Anda di halaman 1dari 55

7

TEKNIK PEMERIKSAAN RADIOGRAFI SHOULDER JOINT PADA


KASUS FRACTUR HUMERI DI INSTALASI RADIOLOGI RS PKU
MUHAMMADIYAH GOMBONG

LAPORAN KASUS
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kerja Lapangan I Di
Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong

Disusun oleh:
Isa Faiz Muammar
P1337430120059

PROGRAM STUDI RADIOLOGI SEMARANG PROGRAM DIPLOMA


TIGA
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG
2021

7
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan


sebagai laporan guna memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I Program
Studi Radiologi Semarang Program Diploma Tiga Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Semarang
Nama : Isa Faiz Muammar
NIM : P1337430120059
Judul Laporan Kasus : Teknik Pemeriksaan Radiografi Shoulder Joint
pada kasus Fractur Humeri di Instalasi
Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong.

Gombong, Desember 2021

Kepala Instalasi Radiologi Pembimbing

dr. Widijati Hendrajani, Sp. Rad. Murchayati, AMR


9

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas segala rahmat yang


dilimpahkan-Nya Sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus
“Teknik Pemeriksaan Shoulder Joint pada kasus di Instalasi Radiologi RS
PKU Muhammadiyah Gombong” ini
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Praktek Kerja Lapangan (PKL) I Semester III, Program Studi Radiologi
Semarang Program Diploma Tiga Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Semarang, yang bertempat di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong.
Dalam Penyususnan Laporan Kasus ini tidak akan lepas dari
segala bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak . Untuk itu, penulis
juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. ALLAH Swt
2. Orang Tua penulis
3. Bapak Marsum, BE, S.pd, MHP selaku Direktur Poltekkes
Kemenkes Semarang
4. Ibu Fatimah, S.ST, M.Kes selaku ketua Jurusan Teknik
Radiodiagnostik Dan Radioterapi Semarang
5. Ibu Darmini, S Selaku Ketua Prodi Radiologi Semarang
Program Diploma Tiga
6. Ibu dr. Widijati Hendrajani, Sp.Rad selaku Kepala Instalasi
Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong
7. Ibu Murchayati, AMR selaku clinical instructor (CI) Praktek Kerja
Lapangan (PKL) I di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong
8. Seluruh Radiografer dan staf Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong
9. Semua Pihak yang terlibat dalam pembuatan Laporan Kasus ini.

7
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam
penyusunan laporan kasus ini. Oleh karena itu , penulis menerima
kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna
memperbaiki laporan kasus selanjutnya. Penulis juga berharap
laporan kasus ini bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca

Gombong, Desember 2021

Penulis
1
1

DAFTAR ISI

Cover
Lembar pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar iv
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 4
D. Sistematika Penulisan 5
BAB II Dasar Teori 4
A. Anatomi Shoulder Joint 5
A. Patologi Shoulder Joint 6
B. Prosedur pemeriksaan Shoulder Joint 1
BAB III Profil Kasus dan Pembahasan 2
A. Profil Kasus 3
B. Pembahasan 4
Bab IV Penutup 5
A. Kesimpulan 6
B. Saran 1
Daftar Pustaka 2
Lampiran 1

7
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Shoulder Joint Anterior view................................................4


Gambar 2.2 Scapula Poterior View..........................................................5
Gambar 2.3 Scapula Anterior View..........................................................8
Gambar 2.4 Scapula Lateral View...........................................................9

Gambar 2.5 Proximal Humerus...............................................................9


Gambar 2.6 Proyeksi Antero Posterior Endorotasi................................11

Gambar 2.7 Proyeksi Antero Posterior Endorotasi................................11

Gambar 2.8 Proyeksi Anteroposterior Eksorotasi..................................11

Gambar 2.9 Proyeksi Anteroposterior Eksorotasi..................................13


Gambar 2.10 Proyeksi Axial Apical Oblique..........................................13
Gambar 3.1 Pesawat sinar-X konvensional...........................................14
Gambar 3.2 Imaging Plate merk fujifilm.................................................15
Gambar 3.3 Computed Radiography merk fujifilm.................................16
Gambar 3.4 Printer Merk Fujifilm...........................................................17
Gambar 3.5 Hasil Radiograf...................................................................18
Gambar 3.6 Hasil baca dokter...............................................................18
1
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas
Wurzburg, Jerman . Pertama kali menemukan sinar Roentgen
pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar
katoda. Saat itu dia melihat terjadinya perpindahan electron
yang menghasilkan suatu gelombang elektromagnetik dengan
panjang gelombang 0,1-1 Amstrong inilah yag kemudian disebut
sinar-X atau sinar Roentegen . Tabung X-Ray jenis pertama ini
disebut dengan Cold Cathoda Tube. Namun pada
perkembangan selanjutnya, pada tahun 1913, Collige
menyempurnakan penemuan roentgen dengan memodifikasi
tabung yang digunakan . Tabung yang digunakan adalah
tabung vakum yang didalamnya terdapat 2 elektroda yaitu
anoda dan katoda . Tabung ini kemudian disebut Hot Cathoda
Tube dan merupakan tabung yang digunakan pada pesawat
roentgen hingga saat ini. (http://wikipedia.org/wiki/Sinar-X)
Perkembangan teknologi terbaru telah menghasilkan
berbagai teknik dan prosedur pencitraan yang kompleks.
Namun demikian, prinsip dasar pencitraan adalah sama yaitu
untuk menampilkan gambaran anatomi bagi tubuh manusia dan
kelainan-kelainan yang berhubungan dengan modalitas
terutama pencitraan. Modalitas yang ada di radiologi
diantaranya Pesawat sinar-x konvensional, flouroskopi,
Ultrasonografi (USG), Computer Tomography Scanning (CT-
Scan), Magnetic resonance Imaging (MRI), Kedokteran Nuklir
(Nuclear Medicine) dan lain-lain. Jenis pemeriksaan di Instalasi
Radiologi dibagi menjadi dua yaitu Kontras dan Non Kontras.

