Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

IDENTITAS DIRI

No. MR : 28.78.12
Nama : Ny. Kasna
Umur : 40 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Suku / Bangsa : Bugis / Indonesia
Alamat : Malinau Kota
Masuk RSUD : 23 Januari 2019
Waktu : 12.05 WITA

Anamnesis Penyakit
Keluhan Utama : Nyeri pada bahu kiri
Telaah : Hal ini dialami os ± 20 menit SMRS. Os post terjstuh dari sepeda
motor. Os terjatuh kea rah kiri dan menindih bahu dan tangan kiri, jatuh pada permukaan
yang keras. Saat kejadian os tidak memakai helm, pingsan (-), mual (-), muntah (-), nyeri
kepala (-).

RPT : Hipertensi namun os tidak rutin minum obat


RPO: -
Primary Survey

Penilaian Hasil

A (airway)  Airway clear


- Snoring (-)  C-spine stabil
- Gargling (-)
- Crowing (-)
- C-spine stabil
- Maxillofacial injury (-)

B (breathing) Spontaneous
• Inspeksi SaO2: 99%
• Nafas spontan, RR: 20 x/menit
• Thoraks simetris, tidak terlihat
ketinggalan bernafas
• Palpasi
• Sulit dinilai
• Perkusi
• Sulitdinilai
• Auskultasi
• SP/ST: vesikuler/-
• RR: 20 kali /menit
• SaO2: 99%

C (circulation) - Adequate perfusion


 CRT <2 detik - CRT < 2 detik
 Akral hangat - Akral hangat
 T/V cukup - TD: 130/80 mmHg

 TD: 130/80mmHg - HR: 88 x/menit

 HR: 88x/menit
 Perdarahan: -
D (disability) GCS 15
 Kesadaran: GCS 15 (E4V5M6) Kesadaran Compos Mentis
 Ø pupil: 2 mm/2 mm, isokor
 RC: +/+

E (exposure)  Regio shoulder joint sinistra:,


Status lokalis  Look :
 Kulit : luka (-), merah (-) , edema pada
daerah sendi bahu, deformitas (+),
tampak penonjolan tulang pada bahu
anterior
 Feel :
 Benjolan didistal clavicula (+),
permukaan licin , konsistensi keras,
Krepitasi (-), Nyeri tekan (+), Pulsasi A.
Brachialis dan A. Radialis teraba
normal,
 Movement : aktif dan pasif : ROM
terbatas,
 Regio elbow joint sinistra
 Look : Tampak edema, deformitas (-),
 Feel : krepitasi (-)
Movement : ROM terbatas nyeri,

Secondary Survey
- Allergy : (-)
- Medication : (-)
- Past illness/ Pregnancy : HT
- Last meal : ± 5 jam SMRS
- Event/ Environment :
- Os terjatuh dari motor karena bajunya terlilit ban motor, kemudian os terjatuh pada
posisi sebelah kiri dimana bahu dan lengan tertindih.
- Pemeriksaan Fisik

- Kepala: Mata : CA (-/-), SI (-/-), pupil isokor, Vulnus ekskoriasi di daerah pipi kiri
- Thoraks : simetris fusiformis , SP : Vesikuler (+/+), Rh (-/-)
- Cor : S1-2 reguler, murmur (-)
- Abdomen : Soepel , BU (+) N , NT (-)
- Ekstremitas : akral hangat, nadi kuat, CRT < 2”

- Diagnosis Awal
 Susp Dislokasi sendi bahu sinistra anterior dd posterior
 Susp Dislokasi elbow joint (s)

- Tatalaksana Awal
- Venflon
- Cek DR, Diftel, Gol. Darah, Rhesus, HbsAg
- Inj. Ketorolac 30 mg IVextra
- Foto Shoulder Joint (S) AP
- Foto elbow Joint (S) AP

-Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
Hb 14,2 L14-17,5 ; P : 12,3-15,3 g/dl
Leukosit 19.000 4,400 - 11,300/ uL
Thrombosit 370.000 150,000 - 450,000 / uL
Hematokrit 40 L: 40-52 ; P: 35-47 %
Godar/Rhesus O+
BT 2’10” 1-3 mnt
CT 7 5-11 mnt
Hitung Jenis
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 3 1-4 %
Neutrofil 66 50-70 %
Limfosit 18 20-40 %
Monosit 13 2-8 %
HbsAg NR Non reaktif
Foto Shoulder Joint (S) AP dan Elbow Joint (S) AP

