

interval

terhadap data spasial potensi energi biogas


memiliki kelemahan klasifikasi pada kelas
yang memiliki kerapatan data yang tinggi yaitu
potensi energi biogas rendah (lihat A pada
Gambar 3), sehingga informasi kelas potensi
energi biogas rendah tidak dapat diambil.
Sebaliknya metode klasifikasi quantile
dan standard deviation terhadap data spasial
potensi energi biogas memiliki kelemahan
klasifikasi pada kelas yang memiliki kerapatan
data yang rendah yaitu potensi energi biogas

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

137

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 131
148
tinggi (lihat B dan C pada Gambar 3),

Peta potensi energi biogas yang dibuat

sehingga informasi kelas potensi energi biogas

dalam penelitian ini, disusun atas empat layer.

tinggi tidak dapat diambil. Padahal informasi

Keempat layer tersebut adalah (1) layer

kelas potensi energi biogas tinggi tersebut

sapi_perah, (2) layer sapi_potong, (3) layer

dapat dijadikan acuan kebijakan Pemerintah

kerbau, dan (4) layer biogas. Pertama, layer

untuk mengembangkan energi biogas.

sapi_perah adalah layer berisi peta potensi

Berbeda dengan tiga metode klasifikasi

energi biogas yang berasal dari limbah ternak

di atas, metode klasifikasi natural breaks

sapi perah. Kedua, layer sapi_potong berisi

(Jenks) menghasilkan kelas-kelas yang lebih

peta potensi energi biogas dari limbah ternak

baik untuk kelas yang memiliki kerapatan data

sapi potong. Berikutnya, layer kerbau berisi

tinggi dan rendah (lihat D pada Gambar 3).

peta potensi energi biogas limbah ternak

Dengan demikian, informasi kelas potensi

kerbau. Terakhir, layer biogas adalah layer

energi biogas tinggi yang memiliki kerapatan

yang berisi peta gabungan potensi energi

data yang rendah dan kelas potensi energi

biogas yang berasal dari limbah ternak sapi

biogas rendah yang memiliki kerapatan data

dan kerbau.

yang tinggi keduanya dapat diambil secara


maskimal.

Keempat layer peta potensi biogas


tersebut dapat diakses user melalui internet.

Berdasarkan

perbandingan

tersebut,

Pada keempat layer tersebut, ditampilkan

metode klasifikasi yang digunakan pada

warna poligon perkabupaten / kota yang

penyusunan peta potensi energi biogas ini

dibedakan berdasar range potensi energi

adalah metode klasifikasi natural breaks

biogas yang dapat dihasilkan masing-masing

(Jenks). Pada Tabel 10, ditampilkan nilai

jenis ternak.

breaks kelas menggunakan metode klasifikasi


natural breaks (Jenks).

Pada Gambar 4, ditunjukkan akses


sebagai pengelola (administrator) melalui
internet

Tabel 10. Nilai breaks kelas menggunakan


metode klasifikasi natural breaks
(Jenks)

1
2
3
4
5
6
7

Sapi
Potong
784,07
397,89
231,76
132,37
62,31
22,17
0

Sapi
Perah
318,20
121,75
42,14
20,42
10,28
2,74
0

Gabungan

122,33
72,13
42,67
22,49
10,23
3,19
0

795,98
507,08
299,40
159,97
72,29
28,13
0

pada

komputer

client.

Pengelola (administrator) dapat mengubah


design peta potensi biogas melalui halaman
composer

Kerbau

browser

menggunakan

perangkat

lunak

OpenGeo. Kelebihan yang dirasakan ketika


men-design dengan menggunakan OpenGeo
adalah tidak perlu menggunakan script bahasa
pemrograman baik dalam membuat database
penyusun dan memodifikasi peta. Pembuatan
dan modifikasi peta cukup dilakukan dengan
men-click pada forms yang telah disediakan
perangkat lunak OpenGeo.

Diterima
138 : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak 2013
Sapi Dan
Vol. 12 No. 2 Desember
: 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 131
148

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak 2013
Sapi Dan
Vol. 12 No. 2 Desember
: 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12 No.
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
: 131
148
Pada Gambar 5, ditunjukkan sebelas
tool standar yang disediakan perangkat lunak

max extent, (10) show legend, dan (11) switch


to 3D viewer.