7
jenis pemeriksaan non kontras adalah pemeriksaan tanpa
menggunakan suatu bahan atau media yang dimasukkan ke
dalam tubuh pasien untuk membantu menegakkan diagnose
dalam pemeriksaan radiografi. Jenis Pemeriksaan Radiografi
non kontras meliputi pemeriksaan Thoraks, Abdomen,
Ekstremitas atas, Ekstremitas bawah, shoulder joint, ankle joint,
knee joint, dan lain-lain. Sedangkan pemeriksaan kontras
adalah pemeriksaan yang menggunakan suatu bahan atau
media yang dimasukkan kedalam tubuh pasien yang berfungsi
untuk mengevaluasi kelainan yang ada pada pasien.
Pemeriksaan kontras meliputi BNO-IVP, Colon in loop,
Uretrografi dan lain-lain.
Pemeriksaan shoulder joint adalah satu pemeriksaan
Radiologi yang menggunakan pesawat sinar-X konvensional
tanpa menggunkan bahan atau suatu media kontras tertentu
yang dimasukkan ke dalam tubuh untuk melihat structural
anatomi dari sendi bahu. Shoulder joint atau sendi bahu
merupakan sendi paling aktif di tubuh kita yang terdiri dari
empat sendi terpisah yang dikelilingi oleh tendon, ligament, dan
kelompok otot utama leher, punggung atas dan tengah. Empat
sendi tersebut yaitu glenohumeral joint, acromioclavicular joint,
scapulathoracic joint, dan sternoclavicular joint. Indikasi pada
pemeriksaan shoulder joint diantaranya trauma (cedera),
fraktur, fisura, dislokasi, luksasi, rupture, frozen shoulder joint,
SLAP tears, dan arthritis. Salah satu yang paling sering terjadi
dan ditemukan dilapangan adalah dislokasi. Dislokasi adalah
cedera ketika sendi dipaksa keluar atau bergeser dari posisi
normal dan biasanya disebabkan oleh adanya benturan atau
kekerasan yang timbul secara mendadak.
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal
dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di
1
5

sekitarnya juga sering kali terganggu. Radiografi (sinar-x)


dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf
yang putus, atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat
menjadi komplikasi pemulihan klien ( Black dan Hawks, 2014).
Pada umumnya proyeksi yang seing digunakan dalam
pemeriksaan shoulder joint adalah proyeksi Antero Posterior
endorotasi dan Antero Posterion eksorotasi secara maksimal
pada pasien yang kooperatif. Namun, pada pasien non
kooperatif sebisa mungkin tetap dibuat Anteroposterior
Endorotasi dan Anteroposterior Eksorotasi sesuai kemampuan
pasien.. Sedangkan pda pasien non kooperatif dibuat supine
diatas brankar mengahdap tabung sianr- X , lengan dirotasikan
kea rah medial semampu pasien untuk endorotasi dan lengan
ditotasikan kearah lateral semampu pasien untuk eksorotasi.
Pada laporan kasus ini, penulis ingin mengetahui apakah
pemeriksaa shoulder joint dengan proyeksi AP endorotasi dan
AP eksorotasi pada pasien dengan klinis fracture Humerus di
Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong mampu
menegakkan diagnose.
Dengan alasan tersebut maka penulis tertarik untuk
mengangkatnya dalam bentuk laporan kasus dengan judul
“Teknik pemeriksaan Shoulder Joint pada pasien pada kasus
Fracture Humerus di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong”.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Teknik Pemeriksaan Shoulder Joint pada kasus
Fractur Humeri di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong?

7
2. Mengapa teknik pemeriksaan radiografi Pada kasus fraktur
humeri menggunakan teknik pemeriksaan Shoulder joint
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Bagaimana Teknik Pemeriksaan
Radiografi Shoulder Joint pada Kasus Fraktur Humeri di
Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong.
2. Untuk mengetahui Alasan mengapa teknik radiografi
Shoulder joint di gunakan pada kasus fraktur humeri.

