Anda di halaman 1dari 29

A.

DEFINISI
Hematopneumothoraks atau Hematopneumothorakss adalah akumulasi
darah pada rongga intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah
sistemik maupun pembuluh darah paru, dan pada trauma yang tersering
perdarahan berasal dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna (Sub
Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan, 2000).
Hematopneumothorakss adalah adanya darah pada rongga pleura.
Perdarahan mungkin berasal dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau
pembuluh darah besar (Mancini, 2011).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama Hematopneumothoraks adalah trauma, seperti luka
penetrasi pada paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
Trauma tumpul pada dada juga dapat menyebabkan Hematopneumothoraks
karena laserasi pembuluh darah internal (Mancini, 2011). Menurut Magerman
(2010) penyebab Hematopneumothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
C. KLASIFIKASI
Pada orang dewasa secara teoritis Hematopneumothoraks dibagi dalam 3
golongan, yaitu:
1. Hematopneumothoraks ringan
Jumlah darah kurang dari 400 cc
Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IX
2. Hematopneumothoraks sedang
Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga VI
3. Hematopneumothoraks berat
Jumlah darah lebih dari 2000 cc
35% tertutup bayangan pada foto thoraks
Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 2 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

D. MANIFESTASI KLINIK
Hematopneumothoraks tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang
berdarah di dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak
menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik
merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien
menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat,
takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi
sesuai dengan penurunan curah jantung (Hudak & Gallo, 1997).
Respon tubuh degan adanya Hematopneumothorakss dimanifestasikan
dalam 2 area mayor (Mancini, 2011)
1. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume
2.

darah
Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya
jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan dispnea.
Secara umum manifestasi klinik dari hematothorak sebagai berikut :

Gangguan

pengembangan dada
Perubahan kedalaman

Sesak napas mendadak


dan

terjadi

serangan

pernapasan
2

3yspnea

dari

ringan

hingga berat.
Perkusi dada pekak
Nyeri dada
Perdarahan nyata
(massif)

Sianosis
Hipoksia
Takikardi
Hipotensi
Gelisah
Hb turun

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan


hilangnnya darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan
perubahan hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala
gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun).
Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik
namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien
dengan Hematopneumothorakss yang sangat minimal sedangkan kebanyakan
pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:

Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
-

Kehilangan darah volume darah Cardiac output TD


Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit
oleh darah berkurang

Tachycardia
-

Kehilangan darah

volume darah

Cardiac output

hipoksia

kompensasi tubuh takikardia

Dyspnea
-

Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura


pengembangan paru terhambat

pertukaran udara tidak adekuat

sesak napas.
Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat
takipneu dan peningkatan usaha bernapas

kompensasi tubuh

sesak napas.

Hypoxemia

Hemotoraks

paru sulit mengembang

kerja paru terganggu

kadar O2 dalam darah

Takipneu
-

Akumulasi darah pada pleura

meningkatkan usaha napas takipneu.


Kehilangan darah volume darah Cardiac output
kompensasi tubuh

hambatan pernapasan

hipoksia

takipneu.

Anemia

Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.


-

reaksi tubuh

Akumulasi darah yang banyak

menekan struktur sekitar

mendorong trakea ke arah kontralateral.

Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).

Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena


-

Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura
pertukaran udara tidak berjalan baik

suara napas berkurang atau

hilang.

Dullness pada perkusi (perkusi pekak)


-

Akumulasi darah pada rongga pleura

suara pekak saat diperkusi

(Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).

Adanya krepitasi saat palpasi.

E. PATOFISIOLOGI
Hematopneumothorakss adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura
(antara pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh
trauma tumpul atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya
membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus
paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga
pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A.


mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa
terlihat adanya perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang
terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2
area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada
seorang pria 70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik
yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah).
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang
buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000
mL). Karena rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau
lebih liter darah, perdarahan

dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari

kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang
sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut

tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea


sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paruparu, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa
derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam
beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam
rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala
dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah.
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari
kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak
ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan
sepsis.
Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax
yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah
dari berkembang sepenuhnya.
Hemotoraks traumatik
trauma

laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru

darah berakumulasi di rongga pleura

perdarahan

hemotoraks.

