PENDAHULUAN
Transportasi jalan memberikan manfaat baik untuk bangsa dan untuk individu
dengan memfasilitasi pergerakan barang dan orang. Hal ini memungkinkan
peningkatan akses ke pekerjaan, pasar, pendidikan, rekreasi dan kesehatan memiliki
dampak positif langsung dan tidak langsung pada kesehatan masyarakat. Namun
peningkatan transportasi jalan juga telah menempatkan beban yang cukup besar pada
kesehatan masyarakat - dalam bentuk cedera lalu lintas jalan, penyakit pernapasan,
dan konsekuensi kesehatan yang menyebabkan terjadinya pengurangan aktivitas fisik.
Ada konsekuensi tambahan negatif pada sisi ekonomi, sosial dan lingkungan yang
timbul dari pergerakan orang dan barang di jalan - polusi udara seperti, emisi gas
rumah kaca, konsumsi sumber daya yang terbatas, dan kebisingan.1
Epidemiologi cedera akibat kecelakaan lalulintas telah menjadi masalah
utama yang menjadi perhatian di seluruh dunia. Tidak seperti di negara berkembang,
tingkat kecelakaan lalulintas paling banyak terjadi di negara yang sedang berkembang
atau negara miskin. Cedera akibat kecelakaan lalulintas adalah penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia, khususnya negara dengan pendapatan
rendah atau miskin. WHO memperkirakan lebih dari 3000 orang terbunuh setiap hari
dengan setidaknya 30.000 cedera atau cacat. Negara-negara miskin atau pendapatan
rendah dan menengah terdapat sekitar 85 % kematian dan 90 % terjadi kecacatan. 1
Hampir sebagian dari mereka yang meninggal akibat kecelakaan di tempat yang padat
lalulintas adalah pejalan kaki, pengguna sepeda atau sepeda motor, yang secara
kolektif mereka ini termasuk dalam Pengguna jalan yang rentan, dan sayangnya
kebanyakan berada di negara-negara dengan pendapatan rendah atau miskin. Faktor
lain adalah penegakan undang-undang angkutan dan jalan, misalnya hukuman bagi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Akibat yang ditimbulkan kecelakaan lalulintas sangat beragam, tergantung
pada berat ringannya kecelakaan yang dialami, mekanisme trauma, lokasi trauma,
adekuat tidaknya penanganan yang diberikan dan berbagai fakor lain. Cedera yang
dialami dapat menyebabkan kematian, cacat fisik, maupun psikologis, dengan
cakupan yang sangat luas. Oleh karena itu, pembahasan berikutnya dibatasi hanya
seputar cedera yang dialami penderita, yaitu fraktur femur.
B. FRAKTUR
1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan, fraktur dapat disebabkan oleh trauma dan non trauma (fraktur patologis),
ataupun akibat tekanan yang terus menerus misalnya sering terjadi benturan pada
ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula, ataupun fraktur
pada femur.10
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya benturan langsung pada ekstremitas.
Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur
pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.11
2. Etiologi
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
Peristiwa Trauma (kekerasan)
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya kekerasan
itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan patah tepat di
tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan
garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak
langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu.
Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan
pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak
tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan
tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang
akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan otot
adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi.9.15
3. Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur secara umum
Berdasarkan Penyebab:
a. Non Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan
patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan metabolic atau infeksi.
b. Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung,
trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu, sedangkan trauma tidak langsung bilamana titik tumpuan benturan
dengan terjadinya fraktur.
Berdasarkan Hubungan dengan dunia luar:
a
Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol
dengan pembidaian gips.
b.
Spiral
5
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit
kerusakan jaringan lunak.
c.
Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak
dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darah.
e.
Kominuta
Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
h. Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.11,12
Gustilo et al mengklasifikasikan fraktur terbuka menjadi tiga tipe yaitu
a
Tipe I: Luka lebih kecil dari 1 cm, bersih dan disebabkan oleh fragmen
tulang yang menembus kulit.