Foto Shoulder Joint (S):


- Tampak kaput humeri displaced ke arah anterior terhadap fossa glenoid
- Tidak tampak garis fraktur
Foto Elbow Joint (S): dalam batas normal

KESAN : Dislokasi sendi bahu kiri anterior

- Lapor dr. Sugeng, SpB, advis :


-MRS
-Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam IV
-Pasang Arm Sling
-Puasakan
- Reposisi cito

Pada tanggal 23 Januari 2019 pukul 18.00 telah dilakukan reposisi pada pasien ini.
Follow Up Pasien
Tgl 24 Januari 2019
Tanggal S O A P
24 Januari Nyeri pada bahu kiri KU : sedang, Dislokasi Sendi Inj. Ketorolac 30
2019 CM Bahu Kiri mg/8 jam (k/p)
TD : 110/80 Anterior post Imobilisasi
HR: 76x/i repair (H1) Foto Shoulder
RR: 20 x/i joint (s) post
T : 36,9 C reposisi
Lengan kiri :
Terpasang Arm
Sling

Hasil Foto Shoulder Joint (S) Post Reposisi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dislokasi sendi merupakan keadaan di mana tulang- tulang yang membentuk sendi
tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi sendi bahu merupakan salah satu
gangguan pada sendi di ekstremitas atas yang masih sering kita temukan. Dislokasi itu sendiri
adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempat yang seharusnya. Dislokasi ini dapat hanya
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya.

Dislokasi bahu sering dijumpai oleh atlet – atlet olahraga. Olahraga yang biasa
menyebabkan dislokasi adalah sepak bola, hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya :
terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Dislokasi bahu juga bisa disebabkan karena
trauma yang membentur bagian bahu saat berkendara atau karena terjatuh terpeleset dan
dapat pula dislokasi ini disebabkan karena adanya kelainan patologis pada tubuh.

Secara statistic : dislokasi yang terjadi biasanya 96% dislokasi kearah depan bahu
(anterior), 3,4% dislokasi kearah belakang bahu (posterior), dan 0,1% dislokasi bahu yang
turun ke bawah (inferior / luxatio erecto). ). Dislokasi sendi bahu sering ditemukan pada
orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak dimana 71,8% laki-laki yang mengalami
dislokasi, 46,8% penderita berusia antara 15-29 tahun, 48,3% terjadi akibat trauma seperti
pada kegiatan olahraga. Tingkat dislokasi yang lebih tinggi terlihat pada perempuan yang
berusia >60 tahun. Penyebab tersering didapatkan 58,8% akibat jatuh. Kasus fraktur penyerta
komponen sendi 16% terjadi pada kasus dislokasi sendi bahu.

Dislokasi sendi umumnya jarang menyebabkan kematian, namun dapat menimbulkan


penderitaan fisik, stress mental, dan kehilangan banyak waktu. Oleh karena itu, pada kasus
dislokasi sendi akan meningkatkan angka morbiditas dibanding angka mortalitas Pada
keadaan akut, penatalaksanaan yang lama dan tidak cermat dapat menimbulkan berbagai
komplikasi salah satunya nekrosis vaskular dan dislokasi berulang yang disebut juga luksasio
habitualis. Penatalaksaan dalam kasus dislokasi sendi bahu dibagi menjadi tindakan operatif
dan non-operatif atau konservatif. Penanganan yang cepat dan tepat merupakan kunci untuk
menurunkan angka morbiditas.
1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Menambah ilmu, wawasan dan pengetahuan mengenai dislokasi bahu

1.2.2 Tujuan Khusus

Mendapatkan gambaran anatomi, gambaran klinis, dan penanganan dari dislokasi


bahu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Dislokasi Bahu


Beberapa Pengertian Dislokasi:

 Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara
anatomis ( tulang lepas dari sendi ) .

 Keluarnya ( bercerainya ) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu


kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera..

 Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di
sertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi. ( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).

