HALAMAN JUDUL
BAB 3
METODE PENELITIAN................................................................................................. 17
3.1 Rancangan penelitian ............................................................................................ 17
3.2 Ruang lingkup penelitian ...................................................................................... 17
ii
3.3 Populasi penelitian ................................................................................................ 17
3.4 Sampel penelitian .................................................................................................. 17
3.4.1 Besar sampel ................................................................................................. 17
3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi ................................................................................. 18
3.5.1 Kriteria inklusi .............................................................................................. 18
3.5.2 Kriteria eksklusi ............................................................................................ 18
3.6 Pelaksanaan ........................................................................................................... 18
3.6.1 Tempat .......................................................................................................... 18
3.6.2 Cara pemasangan IUD .................................................................................. 18
3.6.3 Cara kerja penelitian ..................................................................................... 20
3.6.4 Cara pemantauan lanjut................................................................................. 20
3.7 Pengolahan data .................................................................................................... 21
3.8 Batasan Operasional :............................................................................................ 21
3.9 Alur Penelitian .......................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................... 24
BAB V
iii
DAFTAR TABEL
iv
INSERSI IUD CuT-380 A PASCAPLACENTA
PERSALINAN BEDAH SESAR
MENGGUNAKAN TEKNIK “HANG-UP“
ABSTRAK
Metode: 1294 perempuan yang bersalin secara bedah sesar pada bulan 1 Juni
2009 sampai dengan 31 Maret 2013 dilakukan pemasangan IUD CuT380A pasca
placenta. Pemantauan dilakukan selama 46 bulan, meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, USG dan pengisian kuesioner oleh akseptor pada saat kontrol,
melalui kunjungan rumah dan pertelpon. Pemantauan pertama adalah pemantauan
≤ 6 minggu pasca persalinan, pemantauan ke-2 adalah > 6 minggu s/d ≤ 3 bulan,
ke-3 adalah >3 bulan s.d ≤ 6 bulan, ke-4 adalah >6 bulan s.d ≤ 12 bulan, ke-5
adalah >12 bulan s.d ≤ 24 bulan, ke-6 adalah >24 bulan s.d ≤ 36 dan ke-7 adalah >
36 bulan bulanpasca pemasangan,. Dari hasil kuesioner dianalisis secara statistik
dan disajikan secara diskriptif.
v
CUT-380A IUD POSTPLACENTA INSERTION
AT CESAREAN DELIVERY
WITH “HANG-UP” TECHNIQUE
Abstract
Methods: 1294 women a cesarean section delivery in June 1, 2009 until March
31, 2013 conducted post-placental IUD CuT380A insertion. Follow-up was for 46
months, includes history, physical examination, ultrasound and questionnaires by
the acceptor at the controls, through home visits and by phone. The 1stmonitoring
is ≤ 6 weeks after delivery, the 2ndmonitoring was> 6 weeks up to ≤ 3 months, the
3rdis> 3 months up to ≤ 6 months, the 4this> 6 months up to ≤ 12 months, the
5this> 12 months up to ≤ 24 months, the 6this> 24 months up to ≤ 36 months, and
the 7th is > 36 months after insertion. The results of the questionnaire were
statistically analyzed and presented descriptively.
Key words : post placental IUD insertion, new suturing technique in the uterine
fundus, CuT 380A, cesarean section delivery
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada fundus uteri tanpa melakukan penjahitan pada dinding fundus. Efek samping
yang mungkin timbul seperti perdarahan dan infeksi sangat jarang terjadi, dimana
kejadian ekspulsi lebih rendah dibandingkan pervaginam serta kejadian perforasi
tidak pernah dilaporkan.18,19
Di Indonesia sejauh ini belum ada penelitian tentang pemasangan IUD
pascaplasenta pada persalinan bedah sesar. Untuk itu, dilakukan penelitian tentang
pemasangan IUD pascaplasenta persalinan bedah sesar di RSDK dengan
menggunakan teknik yang berbeda dari penelitian sebelumnya di luar negeri.
Teknik yang digunakan dengan cara menjahitkan IUD CuT-380A dengan dinding
fundus uteri, setelah sebelumnya dilakukan simpul jangkar pada tengah lengan
IUD.Cara pemasangan ini disebut sebagai teknik hang up IUD.
Dari hasil penelitian pendahuluan oleh Robeth Eria dan Hary Tjahjanto,
yakni Luaran IUD CuT380A Pasca Plasenta pada Persalinan Bedah Sesar di
RSUP dr. Kariadi Semarang, dapat disimpulkan bahwa pada pemantauan 32
bulan, pemasangan IUD CuT 380A pascaplasenta pada persalinan bedah sesar
merupakan prosedur yang aman dan efektif dengan angka penerimaan adalah 93
(91,18%). Mengingat keuntungan dari pemasangan IUD pasca persalinan,
terutama immediate postplacental insertion, pada penelitian ini akan diteliti
Pelayanan IUD Pasca Placenta Persalinan Bedah Caesar Tahun IV di RSUP Dr.
Kariadi Semarang.
1.2 Perumusan masalah
Permasalahan penelitian pemasangan IUD CuT-380A dengan teknik hang up IUD
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah efektifitasnya ?
2. Apakah terjadi efek samping ? dan berapa angka kejadiannya?
3. Bagaimanakah kelangsungan pemakaiannya?
2
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian pemasangan IUD CuT-380 pada persalinan bedah sesar dengan
teknik hang up IUD adalah :
1.3.1 Tujuan umum
Menilai efektifitas, efek samping dan kelangsungan pemakaian.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui efektifitas yang diperhitungkan berdasarkan kejadian
kehamilan yang tidak diinginkan selama 12 bulan pengamatan.
b. Mengetahui angka kejadian efek samping, yaitu ekspulsi, infeksi,
gangguan haid dan perforasi.
c. Mengetahui kelangsungan pemakaian IUD CuT-380A selama 12 bulan
pengamatan.
3
1.4 Keaslian Penelitian
Penelitian terhadap efektivitas, efek samping dan kelangsungan pemakaian IUD CuT-380A pascaplasenta persalinan bedah sesar belum pernah
dilakukan di Indonesia, sedangkan di luar negeri telah ada beberapa penelitian tentang metode ini.