Gambar 3. Skema Patofisiologi Trauma Toraks

WEB OF CAUTION
Trauma tumpul /
penetrasi pada dada

Perdarahan

Nyeri akut

Volume
darah

Akumulasi darah
pada rongga pleura

Syok
hipovolemik
Defisit volume
cairan

Kolaps paru parsial


atau total
Penurunan
curah jantung

Hipotensi

Pergeseran mediastinum
pada sisi yang tidak terkena

Penekanan oleh jantung, pembuluh


darah besar, dan trakea pada paru
normal
Penurunan ekspansi
paru

Ventilasi
Oksigenasi

Pemasangan
WSD/Thorakostomy

Hipoksia

Risiko Infeksi

Ketidakefektivan
pola napas

Hambatan
mobilitas fisik

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X dada
Menunjukkan akumulasi cairan pada area
pleura
Dapat menunjukkan penyimpangan struktur
mediastinal (jantung)
2. GDA
Tergantung dari derajat fungsi paru yang
dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan, dan kemampuan
mengkompensasi
PaCO2 mungkin normal atau menurun
Saturasi oksigen biasanya menurun
3. Torasentesis
Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa (Hematopneumothorakss)
4. Full blood count
Hb menurun
Hematokrit menurun
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
b.
c.
d.
e.
f.

meninggal).
Fibrosis atau skar pada membran pleura.
Pneumothorax.
Pneumonia.
Septisemia.
Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan
diafragma (otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk
memperluas dan kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tibatiba, paru-paru bisa kolaps. Setiap cairan yang mengumpul di rongga
menempatkan pasien pada risiko infeksi dan mengurangi fungsi paru-paru,
atau bahkan kematian.

H. KOMPLIKASI
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari Hematopneumothorakss dan
seberapa cepat penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan
segera maka kondisi pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi
9

akumulasi darah di rongga thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan


mendorong mediastinum serta trakea ke sisi yang sehat.
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menstabilkan pasien, menghentikan
pendarahan, dan menghilangkan darah dan udara dalam rongga pleura.
Penanganan pada Hematopneumothorakss adalah:
1. Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah
yang dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai
dengan infus cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan
kemudian pemnberian darah dengan golongan spesifik secepatnya. Darah
dari rongga pleura dapat dikumpulkan dalam penampungan yang cocok
untuk autotranfusi. Bersamaan dengan pemberian infus dipasang pula
chest tube (WSD)
2. Pemasangan chest tube
Pemasangan chest tube (WSD) ukuran besar agar darah pada toraks
dapat cepat keluar sehingga tidak membeku di dalam pleura. Hemotoraks

akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks sebaiknya di
terapi dengan chest tube kaliber besar. Chest tube tersebut akan
mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya.
WSD adalah suatu sistem drainase yang menggunakan air. Fungsi
WSD sendiri adalah untuk mempertahankan tekanan negatif intrapleural.
Macam WSD antara lain:
WSD aktif, yaitu continous suction, gelembung berasal dari udara
sistem.
WSD pasif, yaitu gelembung udara berasal dari cavum toraks pasien.

10

Tujuan dari pemasangan WSD sebagai berikut :

Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk


mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut

Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan


hanya terisi sedikit cairan pleura / lubrican.

Perubahan Tekanan Rongga Pleura


Tekanan
Istirahat
Atmosfir
760
Intrapulmoner
760
Intrapleural
756

Inspirasi
760
757
750

Ekspirasi
760
763
756

Indikasi pemasangan WSD sebagai berikut :

Hemotoraks, efusi pleura

Pneumotoraks ( > 25 % )

Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk

Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator

Kontra Indikasi Pemasangan sebagai berikut:

Infeksi pada tempat pemasangan

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.

Cara Pemasangan WSD sebagai berikut :


1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di
linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam
sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah
sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada
11

7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.


8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Ada Beberapa Macam WSD sebagai berikut :
1. WSD dengan satu botol

Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana

Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai


botol penampung.

Drainage berdasarkan adanya grafitasi.

