Case Anestesi Ga
Case Anestesi Ga
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Agama
Jenis Kelamin
Status
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Masuk RS
: An. AD
: 16 tahun
: Islam
: Perempuan
: Belum menikah
: Pelajar
: Perumnas Blok B1 No.4 Cibeber
: 18 April 2012
EVALUASI PRE-ANESTESI
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Benjolan ditenggorokan sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.
Riwayat Operasi Sebelumnya
Pasien belum pernah melakukan operasi sebelumnya.
Riwayat Anestesi
Tidak ada
Status Sosial
Baik
2. Pemeriksaan Fisik
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 1
Keadaan Umum
: sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu
: 360C
Tinggi Badan
: 150 cm
Berat Badan
: 40 kg
Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal.
3. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
o Hb
: 12,4 gr/dl
o Ht
: 38,1 %
o Leukosit
: 7830 /uL
o Trombosit : 293000 /uL
o LED
: 45 mm/jam
o Gula sewaktu: 98 mg/dl
o SGOT
: 17 u/L
o SGPT
: 16 u/L
o Ureum
: 14 mg/dl
o Kreatinin
: 0,7
o HBsAg
: Non reaktif
o Anti HIV
: Non reaktif
4. PS ASA 1
5. Terapi Pre-anestesi
III.
: 0,6-1,0 mg/kgBB IV 15 mg
: 2-3 mg/kgBB IV 100 mg
: 1-3 g/kgBB IV 100 g
: 1. Laringoskop grade: 1
2. Tube: Nasal 26 cuff (+)
- Ventilasi
:
- Gas Flow :
O2
2,5 L
N2 O
2,5 L
- TV : 400 ml
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 2
- RR : 10 x/ menit
- SaO2: 100%
- Volatile agent : Isoflurane 1,5 Vol%
- IV Line : tangan kiri No.20G
- Keseimbangan Cairan
- Obat Lain
: 1. Ketorolac tromethamine 30 mg
2. Tramadol 100 mg
3. Ceftriaxon 1 gr
4. Pronalges supp 100 mg
Pasien masuk ruang pemulihan dan setelah itu dibawa ke kamar Bougenville
Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran: compos mentis
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/min
RL 500 mL/ 8 jam
Diet susu
Pasien meninggalkan rumah sakit pada tanggal 20 April 2012
Page 3
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
1. Pendahuluan
Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah berusaha untuk
melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri
atau rasa sakit. (Anonim, 1989) Pada prinsipnya, seorang penderita akan dibuat tidak
sadarkan diri dengan melakukan tindakan-tindakan yang sering dilakukan secara fisik seperti
memukul, mencekik dan lain sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak
merasa kesakitan dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya
jalannya acara operasi. (Anonim, 1986).
Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene Morton
pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara-cara kekerasan fisik
yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi mulai ditinggalkan. Penemuan
tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu bedah, karena membuka cakrawala
kemungkinan dilakukannya tindakan bedah yang lebih luas, mudah serta manusiawi.
(Anonim, 1986). Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja
sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi. Dibutuhkan
keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan, menangani dan memelihara
keadaan anestesi pasien. Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain :
1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses pembedahan atau
prosedur medik lain.
2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga
fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga keselamatan pasien tetap
terjaga.
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 4
3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan
tugasnya dengan mudah dan efektif.
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah
menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti
akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang
terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang
dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik.
Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan
tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran
pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum
adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta
teratur. Bahkan, menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga
direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan
napas. Tulisan ini akan menguraikan tentang intubasi endotrakheal, dan hanya akan dibatasi
pada permasalahan tersebut.
Page 5
BAB II
2.1 Anatomi - Fisiologi Saluran Napas Bagian Atas.
Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus
memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu dipasang. Pada
pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan menguraikan tentang beberapa
hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring, sebagian naso faring dan akan lebih
ditekankan lagi pada bagian laring. Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain
umum yang dapat dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Secara esensial tentunya
sistem ini terdiri dari permukaan respirasi dan bercabang menjadi pasase konduksi yang
membentuk pohon pernafasan. Permukaan respirasi ini sangat luas kurang lebih 200 m2, dan
membentuk sesuatu yang sangat tipis, barier yang lembab untuk udara dan kapiler darah
mengelilingi berjuta-juta kantong yang disebut alveolus yang akhirnya membentuk suatu
massa paru-paru (William, 1995 : 1630).