No Judul Penulis Tempat Penelitian Design Penelitian Jumlah sampel Hasil Penelitian
1 A one year observation of IUD Li,Fang - nan Chongging, Sichuan, Clinical trial 260 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
insertion at cesarean section China, 1979 – 1981 7,5%
2 IUD insertion at cesarean section Li,Hua - yuan Guan Hsien, Sichuan Clinical trial 393 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
China, 1979 - 1982 3,9%
3 Post – Cesarean Section Insertion of I-Cheng Chi, Zhou Beijing, China, Comparative 52 pasien Angka ekspulsi dalam 6 bulan
Intrauterine Devices Su-Wen, et al (December 1980 – Clinical trial 4,1%
March 1981)
4 Preliminary observation on the use of Yu, Gulan Chia-Hsiung , China, Observational 735 pasien Tidak ada perbedaan yang
IUDs at the end of cesarean section 1980 - 1982 study signifikan dalam hal ekspulsi,
perdarahan dan infeksi dengan
bedah sesar tanpa pemasangan
IUD
5 IUD insertion with suture fixation at Liu BH, Zuang LY Friendship hospital, Clinical trial 214 pasien Angka ekspulsi dalam 6 bulan
cesarean section Beijing, 1981-1982 2,3%
6 Preliminary report of 144 cases of IUD Yang DZ, Lu RH Wu-Han, China, 1982 Clinical trial 144 pasien Angka ekspulsi 3% dan efek
insertion at cesarean section samping yang terjadi kecil
7 Cesarean section IUD insertion Ruiz V, Garcia C, Spanish, 1982 Clinical trial 154 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
Castro H 2,6%
8 Observation on 300 cases of IUD Fi-rong, Shun xan Ching Zhou, Hubei, Observational 325 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
insertion at cesarean section China, 1981 - 1983 study 4%
5
9 IUD insertion during cesarean section Thiery M, Van der Ghent, Belgium, 1984 Descriptive 82 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
Pas prospective 7,7%
10 Observation of the clinical efficacies Zhuang, Lui-qi Multicenter study, Observational 906 pasien Pengamatan 1 tahun didapatkan
and side effects of the four different China, 1985 study angka ekspulsi 5,5% dan
timings of IUD insertion kejadian kehamilan 9,2%
11 Application of intrauterine device Lara R, Sanchez Mexican Institute of Clinical trial 554 pasien Angka ekspulsi dalam 3 bulan
through the incision of the cesarean RA, Aznar R Social Security sebesar 10,9%
section Hospital, 1985-1986
12 IUD insertion during cesarean section Alvarez Pelayo, Mexican Institute of Prospective study 152 pasien (78 Tidak terdapat perbedaan
and its most frequent complications Borbolla Sala Social Security pasien SC + diantara kedua kelompok dalam
Hospital, 1991-1992 IUD, 74 pasien hal nyeri, perdarahan dan infeksi
SC tanpa IUD) pasca operasi
13 Immediate postplacental insertion of an Celen S, Sucak A Turkey, Sept 2006 – Descriptive 245 pasien Angka ekspulsi dalam 1 tahun
intrauterine contraceptive device Dec 2007 prospective 17,6% dan kejadian kehamilan
during cesarean section 0,4%
14 Intraoperative placement of the Copper Nelson A, Chen S, Los Angeles, Clinical trial 7 pasien Pengamatan 6 minggu dengan
T-380 intrauterine devices in women Eden R December 2008 USG didapatkan IUD tampak di
undergoing elective cesarean delivery : fundus pada semua pasien
a pilot study
Pada penelitian ini akan diteliti mengenai efektivitas, efek samping yang meliputi ekspulsi, infeksi, gangguan haid serta kelangsungan
pemakaian IUD CuT-380A dengan teknik hang up pada persalinan bedah sesar.
6
1.5 Manfaat penelitian
1. Manfaat bidang pengembangan penelitian
Dapat mengetahui efektivitas, efek samping dankelangsungan
pemakaianpada pemasangan IUD CuT-380A pascaplasenta teknik hang
up, sehingga diharapkan didapatkan hasil yang lebih baik khususnya pada
angka kejadian ekspulsi.
. 2. Manfaat bidang pelayanan masyarakat
Sebagai masukan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan
Keluarga Berencana di Rumah Sakit, terutama KB pasca persalinan.
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian menyatakan bahwa penggunaan IUD aman dan efektif jika tenaga
medis mengikuti panduan dalam pemilihan pasien dan cara pemasangan yang
benar. Hal penting dalam memberikan pelayanan berkualitas tinggi adalah
skrining yang sesuai, konseling informatif, pencegahan infeksi adekuat dan
pelayanan follow up yang baik.8,11
Metode pascaplasenta telah dikembangkan sejak tahun 1960-an, dengan
tingkat keberhasilan yang sangat bervariasi.. Selain perdarahan, keluhan nyeri dan
risiko infeksi , angka kelangsungan/ kontinyuitas pemakaian terutama berkaitan
dengan tingkat ekspulsi.
Keuntungan dari insersi pascaplasenta dibandingkan interval adalah 15 :
1. Pemasangan dilakukan saat pasien masih berada di fasilitas kesehatan,
sehingga tidak merepotkan pasien untuk kontrol kembali hanya untuk
memasang.
2. Petugas kesehatan dapat segera memberikan informed consent mengenai
pemasangan pascaplasenta pada waktu pasien akan melahirkan.
3. Adanya keluhan mengenai perdarahan dan sakit saat insersi berkurang
4. Biaya lebih murah, karena insersi dilakukan saat pasien melahirkan,
sehingga tidak diperlukan biaya untuk kontrol dan pemasangan .
Kelemahan dari insersi pascaplasenta dibandingkan interval adalah angka
ekspulsi lebih tinggi dibandingkan insersi interval, angka kelangsungan
penggunaan pascaplasenta lebih rendah dibandingkan insersi interval dan pada
waktu informed consent harus benar – benar dipastikan bahwa pasien sadar
dengan keputusan yang diberikan.
2.1 Karakteristik CuT 380A
IUD CuT380A, terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T, pada bagian
tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikan radio opaque. Pada bagian
tubuh yang tegak, dibalut dengan tembaga ( Cuprum ) sebanyak 176 mg dan pada
8
bagian lengannya masing- masing mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas
permukaan 380 ± 23 mm2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32
mm, dengan diameter 3 mm. Pada bagian ujung bawah dikaitkan benang
monofilamen polietilen sebagai kontrol dan untuk mengeluarkan IUD. Dari
beberapa pustaka menuliskan, bahwa mekanisme kerja CuT380A melepaskan
tembaga secara berkesinambungan ke dalam rongga uterus. Sedangkan huruf ‘A’
adalah simbol dari Angstrom yang merupakan Satuan Panjang (1 ångström (Å) =
10–10 meter (m) = 0.1 nanometer (nm) 17,19
Cara kerja itu sendiri tergantung dari reaksi uterus terhadap benda asing di
dalamnya. Reaksi dari uterus ini disebabkan adanya kerusakan kecil dari jaringan
endometrium dan akan menyebabkan proses radang steril yang berfungsi sebagai
spermisidal. Dan hal ini akan memperkecil kemungkinan sperma mencapai ovum
di tuba fallopii. Reaksi radang ini juga dapat mencegah terjadinya implantasi, jika
terjadi kegagalan dalam menghambat masuknya sperma ke tuba fallopii. Pada
perempuan pengguna IUD CuT, dengan pemeriksaan hCG tidak didapatkan bukti
adanya proses fertilisasi, dan hal ini mendukung fakta bahwa IUD CuT
melindungi terhadap kehamilan, baik itu intra maupun ekstrauterin.19,20
2.2 Pemilihan waktu pemasangan IUD CuT-380A
Dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Keluarga Berencana (JNPKKR/POGI-
JHPIEGO/STARH PROGRAM, 2003), disebutkan bahwa waktu pemasangan
IUD adalah 28:
a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak
hamil.
b. Hari pertama sampai 7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pasca persalinan; setelah 6 bulan apabila menggunakan
metode amenore laktasi (MAL).
d. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila
tidak ada gejala infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah sanggama yang tidak dilindungi.