Umumnya digunakan pada pneumotoraks

2. WSD dengan dua botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.

Dapat dihubungkan sengan suction control

3. WSD dengan 3 botol

Botol pertama sebagai penampung / drainase

Botol kedua sebagai water seal

12

Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan

manometer.
3. Thoracotomy
Tindakan ini dilakukan bila dalam keadaan:
a. Jika pada awal hematotoraks sudah keluar 1500ml, kemungkinan
besar penderita tersebut membutuhkan torakotomi segera.
b. Pada beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar < 1500ml,
tetapi perdarahan tetap berlangsung terus.
c. Bila didapatkan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200cc / jam
dalam waktu 2 4 jam.
d. Luka tembus toraks di daerah anterior, medial dari garis puting susu
atau

luka

di

daerah

posterior,

medial

dari

scapula

harus

dipertimbangkan kemungkinan diperlukannya torakotomi karena


kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus atau
jantung yang potensial menjadi tamponade jantung
Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi.
Selama penderita dilakukan resusitasi, volume darah awal yang
dikeluarkan dengan chest tube dan kehilangan darah selanjutnya harus
ditambahkan ke dalam cairan pengganti yang akan diberikan. Warna
darah (arteri / vena) bukan merupakan indikator yang baik untuk di pakai
sebagai dasar dilakukannya torakotomi
Torakotomi sayatan dapat dilakukan di samping, di bawah lengan
(aksilaris torakotomi); di bagian depan, melalui dada (rata-rata
sternotomy); miring dari belakang ke samping (posterolateral torakotomi);
atau di bawah payudara (anterolateral torakotomi) . Dalam beberapa
kasus, dokter dapat membuat sayatan antara tulang rusuk (interkostal
disebut pendekatan) untuk meminimalkan memotong tulang, saraf, dan
otot. Sayatan dapat berkisar dari hanya di bawah 12.7 cm hingga 25 cm
13

Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas


hemodinamik

Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

Gambar 4. Prosedur torakotomi

Berdasarkan klasifikasi, penatalaksanaannya sebagai berikut :


1. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan
tidak memerlukan tindakan khusus.
2. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Dipungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh
dipasang penyalir sekat air.
3. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan
transfusi.
J. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Pengkajian
1. Data fokus

Aktifitas/istirahat : adanya sesak nafas

14

Sirkulasi : adanya takhikardia, frekuensi denyut nadi tidak teratur,


tekanan darah menurun, didapatkan adanya S3 atau S4 /irama gallop

Integritas : ketakutan dan gelisah

Makanan/cairan : adanya pemasangan infus IV line

Nyeri/kenyamanan : Nyeri dada unilateral, meningkat bila


bernapas dan batuk, wajah berkerut karena menahan nyeri

Pernapasan : takipnea, peningkatan kerja napas, retraksi


interkostal, perkusi pekak, palpasi gerakan dada tidak simetri
(paradoksal).

Kulit pucat, sianosis, berkeringat

Penggunaan ventilator mekanik

Keamanan : riwayat trauma

Pengumpulan Data
Hal yang penting dalam riwayat keperawatan adalah sebagai berikut :
1.

2.

3.

Identitas
a. Umur : Biasanya terjadi usia 18 30 tahun.
b. Alergi terhadap obat atau makanan tertentu.
c. Pengobatan terakhir.
d. Pengalaman pembedahan.
e. Riwayat penyakit dahulu.
f. Riwayat penyakit sekarang.
g. Dan Keluhan.
Data subyektif

Klien mengeluh sesak napas

Klien mengungkapkan nyeri dada

Klien bertanya-tanya tentang penyakitnya

Klien meminta informasi tentang tindakan yang dilakukan


Data obyektif :

Perubahan kedalaman pernapasan


Gangguan pengembangan dada
Takikardia
Gelisah
Sianosis
Kontur nadi kecil dan lemah
Perkusi dada pekak berbatas
Klien tampak gelisah

15


4.

Ekspresi wajah meringis

Pemeriksaan fisik
a.

Sistem Pernapasan :
Sesak napas, Nyeri, batuk-batuk, terdapat retraksi pada klavikula atau
dada.

Pengambangan

paru

tidak

simetris.

Fremitus

menurun

dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan adanya


suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup). Pada asukultasi,
suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang . Pekak
dengan batas seperti, garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas
b.

c.
d.
e.
f.

ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.


Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia lemah,
Pucat, Hb turu normal, dan hipotensi.
Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.
Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.
Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.
Sistem Muskuloskeletal Integumen.
Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan .Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya

g.
h.
i.
j.

kripitasi sub kutan.


Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan.
Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.
Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa
Co2 kadangkadang menurun. Pa O2 normal/menurun. Saturasi O2
menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.

K. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang lazim muncul, yaitu (Bulecheck, 2012) :
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Defisit volume cairan
3. Penurunan curah jantung
4. Nyeri akut

16

5. Risiko infeksi
6. Gangguan mobilitas fisik

17

18

L. Rencana Tindakan Keperawatan (Ackley, 2011)


No.
1.

Diagnosa
Ketidakefektifan

NOC
NIC
Setelah dilakukan tindakan Airway management
1. Monitor respiratory rate,
pola
nafas keperawatan selama 1x 24
kedalaman,
kenyamanan
berhubungan dengan jam diharapkan pola nafas
Deformitas dinding
bernapas.
pasien efektif.
dada,
nyeri,
NOC
gangguan
- Respiratory
status:
muskuloskeletal
ventilation
- respiratory
status:
Batasan
airway patency
2. Tentukan jika penyebab,
karakteritik
- vital sign status
- Perubahan
apakah
fisiologis
atau
kedalaman
pernapasan
- Dispneu
- Penurunan
kapasitas vital
- Pernapasan
cuping hidung
- Penggunaan otot
aksesorius untuk

Kriteria hasil:
- Menunjukkan jalan nafas

psikologis.

tidak ada suara nafas


abnormal).
- Tanda-tanda vital dalam

lebih

30x/mnt,

dilanjutkan
pengukuran
studi

dengan
fisiologis

menunjukkan

lain,
bahwa

perubahan fisiologis signifikan


terjadi
2. Studi menunjukkan penyebab
dispneu
berhubungan

psikologis
dengan

fisiologis berhubungan dengan


batuk, sputum, dan palpitasi
3. Penelitian menunjukkan duduk

pernafasan

dalam rentang normal,

meningkat

rate

kecemasan, sedangkan dispneu

yang paten (irama nafas,


frekuensi

1. Ketika

Rasional
respiratory

3. Baringkan

pasien

dalam

posisi yang nyaman, dalam


posisi duduk, dengan kepala

tegak menghasilkan volume


tidal dan menit ventilasi lebih
tinggi daripada posisi duduk
dengan kepala tempat tidur

bernafas
- Takipnea
- Penurunan
tekanan ekspirasi
- Penurunan
tekanan inspirasi

rentang normal (tekanan

tempat tidur ditinggikan 60-

darah, nadi, pernafasan).

90 derajat.

<45%
4. Ada gejala

yang

menjadi

signal meningkatnya kesulitan


4. Catat penggunaan otot nafas

bernafas dan hipoksia

tambahan yang digunakan,


retraksi,

konfusi,

letargy.
5. Auskultasi
catat

atau

mengindikasikan
suara

napas,

penurunan

hilangnya

suara

dan

Kolaborasi
6. Monitor saturasi oksigen
berkesinambungan

dengan menggunakan pulse


oximetry.
7. Berikan oksigen
resep.
8. Kaji seri foto thorak

patologi

respiratori yang berhubungan


dengan perubahan pola nafas

nafas,

crackles atau wheezing

secara

5. Suara nafas abnormal dapat

sesuai

6. Saturasi oksigen kurang dari


90% mengindikasikan masalah
oksigenasi yang signifikan.
7. Pemberian

oksigen

mengatasi hipoksia
8. Mengawasi

dapat

kemajuan

perbaikan
Hematopneumothoraks/pneum
othorak dan ekspansi paru.
Mengidentifikasi posisi selang

endotracheal

mempengaruhi

inflasi paru
9. Mengkaji status pertukaran gas
dan ventilasi.
9. Awasi

GDA

oksimetri,

2.

dan

nadi

kaji

kapasitas

vital/pengukuran

volume

tidal.
1. Catat adanya tanda dan

Penurunan curah

Setelah dilakukan

jantung berhubungan

intervensi selama 1 x 24

gejala penurunan curah

klien sehingga dapat

dengan Perubahan

jam penurunan curah

jantung

menentukan intervensi yang

kontraktilitas,
perubahan afterload,
perubahan irama.
Batasan
Karakteristik :
Perubahan irama
jantung :
Takikardi

