Identitias Pasien
Nama
: Tn. DJ
Umur
: 00-66-65-21
Alamat
Tanggal
: 04 Juni 2014
Anamnesis
Keluhan Utama
Anamnesis Terpimpin
Dialami sejak kurang lebih kurang 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit
Wahidin Sudirohusodo akibat KLL. Pasien sedang menyeberang jalan, tiba-tiba
ditabrak motor dari arah kanan.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat pingsan
(-)
Riwayat mual
(-)
Riwayat mual
(-)
Status Generalisata
Sakit sedang / Obesitas / Composmentis
Primary Survey
A
: Bebas
: GCS 15 (E4M6V5)
Status Lokalis
Regio Tibia Fibula Kanan
Inspeksi
Palpasi
: Nyeri tekan
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (04-06-2014)
Darah Rutin
RBC
4.15 106/mm3
HGB
12.6 g/dL
HCT
37.01 %
WBC
17.4 H 103/mm3
NEU
84.0 %
PLT
222 103/mm3
Hemostatis
Waktu perdarahan
2 menit
Waktu pembekuan
6 menit
Imunooserologi :
SGPT
52 U/L
HBsAg
Nonreakti
Tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os tibia dextra, belum terbentuk
kalus
Tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os fibula dextra, belum terbentuk
kalus
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi baik
- Jaringan lunak di sekitarnya kesan swelling
Kesan : Fraktur kominutif 1/3 tengah os tibia et fibula dextra
Klinis : Suspek Fraktur Cruris
RESUME
Seorang bapak, usia 55 tahun masuk IRD bedah ortopedi RS Wahidin
Sudirohusodo dengan keluhan utama luka robek pada tungkai kanan, dialami
sejak 30 menit yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas.
Pasien mengeluh nyeri. Riwayat pingsan (-), riwayat mual (-), riwayat muntah (-).
Dari pemeriksaan fisis didapatkan:
-
DIAGNOSIS
Fraktur kominutif 1/3 tengah os tibia et fibula dextra
I.
PENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa yang bisa
menjadi komplit atau inkomplit. Umumnya apabila rudapaksa yang mengenai
tulang, tulang bisa bertahan karena adanya sifat elastisitas dan kembali ke normal
apabila rudapaksa dialihkan. Tetapi apabila intensitas rudapaksa semakin kuat,
elastisitas tulang tidak bisa menanggulangi rudapaksa tersebut, maka tulang
3
berubah bentuknya. Jika intensitas rudapaksa tinggi, fraktur komplit bisa saja
terjadi dan bisa cenderung ke arah fraktur murni. Rudapaksa yang sering berulang
akan mengakibatkan fraktur stress.1
Fraktur atau patah tulang kebanyakan terjadi akibat trauma, beberapa fraktur
terjadi secara sekunder akibat proses penyakit osteoporosis yang menyebabkan
fraktur-fraktur yang patologis.2
Penyebab fraktur adalah trauma, yang di bagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang,
biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor
langsung terbentur dengan keras. Trauma tidak langsung yaitu titik tumpuan
benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma
ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah
rapuh atau underlying disease atau fraktur patologis.2
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu
lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang
mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan
lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127
trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).3
II.
DISKUSI
Tulang merupakan suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel:
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan
osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.4
Tubuh manusia terdiri dari tulang-tulang yang membentuk sistem rangka.
Rangka manusia terdiri dari 206 tulang. Tulang-tulang ini difiksasi satu sama lain
membentuk kerangka dan memberi perlindungan pada visera. Kerangka manusia
terdiri atas dua bagian, yaitu kerangka aksial yang terdiri dari tulang kepala
(cranium), tulang leher (os hyoideum dan vertebrae cervicales) dan tulang batang
tubuh (costa, sternum, vertebra, dan sacrum), dan kerangka apendikular yang
terdiri dari tulang ekstremitas (lengan dan tungkai), termasuk tulang yang
membentuk gelang bahu (pektoral) dan gelang panggul.4
adalah tempat dibentuknya sel darah merah, beberapa limfosit, sel darah putih
granulosit, dan trombosit), menyimpan berbagai mineral (kalsium, fosfor, dan
magnesium).4,5
Dapat dibedakan dua jenis tulang, yaitu substantia spongiosa dan substantia
compacta. Perbedaan antara kedua jenis tulang tadi ditentukan oleh banyaknya
bahan padat dan jumlah serta ukuran ruangan yang ada di dalamnya. Semua
tulang memiliki kulit luar dan lapisan substantia compacta yang meliputi
substantia spongiosa di bagian dalam, kecuali bila massa substantia spongiosa
diubah menjadi cavitas medullaris (rongga sumsum).4,5
2.2. PENGGOLONGAN TULANG
Tulang digolongkan menurut bentuknya:5
a. Tulang panjang adalah tubular (misalnya humerus)
b. Tulang pendek adalah kuboidal, dan hanya terdapat di pergelangan kaki
(tarsus) dan di pergelangan tangan (carpus)
c. Tulang pipih, umumnya berguna sebagai pelindung (misalnya tulang pipih
cranium melindungi otak)
d. Tulang tak beraturan dengan bentuk aneka ragam (misalnya tulang wajah)
e. Tulang sesamoid (ossa sessamoidea), terbentuk dalam tendo tertentu
(misanya patella) dan terdapat di tempat persilangan tendo dengan ujung
tulang panjang ekstremitas.