OpenGeo kepada pengguna (user). Kesebelas

Pada Gambar 6, ditunjukkan peta

tool tersebut, yaitu: (1) print map, (2) pan

potensi energi biogas limbah ternak sapi dan

map, (3) get feature info, (4) measure, (5)

kerbau yang dapat yang akses pengguna

zoom in, (6) zoom out, (7) zoom to previous

melalui internet browser pada komputer client.

extent, (8) zoom to next extent, (9) zoom to


Table 11. Deskripsi masing-masing tool bagi user pada perangkat lunak OpenGeo
No
1
2
3

Tool
print map
pan map
get feature info

4
5
6
7
8
9
10
11

Measure
zoom in
zoom out
zoom to previous extent
zoom to next extent
zoom to max extent
show legend
switch to 3D viewer

Deskripsi
Mencetak peta
Menggeser tampilan peta
Menampilkan informasi kolom-kolom database yang terkait dengan geometri
multipoligon yang dipilih
Mengukur jarak atau luas pada peta
Memperbesar tampilan peta atau memperkecil perbandingan skala peta
Memperkecil tampilan peta atau memperbesar perbandingan skala peta
Kembali memunculkan tampilan peta sebelumnya
Memunculkan tampilan peta setelahnya
Menampilkan peta pada perbandingan skala peta terbesar
Menampilkan legenda yang terkait dengan layer peta yang dipilih/diaktifkan
Menampilkan peta dalam format tiga dimensi

Gambar 5. Sebelas tool yang disediakan perangkat lunak OpenGeo kepada user

Diterima
142 : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak
Sapi
Dan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO

143

Dan Energi Terbarukan


Ketenagalistrikan Dan EnergiKetenagalistrikan
Terbarukan
Vol.
12
No.
2
Desember
2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131 148
Jika server yang berisi peta potensi

setara dengan 37.725,03 boe/hari. Potensi

biogas limbah ternak sapi dan kerbau dalam

energi biogas dari limabah ternak tersebut,

bentuk WebGIS ini diberi IP public atau

terdiri atas (a) komposisi terbesar diberikan

domain public, maka informasi peta potensi

limbah sapi potong dengan potensi energi

tersebut

biogas setara dengan 32.352,18 boe/hari

dapat

langsung

diakses

melalui

internet kapanpun dan dari manapun sehingga

(85,76%), berikutnya (b) limbah

dapat dimanfaatkan secara efektif, sistematis,

dengan potensi energi biogas setara dengan

dan efektif oleh seluruh stakeholder terkait

3.403,87 boe/hari (9,02%), dan terakhri limbah

seperti lembaga pemerintahan pusat dan

sapi perah dengan potensi energi biogas setara

daerah, pelaku usaha bidang peternakan serta

dengan 1.968,97 boe/hari (5,22%) (lihat Tabel

bidang energi baru dan terbarukan, lembaga

12).

swadaya masyarakat, dan dunia internasional.

kerbau

Total potensi energi biogas yang berasal

Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah,

dari limbah ternak sapi perah, sapi potong, dan

peta potensi energi biogas limbah ternak sapi

kerbau tersebut setara dengan 4.20% lifting

dan kerbau yang dibuat dalam penelitian ini

minyak Indonesia tahun 2011 atau 4,38%

dapat dijadikan sebagai acuan kebijakan dalam

lifting minyak Indonesia pada tahun 2012.

menentukan daerah-daerah prioritas untuk

Selain itu, total potensi energi biogas tersebut

mengembangkan

juga

program

program

dapat

disetarakan

dengan

12,29%

pemanfaatan limbah ternak menjadi energi

produksi bruto listrik Indonesia pada tahun

biogas baik secara nasional maupun daerah.

2011 atau 11,25% produksi bruto listrik

Selain distribusi potensi perkabupaten,


penelitian ini juga membandingkan total
potensi energi biogas berasal dari limbah

Indonesia pada tahun 2012 (lihat Tabel 12).


Dengan potensi

energi

tersebut,

terbuka

peluang peningkatan kontribusi energi baru

ternak sapi dan kerbau dengan lifting minyak


dan produksi listrik bruto listrik Indoensia
sehingga didapatkan gambaran berapa besar
potensi

energi

biogas

tersebut.

Secara

dan terbarukan khususnya energi biogas yang


berasal dari limbah ternak sapi dan kerbau
dalam

bauran

konsumsi

nasional, limbah ternak sapi dan kerbau


memiliki potensi menghasilkan energi biogas

Indonesia.