jatung teratasi
Tanda-tanda vital dalam

2. Monitor status pernapasan

1. Mengetahui status kesehatan

tepat
2. Status pernapasan yang

rentang normal
Tidak ada distensi vena

menandakan gagal jantung

leher
AGD dalam batas normal

sehigga dapat dilakukan

dapat ditemukan secara dini


intervensi dengan cepat
3. Volume cairan tubuh yang
3. Monitor balance cairan

kurang dapat menyebabkan


penurunan curah jantung
4. Aktivitas yang berlebih dapat

4. Atur periode latihan dan


Perubahan
Afterload : kulit
lembab,
penurunan nadi

istirahat untuk menghindari


kelelahan
5. Monitor adanya dyspnea
dan takipnea

resistensi

Perubahan
kontraktilitas :

nadi, suhu, dan RR


7. Monitor jumlah, bunyi, dan
irama jantung

intervesi
7. Jumlah, bunyi, dan irama
jantung menunjukkan kerja
jantung dalam memompa
darah
8. Pucat menunjukkan

paroksismal

Perilaku : Gelisah

kurangnya oksigen yang

kondisi klien setelah dilakukan


6. Monitor tekanan darah,

batuk, dispnea
nokturnal

mungkin terjadi karena

penurunan curah jantung


6. Mengetahui perkembangan

penurunan

dispnea.

5. Dyspnea dan takipnea

dibawa oleh darah akibat

perifer,

vaskular paru,

meningkatkan kerja jantung

menurunnya perfusi perifer


8. Kaji kulit terhadap pucat
dan sianosis.

sekunder terhadap tidak


adekuatnya curah jantung,
vasokontriksi, dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refraktori GJK.

9. Menurunkan stasis vena dan


dapat menurunkan insiden
9. Tinggikan

kaki,

hindari

tekanan pada bawah lutut.

thrombus atau pembentukan


embolus.
10.Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard

10.

Berikan

tambahan

untuk melawan efek hypoxia

oksigen
dengan

atau iskemia.

nasal

kanula atau masker sesuai


indikasi.

3.

Nyeri akut

Setelah dilakukan tindakan

Managemen Nyeri

berhubungan dengan

keperawatan selama 3x 60

1.

agen injury.

menit pasien menunjukkan

secara komprehensif

dalam pengkajian nyeri untuk

penurunan nyeri, dibuktikan

termasuk lokasi,

menentukan jika klien tidak

Batasan

dengan kriteria hasil:

karakteristik, durasi,

dapat mendiskripsikan

Karakteristik:

frekuensi, kualitas dan

nyerinya sendiri. Tanyakan

symbol presipitasi

kepada klien tentang intensitas

Perubahan selera
makan

Tanda vital
dalam rentang normal

Tidak

Lakukan pengkajian nyeri

1.

Langkah pertama

nyerinya kemudian memilih

Perubahan
frekuensi
pernapasana,

mengalami gangguan tidur

symbol yang sesuai dengan

dan tampak tenang


2.

tingkatan nyerinya.
Reaksi nonverbal
dari pasien seringkali

dari ketidaknyamanan

jantung
Laporan isyarat
Mengekspresikan
perilaku
Melaporkan nyeri

Observasi reaksi nonverbal

2.

mengungkapkan nyeri yang


tidak bias disampaikan secara
3.

Kontrol lingkungan yang

langsung.
3.

dapat mempengaruhi nyeri

secara verbal

Lingkungan yang
tidak kondusif juga merupakan

seperti suhu ruangan,

faktor yang memperparah rasa

pencahayaan dan

nyeri yang dirasakan .

kebisingan
4.

Tingkatkan istirahat

4.

Dengan beristirahat
perasaan nyeri yang dialami
pasien akan lebih bias

5.

Monitor vital sign sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

5.

diminimalkan.
Dengan memonitor
vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik dapat
diketahui seberapa efektif

analgesik bisa mengurangi rasa


nyeri pasien. Karena nyeri
yang meningkat dicerminkan
oleh perubahan vital sign di
6.

Kolaborasi: Berikan
analgetik untuk

secara medis

mengurangi nyeri
4.

luar batas normal.