Tulang ekstremitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang tulang, antara lain:
a. Os Coxae (Pelvicum)
Os coxae menghubungkan os sacrum dengan femur dan merupakan
penghubung tulang antara batang tubuh dan ekstremitas inferior. Masing-masing
os coxae terdiri dari tiga buah tulang, yaitu os ilium, os ischium, dan os pubis.
Tulang-tulang ini mulai bersatu pada usia 15-17 tahun, dan sedikit atau tidak ada
bekas garis persatuan tampak pada orang dewasa.4,5
b. Os Femur
Os femur merupakan tulang yang paling panjang dan paling berat dalam
tubuh manusia. Pada posisi berdiri, femur meneruskan gaya berat badan dari
pelvis menuju ke os tibia.4,5
c. Os Patella
10
11
B. Fraktur Komplit
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Fraktur ini bisa menyebabkan tulang terbagi menjadi dua segmen dan
biasanya disertai dengan displasia dari fragmen tersebut. Fraktur komplit sering
terjadi pada orang dewasa dan bisa diklasifikasikan berdasarkan arah fraktur
tulang (Direction of the break), jumlah garis fragmen (The degree of the damage
to the bone), hubungan dengan dunia luar, dan penggeseran fragment tulang
(displacement).7,8,9
1) Berdasarkan arah fraktur tulang (Direction of the break)
Arah fraktur dikenal juga sebagai garis patah tulang. Seperti yang
dipaparkan pada gambar dibawah ini, arah fraktur bisa terbagi kepada fraktur
transversal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur impaksi, dan fraktur avulsi.
Fraktur komunitif dan fraktur segmental akan dibahas pada klasifikasi
berdasarkan jumlah fragment.7,8
12
Fraktur Transversal
Fraktur transversal adalah fraktur yang arah garis patahnya melintang. Pada
fraktur ini, segmen-segmen tulang yang patah apabila direposisi atau direduksi
kembali ke tempatnya semula, maka segmen-segmen tersebut akan stabil, dan
biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.1,7,8,9
Fraktur Oblik adalah garis patah miring. Fraktur ini garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang dan cenderung tidak stabil serta sulit untuk
diperbaiki.1,7,8,9
13
c. Fraktur spiral
Fraktur spiral adalah fraktur yang garis patahnya melingkar. Fraktur ini
biasanya timbul akibat torsi pada ekstremitas. Fraktur ini biasanya hanya
menimbulkan sedikit kerusakan pada jaringan lunak, dan fraktur semacam ini
cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.1,7,8,9
d. Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada di antaranya.7,8
14
e. Fraktur Avulsi
Fraktur avulsi adalah pemisahan fragmen tulang (biasanya kecil) di area
perlekatan ligament atau tendon (Gambar 11). Fraktur avulsi sering terjadi di
pergelangan kaki (ankle) dan di jari-jari. Fragmen tulang avulsi agak besar dan
garis fraktur sering terjadi secara transversal karena fraktur avulsi menyebabkan
kerusakan pada struktur perlekatan jaringan lunak.7,8,9
2)
bone)
a. Fraktur segmental
Fraktur segmental terjadi apabila dua fraktur komplit yang terpisah (sering
terpisah secara transversal). Oleh itu, tulang akan terbagi menjadi tiga fragment
15
besar. Butterfly Fragment adalah fragment segitiga yang besar, sering terjadi di
axis tulang panjang.7,8,9
b. Fraktur Kominutif
Fraktur komunitif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan
jaringan dengan lebih dari dua fragment tulang. Tahap fraktur komunitif
tergantung pada kekuatan gaya yang menyebabkan cedera.1,7,8
c. Fraktur Multipel
Fraktur multipel adalah fraktur tulang yang terjadi pada beberapa bagian
tulang yang berlainan.1,7,8
16
17
a. Derajat I:
i.
Luka <1 cm
ii.
Kerusakan jaringan lunak sedikit, relatif tanda luka remuk
iii.
Fraktur sederhana, transversal, oblik atau komunitif ringan
iv.
Kontaminasi minimal
b. Derajat II:
i.
Laserasi >1 cm
ii.
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
iii. Fraktur komunitif sedang
iv. Kontaminasi sedang
c. Derajat III:
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka
derajat III terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
i.
iii.
terkontaminasi.
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
18
rotasi, dan perubahan alignment seperti yang dilampirkan pada Gambar 16.
Peralihan (distraction)
19
Angulasi merupakan berkaitan dengan arah tulang distal dan terhadap tulang
proximal (Gambar 21). Angulasi pada bagian medial dikenal sebagai Varus dan
angulasi pada pada lateral dikenal sebagai Valgus.7,10
20
a.
b.
c.
secara
dari
lempeng
antomi.
Tipe IV: fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan
terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan
e.
dan mati.