9
Pedoman WHO (Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use, 2008)
disebutkan bahwa waktu pemasangan IUD adalah sebagai berikut 5 :
a. Dalam 48 jam pasca persalinan, termasuk segera setelah plasenta lahir.
b. Bila 4 minggu/lebih pasca persalinan dan belum haid, dapat dipasang
IUD dan tidak perlu tambahan kontrasepsi perlindungan.
c. Bila 4 minggu/lebih pasca persalinan dan telah haid maka dipasang
dalam 7 hari haid, atau bila dipasang setelah 7 hari haid maka perlu
menunda hubungan seks atau menggunakan kontrasepsi perlindungan
7 hari.
d. Bila persalinan bedah sesar, IUD dipasang setelah plasenta lahir,
sebelum menjahit dinding rahim.
Selain itu, menurut B Farrell dalam Comprehensive Reproductive Health
and FamilyPlanning, dikatakan ada beberapa fase selama periode pasca
persalinan dimana IUD dapat dipasang yaitu29 :
1. Insersi postplasenta atau pascaplasenta
Dilakukan insersi segera, tidak lebih dari 10 menit setelah ekspulsi plasenta.
Dapat dilakukan secara manual dengan tangan pemasang, ataupun dengan
bantuan ring forceps.
2. Insersi pasca persalinan sebelum pulang.
Dilakukan insersi dalam 48 jam setelah melahirkan, sebelum keluar dari
rumah sakit. Insersi hanya dilakukan dengan ring forceps.
3. Insersi Transcesarean
Dilakukan insersi saat operasi bedah sesar setelah rongga uterus dieksplorasi
secara manual segera setelah keluarnya plasenta. Insersi dapat dilakukan
secara manual atau dengan ring forceps.
2.3 IUD pascaplasenta
Pada periode pasca persalinan, ibu yang telah melahirkan menghadapi kesulitan
untuk datang ke klinik KB setelah mereka meninggalkan Rumah Sakit atau tempat
pelayanan kesehatan karena mereka akan disibukkan dengan urusan merawat
bayi, terutama jika perawatan anak sepenuhnya dilakukan oleh ibu. Inisiasi
10
kontrasepsi dini dapat memberikan proteksi terhadap kehamilan yang tidak
direncanakan.16,30
IUD pascaplasenta adalah salah satu solusi yang tepat bagi masalah ibu
pasca persalinan, karena IUD adalah alat kontrasepsi yang efektivitasnya sudah
teruji pada berbagai penelitian sehingga pasien tidak perlu merasa takut untuk
hamil selama 10 tahun pemakaian. Sedangkan waktu pemasangan pascaplasenta
didapatkan banyak kelebihan diantaranya angka perforasi dan infeksi yang lebih
rendah dibandingkan cara insersi yang lain. IUD pascaplasenta juga sangat efektif
jika digabungkan dengan aktivitas menyusui pada ibu. Hal tersebut terbukti pada
penelitian bahwa angka kejadian ekspulsi, efek samping nyeri dan perdarahan
berkurang pada ibu yang menyusui dan menggunakan IUD.16,30,31
Pemasangan IUD pascaplasenta dapat dilakukan pada persalinan
pervaginam maupun bedah sesar, dimana IUD yang digunakan dimasukkan ke
dalam fundus uteri dalam waktu 10 menit setelah plasenta lahir. Dalam hal ini
diperlukan keahlian pemasang sewaktu melakukan insersi IUD ke fundus,
sehingga dapat memperkecil risiko ekspulsi.20
2.4 Metode Pemasangan IUD pascaplasenta persalinan bedah sesar
Metode IUD pascaplasenta telah dikembangkan sejak tahun 1960-an,
pada dinding rahim, maka tingkat ekspulsinya hampir sama dengan insersi
11
fundus uteri. Dengan tehnik ini IUD akan digantungkan tepat pada dinding
puncak atau fundus rahim.
Adapun secara garis besar langkah-langkah pemasangan adalah sebagai berikut :
Teknik ini dilakukan dengan menempatkan benang terserap lambat (chromic
catgut) dengan melalui penembusan dinding luar fundus uteri menggunakan
jarum agak lurus.
Setelah benang berada dalam rongga rahim, kemudian ditarik keluar melalui
sayatan operasi dinding rahim. Kemudian benang disimpulkan dengan cara
simpul jangkar/ anchor knot pada tengah lengan IUD sehingga IUD
tergantung seimbang dan fleksibel pada benang tersebut.
Selanjutnya IUD dijepit dengan klem ovarium dihantarkan masuk kavum uteri
ditempatkan pada fundus dan secara bersamaan benang di luar rahim ditarik
sehingga IUD terpasang dan terfiksasi pada dinding fundus uteri.
2.6 Efek Samping IUD pascaplasenta
a. Ekspulsi
Faktor yang mempengaruhi risiko terjadinya ekspulsi yaitu keahlian dan
pengalaman tenaga medis (hal ini berkaitan dengan metode pemasangan), jenis
IUD, umur dan paritas pasien, dan waktu pemasangan.
Metode pemasangan
Pemasangan sewaktu bedah sesar jika hanya diinsersikan tanpa dijahitkan
pada dinding rahim, maka tingkat ekspulsinya hampir sama dengan insersi IUD
pasca plasenta pada persalinan normal/pervaginam.19
Jenis IUD
Ada penelitian yang memperkirakan bahwa semakin luas kontak antara IUD
dengan uterus maka kejadian ekspulsi akan semakin kecil. Demikian juga angka
kejadian rata-rata ekspulsi IUD yang mengandung bahan aktif tembaga lebih
2
rendah dibandingkan tanpa bahan aktif.
Paritas dan usia
Paritas dan usia dapat berpengaruh pada besarnya angka kejadian ekspulsi,
dimana nullipara lebih besar kejadian ekspulsi dibanding multipara. Multipara
usia dibawah 30 tahun lebih besar dibanding usia di atas 30 tahun.31
12
Waktu pemasangan
Kejadian ekspulsi IUD pascaplasenta bedah sesar dari penelitian di berbagai
negara menunjukkan bahwa angka ekspulsi terbanyak terjadi pada 12 - 24 bulan
setelah pemasangan, dimana kejadian ekspulsi rendah pada 3 – 6 bulan pertama
pemasangan.18-19
Tabel 1 Beberapa penelitian tentang angka ekspulsi IUD pascaplasenta
persalinan bedah sesar.
Tempat penelitian jumlah sampel(n) Angka ekspulsi(%) lama
penelitian(bulan)
Beijing(Liu Bao-hua) 218 2,3 6
Guan Hsien,Sichuan 393 3,9 12
Chongging,Sichuan 260 7,5 12
Beijing (Zhou) 83 9,6 24
Chia-Hsiung, 735 1,2 tdk disebutkan
Zechiang
Wu-Han,Hubei 144 3,0 tdk disebutkan
Ching Zhou,Hubei 325 4,0 12
Beijing (Balogh) 51 4,1 6
Studi multisenter 906 5,5 12
Belgia (Thiery) 82 5,0 - 7,7 3 – 12
Beijing (I-Cheng Chi) 52 0 - 4,1 1–6
Spanyol (Alvarez P) 78 1,28 0,5
b. Infeksi
Risiko terjadinya penyakit radang panggul/pelvic inflammatory disease (PID)
pada IUD adalah 6 kali lebih besar pada periode 20 hari setelah pemasangan.
Risiko infeksi dapat diminimalkan dengan tehnik asepsis, sedang penggunaan
antibiotika profilaksis terbukti tidak bermanfaat.36
Secara keseluruhan, akseptor IUD kurang lebih dua kali kemungkinan
mendapatkan PID dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan IUD.