Jadi dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh
komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi), atau suatu keadaan
dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tidak lagi dalam posisi anatomis.
Secara kasar adalah tulang terlepas dari persendian.

Subluksasi adalah dislokasi parsial (sebagian) permukaan persendian kadang dapat


muncul dan berganti dengan episode dislokasi total.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi
pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

1.2 Anatomi fungsional sendi bahu1,2,5

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi
bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh
tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula (collar bone), humerus (upper arm
bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi
sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.
Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeral sangat
luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa
glenoidalis dangkal.6

Berbeda dengan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila
dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada beberapa fungsi persendian yang
kompleks, yaitu:

1. Sendi glenohumeralis

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah pir. Permukaan sendi meliputi oleh
rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell,
1997).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas


dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih
dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.
2. Sendi Sternoclaviculare

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavicularis, dengan incisura clavicularis sterni.


Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantara
kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuaikan
kedua facies articularisnya dan sebagai cavum articulare. Capsula articularis luas, sehingga
kemungkinan gerakan luas.
3. Sendi Acromioclaviculare

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion


scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara
facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea,
karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

4. Sendi Scapulothoracicus

Sendi scapulothoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan


scapula terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kearah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up, wardrotasi juga gerak kearah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi. Pada sendi ini, skapula bergerak menggelincir pada dinding
thoraks. Gerakannya ada dua tipe, yaitu translasi (gerak dari skapula ke atas, ke bawah, ke
depan dan ke belakang) dan gerak rotasi melalui sumbu tegak lurus. Biasanya gerak skapula
adalah gerak kombinasi daripada kedua gerak ini.

Beberapa peneliti mengatakan bahwa antara sendi glenohumeral dan


scapulothoracicus terdapat perbandingan saat melakukan gerakan abduksi dan fleksi bahu.
Mereka menemukan bahwa dua pertiga dari gerakan tersebut dilakukan oleh sendi
glenohumeral (sekitar 1200) sedangkan sepertiganya oleh sendi scapulothoracius (sekitar
600). Jadi perbandingannya 2:1, yang merupakan hasil yang konstan.

1.3 Etiologi

Dislokasi sendi bahu sering disebabkan oleh gerak berlebihan terutama saat
berolahraga ataupun trauma lansung. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kejadian
berulang diantaranya tidak sempurnanya relaksasi ligament kapsular sendi, kelemahan otot-
otot sekitar dan kelainan congenital ataupun bawaan dari kaput humeri atau fossa glenoidale

Dislokasi dapat disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga


Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley.
Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan
dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terpeleset diatas lantai yang licin
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang

1.4 Patofisiologi

Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh yang bertumpu pada tangan dan bahu.
Humerus terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.
Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Meski jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah;
lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah coracoid).

Cross-sectional anatomy of a
normal shoulder. Note the close
relationship between the
subscapularis tendon and the
anterior capsule. A magnified view
of the area show that the labrum is
essentially devoid of fibrocartilage
and is composed of tissues from
nearby hyaline cartilage, capsule,
synovium, and periosteum

Pada dislokasi berulang, labrum dan kapsul sering terlepas dari lingkar anterior
glenoid. Tetapi pada beberapa kasus labrum tetap utuh dan kapsul serta ligamentum
glenohumerus keduanya terlepas atau terentang kearah anterior dan inferior. Selain itu
mungkin ada indentasi pada bagian posterolateral kaput humerus (lesi Hill-Sachs), yaitu
suatu fraktur kompresi akibat kaput humerus menekan lingkar glenoid anterior setiap kali
mengalami dislokasi.
1.5 Klasifikasi

Klasifikasi Dislokasi Bahu (shoulder dislocation) : 4,6,8,10

A. Dislokasi Anterior

Dislokasi preglenoid, subcoracoid, subclaviculer. Paling sering ditemukan jatuh


dalam keadaan out stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau
cedera akut karena lengan dipaksa berabduksi, dan ekstensi. trauma pada scapula
gambaran klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu
rata, caput humerus bergeser ke depan pada pemeriksaan radiologis.

 Manifestasi :

1. Khas : penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku
dengan menggunakan tangan sebelahnya.
2. Lengan dalam posisi abduksi ringan
3. Kontur terlihat ‘squared off’
4. Nyeri yang sangat.

