Anda di halaman 1dari 51

ABSES LEHER DALAM

OLEH :
MARHAMAH HASNUL 0910312138
AYU ANDRIAN PUTRI
1010312079

Anatomi
Leher

Abses Leher Dalam


Definisi
terkumpulnya nanah (pus) di dalam
ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai akibat penjalaran dari
berbagai sumber infeksi, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga dan leher

Epidemiologi
laki-laki dan perempuan = 3:2
Lokasi :
Lebih dari satu ruang potensial 29%.
Abses submandibula 35%,
parafaring 20%
mastikator 13%
peritonsil 9%,
ublingual 7%
parotis 3%
infra hyoid 26%
retrofaring 13%
ruang karotis 11%.

Etiologi

Aerob

Anerob

Streptokokus sp.

Bacteroides fragillis sp

Klebsiella sp

Fusobacterium sp

Enterobacter sp

Prevotella sp

Stafilokokus sp

Actinomycess sp

E. Coli

Eubacterium sp

Proteus vulgaris

lactobacillus sp

Patogenesis

Flora
normal

Perluasan
langsung

Dewasa > infeksi


gigi atau kelenjar
ludah

Laserasi

Perforasi

Anak >
tonsil

Diagnosis
Gejala

Nyeri
Demam
Pembengkakan
Disfgia, odinofagia
Trismus
Dehidrasi
Kesulitan bernafas
Keluhan gigi (nyeri
gigi)

Pemeriksaan
fisik:

Pembengkakan
Kelainan gigi
Fluktuatif
Kelainan orofaring
Trismus
Kelainan laring

Pemeriksaan Laboratorium
Rontgen servikal
Rontgen panoramik
Rontgen toraks
CT Scan
MRI
MRA
USG
Pemeriksaan Bakteriologis

Tatalaksana
Jalan Nafas

Medikamentosa

Drainase

Medikamentosa
Antibiotik secara empiris sebelum hasil kultur dan
sensitivitas pus dari aspirasi atau drainase
Aerob:

Ampicillin
Eritromisin
Cefixime
Cefotaxime

Anerob:

Metronidazole
Klindamisin
Carbapenem
sefoxitin

Komplikasi
Obstruksi jalan
nafas dan
asfiksia

Bakteremia atau
sepsis.

Ruptur abses
mengakibatkan
terjadinya
pneumonia, abses
paru maupun
empiema.

Emboli paru

Trombosis vena
jugularis dan
ruptur arteri
karotis

Ruptur arteri
karotis

Abses Peritonsil
Abses Peritonsil Suatu timbunan nanah yg
terletak diantara kapsul tonsilaris dan m.
konstriktor superior faring

Etiologi
Komplikasi dari tosilitis akut, infeksi yg
bersumber dr kelenjar mukus weber di kutub
atas tonsil
Kuman penyebab :
- Aerob : streptococus pyogenes (Group A
Beta-hemolitic Strepcocus), Staphy.
Aureus, dan H. Influenza
Anaerob : Fusubacterium,
peptostreptococus, prevotella bakteoides

Faktor Resiko :
- Penderita tonsilitis akut
- Penderita tonsilitis kronik yg rekuren
- Keadaan Penurunan Imunitas tubuh
- Infeksi gigi
- ISPA yg didahului oleh infeksi virus
- Pecandu alkohol
- Pengguna kokain

PATOGENESIS
Umumnya merupakan komplikasi dari
tonsilitis akut berulang atau bentuk abses
dari kelenjar Weber.

Infeksi
menembus
kapsul tonsil

Pembesaran
kelenjar

Meluas ke
dalam ruang
jaringan ikat
fosa
tonsilaris

Sumbatan
sekresi
kelenjar
Weber

Pada supra
tonsil
terdapat
kelenjar
Weber

Gangguan
pada
kelenjar
Weber

Pada
stadium
permulaan
(stadium
infiltrat),
tampak
bengkak
dan
permukaannya hiperemis
Jika tidak diobati infeksi berulang pada
ruang peritonsil atau infeksi kronik pada
kelenjar Weber sistem saluran kelenjar
tersebut membentuk pus abses

Diagnosis

Menegakkan diagnosis penderita dengan abses


peritonsil dapat dilakukan berdasarkan anamnesis
tentang riwayat penyakit, gejala klinis, dan
pemeriksaan fisik.
Aspirasi dengan jarum(ukuran 16-18, syringe 10cc)
pada daerah yg paling fluktuatif/pungsi merupakan
tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan
abses peritonsil dari pada hanya dengan usapan
tenggorok.
Selanjutnya material hasil aspirasi dapat dikirim
untuk dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebab infeksi demi kepentingan terapi antibiotika.