D. Sistematika Penulisan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
BAB I Pendahuluan
Menjelasakan mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan,
manfaat, dan sistematika penulisan.
BAB II Dasar teori
Menjelaskan mengenai anatomi dan
fisiologi dan patologi shoulder joint, dan
proteksi radiasi.
BAB III Profil kasus dan Pembahsan
Menjelaskan mengenai profil kasus yang
berupa ilustrasi kasus, alat dan bahan,
teknik pemeriksaan, processing kaset
dan hasil radiograf, serta pembahasan
dari kasus yang diambil.
BAB IV Kesimpulan dan Saran
Menjelaskan mengenai kesimpulan akhir
penelitan dan saran-saran yang
direkomendasikan berdasarkan
1
7

pengalaman di lapangan untuk


perbaikan proses pengujian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

7
BAB II
DASAR TEORI

A. Anatomi Shoulder Joint


Shoulder joint adalah ball-and-socket joint yang
terbentuk oleh head humerus dan glenoid cavity dari tulang
scapula. Hal ini sering disebut juga humeroscapular atau
glenohumeral joint (Tortora, 2017).

Keterangan :
1. costae
2. Scapula
3. Glenohumeral joint
4. Acromioclavicular joint
5. Clavicula
Gambar 2.1 Shoulder Joint Anterior View (Tortora, 2017)
Glenohumeral joint diperluas dengan adanya cartilage
pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi
lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan
gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.
Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan
oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligament-
ligament. Ligament-ligament yang memperkuat sendi
glenohumeral antara lain ligamenglenoidalis, ligamenhumeral
transversum, ligamencoraco humeral dan
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada
cavitas glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell.
Sepdahlia, 2017).
1
9

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau


osteokinematika pada sendi glenoid yaitu rotasi atau gerakan
berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan
menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan
menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan
sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang
atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding
di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan
gliding, traction ataupun compression (Mudatsir. Sepdahlia,
2017).
Berikut merupakan tulang – tulang pembentuk shoulder joint:
1. Scapula adalah tulang pipih yang berbentuk segitiga terletak
pada superoposterior thorax diantara costae kedua dan
ketujuh. Scapula memiliki dua surface, tiga border, dan tiga
angle (Frank, Long, dan Smith, 2012).

Keterangan:
1. Acromion
2. Coracoid
process
3. Crest of spine
4. Glenoid cavity
5. Lateral border
6. Inferior angle
Gambar 2.2 Scapula Posterior 7. Medial border
View (Tortora, 2017)
8. Infraspinous
fossa
9. Supraspinous
fossa
10. Scapular
notch

7
11. Superior
border
12. Superiorangle

2. Pada dorsal surface scapula, terdapat tulang yang menonjol


disebut spine yang menjalar secara diagonal pada
permukaan posterior scapula. Ujung lateral dari spine yang
pipih dan berbentuk bulat dinamakan acromion. Daerah
diatas spine disebut supraspinous fossa, sedangkan daerah
di bawah spine disebut infraspinous fossa (Tortora, 2017).
Superior surface scapula agak cekung dan terdapat
subscapular fossa yang merupakan tempat melekatnya otot
scapularis. Otot anterior serratus menempel pada medial
border dari sudut superior angle sampai inferior angle.
Pada ujung lateral batas superior scapula disebut coracoid
process. Tedapat cavitas glenoidalis yang merupakan
dataran sendi yang berbentuk oval dan meruncing ke atas
digunakan tempat persendian dengan os humerus (Frank,
Long, dan Smith, 2012).

Keterangan:
1. Acromion
2. Coracoid process
3. Glenoid cavity
4. Lateral (axillary) border
• Medial (vertebral)
border
5. Subscapular notch
6. Superior notch
7. Superior border
2
1

8. Superior angle
Gambar 2.3 Scapular Anterior View (Tortora, 2017)
3. Superior border membentang dari superior angle sampai
ke coracoid process dan pada sisi lateralnya berbentuk
cekung yang disebut scapular notch. Medial border
membentang dari superior sampai inferior angle. Lateral
border membentang dari glenoid cavity sampai inferior
angle (Frank, Long, dan Smith, 2012).
Keterangan :
1. Acromion
2. Coracoid process
3. Crest of spine
4. Glenoid cavity
5. Body scapula
6. Inferior angle

Gambar 2.4 Scapula Lateral View (Tortora, 2017)


Pada sisi lateral scapula terlihat seperti bentuk huruf
“Y”. Acromion dan coracoid process membentuk bagian
atas huruf “Y” sedangkan body of scapula membentuk
bagian bawah atau kaki huruf “Y”. Spine terletak di tepi
atas pada bagian belakang scapula yang dinamakan
dorsal surface, sedangkan pada bagian depan scapula
dinamakan ventral surface (costal). Pada bagian yang lebih
tebal dan terbentang dari glenoid fossa hingga inferior
angle disebut axillary border (Bontrager dan
Lampignano, 2010).