 X ray : AP dan lateral akan membantu membedakan dislokasi anterior dengan


posterior.
Xray AP : overlapping kaput humeri dan fossa glenoid dimana kaput biasanya
terdorong ke arah bawah medial

Xray lateral : Akan terlihat kaput humeri berada di depan atau belakang
scapula
1.6 Tatalaksana :

1. Isolated anterior dislocation : Manipulasi dan reduksi (dengan bermacam-


macam teknik) dibawah conscious sedation.
2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :
Manipulasi dan reduksi dibawah conscious sedation.
3. Dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : Manipulasi dan
reduksi dibawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV plug untuk


antisipasi Manipulasi dan Reduksi ), kemudian X ray yang diikuti Manipulasi
dan reduksi dibawah conscious sedation.
Manipulasi dan Reduksi : merupakan teknik traksi yang disukai untuk
digunakan dari pada teknik terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.
Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana
pasien dapat dimonitoring, dan pasien berada pada kondisi conscious sedation.

1. Teknik Cooper-Milch

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine


dengan siku fleksi 90o.
b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi
abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten
mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari
humeral head.
c. Adduksi lengan secara bertahap.
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

2. Teknik Stimson’s

Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED


yang sangat sibuk.
a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi
dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg
terikat pada lengan tersebut.
b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.
c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.
3. Teknik Hipocrates

Metode ini dilakukan jika metode stimson tidak memberikan hasil dalam
waktu 15 menit.
a. Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.
b. Lengan pasien ditarik kearah distal punggung dengan sedikit abduksi,
sementara kaki penolong berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput
humerus kearah lateral dan posterior.
c. Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan
penyangga ke dada selama paling sedikit 3 minggu
d. Pasang collar dan cuff, periksa x-ray post reduksi

4. Teknik kocher
Penderita ditidurkan diatas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat
dibagi menjadi 4 tahap :
a. tahap 1 : dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas kearah
distal.
b. tahap 2 : dilakukan gerakan ekserotasi dari sendi bahu
c. tahap 3 : Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu
d. tahap 4 : Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu
Setelah terreposisi sendi bahu difiksasi dengan dada, dengan verban dan
lengan bawah digantung dengan sling (mitella ) selama 3 minggu
5. Teknik Countertraction

Bermanfaat sebagai sebuah manuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.


a. Dibawah conscious sedation, tempatkan pasien berbaring supine dan
tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.
b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction
sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan
menggunakan rolled sheet.
c. Setelah relokasi, pasang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.
d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.
6. Teknik Spaso

Walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas tetapi dianggap bahwa metode
ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka
keberhasilan yang tinggi.

a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit di dinding dada.


b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.
Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90o, akan
terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.
c. Adduksi lengan
d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.

1.7 Komplikasi

Early :

- Rotator cuff tear : Pada umumnya terjadi pada dislokasi anterior, lebih sering pada
usia tua. Pasien akan mengalami kesulitan mengabduksi lengan setelah reduksi,
palpable contraction pada otot deltoid akan menyingkirkan axillary nerve palsy.
- Nerve injury : N. axilaris yang paling sering terkena dimana pasien tidak dapat
mengkontraksikan otot deltoid dan akan ada daerah yang terasa kebas di sepanjang
otot. Ketidakmampuan dalam mengabduksi harus dibedakan dari rotator cuff tear.
Lesi saraf biasanya akan sembuh spontan setelah beberapa minggu. N. radialis, N.
muskulokutaneus, N. median dan N. ulnar jarang terkena, sangat jarang terjadi
infraclavicular brachial plexus palsy.
- Vascular injury : A. axilaris mungkin rusak terutama pada pasien tua dikarenakan
pembuluh darah yang mulai rapuh dan lemah. Untuk itu tungkai pasien harus
diperiksa sebelum dan sesudah reduksi.
- Fracture-dislocation : Jika terjadi fraktur pada proksimal humerus, maka harus
dilakukan open reduksi dan fiksasi internal.