Diterima
144 : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

energi

primer

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak
Sapi
Dan
Vol. 12 No. 2 Desember 2013 : 131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO
Tabel 12. Rekaputilasi potensi energi biogas limbah ternak sapi dan kerbau secara nasional
Perbandingan Potensi Energi Biogas

Sapi Perah

Sapi Potong

Kerbau

Total

Kontribusi Potensi Energi Biogas

5,22%

85,76%

9,02%

100,00%

Energi Biogas (toe/hari)

268,62

4.413,67

464,38

5.146,66

Energi Biogas (boe/hari)


Lifting Minyak 2011
899.000
(barrel/hari)
Lifting Minyak 2012
861.000
(barrel/hari)
Energi Biogas (MWH/hari)

1.968,97

32.352,18

3.403,87

37.725,03

0.22%

3.60%

0.38%

4.20%

0.23%

3.76%

0.40%

4.38%

3.223,42

52.964,01

5.572,50

61.759,93

Energi Biogas (GWH/tahun)


Produksi Bruto Listrik 2011
183.421
(GWh/tahun)
Produksi Bruto Listrik 2012
200.291
(GWh/tahun)

1.176,55

19.331,86

2.033,96

22.542,38

0.64%

10.54%

1.11%

12.29%

0.59%

9.65%

1.02%

11.25%

KESIMPULAN DAN SARAN

Indonesia pada tahun 2011 atau 4,38% lifting

Kesimpulan

pada tahun 2012. Total potensi tersebut juga

Penelitian ini telah menyusun peta

setara dengan 12,29% produksi bruto listrik

potensi energi biogas yang berasal dari kotoran

Indonesia pada tahun 2011 atau 11,25%

ternak sapi perah, sapi potong, dan kerbau

produksi bruto listrik pada tahun 2012. Potensi

menggunakan WebGIS berbasis perangkat

energi

lunak OpenGeo. Peta tersebut dapat dijadikan

meningkatkan kontribusi energi baru dan

sebagai acuan Pemerintah dalam kebijakannya

terbarukan khususnya energi biogas yang

untuk

berasal dari limbah ternak sapi dan kerbau

menentukan

daerah-daerah prioritas

tersebut

sebagai sasaran program-program pemanfaatan

dalam

kotoran ternak menjadi energi biogas baik

Indonesia.

secara

nasional

langsung

peluang

konsumsi

energi

untuk

primer

maupun daerah. Dengan

teknologi WebGIS, peta yang dibuat tersebut


dapat

bauran

membuka

diakses

melalui

Saran
Untuk mempertajam informasi yang

internet

kapanpun dan dari manapun sehingga dapat

dapat

dimanfaatkan secara efektif, sistematik, dan

Pemerintah, perlu dikembangkan peta yang

efisien oleh seluruh stakeholder terkait.

berisi posisi titik-titik peternakan dan jumlah

Selain itu, penelitian ini juga berhasil


menghitung total potensi biogas berasal dari
limbah ternak sapi perah, sapi potong, dan

dijadikan

acuan

program

detail

populasi ternaknya, serta dilakukan update


secara periodik.
Agar

dimanfaatkan

langsung

oleh

terkait, sistem

yang

kerbau secara nasional. Total potensi energi

seluruh stakeholder

tersebut setara dengan 37.725,03 boe/hari atau

disusun dalam penelitian ini perlu diinstal di

sebanding

dengan

4,20%

lifting

minyak

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

145

Ketenagalistrikan
Dan Energi Terbarukan
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Vol.: 131
12 No.
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
148
server yang memiliki IP public atau domain

DIGESTER, GAMA PURIFICATION,

public.

and GAMA COMPRESSING. Jurnal of

DAFTAR PUSTAKA

the Japan Institute of Energy, 90 : 1085

[1] Haryati,

T.,

2006.

Biogas:

Limbah

Peternakan yang Menjadi Sumber Energi


Alternatif. Wartazoa, 16 (3): 160 169.
[2] Wahyuni, S., 2008. Analisis Kelayakan

1089.
[8] Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. 2007, Blue Print Pengelolaan
Energi

Nasional

2006-2025

sesuai

Pengembangan Biogas sebagai Energi

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun

Alternatif

2006, Jakarta: Kementerian ESDM.

Berbasis

Induvidu

dan

Kelompok Peternakan. Program Magister


Industri

Kecil

Menengah.

Institut

[9] Sudarman, 2010. Meminimalkan Daya


Dukung Sampah terhadap Pemanasan
Global. Profesional. 8 (1): 51 59.

Pertanian Bogor.
[3] Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, 2006.

[10] Wahyuni,

S.,

Program Bio Energi Pedesaan, Biogas

Terbarukan

Skala Rumah Tangga. Jakarta:

Berkelanjutan.

Dit.

Pengolahan

Hasil

Pertanian

Ditjen

pengolahan

dan

Pemasaran

Hasil

M.E.,

2005.

Ramah

Biogas

Energi

Lingkungan
Kongres

dan
Ilmu

Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke 10.


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
[11]deBy R.A., 2004. Priciples of Geographic

Pertanian Departemen Pertanian.


[4] Simanjuntak,

2011.

Beberapa

Information

Systems.

3rd

Edition.

Energi Alternatif yang terbarukan dan

Enschede: The International Institute for

Proses Pembuatannya. Jurnal Teknik

Geo-Information

Simetrika. 4 (1): 287 293.

Observation (ITC).