Jika terjadi infeksi, kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi yang subakut
atau menahun pada traktus genitalis sebelum pemasangan IUD. Gejala infeksi
panggul dapat berupa cairan vagina yang purulen, perdarahan yang abnormal dari
13
rahim, sakit perut bagian bawah, sakit waktu senggama, teraba massa pada
panggul.37
Efek samping yang lebih berat dikatakan adalah infeksi terutama
endometritis. Pada infeksi pelvis yang ringan dapat diberi pengobatan antibiotika.
Sedangkan pada infeksi yang berat, IUD dapat dikeluarkan. Endometritis ditandai
dengan keputihan yang berbau, dispareuni, metroragi dan menorhagi. Proses ini
dapat berlanjut menjadi parametritis, abses pelvis dan peritonitis dimana
pemeriksaan bakteriologi diperlukan dalam keadaan seperti ini.37
Pada pemasangan IUD pascaplasenta, infeksi dapat ditandai dengan
adanya demam >38ºC pada 2 hari berturut-turut selama 10 hari pasca persalinan,
lokhia yang berbau, subinvolusi uterus, dan nyeri spontan pada daerah uterus.23
Angka infeksi pada pemasangan IUD pascaplasenta persalinan bedah sesar
menurut penelitian tahun 1989 di Mexico hanya sebesar 1,1%.38
c. Perubahan siklus menstruasi
Secara umum datangnya menstruasi lebih cepat beberapa hari pada akseptor IUD.
Periode menstruasi yang lebih lama dan jumlah darah haid yang lebih banyak dari
biasa. Perdarahan spotting dapat juga terjadi pada akseptor IUD. Mekanisme
perdarahan yang terjadi belum seluruhnya dipahami, tetapi mungkin ada
hubungan dengan faktor-faktor seperti terjadinya erosi pada pembuluh darah
endometrium yang kontak dengan IUD atau terjadi perubahan-perubahan
mekanisme pembekuan darah. Adanya IUD menyebabkan trauma lokal pada
endometrium yang berakibat suatu respon benda asing dan gangguan hemostasis.
Perubahan tersebut terutama pada daerah endometrium yang kontak langsung,
sehingga bisa terjadi erosi superficial yang menyebabkan perdarahan
mikrovaskuler yang masuk kedalam kavum uteri dan meningkatkan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi perdarahan interstitial.39
Penelitian multisenter di Cina yang membandingkan efek samping
perdarahan pasca pemasangan IUD pascaplasenta dengan menggunakan berbagai
tipe IUD menemukan bahwa kejadian perdarahan persalinan pervaginam sebesar
0,4%, sedangkan pada persalinan bedah sesar sebesar 0%.
14
d. Perforasi
Faktor-faktor yang berkaitan dengan terjadinya perforasi mencakup jenis IUD,
cara pemasangan, saat pemasangan dan keahlian pemasang. Kejadian perforasi
IUD antara 0,5-1,5 dari 1000 pemasangan.28
Tanda objektif perforasi uterus adalah hilangnya benang IUD, IUD tidak
dapat ditarik walaupun benangnya ada, dan terjadinya pergeseran IUD yang
ditunjukkan dengan pemeriksaan radiologi, histeroskopi, atau ultrasonografi.28,32
Pada penelitian yang membandingkan waktu pemasangan pascaplasenta,
lambat dan interval, didapatkan hasil bahwa perforasi uterus hanya terjadi pada
pemasangan pasca persalinan lambat, yaitu antara 48 jam hingga 6 minggu pasca
persalinan.16
Pada pemasangan IUD pascaplasenta bedah sesar, dari beberapa penelitian
sebelumnya tidak didapatkan data adanya kejadian perforasi selama periode
pengamatan.19,40
e. Kehamilan
Telah diketahui sebelumnya dari literatur bahwa kehamilan dapat terjadi dan
berkembang dengan adanya IUD insitu. Kehamilan dengan IUD dianggap
merupakan suatu kegagalan kontrasepsi IUD tersebut.41
Angka kehamilan tertinggi terjadi satu tahun pertama setelah pemasangan.
IUD dengan tembaga yang berkadar rendah juga mempunyai angka kehamilan
yang lebih tinggi. Penelitian lain mengemukakan adanya peningkatan risiko
terjadinya kehamilan dan ekspulsi pada wanita dengan uterus yang retroversi atau
saat ukuran IUD-nya terlalu kecil untuk kavum uteri.42
2.7 Efektivitas IUD pascaplasenta
Penilaian tentang efektivitas IUD pascaplasenta merupakan suatu permasalahan
karena pada wanita setelah melahirkan biasanya terjadi penurunan kesuburan
untuk beberapa bulan, terutama jika wanita tersebut menyusui.14
Pada penelitian jangka panjang yang disponsori WHO, rata-rata kegagalan
per tahun adalah 0,4% atau lebih rendah, dan angka kegagalan kumulatif pada 12
tahun adalah 2,2% yang sebanding dengan sterilisasi tuba.19
15
Penelitian di Belgia yang dilakukan pada 82 wanita pasca persalinan bedah
sesar dengan menggunakan IUD CuT-220C menemukan bahwa angka kejadian
kehamilan yang tidak direncanakan pada periode satu tahun pertama adalah 0%.18
Sedangkan penelitian di Spanyol pada 78 wanita pascasalin bedah sesar yang
menggunakan IUD CuT-220 didapatkan angka 1,3% kehamilan pada tahun
pertama penggunaan.44
2.8 Penerimaan IUD pascaplasenta
Angka penerimaan IUD pascaplasenta persalinan bedah sesar pada penelitian
sebelumnya di Cina dengan menggunakan IUD Delta Loop atau Delta T pada
bulan pertama sebesar 100%, 3 bulan sebesar 92,1%, dan 6 bulan sebesar 85,9%.
Angka tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan IUD
pascaplasenta persalinan pervaginam pada penelitian yang sama, yaitu bulan
pertama sebesar 85,6%, 3 bulan sebesar 79,3%, dan 6 bulan sebesar 70,6%.19
-Ekspulsi
Pemasangan IUD CuT-380A
-Infeksi
pascaplasenta bedah sesar
-Perdarahan/gangguan haid
teknik hang up
-Perforasi
Kelangsungan pemakaian
16
BAB 3
METODE PENELITIAN
17
3.5 Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1 Kriteria inklusi
- Persalinan secara bedah sesar.
- Bersedia datang pada waktu kunjungan yang ditentukan.
- Bersedia dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat posisi IUD yang
telah dipasang.
- Bersedia mengikuti penelitian ini dan menandatangani informed
consent.
3.6 Pelaksanaan
3.6.1 Tempat
Pemasangan IUD dilaksanakan di Kamar Operasi Instalasi Bedah Sentral dan Unit
Gawat Darurat RSUP Dr.Kariadi Semarang. Pemasangan dilakukan oleh peneliti
atau oleh dokter PPDS-I yang telah mendapat pelatihan sebelumnya. Pematauan
lebih lanjut dilakukan di Poliklinik FER dan dilakukan oleh peneliti dengan
dibantu PPDS-I yang sedang bertugas di tempat tersebut. Pemeriksaan
Ultrasonografi untuk menentukan posisi IUD dilakukan di poliklinik FER dan
dikerjakan oleh peneliti dengan dibantu PPDS-I yang sedang bertugas di poli
FER.