Late :

- Shoulder stiffness : imobilisasi yang lama akan menyebabkan kekakuan pada bahu,
terutama pasien diatas 40 tahun. Ada batasan pada rotasi lateral yang membatasi
abduksi. Latihan yang aktif akan mengendurkan sendi. Abduksi penuh boleh
dilakukan jika sudah bisa melakukan rotasi lateral. Manipulasi dengan anestesi dapat
diberikan jika tidak ada kemajuan selama kurang lebih 6 bulan setelah injury.
- Unreduced dislocation : pada pasien yang tidak sadar dan sudah sangat tua terkadang
dislokasi bahu tidak terdiagnosa. Closed reduction layak dilakukan sampai 6 minggu
setelah injury. Operative reduction diindikasikan setelah 6 minggu hanya pada usia
muda.
 Recurrent dislocation : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid

B. Dislokasi Posterior

Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna, serta
terjulur atau karena hantaman pada bagian depan bahu, dan dapat juga terkait
dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.

 Manifestasi
1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi
2. Penderita merasakan nyeri, dan terdapat penurunan pergerakan dari bahu.

 X ray : posisi AP dan “Y” scapular view


Catatan : sangat mudah terjadi miss diagnosa dislokasi bahu posterior pada
bahu AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi
internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum
pada foto bahu AP.

 Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brachialis.


 Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior
1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba Manipulasi dan reduksi dibawah IV
conscious sedation.
2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba Manipulasi dan
reduksi dibawah conscious sedation.
3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk
Manipulasi dan reduksi di bawah general anestesi, pertimbangkan ORIF.

 Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada


posisi abduksi 90o.
2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet
dibawah aksilla perlu dilakukan.
3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.
4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada
seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan
cuff.
5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan
early mobilization.

 Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari

C. Dislokasi Inferior

Pada luxatio erecta posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus
terletak dibawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek . Karena robekan kapsul
sendi lebih kecil dibanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus
ditarik keluar, hal ini disebut sebagai “efek lubang kancing” ( Button hole effect ).
Pengobatan dilakukan reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan
reposisi terbuka dengan operasi

 Manifestasi klinis :

1. Abduksi lengan atas dengan posisi ‘hand over head’


2. Hilangnya kontur bulat dari bahu.

 X ray : foto AP cukup untuk mendiagnosa.


 Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.

 Terapi : prinsipnya sama dengan dislokasi yang lain:


1. Untuk dislokasi dengan atau tanpa fraktur tuberosita, coba Manipulasi dan
reduksi dibawah IV conscious sedation.
2. Untuk dislokasi dengan fraktur humeral neck, coba Manipulasi dan reduksi
dibawah General anestesi, pertimbangkan ORIF

 Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, aplikasi traksi yang steady pada


lengan yang di abduksi.
2. kadang diperlukan counter traction dengan seorang asisten menggunakan
rolled sheet yang ditempatkan pada akromion.
3. Setelah relokasi, pasang collar & cuff.

 Disposisi : kontrol ke poli orthopedi setelah 3 hari.

1.8 Diagnosis

Diagnosis kasus dislokasi bahu ditegakkan melalui anamnesis (autoanamnesis atau


alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat
memberikan informasi riwayat trauma dan mekanisme terjadinya trauma tersebut, sehingga
dapat lebih membantu menegakkan diagnosis dan mengetahui penyulit-penyulit yang
mungkin telah ada dan yang dapat muncul kemudian. Selain itu juga diperlukan informasi
mengenai riwayat penyakit pasien dan riwayat trauma sebelumnya, untuk
mempertimbangkan penanganan yang akan diambil.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan beberapa tanda diantaranya adanya nyeri saat
gerakkan, lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh, pasien
mengendong tangan yang sakit dengan yang lain, pasien tidak bisa memegang bahu yang
berlawanan, terdapat tonjolan pada bagian depan bahu, posisi lengan abduksi – eksorotasi,
tepi bahu tampak menyudut, nyeri tekan, dan adanya gangguan gerak sendi bahu.