Science

and

Earth

[5] Rahayu, S., Purwaningsih, D.. Pujianto,

[12]Kurniawan, C.A., 2012, Aplikasi WebGIS

2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi

Pemetaan Penyebaran Perusahaan di

sebagai Sumber Energi Alternatif ramah

Jawa Timur Menggunakan Google Maps

Lingkungan

API.

beserta

Aspek

Sosio

[6] Hery, A. F., Septiropa, Z., Riansyah, S.,


F.,

2011.

Sarjana

Teknik

Informatika. Universitas Pembangunan

kulturalnya. Inotek. 13 (2) : 150 160.

Romadhi,

Program

Pemanfaatan

Nasional Veteran Surabaya.


[13] OpenGeo

User

Manual,

Biogas/Landfill Gas sebagai Bahan Bakar

http://suite.opengeo.org/opengeo-doc/

Mesin Bensin 1 Silinder 4 Langkah.

[diakses pada tanggal 1 31 Agustus

Jurnal Teknik Industri. 12 (2) : 162 168.

2013].

[7] Agus, C., Sunarminto, B.H., Suhartanto,


B.S.,

Pertiwiningrum,

A.,

Wiratni,

[14]Pusat

Data

Kementerian

dan

Informasi

Pertanian,

Pertanian

Basis

Data

Setiawan, I., Podjo, D., 2011. Integrated

Statistik

Bio-cycles

http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/ [diakses

Farming

System

for

Production of Biogas through GAMA.

Pertanian,

pada tanggal 6 20 Agustus 2013].

Diterima
: 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
146

Penyusunan
WEBGIS Peta Potensi Energi Biogas Kotoran
Ketenagalistrikan Dan
Energi Terbarukan
Ternak2013
Sapi :Dan
Vol. 12 No. 2 Desember
131Kerbau
148 Dengan Perangkat Lunak OPENGEO
[15]British Petroleum, The conversion factors
cover calculation between weight, volume
and calorific measures for crude oil,
products, natural gas, LNG, electricity
and

solid

fuels,

http://www.bp.com/conversionfactors.jsp
[diakses pada tanggal 19 Oktober 2013].
[16]Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum, TA7189INO:

Institutional

Strengthening

for

Integrated Water Resources Management


in the 6 Cis River Basin Territory,
http://6cis.org/?q=node/310 [diakses pada
tanggal 29 November 2013]
[17] The

Pennsylvania

Geography

486,

Visualization,

State

University,

Cartography

Classification

and

Schemes,

https://www.eeducation.psu.edu/geog486/l4_p7.html#cl
assificationschemes [diakses pada tanggal
29 November 2013].

[18]Kementerian
Kebijakan

Keuangan,
Fiskal

dan

2013.
Kualitas

Pelaksanaan Anggaran Tahun 2014,


Musyawarah

Perencanaan

Pembangunan Nasional Tahun 2013,


Kementerian Keuangan.
[19]Kementerian Energi dan Sumber Daya
Minenal,

Statistika

http://www.esdm.go.id

Listrik

2012,

[diakses

pada

tanggal 18 Oktober 2013]

Diterima : 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013

147

Ketenagalistrikan
Dan Energi Terbarukan
Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan
Vol.: 12
2 Desember 2013 : 131 148
Vol. 12 No. 2 Desember 2013
131No.
148

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Diterima
: 28 Oktober 2013, direvisi : 12 Desember 2013, disetujui terbit : 23 Desember 2013
148

FORMAT PENULISAN ARTIKEL UNTUK MAJALAH :


KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN
Judul KARYA ILMIAH
(uppercase, center, bold, times new roman, 13 pt, 1 spasi, bilingual)
Nama Lengkap Penulis
Nama Unit Kerja
Nama Lembaga
Alamat Lengkap
E-mail

Lihat layout hal.


berikutnya

Abstrak
Tuliskan tujuan dan kesimpulan artikel anda secara jelas dan singkat; minimal 150 dan maksimal 200 kata,
dalam 1 paragraf. Untuk bahasa Indonesia (justify, reguler, times new roman 11 pt), dan untuk bahasa
Inggris (justify, italic, times new roman 11 pt)
Abstract
Keywords : berisi 3-6 kata kunci (times new roman, 11pt)
PENDAHULUAN
(uppercase, left, bold, times new roman 12 pt)
Artikel pada majalah ini disusun mengikuti
format yang telah ditentukan pada halaman ini dan
contoh layout pada halaman berikutnya.
Latar Belakang (tinjauan pustaka)
(titlecase, left, bold, times new roman 11 pt)
Uraian tentang substansi penelitian atau
tinjauan yang akan dilakukan penulis dengan dasar
publikasi mutakhir. Kutipan dari publikasi tersebut
(referensi/daftar acuan) dibuat dengan superscript 1),
yang akan dijadikan nomer daftar acuan (times new
roman 11pt).
Tujuan
(titlecase, left, bold, times new roman 11 pt)
Menjelaskan
dengan
singkat
tujuan
penelitian atau tinjauan yang akan dilakukan.
METODOLOGI
(uppercase, left, bold, times new roman 12 pt)
Pada bab ini penulis dapat membagi 2 atau 3
subbab.
Tempat dan Waktu Penelitian
(titlecase, left, bold, times new roman 11 pt)
Menjelaskan dimana dan kapan penelitian
dilakukan.
Sampling dan Analisis Sample
(titlecase, left, bold, times new roman 11 pt)
Menjelaskan bagaimana mengambil sample dan
dianalisis dengan metode apa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
(uppercase, left, bold, times new roman 12 pt)
Pada bab ini penulis dapat membagi 2 sub bab
atau lebih.
Laporan Penelitian