Pemeriksaan Fisik
Didapatkan Tonsilitis akut, asimetris faring
Dehidrasi, sepsis
Pada palpasi didapatkan pembesaran dan nyeri
tekan pada KGB regional
Pada pemeriksaan kavum oral terdapat eritema &
asimetris palatum mole, eksudasi tonsil,
pergesaran uvula kontralateral
Pada palpasi palatum mole teraba fluktuatif
Direkomendasikan nasofaringoskopi dan
laringoskopi pada pasien yang mengalami
kesulitan bernafas.

Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita abses peritonsil perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu:
Hitung darah lengkap (complete blood count),
kadar elektrolit (electrolyte level measurement),
dan kultur darah (blood culture)
Test Monospot (antibodi heterophile)
Throat swab and culture
Plain radiographs
CT Scan
USG

Diagnosis Banding
Penonjolan pada satu atau kedua tonsil atau
penonjolan peritonsil harus dipertimbangan
penyakit lain sebagai diagnosis banding dari abses
peritonsil.
Contohnya : infeksi mononukleosis, benda asing,
tumor/kanker/limfoma, Hodgkin, adenitis
servikal, aneurisma arteri karotis interna, dan
infeksi gigi.
Penyakit tersebut dibedakan dari abses peritonsil
dengan pemeriksaan darah, biopsi, dll.

TATALAKSANA
Terapi Antibiotik
Insisi dan Drainase
Tonsilektomi

Terapi Antibiotik

Terapi antibiotik diberikan dalam dosis tinggi

Penisilin staphylococcus.
Metronidazol infeksi anaerob.
Tetrasiklin antibiotika alternatif
klindamisin antibiotik pilihan untuk menangani
bakteri yang memproduksi beta laktamase.

obat simtomatik
kumur-kumur dengan cairan hangat
kompres hangat pada leher

Antibiotik
Intravenous therapy
Ampicillin/sulbactam 3 gram setiap 6 jam
Penicillin G 10 juta unit setiap 6 jam ditambah
dengan metronidazole 500 mg setiap 6 jam
Jika alergi penisilin, berikan clindamycin (Cleocin)
900 mg setiap 8 jam

Oral therapy
Amoxicillin/asam clavulanic 875 mg 2 kali sehari
Penicillin VK 500 mg 4 kali sehari ditambah dengan
metronidazole 500 mg 4 kali sehari
Clindamycin 600 mg 2 kali sehari atau 300 mg 4 kali
sehari

Insisi dan Drainase


Lokasi insisi:
Pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi pada
daerah yang paling fluktuatif
Pada titik 2/3 dari garis khayal antara dasar uvula dengan molar
terakhir
Pertengahan garis horizontal antara pertengahan basis uvula dan
M3 atas
Pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir medial pilar
anterior dengan lidah dengan garis horizontal melalui basis
uvula
Pertemuan garis vertikal melalui pingir medial M3 bawah
dengan garis horizontal melalui basis uvula

Dilakukan penghisapan pus untuk mencegah aspirasi.


Kumur dengan antiseptik dan diberi antibiotik

Keuntungan aspirasi jarum dibandingkan insisi dan


drainase:
1. Mudah untuk dilakukan, sederhana, aman, dan murah
2. Konfirmasi diagnosis dengan trauma minimal
3. Dapat ditoleransi (ditahan) oleh penderita / tidak
menakutkan
4. Tidak / kurang mencederai struktur jaringan sekitar
5. Lebih memudahkan untuk mengumpulkan spesimen /
pus guna pemeriksaan mikroskopis dan tes kultur /
sensitifitas.
6. Memberikan penyembuhan segera, mengurangi
kesakitan.
7. Mencegah prosedur bedah dan anestesi umum.
8. Merupakan prosedur yang dapat dipercaya untuk
abses peritonsil