Page 6
Sistem Respirasi
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 7
yang
merupakan
jalannya
udara
antara
faring
dan
laring.
Bagian laring sebelah atas luas, sementara bagian bawah sempit dan berbentuk silinder.
Kartilago laring merupakan kartilago yang paling besar dan berbentuk V yaitu kartilago
tiroid. Kartilago ini terdiri dari dua kartilago yang cukup lebar, dimana pada bagian depan
membentuk suatu proyeksi subkutaneus yang dikenal sebagai Adams Apple atau penonjolan
laringeal. Kartilago ini menempel pada tulang lidah melalui membrana hyotiroidea, suatu
lembaran ligamentum yang luas dan terhadap kartilago krikoid oleh suatu elastic cone
suatu ligamentum yang sebagian besar terdiri dari jaringan elastik berwarna kuning.
Page 8
Kartilago krikoid lebih kecil tapi lebih tebal terdiri dari cincin depan, tetapi meluas ke dalam
suatu struktur menyerupai plat untuk membentuk bagian bawah dan belakang laring.
Kartilago arytenoid berjumlah dua buah terletak pada batas atas dari bagian yang luas
sebelah posterior krikoid. Kartilago ini kecil dan berbentuk piramid.Epiglotis, kartilago yang
berbentuk daun terletak di pangkal lidah dan kartilago tiroid pada linea mediana anterior.
Kartilago ini melebar secara oblik ke belakang dan atas.
Rongga laring, rongga ini dimulai pada pertemuan antara faring dan laring serta ujung
dari bagian bawah kartilago krikoid dimana ruangan ini akan berlanjut dengan trakhea.
Bagian ini dibagi ke dalam dua bagian oleh vokal fold dan ventrikuler fold secara horizontal.
Vokal fold atau pita suara merupakan dua ligementum yang kuat dimana meluas dari sudut
antara bagian depan terhadap dua kartilago aritenoid pada bagian belakang. Ventrikuler fold
sering disebut sebagai pita suara palsu yang terdiri dari lipatan membrana mukosa dan
terselip suatu pita jaringan ikat. Lipatan-lipatan berada di samping terhadap pita suara yang
asli. Ruangan di antara lipatan pita disebut sebagai glottis, bentuknya bervariasi sesuai
dengan ketegangan lipatan pita.
Fungsi laring, yaitu mengatur tingkat ketegangan dari pita suara yang selanjutnya
mengatur suara. Laring juga menerima udara dari faring diteruskan ke dalam trakhea dan
mencegah makanan dan air masuk ke dalam trakhea. Kedua fungsi ini sebagian besar
dikontrol oleh muskulus instrinsik laring. Otot-otot laring baik yang memisahkan vokal fold
atau yang membawanya bersama, pada kenyataannya mereka dapat menutup glotis kedap
udara, seperti halnya pada saat seseorang mengangkat beban berat atau terjadinya regangan
pada waktu defekasi dan juga pada waktu seseorang menahan nafas pada saat minum. Bila
otot-otot ini relaksasi, udara yang tertahan di dalam rongga dada akan dikeluarkan dengan
suatu tekanan yang membukanya dengan tiba-tiba yang menyebabkan timbulnya suara
ngorok.
Pengaliran udara pada trakhea, glotis hampir terbuka setiap saat dengan demikian
udara masuk dan keluar melalui laring. Namun akan menutup pada saat menelan. Epiglotis
yang berada di atas glottis berfungsi sebagai penutup laring. Ini akan dipaksa menutup glottis
bila makanan melewatinya pada saat menelan. Epiglotis juga sangat berperan pada waktu
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 9
memasang intubasi, karena dapat dijadikan patokan untuk melihat pita suara yang berwarna
putih yang mengelilingi lubang.
BAB III
Intubasi Endotrakeal
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 10
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar,
lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.
3.3 Indikasi dan Kontraindikasi.
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara
lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri
dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui
masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di
arteri.
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 11
Page 12
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada
beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.
3.4 Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi.
Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan
kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan
yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.