Penulis
harus
menguraikan
data/hasil
pengamatannya. Hubungkan dan diskusikan dengan
referensi/hasil penelitian lain. Jelaskan mengapa
hasil penelitian anda berbeda atau sama dengan
referensi yang ada, kemudian ambil kesimpulannya.
Artikel Ulasan
Penulis menyampaikan teori, pandangan dan
hasil penelitian peneliti lain tentang sebuah
substansi/isu yang menarik. Diskusikan perbedaan
dan persamaan referensi yang anda sampaikan
tersebut. Ambil kesimpulan (yang akan lebih baik
jika penulis mampu mensinergikan referensi yang
ada menjadi sebuah pandangan baru).
KESIMPULAN DAN SARAN
(uppercase, left, bold, times new roman 12 pt)
Penulis bisa membagi 2 subbab :
Kesimpulan
Merupakan kesimpulan pada pembahasan.
Saran
Berisi tindak lanjut yang harus dilakukan atau
hal penting yang berhubungan dengan substansi
penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Minimal 10 referensi. Berisi referensi yang
diacu 80% terbitan 10 tahun terakhir. Penomoran
disesuaikan dengan urutan penggunaan referensi
dalam tulisan. Semua referensi dalam daftar
pustaka harus digunakan dalam tulisan.
Contoh tata cara penulisan daftar pustaka dari
berbagai sumber :
[1]. Buku : Penulis, Inisial., Tahun. Judul buku.
Edisi. Kota:Penerbit. Contoh : Redman, P.,
2006. Good Essay Writing: A Social Sciences

[2].

[3].

[4].

[5].

[6].

Guide. 3rd ed. London: Open University in


assoc. with Sage.
Jurnal : Penulis, Inisial., Tahun. Judul artikel.
Nama Jurnal. Vol (no): hal. Contoh :
Perry, C., 2001. What Health Care Assistants
Know About Clean hands. Nursing Times.
97(22):63-64.
Disertasi : Penulis, Inisial., Tahun. Judul
disertasi. Program. Nama Universitas. Contoh :
Richmond, J., 2005. Customer Expectations In
The World Of Electronic Banking : A Case
Study Of The Bank Of Britain. Ph.D.
Dissertation. Anglia Ruskin University.
Internet: Penulis, Inisial, Tahun, Judul,
Halaman/Dokumen, [jenis media]. Contoh :
National Electronic Library For Health. 2003.
Can Walking Make You Slimmer And
Healthier? (Hitting The Headlines Articles)
[Online]. (Update 16 Jan 2005) Available at :
http://ww/nhs.uk.hth.walking [accessed 10 April
2005].
Laporan Tahunan : Penulis, Tahun, Judul,
Laporan, Kota : Penerbit. Contoh : Mark &
Spencer, 2004. The Way Forward, Anual Report
2003-2004, London : Mark & Spencer.
Artikel Surat Kabar : Penulis, Inisial., Tahun.
Judul Artikel. Nama Surat Kabar, Tgl Bulan.
Hal. Artikel. Contoh :
Slapper, G., 2005. Corporate Manslaughter:
New Issues For Lawyers. The Times, 3 Sep.
P.4-5.

Redaksi menerima artikel dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris

CONTOH LAYOUT PENULISAN (WAJIB DIIKUTI PENULIS)


21 cm
Header 1,27 cm

Top = 3 cm

EVOLUSI GENETIKA (13 pt, bold)

2 spasi

Heru Sembodo (times new roman 11 pt, 1 spasi)


Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan
Dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Telp. (021) 7203530, Cipulir Keb. Lama,
Jakarta Selatan
majalah.p3tkebtke@gmail.com
3 spasi

Abstrak
(Center, Times New Roman 11 pt, 1,5 spasi)

(justify, times new roman 11 pt, 1 spasi ...........................................................