6.
Penatalaksanaan

Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Managemen Cairan


cairan berhubungan keperawatan
dengan

kehilangan diharapkan

2x24
volume

jam 1. Kaji BB, penyakit yang


cairan

mendasari,

dan

prosedur

1. Informasi disediakan untuk


menjelaskan

penggantian

cairan.
bedah yang dijalani.
2. Memperlihatkan
tingkat
2. Monitor tanda kehilangan
- Keseimbangan cairan
kehilangan cairan pada klien.
- Hidrasi
cairan pada pasien.
Batasan
3. Untuk
mengetahui
- Status nutrisi: intake
3. Monitor cairan yang masuk
karakteristik:
keseimbangan cairan tubuh
makanan dan minuman
dan keluar.
4. Mencegah terjadinya dehidrasi
Penurunan status Kriteria Hasil:
4. Berikan
caiaran
sesuai
mental
- Tekanan darah, nadi,
kebutuhan
dan
yang
Penurunan
suhu tubuh dalam batas
diprograrmkan
tekanan
dan
normal.
frekuensi nadi
- Tidak ada tanda-tanda
cairan secara aktif.

klien kembali seimbang.

Penurunan turgor

dehidrasi,

kulit
Membran

turgor

mukosa kering
Peningkatan

lembab, tidak ada ras

hematokrit
Peningkatan suhu

elastisitas
kulit

membrane

baik,
mukosa

haus yang berlebihan.

tubuh
Penurunan berat
5.

badan
Risiko Infeksi
Faktor risiko
Pertahanan tubuh

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 6 jam
diharapkan Klien tidak

primer dan

mengalami infeksi

sekunder yang

NOC
- Kontrol risiko
- Keamanan infeksi :

tidak adekuat
Imunologis tidak
adekuat
Malnutrisi

newborn

Infection Control
1. Instruksikan pada
pengunjung untuk

diterapkan pada semua pasien,

mencuci tangan saat

semua pasien diasumsikan

berkunjung dan setelah

sebagai pembawa pathogen

berkunjung
meningggalkan klien
2. Gunakan sabun tangan
antimikroba untuk

Kriteria hasil
- Pasien bebas dari tanda

1. Standard precaution harus

mencuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan

2. Untuk mensterilkan tangan


dari bakteri
3. Pencegahan infeksi yang baik

dan gejala infeksi.


- Jumlah leukosit dalam
batas normal
- Temperatur suhu stabil

sesudah tindakan

dibutuhkan untuk mencegah

keperawatan. Ikuti

infeksi saat perawatan, dengan

standard precautions dan

hygiene tangan dan standard

gunakan sarung tangan

precautions

ketika bersentuhan dengan


darah, membran mukosa,
kulit terbuka, atau
substansi tubuh lainnya.
Gunakan juga goggle dan
celemek sesuai kebutuhan.
Kolaborasi
4. Observasi dan laporkan

4. Studi surveillance prospective


tentang infeksi yang didapat
dari perawatan pada unit

tanda infeksi seperti

hamatologi terdapat demam

kemerahan, hangat, pus,

yang tidak diketahui asalnya

dan peningkatan suhu

sebagai tanda klinik yang

tubuh.

penting dan umum terjadi


5. Antibiotik mampu mencegah

5. Berikan terapi antibiotik


bila perlu

terjadinya infeksi dengan cara


membunuh mikroorganisme.

DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. Nursing diagnosis handbook an evidence-based guide to


planning care. United Stated of America: Elsevier, 2011.
Barbara c. long (1996), Perawatan Medikal Bedah , Suatu pendekatan Proses
Keperawatan, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pajajaran, Bandung
Bulecheck, Gloria M, et al . 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014 (Nanda). Jakarta : EGC.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1,
EGC, Jakarta
Hudak & Gallo. 1997, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI Vol.1.
Jakarta: EGC
Lestari, S. 2010. Hematopneumothoraks. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammdiyah

Yogyakarta.

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=HEMATOTHORAX
Magerman, Y. 2010. Pneumothorax/Hemothorax. Lecturer notes Cape Peninsula
University of Technology Faculty of Health & Wellness Science. Paper 25.
http://dk.cput.ac.za/hw_lnotes/25
Mancini. . 2011. Hematopneumothorakss.
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview
Nurarif AH, Hardhi K. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing, 2013.
Sjasuhidajat. R (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2002.
Sub Bagian Bedah Thoraks Bagian Ilmu Bedah FK-USU / RS HAM / RS Pirngadi
Medan.

2000.

Pengamatan

Hasil

Penanganan

Evakuasi

Hematopneumothorakss antara WSD dan Continous Suction Drainage.


http://www.scribd.com/doc/56222226/HEMATOPNEUMOTHORAKSS.

Anda mungkin juga menyukai