3.6.2 Cara pemasangan IUD
Pemasangan dilakukan dengan menggunakan teknik penjahitan pada dinding
fundus uteri. Dengan teknik ini IUD akan digantungkan tepat pada mukosa
18
dinding fundus uteri. Secara garis besar langkah-langkah pemasangan adalah
sebagai berikut :
1. Setelah plasenta lahir, keluarkan uterus dari rongga abdomen.
2. Dengan menggunakan kasa dijepit dengan klem ovarium, eksplorasi
sekaligus membersihkan rongga uterus dari gumpalan darah dan sisa kulit
ketuban. Apabila terdapat jaringan lunak pada placental site dilakukan
kuretase.
3. Pastikan kontraksi uterus baik dan tidak ada sumber perdarahan aktif.
4. Masukkan klem ovarium(ring forceps) ke dalam kavum uteri melalui
lubang insisi SBR, tekankan ujung klem ke dinding fundus dalam keadaan
ujung klem terbuka (lebar bukaan 1-2 cm), dengan menggunakan ujung
jari telunjuk, tekan fundus dari luar diantara kedua ujung klem sehingga
terbentuk cekungan.
5. Tusukkan jarum pada cekungan dinding fundus tersebut sampai
menembus dinding fundus, tarik klem ovarium ± 1 cm, tarik mundur klem
ovarium ± 0,5 cm ( untuk menghindari endometrium antara kedua ujung
klem terjepit saat klem dikunci), kemudian klem dikunci untuk memegang
ujung jarum.
6. Tarik dan keluarkan klem ovarium untuk mengeluarkan jarum. Setelah
jarum keluar dari kavum uteri, lepaskan benang dari jarum. Kemudian
benang disimpulkan dengan cara simpul jangkar/ anchor knot pada
tengah lengan IUD sehingga IUD tergantung seimbang dan fleksibel pada
benang tersebut. Kemudian ditambah satu simpul sederhana sebagai
penguat.
7. Selanjutnya IUD dijepit dengan klem ovarium dihantarkan masuk kavum
uteri dan ditempatkan pada fundus, secara bersamaan ujung benang di luar
rahim ditarik menjauhi uterus sehingga lengan horisontal IUD menempel
pada mukosa dinding fundus uteri. Pertahankan ketegangan benang agar
IUD tidak bergeser.
8. Benang di luar dibuat simpul sebagai penahan, sehingga IUD terpasang
dan terfiksasi pada dinding fundus uteri.
19
9. Lakukan pemeriksaan dan perbaikan posisi IUD dengan menggunakan jari
tengah atau telunjuk untuk memastikan IUD terpasang sagital dan benang
IUD mengarah ke kanalis servikalis.
20
Bila akseptor tidak datang, maka dilakukan panggilan melalui telepon atau
surat. Bila tetap tidak dapat datang, dipanggil dengan surat atau wawancara
melalui telepon ataupun kunjungan rumah. Bila pasien tidak dapat dihubungi atau
ditemukan sampai akhir penelitian dimasukkan dalam kategori hilang pada
pemantauan lanjut. Dalam pemantauan lanjut dicatat kejadian kehamilan, efek
samping, dan kelangsungan pemakaian.
21
i. Keputihan adalah keluarnya cairan berwarna putih/kekuningan pada
vagina yang sebelumnya tidak pernah dirasakan oleh akseptor.
j. Menstruasi normal adalah perdarahan siklik dari rongga uterus tiap 21 – 35
hari, lama 5-7 hari, jumlah biasa, tidak nyeri atau nyeri tetapi masih dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari.
k. Jarak IUD-fundus adalah jarak antara lengan horisontal IUD dengan
endometriun fundus uteri yang didapatkan dari pemeriksaan USG.
l. Demam adalah keluhan peningkatan suhu tubuh yang dikeluhkan oleh
akseptor selama 6 minggu pertama pasca pemasangan.
m. Hipotoni uteri adalah keadaan dimana tonus otot yang lemah, kadang
berkaitan dengan kekuatan dari tonus otot tersebut.
n. Atoni uteri adalah hilangnya tonus otot uterus, yang normalnya kontraksi
otot-otot uterus akan mengkompresi atau menekan pembuluh darah dan
mengurangi hilangnya darah.
o. Kelainan anatomi uterus adalah kelainan bentuk uterus pada korpus atau
fundus yang menyebabkan sulitnya atau tidak memungkinkan dilakukan
pemasangan IUD. Bisa disebabkan kelainan kongenital uterus (uterus
bikornus) atau kondisi patologis uterus (mioma uteri).
p. Infeksi intrauterin adalah bila terdapat tanda-tanda yang mengarah
terjadinya infeksi intrauterin, seperti demam pada ibu yang disertai dengan
air ketuban yang keruh dan berbau.
q. Kelangsungan pemakaian adalah jumlah akseptor yangmasih
menggunakan IUD selama periode penelitian, setelah dikurangi dengan
jumlah akseptor yang menjalani pengangkatan IUD karena hamil, alasan
medis dan alasan pribadi.
r. Penerimaan adalah jumlah akseptor yang masih menggunakan IUD selama
periode penelitian, setelah dikurangi dengan jumlah akseptor yang
menjalani pengangkatan IUD karena hamil dan alasan medis.
s. Kehamilan yang tidak diharapkan (kejadian kehamilan) adalah adanya
atau terjadinya kehamilan dengan IUD masih terpasang di dalam kavum
uteri (in situ).
22
t. Efektivitas adalah tidak terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
selama pemakaian kontrasepsi selama periode penelitian yang dihitung
dengan Pearl Index dan menurut WHO yang dibagi menjadi typical use
and perfect use.
u. Lost to follow up adalah jumlah akseptor yang tidak terpantau pada tahap
pemantauan tertentu.
3.9 Alur Penelitian
Kriteria eksklusi
Pemantauan
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
bedah sesar ini dilakukan dari tanggal 1 Juni 2009 sampai dengan 31 Maret 2013.
P-1 ), 6 minggu hingga < 3 bulan pasca pemasangan ( P-2 ), 3 bulan hingga < 6
bulan pasca pemasangan ( P-3 ), 6 bulan hingga <12 bulan pasca pemasangan ( P-
pemasangan (P-6), dan >36 bulan pasca pemasangan (P-7) . Selama periode
tersebut telah dilakukan pemasangan pada 1294 pasien pasca persalinan bedah
sesar dari 2763 (46,83%) pasien persalinan bedah sesar di RSDK. Dari jumlah
akseptor IUD tersebut diatas jumlah akseptor IUD maupun yang kontrol,baik
yang datang ataupun dihubungi melalui telepon ataupun surat, tersaji pada tabel
dibawah ini
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa akseptor paling banyak terpantau adalah
akseptor pada pengamatan pertama yakni sebesar 1099 (84,93%) dari akseptor
yang terdaftar sejumlah 1294 akseptor. Pada pemantauan kedua, ketiga dan
24
seterusnya, jumlah akseptor yang terpantau semakin sedikit. Jumlah akseptor yang
Pemantauan tersendiri juga kami lakukan pada pada akseptor iud yang
telah menggunakan iud selama 1 th dari bulan april 2011 sampai dengan maret
2012. Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada pemantauan pertama,
terpantau 423 (94%) dari total 450 akseptor yang terdaftar yang telah
menggunakan iud selama 1 th. Dan pada pemantauan selama setahun didapati
akseptor terpantau sebanyak 306 (68%) dengan angka lost to follow up (32%).
