Anda di halaman 1dari 33

Tim Anestesiologi & Terapi Intensif

Pada Pelatihan Perawat Mahir Anestesi


RSUD Dr. Moewardi

Definisi : Hilangnya rasa sakit scr sentral disertai


hilangnya kesadaran (reversibel)

I d e a l : Trias anestesi
1. Sedasi
2. Analgesi
3. Relaksasi

Pemberian anestesi : 1. Absorbsi rektum


2. Parenteral ( IM & IV)
3. Inhalasi

FISIOLOGI TERJADINYA ANESTESI

TEORI ANESTESI
1. Meyer dan Overton (1899)
Lipid solubility theory
2. Fergussin (1939)
The Inert Gas Effect
Potensi gas-gas yang lembab dan menguap
berbanding terbalik terhadap terhadap kelarutan
gas tersebut.
3. Pauling (1961)
The hydrate micro crystal theory
Obat-obat anestesi berpengaruh terutama pada
interaksi molekul obat dengan molekul air di otak

FAKTOR RESPIRASI (Zat anestesi inhalasi)


-

Setiap respirasi zat anestesi masuk dlm paru-paru.


Tekanan partial zat anestesi dalam alveoli naik,
difusi ke kapiler-kapiler alveoli tekanan partial
zat anestesi di a. pulmonalis juga ikut meningkat.

Hal-hal yang mempengaruhi tekanan partial zat


anestesi pada alveoli :
1. Konsentrasi zat anestesi.
Makin tinggi konsentrasi makin cepat menaikkan
tekanan partial.
2. Ventilasi alveoli.
3. Kecepatan sirkulasi.

FAKTOR SIRKULASI

Aliran darah
Yaitu aliran darah paru dan darah jantung, makin
banyak aliran darah yang melalui paru, makin banyak zat
anestetikum yang diambil dari alveolus sehingga
konsentrasi disirkulasi cepat meningkat .

Blood/Gas partitioncoefficient
Rasio dari konsentrasi zat anestetikum dalam darah dan
konsentrasi dlm gas bila keduanya dlm keseimbangan

B/C coeff rendah (tdk begitu larut dlm darah)


Konsentrasi dalam darah cepat meningkat, cepat
tidur, cepat recovery.

FAKTOR JARINGAN
Vessel rich group

: otak, hati, ginjal.

Intermediate group :

otot, kulit, tulang.

Fat group

: Jaringan lemak

Vessel poor group

: ligamentum, tendon

FAKTOR GAS ANESTESI


The MAC (Minimum Alveolar
Concentration) is the concentration of
the vapour (measured as a percentage at
1 atmosphere, i.e the partial pressure )
that prevents the reaction to a standard
surgical stimulus (traditionally a set
depth and width of skin incisions) in
50% of subjects
M AC
Makin rendah nilai MAC makin tinggi potensi

Halotan
: 0,76
Isoflurane : 1,2
Enflurane : 1,6
Sevoflurane
: 2,0
Desflurane : 6,0
Ethil ether : 3,2

Certain physiological and pathological states


may alter MAC. MAC is higher in infants and
lower in the elderly. Also, MAC increases
with anxiety and thyrotoxicosis. Likewise,
hypothermia, hypotension, hypothyroidism,
and pregnancy seem to decrease MAC.
Gender, height and weight seem to have little
effect on MAC. Opioid analgesics and
sedative-hypnotics, often used as adjuvants
to anesthesia, decrease MAC

STADIUM ANESTESI

Stadium I (St.Analgesia; St.Disorientasi)

Stadium II (St.Eksitasi; St. Delirium)

Stadium III (St. Operasi)

Stadium IV (St. Paralisis)

STADIUM I
(St. Analgesia; St. Disorientasi)

Mulai dari induksi sampai hilangnya kesadaran.

Walaupun disebut Stadia analgesia, tapi


sensasi terhadap ransang sakit tidak berubah,
biasanya operasi-operasi kecil sudah bisa
dilakukan.

Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh


hilangnya refleks bulu mata.

STADIUM II
(St. Eksitasi;St. Delirium)
Mulai dari akhir stadium I dan ditandai
dengan pernafasan yang irreguler, pupil
melebar dengan refleks
cahaya (+),
pergerakan bola mata tidak teratur, lakrimasi
(+), tonus otot meninggi dan diakhiri dengan
hilangnya refleks menelan
dan kelopak mata.

STADIUM III
Mulai dari akhir stadium II, dimana pernafasan mulai teratur.
Dibagi dalam 4 plana, yaitu :
1. Plana 1
Ditandai dengan pernafasan teratur, pernafasan torakal sama kuat dgn
pernafasan abdominal, pergerakan bola mata terhenti, kadang-kadang
letaknya eksentrik, pupil mengecil lagi dan refleks cahaya (+),
lakrimasi akan meningkat, refleks farings dan muntah menghilang,
tonus otot menurun.
2. Plana 2
Ditandai dengan pernafasan yang teratur, volume tidal menurun dan
frekwensi pernafasan naik. Mulai terjadi depresi pernafasan torakal,
bola mata terfiksir ditengah, pupil mulai midriasis dengan refleks
cahaya menurun dan refleks kornea menghilang.
Anestesi Umum - 11

STADIUM III

3. Plana 3
Ditandai dgn pernafasan abdominal yang lebih dominan daripada torakal
karena paralisis otot interkostal yang makin bertambah sehingga pada
akhir plana 3 terjadi paralisis total otot interkostal, juga mulai terjadi
paralisis otot-otot diafragma, pupil melebar dan refleks cahaya akan
menghilang pada akhir plana 3 ini, lakrimasi refleks farings & peritoneal
menghilang, tonus otot-otot makin menurun.
4. Plana 4
Pernafasan tidak adekuat, irreguler, jerky karena paralisis otot
diafragma yg makin nyata, pada akhir plana 4, paralisis total diafragma,
tonus otot makin menurun dan akhirnya flaccid, pupil melebar dan
refleks cahaya (-) , refleks sfingter ani menghilang.

Anestesi Umum - 12

STADIUM IV
(St. Paralisis)

Mulai dari kegagalan pernapasan yang kemudian


akan segera diikuti kegagalan sirkulasi

Anestesi Umum - 13

16

ANESTESI UMUM DENGAN


INHALASI
1. Nafas spontan dengan sungkup muka
Indikasi :
Tindakan singkat (1/2 1
jam )
tidak membuka rongga
abdomen
KU baik ASA I II
Lambung harus kosong

Langkah :
1. Persiapan alat, pasien
2. Infus intra vena, untuk transfusi
darah, pakai kanul besar No 1418
3. Premedikasi sesuai instruksi
4. Induksi = Pentotal 2,5 % 4 6 mg

kg/bb

Propofoll 1-2mg kg/ bb


-

hilang
muka

Pasien tertidur reflek bulu mata


Sungkup muka ditempatkan pada

( kepala ekstensi )
Pengikat sungkup ditempatkan
dibawah kepala. Ibu jari dan telunjuk tangan
kiri pegang sungkup muka jari lain menarik

- Lalu berikan 3 L/mm

O2 : 3 L/mm
Agent inhalasi dibuka sedikitsedikit
tergantung reaksi pasien
- Kedalaman anestesi dinilai tanda bola
mata,
nadi tak cepat, respon ps. tidak banyak
berubah
Setelah anestesi sudah dalam
pasang
pipa oropharinx (guedel)

- Selesai op N2O dihentikan , beri O2 100

ANESTESI
DENGAN PIPA ENDOTRACHEAL
1. Nafas spontan dengan ET

Indikasi
- OP lama
- Dengan sungkup muka sulit
mempertahankan jalan nafas.