4. Humerus adalah tulang terpenjang pada ekstremitas


superior/lengan yang terletak antara bahu dan siku. Secara
anatomi tulang humerus di bagi menjadi tiga bagian, yaitu

7
bagian atas humerus, corpus humerus, dan bagian
bawah humerus. Caput humeri bersendi dengan cavitas
glenoidales dari scapula. Pada persendian ini terdapat dua
bursa yaitu pada bursa subacromialis dan bursa
subscapularis. Bursa subacromialis membatasi otot
supraspinatus dan otot deltoideus. Bursa subscapularis
memisahkan fossa subscapularis dari tendon otot
subscapularis. Otot rotator cuff membantu menstabilkan
persendian ini. Sepasang tuberkel disebelah lateral dan
medial caput humeri tepat di atas sepertiga tengah humerus
disebut tubeositas major dan tuberositas minor. Terdapat
dua cekungan pada ujung bawah humerus, yaitu fossa
coronoidea dan fossa olecrani (Wikipedia, 2017).
Keterangan :
1. Humeral head
2. Collum anatomicum
3. Lesser tubercle
4. Surgical neck
5. Body humerus
6. Intertubercle (bicipital)
groove
7. Greater tubercle
Gambar 2.5 Proximal Humerus (Putz dan Pabts, 2000)

B. Patologi Shoulder Joint

1. Bursiti
Bursitis adalah suatu pembengkakan bursa tendon
disebabkan oleh akut atau trauma kronik, akut atau infeksi
kronik, gout, radang sendi, dan infeksi oleh pyeogenic atau
tuberculous organisms (Kowalczyk, 2014).
2
3

2. Dislokasi Sendi
Dislokasi sendi merupakan keadaan di mana tulang –
tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis. Dislokasi ini dapat terjadi pada komponen
tulangnya saja yang bergeser atau seluruh komponen tulang
terlepas dari tempat yang seharusnya (Mansjoer
dkk.,2000).
3. Fraktur
Menurut Lemone dkk (2017) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang. Fraktur bervariasi dalam tingkat
keparahan sesuai dengan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada semua kelompok umur, fraktur lebih sering
terjadi pada orang yang mengalami trauma berkelanjutan dan
pada orang tua.

4. Osteoarthritis (OA) atau Degenaratif Sendi


Osteoarthritis merupakan kegagalan diarthrodial
(movable, lapisan synovial) joint. Ada dua bentuk OA
yaitu idiopatik (primer) OA dan sekunder OA (Bostwick,
2002).
5. Rheumatoid Artritis
Rheumatoid arthritis merupakan penyakit sistemik
yang mempengaruhi persendian yang dikenal dengan lesi
synovial. Proses peradangan dapat terjadi karena adanya
reaksi hipersensitif dan antigen-antibody (Bostwick, 2002).

6. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan sebuah kondisi yang di tandai
dengan berkurangnya jumlah kandungan mineral pada
tulang (Bostwick, 2002).

7
7. Tendonitis
Tendinitis adalah gangguan berupa peradangan
atau iritasi pada tendon (Kowalczy, 2014)

C. Prosedur Pemeriksaan Shoulder Joint

Proyeksi yang digunakan dalam pemeriksaan pada

kasus fraktur atau trauma adalah Anterior posterior (Neutral

Rotation), Transhoracic Lateral, PA Oblique (Scapular Y

lateral), proyeksi Tangential (Supraspinatus Outlet), AP

Apical Oblique), (Lampignano dan Kendrick, 2018).

1. Proyeksi Anterior Posterior (Neutral Rotation)

a. Posisi pasien

Pasien di posisikan erect (jika kondisi pasien

memungkinkan) bahu sedikit dirotasikan sehingga

bahu benar-benar menempel pada kaset.

b. Posisi objek

Pasien diposisikan sehingga sendi scapula–humeral

terletak pada pertengahan kaset. Lengan pasien pada

posisi neutral.

c. Arah sumbu sinar

Horizontal tegak lurus terhadap kaset.

d. Titik bidik
2
5

Pada pertengahan scapulahumeral joint (2 cm kearah

inferior dan lateral dari processus coracoideus).

e. FFD

Jarak yang digunakan dari sumber sinar-X sampai


objek102cm.

7
f. Kaset

24 30 cm, Landscape

g. Eksposi

Pasien tahan nafas saat eksposi

h. Kriteria radiograf

a) Tampak sepertiga humerus bagian atas,

scapula bagian atas, 2/3 clavicula bagian lateral,

termasuk persendian antara humeral –head

dengan glenoid cavity.

b) Posisi dengan netral rotasi dengan greater dan

lesser tubercle superposisi dengan humeral –

head.

c) Densitas yang optimal tanpa adanya pergerakan

objek akan mampu menampilkan struktur

trabekula tulang yang tajam.

d) Garis besar medial dari head humeral terlihat

melalui glenoid cavity dan detail jaringan lunak

harus terlihat untuk menunjukan kemungkinan

calcium.
9

Gambar 2.3 Proyeksi AP Neutral (erect) (Lampignano dan


Kendrick, 2018)

8
9

Gambar 2.4 Proyeksi AP Neutral (supine) (Lampignano dan


Kendrick, 2018)

Keterangan :
1. Cocacoid process
2. Scapulohumeral
joint
3. Greater tubercle
4. Lesser tubercle
5. Scapula
6. Proksimal
humerus
7. Acromion

Gambar 2.5 radiograf proyeksi AP


Neutral rotation (Lampignano
dan Kendrick, 2018)

i. Proyeksi Transhoracic Lateral

1) Posisi pasien

Pasien dalam posisi erect (jika memungkinkan) atau

supine (jika tidak memungkinkan).