2 spasi

Abstract
(Center, Times New Roman 11 pt, 1 spasi, Italic)

(justify, times new roman 11 pt, 1,5 spasi, italic)...........

29,7 cm

3 cm

Key words : berisi 3-6 kata kunci, sentence case, italic, justify, times new
roman 11 pt, 1 spasi
2 spasi

0,6 cm

Awal paragraf ditulis


menjorok ke dalam 1 cm.
Secara umum semua kalimat
naskah
ditulis
dengan
Ms.Word, 1,5 spasi, sentences
case, Times New Roman 11
pt, regular kecuali
judul
makalah, judul bab, sub bab.

2,5 cm

Format penulisan majalah ini


terdiri dari 2 kolom, jarak kolom
0,6 cm dengan :
Width : 21 cm
Length : 29,7 cm
LM
: 3 cm
RM
: 2,5 cm
Top
: 3 cm
Bottom : 2,5 cm
Dengan
jumlah
halaman
minimal 8 dan maksimal 12
halaman.

Footer 1,27

Bottom = 2,5 cm

Vol. 12 No. 1 Juni 2013

KETENAGALISTRIKAN DAN ENERGI TERBARUKAN

ISSN 1978 - 2365

LEMBAR ABSTRAK

Adolf Leopold SM Sihombing, I Made Agus Dharma


Susila, Medhina Magdalena
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Ketenagalistrikan, Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi
Jln. Cileduk Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama,
Ciledug, Jakarta Selatan 12230
leopoldsihombing@yahoo.com

I Made Agus Dharma Susila, Medhina Magdalena, Adolf


Leopold Sihombing
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Ketenagalistrikan, Energi Baru,
Terbarukan dan Konservasi Energi
Jln. Cileduk Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama,
Ciledug, Jakarta Selatan 12230
dekgus70@yahoo.com

Pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif


untuk menggantikan peran bahan bakar fosil perlu
mempertimbangkan
dampak
terhadap
lingkungan.
Penggunaan energi dan material selama siklus produksi
bioetanol akan melepaskan emisi gas rumah kaca
(karbondioksida). Studi difokuskan pada analisa
kesetimbangan energi dan perhitungan emisi gas rumah
kaca (karbondioksida) untuk bioetanol yang berasal dari
bahan baku pati singkong yang mencakup tahapan budidaya
tanaman hingga proses produksi bioetanol. Lokasi studi
terletak di Balai Besar Teknologi Pati (B2TP)
Lampung.Hasil studi menunjukkan bahwa nilai input energi
pada siklus produksi bioetanol sebesar 26,142 MJ/kg-BE
atau 0,970 MJ/MJ-BE, dengan nilai emisi sebesar 4,527 kg
CO2/kg-BE atau 0,168 kg-CO2/MJ-BE. Tahapan budidaya
tanaman singkong berkontribusi sebesar 13% dari total
kebutuhan energi dan 5,5% dari total emisi CO2 yang
hasilkan. Penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan
dengan memanfaatkan potensi energi dari biogas dalam
menggurangi pemakaian bahan bakar fosil untuk memenuhi
kebutuhan energi peralatan listrik pada pabrik
etanol/bioetanol.

Sebuah studi dilakukan untuk memperkirakan potensi


limbah elektronik dari lampu hemat energi (LHE) di
Indonesia dengan menggunakan model logistik dan analisis
aliran material untuk memperkirakan laju penetrasi dan
jumlah LHE yang dikonsumsi di masa depan. Data historis
menunjukkan bahwa penetrasi LHE di masyarakat
meningkat lebih dari 20 kali di tahun 2011 dibandingkan
dengan penetrasi di tahun 2000. Diperkirakan penetrasi
LHE ini akan terus meningkat tajam sampai dengan tahun
2020 dan setelah tahun 2020 hingga tahun 2030 akan tetap
terjadi peningkatan tetapi nilainya relatif kecil. Di tahun
2020, laju penetrasi LHE diperkirakan sekitar 7,2 unit per
rumah tangga dan di tahun 2030 menjadi sekitar 7,94 unit
per rumah tangga. Peningkatan penjualan LHE juga
diperkirakan terjadi hingga tahun 2030 yaitu sekitar 578 juta
unit dan limbah LHE terbuang sekitar 570 juta unit. Secara
kumulatif, limbah LHE terbuang hingga tahun 2030
diperkirakan sekitar 9.068 juta unit dan limbah merkuri
yang menyertainya sekitar 45 ton.