Ada 2 tanda khas pada kasus dislokasi sendi bahu terutama pada dislokasi anterior
yaitu sumbu humerus yang tidak menunjuk ke bahu dan kontur bahu berubah karena daerah
dibawah akromion kosong pada palpasi. Penderita merasakan sendinya keluar dan tidak
mampu menggerakkan lengannya dan lengan yang cedera ditopang oleh tangan sebelah lain
dan ia tidak dapat menyetuh dadanya. Lengan yang cedera tampak lebih panjang daripada
normal, bahu terfiksasi sehingga mengalami fleksi dan lengan bawah berotasi kearah interna.
Posisi badan penderita miring kearah sisi yang sakit. Pemeriksa terkadang dapat membuat
skapula bergerak pada dadanya namun tidak akan dapat menggerakkan humerus pada
scapula. Jika pasien tidak terlalu banyak menggerakan bahunya, maka pada kasus ini kaput
humerus yang tergeser dapat diraba dibawah prosesus korakoideus.1,2,3,

Diagnosis klinik untuk kasus dislokasi sendi bahu dapat menggunakan tanda cemas
(apprehension sign). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengangkat lengan kedalam
abduksi, rotasi luar dan kemudian ekstensi secara hati-hati dalam posisi duduk atau berbaring.
Pada saat kritis pasien akan merasa bahwa kaput humerus seperti akan telepas dan tubuhnya
menegang karena cemas. Uji ini harus diulangi dengan menekan bagian depan bahu, dimana
dengan manuver ini pasien akan merasa lebih aman dan tanda cemasnya negatif.2

1.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah rontgen foto bahu


anteroposterior (AP) dan lateral, posisi Axial dan posisi ”Y” scapular view. Selain itu juga
dianjurkan melakukan pemeriksaan pandangan oblik agar dapat dipastikan tidak terdapat
dislokasi posterior. Pemeriksaan pandangan oblik memang lebih sulit dilakukan namun lebih
mudah diintepretasi.
1.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah timbulnya lesi pleksus brakialis dan nervus
aksilaris, serta interposisi tendo bisep kaput longum. Robekan arteri aksilaris juga dapat
terjadi terutama pada orang tua yang dilakukan reduksi dislokasi dengan tenaga yang
berlebihan. Langkah antisipatif yang dapat dilakukan sebelum dirujuk adalah dengan
melakukan penekanan kuat pada aksila. Komplikasi lanjut dapat berupa:
 Kaku sendi yaitu Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu,
terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya kehilangan rotasi lateral,
yang secara otomatis membatasi Abduksi
 Dislokasi rekurens yaitu : terjadi jika labrum glenoid robek atau kapsul terlepas dari
bagian depan leher glenoid
 Kelemahan otot

1.11 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi sebagai berikut :

o Lakukan reposisi segera.


o Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya :
(dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari pada fase syok), sislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi local; dan obat penenang misalnya
valium.
o Dislokasi sendi besar, misalnya panggul memerlukan anestesi umum.
o Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
o Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
o Sendi kemudian diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi
dilakukan mobilisasi halus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran sendi
o Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
Apabila tehnik Manipulasi dan reduksi tidak berhasil atau tidak memungkinkan,
maka dapat dipikirkan dilakukan operasi. Adapun indikasi untuk dilakukan operasi adalah :

1. Dislokasi yang berkali – kali, terutama bila terdapat nyeri


2. Subluksasi berulang atau rasa takut terhadap dislokasi cukup ikut mencegah
keikutsertaan dalam aktifitas sehari – hari atau olahraga.

Operasi terdiri atas tiga jenis :

1. Operasi untuk memperbaiki labrum glenoid dan kapsul yang robek (prosedur
Bankart)
2. Operasi untuk memendekkan kapsul anterior dan subskapularis dengan perbaikan
tumpang – tindih (operasi Plutti – Platt)
3. Operasi untuk memperkuat kapsul anteroinferior dengan mengarahkan tulang otot
lain ke bagian depan sendi itu (misalnya operasi Bristow – Helfet, 1958)

Lamanya immobilisasi setelah reduksi tertutup dan pasca operasi sukses tergantung
pada usia pasien dan arah dislokasi. Untuk dislokasi anterior: Pasien <40 tahun: diimobilisasi
selama 3-4 minggu, Pasien> 40 tahun: diimobilisasi selama 1-2 minggu. Mengurangi
dislokasi posterior : diimobilisasi selama 4 minggu. Dan untuk dislokasi superior atau
inferior: diimobilisasi selama 3-6 minggu. Selama periode imobilisasi, latihan harian ROM
siku dan jari tangan harus dilakukan.