2) Posisi objek

Sisi yang akan diperiksa diposisikan pada rotasi

9
netral dan jika memungkinkan bahu diturunkan.

Bahu yang berlawanan diangkat setinggi mungkin

dan tangan diangkat diatas kepala. Posisi bahu

diatur sehingga surgical neck terletak pada

pertengahan kaset.
Posisi thorax diatur agar true lateral atau sisi yang

periksa sedikit dirotasikan kedepan utuk

memperkecil superposisi dengan vertebrathoracal.

3) Arah sumbu sinar

Tegak lurus terhadap kaset

4) Titik bidik

Tepat pada surgical neck

5) FFD

Jarak yang digunakan dari sumber sinar-x sampai


objek 102 cm

6) Kaset

24 x 30 cm portrait

7) Eksposi

Pasien tahan nafas saat eksposi

8) Kriteria Radiograf :

a) Tampak bagian humerus bagian atas dari sisi

lateral, sendi gleno-humeral, Tampak sebagian

humerus bagian atas dari sisi lateral, sendi

gleno-humeral tampak tanpa superposisi dengan

bahu lainya.

b) Posisi yang tepat akan menampakan outline dari

shaft humerus tidak superposisi dengan vertebra


11

serta dapat memperhatikan hubungan humeral-

head dan glenoid cavity. Tampak jaringan lunak

di keempat sisi shoulder.

10
Gambar 2.6 Proyeksi Transhoracic Lateral (erect) (Lampignano
dan Kendrick, 2018)

Gambar 2.7 Proyeksi Transhoracic Lateral (supine) (Lampignano


dan Kendrick, 2018)

Keterangan :
1. Clavicle
2. Greater tubercle
3. Intertubercle groove
4. Lesser tubercle
5. Shaft of humerus
6. Head of humerus
7. Scapula

Gambar 2.8 Radiograf Proyeksi Transhoracic Lateral


(Lampignano dan Kendrick, 2018)
j. Proyeksi PA Oblique (Scapula Y Lateral)

1) Posisi pasien

Pasien diposisikan erect atau recumbent.

2) Posisi objek

Pasien diposisikan menghadap kaset dengan tubuh

dirotasikan sehingga scapula terletak lateral. Besar

rotasi pada pasien rata– rata 45º -60º anterior obliq.

Pusatkan scapulohumeral joint pada CR dan pada

pertengahan kaset.

3) Arah sumbu sinar

Horizintal tegak lurus

4) Titik bidik

Scapula humeral joint (5 cm ke arah inferior dari bahu


superior)

5) Kaset

24 x 30 cm potrait

6) FFD

Jarak dari sumber sinar-X sampai objek 102 cm

7) Eksposi

Pasien tahan nafas saat eksposi

8) Kriteria radiograf
a) Tampak scapula hingga ujung tanpa superposisi,

acromion, dan coracoids process tampak

simetris membentuk huruf Y.

b) Tampak scapula dengan true lateral, proksimal

humerus, dan sendi scapulohumeral.

12
13

c) Humeral head superposisi dengan Y apabila


tidak terjadi

superposisi

d) Densitas yang optimal tanpa adanya pergerakan

objek akan mampu menampilkan garis tepi

scapula dan humerus bagian atas dengan jelas.

Gambar 2.9 Proyeksi oblique anterior (Lateral Y scapula)


(Lampignano dan Kendrick, 2018)

Gambar 2.10 Radiograf proyeksi lateral Y scapula


tanpa dislokasi (Lampignano dan
Kendrick, 2018)

13
Keterangan :
1. Acromion
2. Head Of Humerus
3. Body Of Scapula
4. Inferior Angle
5. Humerus
6. Clavicle
7. Coracoid Process

Gambar 2.11 Radiograf lateral Y scapula

(Lampignano dan Kendrick, 2018)

k. Proyeksi Tangential (Supraspinatus Outlet)

1) Posisi paisen

Pasien diposisikan erect atau recumbent.

2) Posisi objek

Pasien diposisikan menghadap kaset dengan tubuh

dirotasikan sehingga scapula terletak lateral. Besar

rotasi tubuh pada pasien rata–rata 45º-60º anterior

obliq. Tepi scapula diraba untuk memastikan

posisinya scapulo humeral joint diatur sehingga

terletak dipertengahan kaset. Lengan diabduksikan

agar humerus bagian atas tidak superposisi dengan

costae.