kata kunci: bioetanol, emisi CO2, kesetimbangan energi

Mochamad Nasrullah
Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)-BATAN
Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710
nasr@batan.go.id
Construction of N uclear Power Plant (NPP) in a country is
always a controversy. The size of capacity on Nuclear
Power Plant becomes important whether to use large
capacity or small capacity, as this will give an effect in the
Levelized Unit Electricity Cost. The study will assess the
LUEC and the Levelized Unit Product Cost of electricity
and non-electricity, also present a comparative economic
assessment between SMR and large PWR, and comparison
with different energy resources taking into account the
environmental aspect. The models used to calculate the
economics of power plants are G4Econs, IAEAs models in
spreadsheet form released in 2008. The models will take
into account the investment cost, fuel cost, operational and
maintenance (O&M) cost. Using 10% discount rate, the
result of economic assessment shows that generation cost of
large unit does not always cheaper the smaller units.
Keyword: single smaller and multi smaller plant, LUEC,
LUPC, external cost

Kata Kunci: lampu hemat energi (LHE),model logistik,


analisisi aliran material, merkuri

Priskila Harli Siswantika, Nur Aji Wibowo, Andreas


Setiawan
Program Studi Pendidikan Fisika dan Fisika
Fakultas Sains dan Matematika,
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
andreas.setiawan@staff.uksw.edu

Jelantah merupakan limbah yang jumlahnya cukup


melimpah tetapi pemanfaatannya belum maksimal. Dengan
teknologi termoelektrik, jelantah dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar penghasil energi listrik. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji efisiensi prototipe generator
termoelektrik berbahan bakar minyak jelantah. Generator
tersebut terdiri dari 2 sel termoelektrik, pipa pendingin,
penerima panas, tungku pembakaran dan tangki bahan
bakar. Sumber panas atau kalor dihasilkan dari pembakaran
minyak jelantah secara langsung pada tungku pembakaran.
Pengujian dilakukan dengan mengukur keluaran tegangan
yang dihasilkan dengan memasangkan sebuah hambatan
beban (dummy load) secara paralel serta mengukur suhu
pada sisi dingin dan sisi panas. Dari hasil percobaan
menunjukkan bahwa semakin besar selisih suhu ( T) maka
tegangan keluaran (V RL), daya keluaran (Pout) dan efisiensi
generator (

t)

meningkat. Pout dan efisiensi generator

maksimum terukur pada pemasangan R L = 11 ohm pada T


= 78,1 0C yaitu 0,86 watt dan 1,96%. Dengan menganalisa

karakteristik keluaran daya generator pada pemasangan


RL=11 ohm keluaran daya didekati dengan suatu
permodelan yang dibagi dalam dua bagian. Bagian I pada
T 2,5 0C sampai 18,3 0C menunjukkan R in = 15,58 ohm
dan [S1 ]2= 0,33 volt2 /K2 dengan err = 17% terhadap hasil
percobaan. Sedangkan bagian II pada T 18,4 0 C sampai
78,1 0C diperoleh [S2]2 = 0,06 volt 2/K2 dan C = 0,458
dengan err = 2,2%.
Kata Kunci:

minyak jelantah, generator termoelektrik,


kalor, efisiensi generator, koefisien seebeck

Bono Pranoto, Marlina Pandin, Silvy Rahmah Fithri,


Syaiful Nasution
Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan,
dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan, 12230
bonopranoto@yahoo.com
Pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia menghadapi
beberapa kendala, salah satunya adalah terbatasnya
ketersediaan data dan informasi potensi energi terbarukan di
seluruh wilayah Indonesia. Tujuan dari kajian ini adalah
menyiapkan data dan informasi sebaran potensi energi
biomassa dan menyajikannya dalam bentuk database
spasial. Peta spasial potensi energi limbah biomassa ini
dapat digunakan untuk pengembangan pemanfaatan energi
biomassa.
Metodologi
yang
digunakan
adalah
pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data. Data
dikumpulkan dari berbagai sumber seperti Kementerian
Pertanian berupa angka tetap produksi dan luas panen
pertanian, serta peta tematik kawasan hutan milik
Kementerian Kehutanan . Komoditi yang dihitung adalah
limbah Padi (Oryza Sativa), Jagung (Zea Mays), Singkong
(Manihot Utilissima), Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis
Jacq), Kelapa (Cocos Nucifera, L) dan limbah hutan
produksi. Data disajikan dalam peta dasar spasial batas
wilayah kabupaten. Hasil perhitungan didapat besar potensi
energi dari limbah ke enam komoditi tersebut sebesar 35,6
GW dengan kontribusi dari limbah padi sebesar 54,52 %,
limbah jagung 9,74%, limbah singkong 6,45%, limbah
kelapa sawit 2,29%, limbah kelapa dalam 2,3%, dan limbah
hutan produksi 24,69%
Kata Kunci: peta potensi, energi biomassa, basis data,
sistem informasi spasial