21
Sehingga pada daerah fraktur tidak mengandung sel-sel hidup. Kerusakan yang
parah pada periosteum dan sumsum serta jaringan lunak sekitarnya juga dapat
berkontribusi sebagai bahan nekrotik pada daerah fraktur tersebut. Karena begitu
banyaknya bahan nekrotik dapat memunculkan respon inflamasi akut langsung
dan intens. Ada vasodilatasi luas dan eksudasi plasma, yang mengarah ke edema
akut terlihat pada daerah fraktur. Fase ini dapat berlangsung selama 2-4 minggu.
Secara perlahan fase ini akan berhenti kemudian fase kedua dimulai dan secara
bertahap menjadi pola dominan.12,13,14
b. Fase Reparatif
Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan darah akan
membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang primitive
(osteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan
mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal
(kalus) disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu
dengan lapisan kalus dari fragmen satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen
(penyembuhan fraktur) terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh
osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyeberangi lokasi fraktur.
Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik
untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Fase ini berlangsung selama 1-2
bulan.12,13,14
c. Fase Remodeling
Proses renovasi dilakukan oleh keseimbangan resorpsi kalus oleh osteoklas,
dan deposisi tulang pipih oleh osteoblas. Fase ini membutuhkan waktu bertahuntahun untuk meregenerasi tulang tersebut. Proses ini mungkin terjadi lebih cepat
pasien yang lebih muda. Agar remodeling tulang baik, maka pasokan darah harus
memadai dan meningkat secara bertahap. Hal ini jelas ditunjukkan pada kasus di
mana tidak memadai pasokan darahnya maka berkembang menjadi atrophic
fibrous non-union. Namun, dalam kasus di mana ada vaskularisasi yang baik
tetapi fiksasi tidak stabil, proses penyembuhan berlangsung untuk membentuk
kalus, tetapi hasilnya berupa hypertrophic non-union atau pseudoarthrosis. 12,13,14
22
2.6. KOMPLIKASI
Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto roentgen, ialah:15
a. Osteomielitis: terutama pada fraktur terbuka
23
24
25
26
Pada kasus didapat, Tn. DJ umur 55 tahun masuk Rumah Sakit setelah
mengalami kecelakaan lalulintas sebelumnya. Pada foto cruris AP/lateral tampak:
- Fraktur kominutif pada 1/3 tengah os tibia dextra, belum terbentuk kalus
- Tampak fraktur kominutif pada 1/3 tengah os fibula dextra, belum terbentuk
kalus
- Mineralisasi tulang baik
- Celah sendi yang tervisualisasi baik
- Jaringan lunak di sekitarnya kesan swelling
sehingga didapatkan kesan bahwa pasien tersebut mengalami Fraktur kominutif
1/3 tengah os tibia et fibula dextra.
Pasien ini dikatakan mengalami fraktur karena pada foto radiologinya
didapatkan diskontinuitas dari korteks, yang mana dalam penjelasan sebelumnya
fraktur yang terjadi pada pasien ini dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah
fragmen fraktur sehingga digolongkan kedalam fraktur kominutif. Jika dilihat dari
hubugan dengan lingkungan luar maka fraktur ini termasuk fraktur tertutup.
Proses penyembuhan yang sedang berlangsung jika dilihat dari foto
radiologi pasien yaitu fase inflamasi, karena seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa proses inflamasi merupakan fase paling awal terjadi dan
berlangsung salama selama 2-4 minggu. Secara perlahan fase ini akan berhenti
kemudian fase kedua dimulai dan secara bertahap menjadi pola dominan.12,13,14
Pada kasus ini pula belum tampak adanya komplikasi yang terjadi karena
penanganan yang cepat dan tepat terhadap fraktur itu, namun tidak menutup
kemungkinan komplikasi seperti dibawah ini bisa terjadi:
- Osteomielitis: terutama pada fraktur terbuka
- Nekrosis avaskular
- Non-union
- Delayed union, umumnya terjadi pada orang tua, dan
- Mal-union.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sutton, David.2003. Textbook of Radiology And Imaging, 7th ed.Vol.2.
Elsevier Science : London
2. Asrizal, R.A. 2014. Closed Fracture 1/3 Middle Femur Dextra. Vol.2 No.3.
FK UNLAM : Lampung
3. NOVELNDI.R. 2011. Karakteristik Penderita Fraktur Rawat Inap di RSUD
Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2009 (Jurnal). USU Institutional
Repository : Sumatera Utara
4. Keith L. Moore, Anne M.R Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates :
Jakarta
5. Lululima, J.W. 2002. Anatomi Umum. Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin : Makassar
6. Christos Garnavos, Nikolaos K. Kanakaris. 2012. New Classification
System For Long-bone Fractures Supplementing the OA/OTA Classification
Vol. 35. Feature Article
7. Paul and Juhl's.1998. Essentials of Radiologic Imaging 7th ed. Lippincott
Williams & Wilkins Publishers : Mexico
8. Iain H. Kalfas, M.D. , F.A.C.S Department of Neurosurgery, Section of
Spinal Surgery, Cleveland Clinical Foundation. 2001. Principle of Bone
Healing Article 1 Vol. 10. Neurosurg Focus
28
29