3) Arah sumbu sinar


Menyudut 10º - 15º kearah caudad

4) Titik bidik

Pada 2,5 superior mid medial border scapula

5) FFD

Jarak yang digunakan dari sumber sinar-X sampai


objek 102 cm

14
15

6) Kaset

24 x 30 potrait

7) Eksposi

Pasien tahan nafas saat eksposi

8) Kriteria radiograf

a) Acromion dan coracoids process tampak simetris

membentuk huruf Y Tampak humerus bagian atas

superposisi dengan scapula dan tidak superposisi

dengan costae

b) Humeral head superposisi dan tampak ditengah

fossa glenoid tepat dibawah daerah

supraspinatus.

c) Supraspinatus outletta mpak terbuka, terbebas

dari superposisi dengan humerus head

Gambar 2.12 Proyeksi tangential (Supraspinatus Outlet)


(Lampignano dan Kendrick, 2018)

15
Gambar 2.13 Radiograf tangential (Supraspinatus Outlet)
(Lampignano dan Kendrick, 2018)

l. Proyeksi Proyeksi AP Apical Oblique axial

1) Posisi pasien

Pasien diposisikan erect (berdiri) atau posisi supine.

Posisi erect biasanya lebih nyaman, bila pasien dalam

kondisi yang memungkinkan. Tubuh pasien dirotasi

45° ke arah sisi yang sakit (bagian posterior bahu

yang sakit meja pemeriksaan)

2) Posisi objek

Tempatkan sendi scapulo humeral pada CR dan

pertengahan meja pemeriksaan. Sesuaikan IR

sehingga 45° CR akan memproyeksikan scapulo

humeral joint ke pertengahan meja pemeriksaan.

Menekuk siku dan letakkan tangan di dada, atau

apabila dengan pasien trauma, letakkan lengan di

samping
17

3) Arah sumbu sinar

Menyudut 45° ke arah caudad

4) Titik bidik

Pada pertengahan scapulo humeral joint

16
17

5) FFD

Jarak yang digunakan dari sumber sinar-X sampai


objek 102 cm

6) Kaset

24 x 30 cm portrait

7) Eksposi

Pasien tahan nafas saat eksposi

8) Kriteria radiograf

a) Caput humerus, glenoid cavity, serta scapula

tervisualisasikan dengan baik tanpa superposisi.

b) Coracoid process diproyeksikan di atas caput

humerus dan tampak memanjang.

c) Akromion dan sendi acromioclavicular terlihat

lebih tinggi dari caput humerus.

d) Densitas (kecerahan) dan kontras yang optimal

dengan tidak ada pergerakan, trabekula tulang

yang tajam serta detail jaringan atau soft

tissueuntuk melihat kemungkinan adanya

kalsifikasi.

17
Gambar 2.14 Proyeksi AP Apical Oblique Axial (Lampignano dan
Kendrick, 2018)
Keterangan:
1. Coracoid process
2. Fracture at anatomical nect
3. Glenoid cavity
4. Acromion
5. Scapular head (lateral
angle)
6. Scapular neck
7. Clavicula

Gambar 2.15 Radiograf AP Apical Oblique (Lampignano dan


Kendrick, 2018)

Gambar 2.16 Radiograf AP Apical Oblique Caudad 45°


(Lampignano dan Kendrick, 2018)
 

BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Profil Kasus
1. Riwayat Pasien
Pada tanggal 25 November 2021 pasien dari IGD
dicurigai mengalami fraktur humeri proximal sinistra
dibawa ke Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah
Gombong untuk dilakukan foto rontgen dengan
permintaan shoulder joint sinistra dengan identitas
pasien sebagi berikut :
2. Identitas pasien
a. Nama : Tn.R
b. Umur : 73 th
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Sempor
e. No. Rontgen : 16xxx
f. No.RM : 4xxxxx
g. Diagnosa Klinis : Fraktur Humeri
h. Pemeriksaan : Shoulder Joint Sinistra
i. Ruangan : IGD
j. Dokter Pengrim : dr.M
B. Pembahasan
1. Bagaimana Teknik Pemeriksaan Shoulder Joint pada
kasus Fraktur Humeri di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong?

a. Persiapan Pasien
Melepaskan benda-benda yang apat mengganggu
radiograf seperti logam, kalung, bros, BH, dan
sebagainya yang ada di area tubuh.

b. Persiapan Alat
1) Pesawat Sinar-X
a) Merk : Toshiba
b) Nomor Seri : 09J415
c) Model : DRX-1824B
d) Stator : XS-AV
e) Filter : Permanent filtration 1.3 A1/75
f) Focal Spot :1.2/0.6 mm
g) kV max : 150 kVp

Gambar 3.1
Pesawat Sinar-X konvensional

2) Imaging plate (IP) ukuran 35x35 cm

Gambar 3.2
Imaging Plate merk fujifilm

3) Marker
4) Plester
5) Computed Radiography (CR)
Gambar3.3
Computed Radiography merk fujifilm
6) Printer merk Fujifilm

Gambar 3.4
Printer merk fujifilm
c. Teknik Radiografi
Pasien datang ke Instalasi Radiologi membawa lembar
permintaan foto, petugas administrasi mengecek data
yang ada pada lembar permintaan foto sudah benar
atau belum, kemudian mencatat data pasien di buku
register sekaligus amplop .