Terpantau:
datang 368 341 305 245 211
55 69 79 88 95
wawancara
Jumlah terpantau 423 (94% ) 410(91%) 384(85,33%) 333(74%) 306(68%)
25
4.1 Karakteristik Akseptor
Karakteristik akseptor IUD pasca persalinan bedah sesar pada penelitian ini,
sebagai berikut :
Anemia
a) Ya ( Hb < 10gr%) 229 17,7 11,10 (1,28) 7 15
b) Tidak ( Hb > 10gr%) 1065 82,3
Dari 1294 akseptor, rerata usia akseptor 26,96 (5,31) tahun, dengan usia terbanyak
kelompok usia 25-29 tahun (33,5%). Rerata paritas 1 dengan terbanyak paritas 1
26
(43,3%). Rerata usia kehamilan 38,48 (2,59), paling muda 23 minggu dan
tertinggi usia kehamilan 46 minggu. Rerata BMI 26,77 (4,14), dengan minimal 16
Ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (KPD) kurang dari 6 jam 9,8%, lebih dari
6 jam 13,3%, dan sebagian besar (76,9%) tanpa adanya KPD. Rerata berat badan
bayi lahir 3003,17 (563,43) gram, BBL terkecil 600 gram, terbesar 5600 gram.
yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh residen yang telah menjalani pelatihan
4.2 Pemantauan
Pada penelitian ini dilakukan pemantauan sesuai dengan periode waktu yang telah
nifas berbau pada 27 akseptor, keluhan demam pada 38 akseptor, keluhan nyeri
panggul pada 5 akseptor, dengan rerata jarak IUD – fundus 7,13 (6,72) dan tidak
27
Pada pemantauan 2 ( P-2 ) terpantau 974 akseptor IUD, akseptor yang
Rerata jarak IUD – fundus 7,2 (7,69), tidak didapatkan adanya ekspulsi dan 2
menorrhagia pada 79 akseptor dan keluhan nyeri haid pada 23 akseptor ( 4,38%).
Keluhan keputihan sebanyak 143 akseptor serta keluhan nyeri panggul didapatkan
pengangkatan IUD.
28
Tabel 7. Pemantauan ketiga (≥ 3 bulan s/d < 6 bulan)
Variabel ( n:688) n Frekuensi Rerata (SB) Min. Maks.
(%)
Sudah haid :
• Tidak/belum 163 23,7
• Ya 525 76,3
Jumlah darah haid:
• Normal seperti biasanya. 446 84,95
• Berlebihan 79 15,05
Nyeri haid :
• Tidak 502 95,62
• Ya 23 4,38
Riwayat keputihan:
• Tidak 545 79,2
• Ya 143 20,8
Nyeri Panggul:
• Tidak 630 91,6
• Ya 58 8,4
Jarak IUD-fundus (mm) : * 7,52 (6,41) 0 28
Ekspulsi 0 0
Jumlah pengangkatan 4 0,6
Jumlah kehamilan 0
*=n=413
akseptor yang belum mengalami menstruasi, dengan keluhan nyeri haid sebanyak
29
Nyeri haid :
• Tidak. 318 81,33
• Ya 73 18,67
Riwayat keputihan:
• Tidak 337 63,7
• Ya 192 36,3
Nyeri Panggul:
• Tidak 333 62,9
• Ya 196 37,1
Jarak IUD-fundus (mm) : * 9,66 (5,31) 1 39
Ekspulsi 0 0
Jumlah pengangkatan 8 1,5
Jumlah kehamilan 0
*=n=250
Pada pemantauan 5 ( P-5 ) terpantau 328 akseptor, didapatkan 117
nyeri haid pada 66 akseptor dan keluhan keputihan didapatkan pada 72 akseptor.
akseptor, dan 1 akseptor yang telah hamil 3 bulan dengan IUD in situ,
30
Tabel 10. Time table analysis penghentian dan penerimaan IUD pada pasien
yang telah menggunakan selama 1 tahun (pemasangan periode 1 April 2011
– 31 Maret 2012 )(kumulatif; n=306)
P-1 P-2 P-3 P-4 P-5
n 450 450 450 450 450
Ekspulsi 0 0 0 0 0
Penghentian :
Medis
Nyeri 0 0 1 2 4
keputihan 0 0 1 2 6
gangguan 0 0 1 2 5
haid 0 0 0 0 0
alasan 0 0 0 0 1
pribadi
hamil 0 0 0 0 2
Non Medis 0 0 0 0 0
Ingin Hamil
Hubungan 0 0 0 0 0
Suami istri
Tidak jelas
Penerimaan 306 306 303 300 289
(100%) (100%) (99,02) (98,04%) (94,44%)
Akseptor yang telah dipasang sampai dengan <24 bulan seluruhnya sejumlah 450,
sedangkan yang terpantau masih menggunakan sebesar 306 (68 %). Tidak
ada 5, karena kejadian kehamilan ada 1 karena keputihan ada 6, karena nyeri ada
4, dan karena ingin hamil ada 2. Sedangkan lost to follow up pemantauan 12 bulan
31
4.3 Pembahasan
direkomendasikan sejak tahun 1967. Salah satu keunggulan dari metode ini adalah
ibu akan merasa lebih nyaman dan aman karena sudah terlindungi dengan
kontrasepsi saat keluar dari rumah sakit, terutama pada wanita usia reproduksi
pada dinding fundus uteri ini, penelitian dilakukan pada seluruh pasien yang
Dan secara khusus dilakukan pada akseptor IUD diatas 1 tahun yang terpantau
pada bulan april 2011 sampai dengan maret 2012. Akan tetapi, kendala seperti
pencatatan data pasien, terutama alamat akseptor yang tidak lengkap, mempersulit
pemantauan terhadap akseptor yang tidak kontrol pada waktu yang telah
informed consent pada akseptor sebelum pemasangan maupun saat pasien akan
pulang untuk kontrol ulang IUD sesuai dengan kartu akseptor yang diberikan pada
32
Selanjutnya, jika pada waktu kontrol akseptor belum datang, dilakukan
pengiriman surat pemanggilan ataupun dihubungi pada nomor telepon yang sudah
tercatat, tapi sebagian besar surat kembali karena alamat yang tidak jelas, sudah
pindah rumah ataupun nomor telepon yang diberikan sebelumnya oleh akseptor
tidak bisa dihubungi. Oleh karena itu, dalam pemantauan selanjutnya terutama
alamat ataupun nomor telepon terbaru pada akseptor yang kontrol selama periode
penelitian dan melakukan pencatatan yang lebih baik pada buku khusus
pemasangan IUD mengenai alamat dan juga nomor telepon dari akseptor. Dari
dihubungi pada akhir penelitian maupun pada waktu kunjungan rumah, alasan
mereka tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan IUD yang membuat
akseptor merasa harus periksa ke RSDK. Data yang tidak lengkap maupun tidak
4.4.1 Infeksi
Infeksi merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan oleh akseptor IUD
selama pemakaian, keluhannya berupa nifas berbau, keputihan ataupun nyeri pada
panggul.