Tipe II: Ukuran luka lebih dari 1 cm, terkontaminasi dan tanpa cedera
jaringan lunak yang major
Tipe III: Luka lebih besar dari 1 cm cm dengan kerusakan jaringan lunak
yang signifikan dengan kontaminasi yang berat. Tipe III juga dibagi
menjadi beberapa sub tipe:
I
II
III
Luka
Kontaminasi
Kerusakan jaringan
Kerusakan tulang
lunak
I
II
III
A
<1 cm
>1 cm
Bersih
Sedang
Minimal
Sedang
Minimal
Sedang
>10
Hebat
Hebat
Kominutif, jaringan
cm
>10
tulang
Kominutif, jaringan
cm
rekonstruksi jaringan
>10
lunak
Sangat hebat disertai
cm
Hebat
Hebat
Pada diagnosis harus bisa menuliskan diagnosis fraktur yang didasarkan pada jenis
tulang yang patah (femur, tibia, dan sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal
dan sebagainya), pola garis fraktur (simpel seperti transversal,oblik, kominutif, dan
sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang mengalami fraktur (tertutup atau
terbuka ).
Untuk mencapai diagnosis dapat diketahui pada riwayat keluhan penderita dengan
deskripsi yang jelas, mencakup biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta
kondisi penderita sebelum kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan sebagainya.
Pemeriksaan fisik pada penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel dan
terakhir movement. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang hebat dan
jelas pada pertengahan tulang panjang.
Pada inspeksi (look) bagian lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun posture,
kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang terlokalisir
dan berakhir menjadi diffuse.
Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah
fraktur, gerakan abnomal, krepitasi, dan deformitas. Jangan lupa memeriksa gangguan
sensibilitas dan temperatur bagian distal lesi serta nadinya.
Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi terdekat
dari fraktur perlu dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan untuk
mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut.Umumnya suspek fraktur
dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.11
Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan Radiologi, Untuk setiap
penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis yang Anda minta hanya
sebagai konfirmasi / diagnosis, rencana terapi dan kritik medicolegal pada tindakan
pertama yang dilakukan terhadap penderita tersebut serta perkiraan prognosisnya. Oleh
karena itu pada permintaan X-ray proyeksi dan daerah / ara yang diminta harus jelas.
Kadangkala proyeksi khusus seperti proyeksi oblik diperlukan atau sisi sehat guna
perbandingan terutama pada anak-anak atau proyeksi stress guna menentukan adanya lesi
pada ligamen sebagai stabilitas sendi. Bahkan pemeriksaan yang lebih canggih seperti
MRI, CT-scan
penderita.10.12
5. Penatalaksanaan
Metode penanganan fraktur ada dua macam yaitu metode non operatif dan
metode operatif. Penanganan dengan metode non operatif maksudnya penanganan
fraktur tanpa dilakukan tindakan operasi misalnya dengan reduksi tertutup disebut
juga dengan reposisi. Dimana prinsip reposisi adalah berlawanan dengan arah fraktur.
Setelah dilakukan reposisi dilakukan pemasangan eksternalfiksasi yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya pergeseran kembali fragmen tulang. Salah satu contoh
eksternal fiksasi adalah pemasangan gips. Umumnya reduksi tertutup digunakan
untuk semua fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Penanganan dengan
metode operatif adalah suatu bentuk operasi dengan pemasangan open reduction
internal fixatie (ORIF) maupun open reductionexternal fixatie (OREF). Metode
penanganan fraktur dengan internal fiksasi harus dipilih atau disesuaikan dengan
jenis frakturnya. Bentuk-bentuk internal fiksasiantara lain plate and screw,
intramedullary nail, oblique transfixion screws,circumferential wire. 13
1. Prinsip Dasar Penanganan Fraktur
Terdapat 4R prinsip penatalaksanaan fraktur ( Rasjad, 1998) antara lain :
a. Recognition
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan deskripsi
tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan apakah ada fraktur,
dan apakah perlu pemeriksaan spesifik untuk menentukan adanya fraktur.