Langkah :
Seperti pada anestesi dengan sungkup muka
Setelah induksi :
Injeksi suksinilkolin IV 1 1,5 mg/kg bb
fasikulasi (getaran otot ) apnue
Pada waktu apnue berikan bantuan nafas
dengan O2 100%, katup expirasi sedikit ditutup
Setelah fasikulasi lakukan intubasi
Balon pipa ET dikembangkan supaya kebocoran
(-)

- Pastikan ET tdk masuk oesophagus atau


salah
satu broncus
dengarkan bising nafas paru kanan & kiri harus sama
dada bergerak simetris pada waktu inspirasi buatan

- Pasang pipa Guedel 1


- Fixasi ET dan Guedel
- Mata tutup dengan plester
- ET dihubungkan dengan sirkuit nafas mesin
anestesi
-Buka N2O : 3 l/mnt, O2 : 3 l/mnt halothan buka
1 cepat dinaikkan 3 4.
nafas dikendalikan sampai nafas spontan

- Halothan diturunkan sampai 0,5 1,5,


untuk pemeliharaan
- Kedalaman anestesi dipertahankan
Tanda Anestesi kurang dalam :
1. Nafas cepat
2. Takikardi
3. Keluar air mata
4. Tangan / kaki bergerak
5. Kening basah
6. Tekanan darah

2. Nafas kendali dg ET
Indikasi
operasi yg perlu relaksasi otot,
misal otot abdomen, orthopedi.

Langkah : seperti diatas


- Setelah pengaruh suksinilkolin habis
pasien nafas spontan.
- Berikan pelumpuh otot jangka sedang
Rocuronium :
0,6 0,9 mg/kg BB IV
Atracurium :
0,5 mg/kg BB IV
- Nafas dikendalikan dg manual / respirator
- Dengan respirator : VT + 8-10 ml/kg BB
RR = 10 16 x/mm

-Pemeliharaan : N2O : 3 L/mt


O2 : 3 L/mt
Agent inhalasi sesuai
MAC
-Kalau perlu : pelumpuh otot diulang dg 1/3
dosis oral bila pasien ada usaha mau nafas
sendiri / otot perut tegang.
-Menjelang akhir OP, usahakan nafas
spontan. N2O / agent inhalasi dihentikan O2
100%.
-Bila nafas belum spontan kuat, berikan SA
0,25 (1 amp) + Prostigmin 0,50 (1 amp)

Extubasi :
Mengangkat keluar pipa ET
Dilakukan :
- Sadar betul atau
- Anestesi masih agak dalam.
Awas gejolak hemodinamik

TOTAL INTRA VENA ANESTESI


( TIVA)
Tehnik anestesi tanpa memakai
inhalasi anestesi
Pemakaian
1. Tidak ada obat anestesi inhalasi
2. Kontra indikasi terhadap anestesi
inhalasi
Kombinasi
Ketamin + O2 + MR
Induksi = ketamin = 1-2 mg / kg Bb -

Maintenance
Ketamin = 1,5 mg/kgBB/jam
Larutan 1 cc / 1 mg = 25 tetes / menit
10-15 menit operasi akan berakhir ketamin
stop

Pemeliharaan anestesi :
1. Pertahankan kedalaman anestesi
2. Saturasi O2 pertahankan > 95%
3. TD pertahankan supaya tidak
berfluktuasi
15 20 mmHg dari nilai
awal
4. Perfusi hangat, kering, merah.
5. Irama jantung pertahankan irama
sinus yang teratur.
fluktuasi < 25 % pada waktu sadar

Bila terjadi aritmia pastikan bahwa :


- Oksigenisasi baik ( Aliran O2)
- Ventilasi baik gerak dada
- Tak ada manipulasi bedah yang memicu
aritmia (reflek vagal, oculocardiac, dll )

6. Produksi Urine = 0,5 1 ml / kgBB/ jam


7. Monitoring fungsi vital
8. Tak ada bagian tubuh pasien tertekan
bagian keras meja op terutama berkas
saraf

Anda mungkin juga menyukai