Nanda Avianto Wicaksono


Puslitbangek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan,
dan Konservasi Energi
Jl. Ciledug Raya Kav.109, Cipulir, Kebayoran Lama,
Jakarta Selatan
nanda.aw@p3tkebt.esdm.go.id
Penelitian ini ditujukan untuk menyusun peta potensi energi
biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi (bos species)
dan kerbau (bubalus bubalis) menggunakan WebGIS
berbasis perangkat lunak OpenGeo. Peta tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan program Pemerintah
mengembangkan energi biogas secara nasional. Teknologi
WebGIS yang digunakan memungkinan peta yang disusun
dapat langsung diakses melalui internet kapanpun dan dari
manapun sehingga dapat dimanfaatkan secara efektif,
sistematik, dan efisien oleh seluruh stakeholder terkait. Peta

tersebut disusun atas data potensi energi biogas


perkabupaten dan kota dalam satuan kalori (kal), ton oil
equivalence (toe), barrel oil equivalence (boe), dan mega
watt hour (MWh) yang dihitung berdasarkan data angka
tetap populasi ternak sapi dan kerbau tahun 2011 yang
dipublikasikan Kementerian Pertanian dan kemudian
digabungkan dengan peta dasar batas administrasi
kabupaten dan kota tahun 2010 yang disusun Bakosurtanal.
Selain itu, penelitian ini juga menghitung total potensi
energi biogas berasal dari kotoran ternak sapi dan kerbau
secara nasional. Total potensi energi tersebut setara dengan
37.725,03 boe/hari atau sebanding dengan 4,20% lifting
minyak Indonesia pada tahun 2011 atau 4,38% pada tahun
2012. Total potensi tersebut juga setara dengan 12,29%
produksi bruto listrik Indonesia pada tahun 2011 atau
11,25% pada tahun 2012. Potensi energi tersebut membuka
peluang untuk meningkatkan kontribusi energi baru dan
terbarukan khususnya energi biogas berasal dari kotoran
ternak sapi dan kerbau dalam bauran konsumsi energi
primer Indonesia.
Kata Kunci: WebGIS, biogas, kalori (kal), ton oil
equivalence (toe), barrel oil equivalence
(boe), watt hour (Wh).

INDEKS KATA KUNCI

bioetanol,

: 79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88

emisi CO2

: 83, 84, 85, 86, 87, 88

kesetimbangan energi

: 79, 82, 83, 87

single smaller and multi smaller plant

: 91, 97, 98, 99

LUEC

: 91, 92, 94, 95, 97, 98, 99, 100, 101

LUPC

: 91, 92, 94, 98, 99, 101

external cost

: 91, 100

lampu hemat energi (LHE)

: 103, 104, 110

model logistik

: 103, 105

analisisi aliran material

: 103

merkuri

: 103, 104, 108, 110, 111

minyak jelantah

: 113, 114, 115, 116, 117, 118, 121, 122

generator termoelektrik

: 113, 114, 115, 117, 119

kalor

: 113, 116

efisiensi generator

: 113, 115, 119

koefisien seebeck

: 113, 115, 119, 120

peta potensi

: 123, 124

energi biomassa

: 123, 124

basis data

: 123, 124

sistem informasi spasial

: 123

WebGIS

: 135, 138, 139, 140, 145, 147, 148

biogas

: 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143,


144, 146, 147, 148

kalori (kal)

: 135, 139

ton oil equivalence (toe)

: 135, 139

barrel oil equivalence (boe)

: 135, 139, 141

watt hour (Wh)

: 135, 139

UCAPAN TERIMA KASIH

Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari sebagai reviewer
yang telah menelaah dan memberi masukan serta rekomendasi dalam rangka menjaga
mutu publikasi ini sesuai kaidah-kaidah karya tulis ilmiah. Adapun nama-nama mitra
bestari sebagai berikut:

NO

NAMA

INSTANSI

Dr. M. Arief Yudiarto

BPPT

Dr. Ir. Hamzah Hilal, M.Sc.

BPPT

Dr. Deendarlianto, S.T., M. Eng

Universitas Gajah Mada

Prof. Dr. Hartono, DEA., DESS

Universitas Gajah Mada

Dr. R. Suharyadi, M.Sc

Universitas Gajah Mada

Ir. Bagas Pujilaksono, M.Sc., Lic.Eng

Universitas Gajah Mada

Dr. Ir. Purwanto, DEA.

Universitas Diponegoro

Ir. Indah Rachmatiah Siti Salami, M.Sc., Ph.D

Institut Teknologi Bandung

Ketenagalistrikan Dan Energi Terbarukan dicetak oleh CV. Sukma Jaya Utama
Jl. Raya Pasar Minggu Km. 18 No.1, Pejaten Barat Jakarta Selatan,
Telp. (021) 3249 0325, 0813 800 44 290

Anda mungkin juga menyukai