b. Reduction
Adalah usaha dan tindakan manipulasi frakmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi normal. Tindakan ini dapat dilakukan
secara elektif di Rumah Sakit.
c. Retention
Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus melewati sendi
di atas fraktur dan sendi di bawah fraktur.
d. Rehabilitation
10
11
Fase remodelling
membutuhkan waktu bulanan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan
tulang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklasyang menghasilkan perubahan
jaringan immatur menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah
stabilitas daerah fraktur.Dibawah ini gambar proses penyembuhan tulang.13
6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi saat terjadi fraktur adalah :
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi tan yang
lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
6. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun,
usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya
komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal
bila terjadi pada bedah ortopedi.
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. thopedic
infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.13
MALUNION
12
Terapi
-
Pada orang dewasa, fraktur harus direduksi sedekat mungkin dengan posisi
anatomis. Angulasi lebih dari 15 derajat pada tulang panjang atau deformitas
rotasional yang nyata mungkin membutuhkan koreksi dengan manipulasi
ulang atau membutuhkan osteotomi dan fiksasi internal.
Pada tungkai bawah, pemendekkan lebih dari 2,5 cm jarang dapat diterima
oleh pasien dan prosedur pemanjangan tungkai dapat diindikasikan.
LAPORAN KASUS
13
A. IDENTITAS
Nama
: Tn. A.P
Umur
: 19 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Protestan
Pekerjaan
: Pelajar
No. CM
: 00 457067
MRS
: 7 Desember 2015
B. SECONDARY SURVEY
ANAMNESIS
Keluhan utama: Berjalan pincang pada kaki kanan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Berjalan pincang pada kaki kanan dialami sejak kurang lebih 3 tahun lalu.
Awalnya penderita mengalami kecelakaan motor, kemudian terdiagnosa patah tulang
paha kanan, penderita hanya berobat ke pengobatan tradisional. Setelah sembuh,
pasien berjalan pincang kemudian berobat ke dokter.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: T
: 120/80 mmHg
: 80 x/menit
: 20x/menit
SB
: 36,0oC (Axilla)
Status Generalis :
Kepala
Leher
: T.A.K
Thoraks
: T.A.K
Abdomen
: T.A.K
14
Extermitas superiot
: T.A.K
Extermitas inferior :
Regio Femur Dekstra
L : deformitas : luka (-), oedem (-), shortening (+)
F : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
M : Locking (-)
Status Distalis :
- Pulsasi arteri dorsalis pedis ada ki = ka
- Cappilary refill time < 2 ki= ka
- Sensorik + motorik dalam batas normal
Kanan
84 cm
42cm
Kiri
86 cm
44 cm
Resume
Pasien laki-laki umur 19 tahun MRS dengan berjalan pincang pada kaki kanan
dialami sejak kurang lebih 3 tahun lalu. Awalnya penderita mengalami kecelakaan
motor, kemudian terdiagnosa patah tulang paha kanan, penderita hanya berobat ke
pengobatan tradisional. Setelah sembuh, pasien berjalan pincang kemudian berobat ke
dokter.
DIAGNOSIS KERJA
Malunion Fraktur Femur Dextra
E. PENATALAKSANAAN
-
Pro Osteotomi
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambar 4. Pemeriksaan Rontgen femur dextra (AP-Lateral)
Hasil
13700
Satuan
/mm3
nilai rujukan
4.000-10.000
Eritrosit
3,09
106/ uL
4.25-5.40
Hemoglobin
11,7
g/ dL
12.8 16.8
Hematokrit
29,2
35 47
Trombosit
142
103/ ul
150 450
103
mg/dL
70-125
Creatinin Darah
1,1
mg/dL
0,6-1,1
Ureum Darah
22
mg/dL
20-40
Natrium
143
meq/L
135-153
Kalium
4,81
meq/L
3.50-5.30
Chlorida
100,9
meq/L
98.0-109.0
PT
12,1
detik
12,0-16,0
16
APTT
26,7
detik
25,0-33,0
G. DIAGNOSIS
Malunion Fraktur Femur Dextra
FOLLOW UP
7/12/2015
S : Berjalan pincang sebelah kanan
O: T: 120/70 mmHg N: 80x/m R : 20x/m S: 36,5C
Extermitas inferior :
True leg length
Anatomical length
A : Malunion Fraktur Femur Dextra
Kanan
84 cm
42cm
Kiri
86 cm
44 cm
Kanan
84 cm
42cm
Kiri
86 cm
44 cm
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
10/12/2015
S : Nyeri luka operasi (+)