33
Terdapat 2 periode pengamatan dengan jumlah akseptor terpantau > 60%
(P-1 = 84,93% , P-2 = 78,29% dan P-5 = 65,07%) dan didapatkan keluhan yang
Tabel 11.Angka kejadian nifas berbau, nyeri panggul dan keputihan pada P-1 dan
P-2
P-5
P-1 P-2
Variabel (n=328)
(n=1099) (n=974)
Nifas berbau 27 -
Nyeri panggul 5 31 84
Keputihan - 90 72
a. Nifas berbau
Kemungkinan terjadinya infeksi pada masa nifas yang dinilai dari keluhan
nifas berbau atau terjadinya demam. Dari 1099 akseptor yang terpantau pada
nifas berbau dan 38 orang (3,46%) terdapat riwayat demam. Kejadian tersebut
b. Nyeri panggul
terpantau pada 6 minggu pasca persalinan, dan 31 (3,18%) dari 974 akseptor pada
c. Keputihan
34
yang jernih dan minimal, 2 akseptor mengeluh keputihan kental kekuningan pada
6-8 bulan postpartum dan setelah berobat ke Puskesmas keluhan hilang. Adanya
keputihan kental kekuningan ini belum bisa dipastikan penyebabnya oleh karena
faktor pemakaian IUD atau tidak, karena selain keluhan tersebut sudah tidak
bulan pasca pemasangan. Dari akseptor yang mengeluh keputihan ini, ada yang
akseptor.
meningkat antara 2-5 kali dan menyebabkan efek samping seperti infertilitas dan
dewasa ini menimbulkan risiko yang rendah untuk terjadinya PID, hanya terbatas
pada bulan pertama paska pemasangan IUD. Dengan kata lain, IUD tidak akan
menimbulkan suatu efek samping berupa infeksi jika keadaan pasien bebas dari
saat bedah sesar dengan pasien yang tidak dipasang IUD saat bedah sesar,
dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna untuk resiko kejadian
infeksi.38,44
35
Di RSUP Dr. Kariadi, untuk setiap pasien yang datang, tidak dilakukan
dan waktu, sebagian besar pasien yang datang merupakan rujukan dari fasilitas
Dari akseptor yang terpantau pada pemantauan P-1 sampai dengan P-5 didapatkan
sebanyak 202 akseptor yang mengalami keluhan gangguan haid (25 akseptor pada
P-2, 79 akseptor pada P-3, 76 akseptor pada P-4 dan 22 akseptor pada P-5. Para
yang lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 5 kali ganti pembalut dalam
sehari. Dari hasil wawancara yang dilakukan, 75 akseptor tidak bekerja dan 60
Sedangkan pada pemantauan P-6, dari 25,49 % (52 akseptor) yang mengeluh
kemungkinan dipengaruhi oleh jenis IUD dimana IUD yang lebih kecil dan lentur
36
4.4.3 Ekspulsi
Tidak didapatkan ekspulsi pada penelitian ini, hal ini dikarenakan teknik
pengukuran USG untuk menilai IUD akan ekspulsi atau tidak jika jarak IUD –
fundus pada 6 minggu setelah pemasangan adalah 10 mm. Jika jarak IUD-fundus
< 10 mm diperkirakan IUD akan tetap di rahim, sedangkan jika jarak IUD-fundus
sesar seharusnya posisi IUD menempel pada fundus karena diikat dengan benang,
sehingga diharapkan IUD tidak turun. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
penurunan posisi IUD karena kemungkinan simpul benang lepas akibat ikatan
yang longgar atau karena kurang tepat dalam melakukan teknik menyimpul
benang.
Tabel 12. Jarak IUD – fundus pada tiap periode pengamatan P-1,P-2 dan P-6(cm)
37
Pada pemantauan masa nifas < 6 minggu (P-1), jarak IUD - fundus terjauh adalah
35,5 mm. Pada P-2 jarak IUD – fundus terjauh 40 mm, dan pada P-6 jarak IUD –
4.4.4 Perforasi
Dari data pemantauan yang dilakukan selama penelitian ini tidak didapatkan
penelitian ini dikarenakan pemasang dapat melihat secara langsung IUD yang
akan diinsersikan pada fundus uteri serta dapat menempatkan IUD secara hati-hati
dengan tangan yang dibantu dengan alat klem ovarium untuk menuntun IUD
sampai pada fundus uteri. Dari data beberapa penelitian terdahulu tidak
terpantau dari pemeriksaan USG juga tidak terdapat akseptor yang mengalami
translokasi.
4.4.5 Efektifitas
Pada penelitian ini didapatkan 1 kasus akseptor yang mengalami kehamilan dari
260 pasien yang terpantau pada pemakaian IUD diatas 1 tahun yang terpantau
pada P-5. Kehamilan ini bukan disebabkan oleh ekspulsi karena IUD masih
Pada suatu studi di Turki tahun 2007 menggunakan IUD CuT 380A
dengan teknik yang berbeda, didapatkan 1 kehamilan dari 245 akseptor dalam 1
dinyatakan dalam Pearl Index, yaitu jumlah kehamilan yang tidak diharapkan
38
pada 100 akseptor selama 1 tahun pertama pemakaian kontrasepsi.50 Dalam
penelitian ini terdapat 1 kejadian kehamilan dari total 260 akseptor, sehingga
Pearl Index dalam penelitian ini adalah 1. Sedangkan WHO pada Medical
efektifitas dalam pemakaian IUD pemasangan interval 0,8% (typical use) dan
Serikat pada 1 tahun pemakaian IUD.12 Pada penelitian ini karena akseptor tidak
kontrol teratur, maka didapatkan typical use sebesar 1%. Dari kepustakaan, IUD
4.4.6 Penerimaan
Pada penelitian ini ada 8 akseptor yang meminta dilakukan pengangkatan IUD
disebabkan oleh :
-keputihan (1 akseptor)
Pada pengamatan akseptor IUD diatas 1 tahun yang terpantau pada bulan
april 2011 sampai dengan maret 2012, terpantau 306 akseptor yang telah
39
pengangkatan IUD karena alasan medis sebanyak 16 akseptor (5,2%),
(0,6%), dan tidak didapatkan ekpulsi. Sehingga angka penerimaan pada penelitian
dikarenakan banyaknya pasien yang tidak kontrol setelah setahun. Hal ini
terdekat. Dan saat akan dikonfirmasi, nomer telpon yang dimiliki pasien sudah
berubah. Sistem pencatatan alamat dan data lengkap identitas pasien juga menjadi
ini.
40
BAB V
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian pemasangan IUD CuT 380A pascaplasenta pada persalinan
bedah sesar dengan teknik penjahitan pada dinding fundus uteri, dapat
disimpulkan bahwa :
2. Efek samping: angka kejadian infeksi nifas 2%, gangguan haid 2,1 % dan
5.2 Saran
1. Dengan didapatkan efektifitas yang tinggi, tidak adanya ekspulsi serta angka
maka diharapkan teknik ini tetap bisa dilanjutkan untuk digunakan dalam
satu kendala terbesar adalah kurangnya kesadaran para akseptor untuk kontrol
41
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan periode waktu yang lebih lama,
42
DAFTAR PUSTAKA
43
12. Julia Bluestone RC, Enriquito R.Lu. Introduction to Intrauterine
Contraception Devices. IUD Guidelines for Family Planning Service
Programs. Baltimore: JHPIEGO;2010.p.1-12.