1.12 Prognosis

Tingkat kesembuhan pada kasus ini baik jika tidak timbul komplikasi
BAB III
PEMBAHASAN

Teori Kasus
Dislokasi adalah Keadaan dimana tulang- Pada pasien ini terjadi dislokasi dima na
tulang yang membentuk sendi tidak lagi kaput humerus terlepas dari glenoid .
berhubungan secara anatomis ( tulang lepas
dari sendi )

• Etiologi
- Cedera olahraga Os mengeluhkan nyeri bahu kiri setelah jatuh
- Trauma (KLL) dari motor
- Terjatuh

• Mechanism of injury Os jatuh ke arah kiri dan menindih bahu dan


Jatuh pada tangan yg bertumpu pada lengan kiri
lengandan bahu.

Klasifikasi Dislokasi • Os datang dengan keluhan nyeri bahu


- Dislokasi Anterior kiri
- Dislokasi Posterior • Jatuh dengan menindih bahu dan
- Dislokasi Inferior tangan kiri

St. lokalisata :
Dislokasi Anterior : • Look :
• Edema (+), deformitas (+), tampak
- Lebih sering terjadi penonjolan tulang pada bahu anterior
- Fall on the hand • Feel :
- Nyeri sekali, pasien menyangga • Benjolan didistal clavicula (+),
lengan yang dislokasi dengan lengan permukaan licin , konsistensi keras,
yang sehat Krepitasi (-), Nyeri tekan (+), Pulsasi
- Lateral outline dari bahu tampak rata A. Brachialis dan A. Radialis teraba
- Caput humeri dapat diraba dibawah normal,
clavikula • Movement : aktif dan pasif : ROM
- Lengan dalam posisi adduksi dan terbatas,
eksorotasi Pada Xray Shoulder Joint (s)
- Tidak mampu abduksi dan endorotasi - -Tampak kaput humeri displaced ke
bahu secara penuh arah anterior terhadap fossa glenoid
Kesan : Dislokasi sendi bahu kiri
anterior
Tatalaksana : Pada kasus :
Reposisi • Dilakukan reposisi cito
Teknik : • Pasang Arm Sling
Teknik Cooper-Milch • Imobilisasi
Teknik Stimson’s • Foto ulang post reposisi
Teknik Hipocrates
Teknik kocher
Teknik Countertraction
Teknik Spaso

Komplikasi : Pada pasien ini AVN dalam batas normal


Early :
• Rotator cuff tear
• Nerve injury
• Vascular injury
• Fracture-dislocation
Late :
• Shoulder stiffness
• Recurrent dislocation
BAB IV
KESIMPULAN

Ny. Kasna usia 40 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri pada bahu kiri yang
dialami 10 menit SMRS. Os post terjatuh dari sepeda motor. Os terjatuh ke arah kiri dan
menindih bahu dan tangan kiri, jatuh pada permukaan yang keras. Saat kejadian os tidak
memakai helm, pingsan (-), nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-). Dilakukan primary survey
ABC stabil. Pada status lokalisata region bahu kiri didapati edema (+), deformitas (+), dan
penonjolan tulang pada bahu anterior, pulsasi A. Brachialis dan A. Radialis dalam batas
normal, ROM terbatas. Dilakukan pemeriksaan foto shoulder joint (s) kesan dislokasi sendi
bahu kiri anterior. Pasien segera dilakukan tindakan reposisi, kemudian dipasang arm sling,
imobilisasi dan kemudian dilakukan foto ulang post reposisi.Prognosis pada pasien ini bonam
bila tidak ada komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system.


Lea and Febriger Philadelphia, London halaman 225-234.
2. Rasjad Chairuddin, 2007, Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi ketiga, Jakarta:
PT.Yarsif Watampone (Anggota IKAPI).
3. Apley, A Graham & Solomon, Louis. 2010. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley, Ninth
edition ISE.Jakarta: CRC Press
4. .Shwartz Seymor I. Principles of Surgery, fifth edition. New York, McGraw-Hill,
Information Services Company.
5. Salter Robert bruce. 2010. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal
System, 3rd-ed. Baltimore: Williams & Wilkins

Anda mungkin juga menyukai