1) Proyeksi AP Endorotasi
a) Posisi Pasien
Pasien supine diatas brankar menghadap kearah
tabung sinar-X.

b) Posisi Objek
(1) Posisikan bahu yang sakit pada pertengahan
kaset.
(2) Rotasikan lengan kebawah dari posisi AP/
supine kea rah medial semampu pasien.
(3) Berilah arahan kepada pasien untuk rileks.

c) Central Ray (CR) : Vertical tegak lurus


d) Central Point(CP) : Pertengahan shoulder
joint
e) FFD : 100 cm
f) Faktor Eksposi : 55 kVp, 10 mAs
g) Kaset : 35x 35 cm yang dibagi menjadi
Dua bagian atas dan bawah
yang dipasangmembujur dan
tidak menggunakan grid .

h) Eksposi : Pada sasat diam.


2) Proyeksi AP Eksorotasi
a) Posisi Pasien
Pasien supine diatas brankar menghadap kearah
tabung sinar-X.

b) Posisi Objek
(1) Rotasikan bahu yang sakit pda pertengahan
kaset
(2) Rotasikan tangan bawah dari posisi AP/ Supine
kea rah lateral semampu pasien
(3) Berilah arahan kepada pasien untuk rileks agar
tidak bergerak saat ekspose

c) Central Ray (CR) : Vertical tegak lurus

d) Central Point(CP) : Pertengahan shoulder


joint

e) FFD) : 100 cm

f) Faktor Eksposi : 55 kVp, 10 mAs

g) Kaset : 35x 35 cm yang dibagi


menjadi Dua bagian atas dan bawah
yang dipasangmembujur dan tidak menggunakan grid .

h) Eksposi : Pada sasat diam.


d. Processing film
Pengolahan kaset yang dilakukan di Instalsi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong yaitu menggunakan CR (Computed
Radiography) dengan urutan :
1) Data pasien diinput kedalam computer CR
2) Kaset yang sudah diekspose dimasukkan ke dalam reader CR
3) Mengolah radiograf diantaranya memberi marker , cropping
( nenotong gambarang yang tidak diperlukan), menempatkan
radiograf pada pertengahan film, mengatur kontras, densitas,
detail, ketajaman.
4) Gambaran yang sudah selesai diolah diedit kemudian di print.

e. Hasil radiograf dan hasil baca dokter


1) Hasil Radiograf

Gambar 3.5
Hasil Radiograf

2) Bacaan Dokter Radiologi

Gambar 3.6
Hasil bacaan dokter radiologi

a) Tampak humerus sinistra dalam fiksasi gips sirkuler


b) Fraktur Kompleta colum humerus sinistra dengan
aposisi dan alignment jelek
c) Caput humerus masih dalam glenoidalis

f. Pengarsipan
Film yang sudah dicetak selanjutnya diserahkan ke
Dokter Spesialis Radiologi untuk diekspertise. Setelah
film sudah dibaca oleh dokter, film dimasukkan ke
amplop bersamaan dengan lembar hasil ekspertise
berwarna kuning, sedangkan lembar hasil ekspertise
yang berwarna ptuih dan merah ditempel di luar
amplop. Lembar permintaan foto dirapikan dan
disatukan menurut jenis pemeriksaannya kemudian
disimpan di bagian administrasi. Setelah dirapikan,
amplop disesuaikan menurut pasien dari rawat jalan,
rawat inap, MCU mapupun rujukan. Hasil pemeriksaan
dari pasien rawat inap diletakkan di atas meja untuk
diantarkan sesuai dengan ruang rawat inap pasien
tersebut, penerima hasil pemeriksaan pasien rawat inap
menulis nomor roentgen, ruangan, nama pasien, no
rekam medis, alamat, jenis pemeriksaan, waktu, nama
pengambil, dan tanda tangan di buku pengambilan
rawat inap. Sedangkan pasien rawat jalan / IGD / MCU
yang sudah dirontgen untuk mengambil hasil
pemeriksaan rontgen maka harus menyerahkan bukti
pembayaran kemudian diberi kartu pengambilan foto
yang berisi no rontgen, jenis pemeriksaan, nama pasien
untuk dibawa pada saat kontrol.

2. Mengapa Pada kasus fraktur humeri menggunakan


proyeksi Shoulder joint?
Dalam pemeriksaan Shoulder joint proyeksi AP Endorotasi
dan Eksoroasi di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong. Sudah dapat menegakkan
diagnose pada kasus fraktur humeri. Yang mana pada
kasus ini terdapat fraktur pada proximal gumerus. Sebelum
dilakukan pemeriksaan Radiografi pasien sudah diperiksa
secara fisik dari head to toe oleh dokter .Kemudian
ketuhan utama dari pasien adalah bagian bahu yang
terasa sakit sehingga dokter melakukan pemeriksaan
regional pada pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pada sisi
yang sakit dari pasien kemudian membandingkannya
denegan sisi yang normal. Adapun beberapalangkah
langkah pada pemeriksaan regional pada pasien:
a) Inspeksi
1) Inspeksi dilakukan dari sisi anterior,posterior,dan
lateral
2) Ekstremitas atas dan bawah diperiksa dari proximal
hingga ke distal apakah ada shortening ,deformitas,
malallingntment, edema, pembengkakakn, ulkus,
sinus, sikatriks, atrofi kulit dan otot.
b) Palpasi
1) Suhu di area tersebut
2) Krepitasi
3) Nyeri pada palpasi ( nyeri tekan superfisial atau
nyeri tekan dalam)
c) Gerakan
1) Untuk menilai keterbatasan range of motion sendi
dan kekuatan otot.
2) Aktif : dilakukan oleh pasien sendiri
3) Pasif: dilakukan oleh pemeriksa dan dicatat derajat
gerakannya.