13. Vernon R. Meeting the Family Planning Needs of Postpartum Women.
Studies in Family Planning 2009 Sep;40(3):235-45.
14. Evans A. Pospartum Contraception. Women’s Health Medicine 2005;25:23-
6. The Medicine Publishing Company Ltd. Ref Type : Magazine Article.
15. Stephenson P, MacDonald P. Family Planning for Postpartum Women:
Seizing a Missed Opportunity. 2005:5-20. Ref type : Online Source.
16. Glasier AF, Logan J, McGlew TJ. Who gives advice about postpartum
contraception? Contraception 1996;53(4):217-20.
17. O’Hanley K, Huber DH. Postpartum IUDs: keys for success. Contraception
1992;45(4):351-61.
18. Sitompul ER. Penerimaan dan dayaguna AKDR MLCu-250 pascaplasenta,
hasil observasi jangka pendek. Jakarta: Program Studi Obstetri dan
Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;1994.
19. Eroglu K, Akkuzu G, Vural G, Dilbaz B, Akin A, Taskin L, et al. Comparison
of efficacy and complications of IUD insertion in immediate
postplacental/early postpartum period with interval period: 1 year follow-up.
Contraception 2006;74(5):376-81.
20. Kapp N, Curtis KM. Intrauterine device insertion during the postpartum
period: a systematic review. Contraception 2009;80(4):327-36.
21. Thiery M, Van Kets H, Van der pas H. IUD insertion during cesarean section.
Adv Contracept 1985;1:337 – 40.
22. Chi IC, Wen ZS, Balogh,S and Ng,K. Postcesarean section insertion of
intrauterine devices. Am. J. Public Health 1985;74:1281-2.
23. Abdul Bari Saifuddin. AKDR Post-Plasenta. In: Biran Affandi,
Moh.Baharuddin, Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan
kontrasepsi. Edisi 2 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2006. p. MK-78.
44
24. Zerzavy, F.M. Use of Intrauterine Contraceptive Devices in The Pospartum
Period. Am.J.Public Health 1967;57(1):28-33.
25. Badan Pusat Statistik, Macro International. Keinginan mempunyai anak.
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007. Calverton, Maryland USA:
BPS dan Macro International; 2008.p.91.
26. Rosenfield A, Fathalla M, Indriso C.(eds). Family Planning vol.2. In: The
FIGO Manual of Human Reproduction,vol.1-3.
27. Ortiz ME, Croxatto HB. Copper-T intrauterine device and levonorgestrel
intrauterine system: biological bases of their mechanism of action.
Contraception 2007 Jun;75(6 Suppl):S16-S30.
28. IUDs: understanding their mechanism of action. Contraception Online-The
Contraception Report 1998 Nov; 9(5):4-8.
29. Abdul Bari Saifuddin. Kontrasepsi Pascapersalinan. In: Moh. Baharuddin,
Soekaemi Soekir, editors. Buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi. Edisi
2 ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.p. U-51-
U-56.
30. Vranic E, Delic T. Intrauterine devices – past, present and future perspectives.
Pregledni clanki – Review Articles 2006;57:14-23.
31. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan
Keluarga Berencana. Edisi 3. Eds: Saefuddin AB, Affandi B, Lu ER. YBP
Sarwono Prawirohardjo-JNPKKR/POGI-JHPIEGO/STARH PROGRAM.
Jakarta, 2003; MK-74 – PK-80.
32. Farrell B, Huber D. Module 13: Postpartum and Postabortion Contraception.
Comprehensive Reproductive Health and Family Planning, Training
Curriculum. Pathfinder International; 1998.
33. Welkovic S, Costa LO, Faundes A, Costa CF. Pospartum bleeding and
infection after post-placental IUD insertion. Contraception 2001;63(3):155-8.
34. Chi IC, Potts M, Wilkens LR, Champion CB. Performance of the copper T-
380A intrauterine device in breastfeeding women. Contraception
1989;39(6):603-18.
45
35. Albar E. Kontrasepsi. Dalam: Prawiroharjo S eds, Ilmu Kandungan. Jakarta,
Yayasan Bina Pustaka, 1982:464-502.
36. Chi IC, Farr G. Review article : Postpartum IUD contraception – a review of
an international experience. Adv Contracept 1989;5(3):127-46.
37. Thiery M, Van Kets H, Van Der Pas H. Immediate postplacental IUD
insertion: The expulsion problem. Contraception 1985;31(4):331-49.
38. Yu, Gulan. Preliminary observation on the use of IUDs at the end of cesarean
section ( A report of 735 cases ). Chin.J.Obstet Gynecol 1985;20:49-50.
39. Kanat-Pektas M, Ozat M, Gungor T. The effects of TCu-380A on
cervicovaginal flora. Arch Gynecol Obstet 2008; 277: 429-32.
40. Saifuddin AB, Djajadilaga, Affandi B, Bimo, editors. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: NRC-POGI; 1996.
41. Lara R, Sanchez RA, Aznar R. Application of intrauterine device through the
incision of the cesarean section. Ginecologia y Obstetricia de Mexico
1989;57:23-7.
42. Pramono N. Perdarahan karena pemakaian IUD: Hubungan dengan
perubahan mikrosirkulasi. Yogyakarta: Kongres Obstetri dan Ginekologi
Indonesia; 2003.
43. Chi IC, Ji G, Siemens AJ, Waszak CS. IUD insertion at cesarean section – the
Chinese experience. Adv Contracept 1986;2:145 – 53.
44. Fulcheri E, Ragni N. Pregnancy despite IUD: adverse effects on pregnancy
evolution and fetus. Contraception 2003;68(1):35-8.
45. Avecilla-Palau A, Moreno V. Uterine factors and risk of pregnancy in IUD
users: a nested case-control study. Contraception 2003;67(3):235-9.
46. Rodrigues da Cunha AC, Dorea JG, Cantuaria AA. Intrauterine device and
maternal copper metabolism during lactation. Contraception 2001;63(1):37-9.
47. Alvarez Pelayo J, Borbolla Sala ME. IUD insertion during cesarean section
and its most frequent complications. Ginecol Obstet Mex 1994;62:230-5.
48. Xu JX, Connell C, Chi IC. Immediate postpartum intrauterine device
insertion – a report on the Chinese experience. Adv Contracept 1992;8:281-
90.
46
49. Liu BH, Zhang LY, Zhang BR. Intrauterine contraceptive device insertion
with suture fixation at cesarean section. Chin Med J (Engl) 1983;96:141 – 4.
50. Nelson AL, Chen S, Eden R. Intraoperative placement of the Copper T-380
intrauterine devices in women undergoing elective cesarean delivery: a pilot
study. Contraception 2009;80:81 – 3.
51. Fernandes JHA, Lippi UG. A clinical and ultrasound study on the use of
postplasental intrauterine device. Einstein 2009;2(2):110-14.
52. Parikh V, Gandhi AS. Safety of copper T as contraceptive after cesarean
section. J Indian Med Assoc 1989;87(5):113-5.
53. Celen S, Sucak A, Yildiz Y, Danisman N. Immediate postplacental insertion
of an intrauterine contraceptive device during cesarean section. Contraception
2011;20:1-4
47