O: T: 110/70 mmHg N: 88x/m R : 20x/m S: 36,7C
R. Femur dextra : luka tertutup kasa.
A : Post Osteotomi + Interlocking nail hari 2
P: -
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Ketorolac amp 3 x 1 iv
12/12/2015
Darah rutin
Hasil
18
Satuan
nilai rujukan
Leukosit
7200
/mm3
4.000-10.000
Eritrosit
5,26
106/ uL
4.25-5.40
Hemoglobin
16,2
g/ dL
12.8 16.8
Hematokrit
46,0
35 47
Trombosit
250
103/ ul
150 450
BAB IV
PEMBAHASAN
19
20
2. Stabilitas sendi
3. Pemeriksaan ROM (Range of Joint Movement)
Pemeriksaan status distalis mencakup penilaian pulsasi dibagian distal, dalam hal ini
pada arteri dorsalis pedis, pemeriksaan sensibilitas kedua, dan waktu pengisian
kapiler pada kedua tungkai. Pemeriksaan status distalis dilakukan pada kedua
ekstremitas untuk membandingkan kiri dan kanan. Pada status distalis didapatkan
pulsasi a.dorsalis pedis sama pada kaki kiri dan kanan, sensibilitas normal pada kedua
tungkai, dan waktu pengisian kapiler <2 detik.13
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan
radiologis femur posisi AP dan lateral. Pada foto femur tampak malunion fraktur
femur dekstra dextra. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologis didiagnosis sebagai malunion fraktur femur dekstra dextra.15
Penanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, dan pascaoperatif.
Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan
singkatan ABC. Proses ini dikenal dengan singkatan ABC. ABC pada trauma meliputi
A
jalan
napas
yaitu
pembebasan
jalan
napas;
untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan pemberian O2, memperhatikan adakah
tanda-tanda hemothoraks, pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau
sirkulasi/fungsi
jantung
untuk
mencegah
atau
menangani
syok;
untuk disability yaitu evaluasi status neurologik secara cepat dengan metode AVPU
(Alert,
Vocal
stimuli,
Pain
stimuli,
Unresponsive);
dan
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global status report on road safety. Time for action.
WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2009.
2. Atubi A. Epidemiology of injuries from road traffic accidents in Lagos State,
Nigeria. Affrev Stech. 2012 April-July; 1(1): p. 56-75.
3. RAC Foundation. Mortality statistics and road traffic accidents in the UK. 2011
May.
4. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM.
2013.
23
5. Medline Plus. Dislocation. US National Library of Medicine. 2013.
6. Joint Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online].; 2010 [cited 2015 May 9.
Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbow-dislocation.html.
7.
8.
9.
10.
Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed..Washington: Springer; 2007. p.40-83.
11.
12.
Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations
among accident victims in Owerri,Nigeria. Nigerian J of Surg Res 2006;8:54-6.
13.
14.
15.
Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. 2007 Jul
19 [cited 2008 Oct 12]; Available from: URL:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.htm
16.
17.
Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In: Koval
K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot Williams &
Wlkins; 2006. p.347-54.
18.
Open Fractures and Trauma [online]. 2004 [cited 2008 Oct 12]; Available from:
URL: http://www.limbcenter.com/disorders/index.asp
24
19.
20.
Henderson, MA. 1997. Ilmu bedah untuk medis. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medika.
21.
Apley A, Graham. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.
22.
23.
Sfeir C, Ho L, Doll BA, Azari K, Hollinger JO. 2005. Fraktur repair, Human
Pess Inc, Totowa, NJ.
24.
25