Sumber : http://www.aic.cuhk.edu.hk/web8/Hi%20res/Laryngoscopy%201.jpg
Page 13
epiglotis yang relatif lebih panjang dan kaku. Trauma pada epiglotis dengan blade lurus lebih
sering terjadi.
b. Pipa endotrakheal. Biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang sekali pakai
dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakhea. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala
dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi.
Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon
(cuff) pada ujunga distalnya. Terdapat dua jenis balon yaitu balon dengan volume besar dan
kecil. Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan mengurangi
aliran darah kapiler, sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon volume besar melingkupi
daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang lebih rendah dibandingkan dengan
volume kecil. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit
jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon
karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan
diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0 mm dan perempuan 7,5 8,5 mm. Untuk
intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 23 cm. Pada anak-anak dipakai rumus :
Panjang pipa yang masuk (mm) = Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan
pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat
diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
Page 14
c. Pipa orofaring atau nasofaring. Alat ini digunakan untuk mencegah obstruksi jalan nafas
karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
Page 15
Page 16
terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan.
Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V.
d. Pemasangan pipa endotrakheal.
Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat
melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan
laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu,
stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon
dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan
selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
e. Mengontrol letak pipa.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan
auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan
terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadangkadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat.
Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster
akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar
cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut
pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
f. Ventilasi.
Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.
3.7 Langkah-langkah pemasangan
1. Siapkan alat dan pasien
2. Cuci tangan
3. Pakai masker penutup hidung dan mulut dan sarung tangan
4. Atur posisi pasien,kepala ekstensi,leher fleksi
Page 17
5. Tangan
kanan
memegang
kedua
bibir
lalu
buka
mulut
pasien
Tangan kiri memegang laringoscope,masukkan blade dari sebelah kanan mulut sambil
membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglottis.
6. Dari arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya epiglottis
7. Masukkan endotracheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk putar ke
arah tengah
8. Isi balon endotracheal dengan spuit kosong
9. Sambungkan endotracheal dengan ventilator/bag
10. Dengarkan bunyi nafas dengan stetoskop masuk ke esophagus, terlalu kanan atau
terlalu kiri dari bronchus
11. Fiksasi menggunakan plester
Langkah-langkah intubasi
Page 18
Page 19
b.
Thiophentone non depolarizing relaxant : metode yang bagus untuk direct vision
intubation. Setelah pemberian nondepolarizing / thiophentone, kemudian pemberian O2
dengan tekanan positif (2-3 menit) setelah ini laringoskopi dapat dilakukan. Metode ini
tidak cocok bagi mereka yang belajar intubasi, dimana mungkin dihadapkan dengan
pasien yang apneu dengan vocal cord yang tidak tampak.
c.
d.
I.V. Barbiturat sebaiknya jangan dipakai thiopentone sendirian dalam intubasi. Iritabilitas
laringeal meninggi, sedang relaksasi otot-otot tidak ada dan dalam dosis besar dapat
mendepresi pernafasan.
e.
N2O/O2, tidak bisa dipakai untuk intubasi bila dipakai tanpa tambahan zat-zat lain.
penambahan triklor etilen mempermudah blind intubation, tetapi tidak memberikan
relaksasi yang diperlukan untuk laringoskopi.
f. Halotan (Fluothane), agent ini secara cepat melemaskan otot-otot faring dan laring dan
dapat dipakai tanpa relaksan untuk intubasi.
g. Analgesi lokal dapat dipakai cara-cara sebagai berikut :
- Menghisap lozenges anagesik.
- Spray mulut, faring, cord.
- Blokade bilateral syaraf-syaraf laringeal superior.
- Suntikan trans tracheal.
Cara-cara tersebut dapat dikombinasikan dengan valium I.V. supaya pasien dapat
lebih tenang. Dengan sendirinya pada keadaan-keadaan emergensi.
Intubasi dapat dilakukan tanpa anestesi. Juga pada necnatus dapat diintubai tanpa anestesi.
3.9 Komplikasi Intubasi Endotrakheal.
A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)
a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal
cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut,
cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan
intraocular meningkat dan spasme laring.
d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.
Anestesi Umum Intubasi Endotrakheal tube
Page 20
DAFTAR PUSTAKA
Page 21
Page 22