Setelah beberapa pemeriksaan fisik seperti diatas,


akhirnya dapat disimpulkan bahwa terjadi fraktur di
bagian proximal dari humeri sehingga pemeriksaan
radiografi pada kasus fraktur humeri dapat
menggunakan proyeksi AP endorotasi dan AP
eksorotasi. Karena Proyeksi AP endorotasi dan AP
eksorotasi sudah memenuhi salah satu aturan rule of
two :

1) Two views : foto harus mencakup 2 view yaitu AP


dan Lateral
2) Two Joints : foto harus mencakup 2 sendi
3) Two Limbs: pada pasien pediatric gambaran
lempeng epifisis terlihat seperti fraktur sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan juga pada sisi yang
normal.
4) Two Injuries : pada kasus trauma tidak hanya
menyebabkan fraktur di satu daerah.
5) Two occasions : ada beberapa jenis fraktur yang
sulit dinilai segera setelah trauma, sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan kembali setelah satu minggu
atau dua minggu setelahnya untuk melihat fraktur
yang terjaddi.

Selain mempertimbangkan diagnose klinis dari pasien


di lapangan, kita juga harus memperhatikan kondisi
soisal dan ekonomi pasien karena pada pasien igd
tidak bisa menggunakan BPJS, hanya bisa
menggunakan jasa raharja yang mana prosesnya
cukup panjang. Sehingga pemeriksaan penunjang yang
dilakukan harus seminimal mungkin dan juga tidak lupa
pemreiksaan yang seminimal mungkin itu sudah bisa
menegakkan diagnose.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur pemeriksaan shoulder joint pada pasien dengan
kasus fraktur humeri di Instalasi Radiologi RS PKU
Muhammadiyah Gombong menggunakan proyeksi AP
Eksorotasi dan Proyeksi AP Endorotasi Semaksimal
mungkin sesuai kemampuan pasien.

2. Pemeriksaan shoulder joint pada kasus fraktur Humeri di


Instalasi Radiologi RS PKU Muhammadiyah Gombong
dengan proyeksi AP Eksorotasi dan proyeksi AP
Endorotasi memiliki tujuan khusus selain menegakan
diagnose dimana penggunaan Proyeksi AP eksorotasi dan
AP endorotasi dapat menampilkan kondisi fraktur pada
proximal humeri, selain menampilkan kondisi fraktur
penggunaan proyeksi tersebut juga dapat menampilkan
kondisi dari shoulder joint pasien. Selain itu penggunaan
proyeksi tersebut di dasari dengan kondisi social dan
ekonomi pasien. Dimana pasien yang mengalami KLL tidak
dapat menggunakan BPJS untuk pembayaran biaya
perawatan Rumah Sakit, hanya bisa menggunakan Jasa
Raharja yang bisa diklaim, namun proses pengeklaiman
Jasa Raharja ini memerlukan proses yang panjang
sehingga pada pasien KLL yang memerlukan biaya
secepat mungkin Jasa Rahraja dinilai cenderung rumit dan
menyusahkan pasien. Oleh karena itu penggunaan
proyeksi AP endorotasi dan AP eksorotasi bertujuan untuk
menekan biaya perawatan yang ditanggung oleh pasien
dari awal hingga akhir.

B. Saran
1. Perlu adanya penjelasan atau komunikasi yang efektif
kepada pasien mengenai pemeriksaan yang akan
dilakukan sehinnga pemeriksaan dapat dilakukan dengan
maksimal.
2. Lebih memaksimalkan lagi posisioning pasien, agar
pemeriksaan dapat dilakukan dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Lampignano dan Kendrick (2018) Bontrager’s Textbook of Radiographic


Positioning and Related Anatomy.

Lampignano, J. P. and Kendrick, L. E. (2018) Bontrager’s Textbook of


Radiographic Positioning and Related Anatomy. 9th edn. St Louis, United
States: Elsevier.

Tortora, G. J. and Derrickson, B. (2014) Principles of Anatomy &


Physiology. 14th edn, Essentials of Anatomy for Dental Students. 14th
edn. New York, United States: John Wiley & Sons Inc. doi:
10.5005/jp/books/14250_49.

http://wikipedia.org/wiki/Sinar-X
Chuaychoosakoon, C. and Klabklay, P. (2020) ‘Combined proximal humerus
fracture and acromioclavicular joint injury: A case report’, International Journal of
Surgery Case Reports, 68, pp. 52–58. doi: 10.1016/j.ijscr.2020.02.038.

Lampiran

1. Surat Pengantar Radiologi


2. Hasil Baca Dokter
i

Anda mungkin juga menyukai