Kerugian terapi dengan drainase dengan aspirasi


jarum adalah
1. Bila pus terkumpul kembali dapat menyebabkan
infeksi yang berulang.
2. Tidak dapat melakukan pembersihan kantung
pus secara maksimal.
3. Pus yang tersisa tidak maksimal keluar sehingga
dapat menyebabkan proses penyembuhan lama
Lokasi aspirasi : pada titik atau daerah paling
fluktuatif atau pada tempat pembengkakan
maksimum. Bila tidak ditemukan pus, aspirasi
kedua dapat dilakukan 1 cm dibawahnya atau bagian
tengah tonsil

Tonsilektomi
Waktu pelaksanaan tonsilektomi:
1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera / bersamaan
dengan drainase abses.
2. Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah insisi dan
drainase.
3. Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah
drainase

Pasien harus dilakukan operasi 2-3 hari setelah infeksi


terkontrol jika ukuran luka pada abses yang pecah
spontan kurang dari 2,5 cm. Namun, bila ukuran luka
pada abses yang pecah spontan lebih dari 2,5 cm maka
tindakan operasi harus dilakukan segera

Komplikasi
Sumbatan jalan napas
Pneumonitis aspirasi atau abses paru akibat
ruptur abses
Kematian akibat perdarahan atau nekrosis
septik ke selubung karotis
Perluasan infeksi hingga ke jaringan leher dalam
atau medistinum posterior
Infeksi SGA glomerulonephritis, demam
rematik

Abses Submandibula
Terbentuknya abses pada ruang potensial di regio
submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok,
demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut.
Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di
antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan
Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob
Bacteroides atau kuman campur.

Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur
atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan
kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya.
Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai
kuman, baik aerob maupun anaerob.
Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp,
Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp.
Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman
anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium
Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium.

Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya
tahan tubuh dan lokasi anatomi.
Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang
mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke
parafaring juga dapat langsung dari ruang
submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke
daerah potensial lainnya.
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa
jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher
dalam dan trauma tembus.

Gejala Klinis
pembengkakan di bawah dagu atau di bawah
lidah baik unilateral atau bilateral
rasa demam
nyeri tenggorok
Trismus
Riwayat infeksi atau cabut gigi
Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak.

Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Foto polos
CT Scan dengan kontras
MRI
USG
Foto panoramik gigi
Pemeriksaan darah rutin
Analisa gas darah
Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman

Tatalaksana
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah
terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik.
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses
yang dangkal dan terlokalisasi.
Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea
peroral. Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi
dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel,
intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal.
Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang
paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas
abses.

Komplikasi
Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis
dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau
menyebabkan trombosis vena jugularis interna.
Infeksi yang meluas ke tulang dapat
menimbulkan osteomielitis mandibula dan
vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi
saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan
sepsis.

Abses Parafaring
Etiologi
Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat
melakukan tonsilektomi dengan analgesia.
Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik
yang telah terkontaminasi kuman menembus
lapisan otot tipis (m. konstriktor faring superior)
yang memisahkan ruang parafaring dari fosa
tonsilaris.
Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,
gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,
mastoid dan vertebra servikal.

Gejala Klinis
Trismus
Indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula
Demam tinggi
Pembengkakan dinding lateral faring, sehingga
menonjol ke arah medial
Malaise
Disfagia
Penurunan intake peroral mengakibatkan
dehidrasi sekunder.

Diagnosis
Riwayat penyakit
Gejala dan tanda klinik
Pemeriksaan penunjang (foto Rontgen jaringan
lunak AP atau CT scan)

Tatalaksana
Antibiotika dosis tinggi secara parenteral
terhadap kuman aerob dan anaerob
Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak
ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48
jam insisi

Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara
hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya.
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan
peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum.

Abses Retrofaring
Ditemukan pada anak usia < 5 tahun
Ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa (2-5 pada
kanan dan kiri) menampung dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga
tengah.
6 tahun atrofi

etiologi
ISPA limfadenitis retrofaring
Trauma dinding belakang faring ex: tulang ikan,
adenoidektomi, intubasi dll
TB vertebra servikalis bagian atas (abses dingin)

Rasa
nyeri
,
sukar
mene
lan

Sumbatan jalan nafas tu.


Hipofaring sesak nafas

Dem
am,
leher
kaku,
nyeri

Rada
ng
berla
njut
kena
farin
g
strid

Gejala dan tanda


Tidak mau makan dan minum,
menangis

Sumbatan abses ganggu


resonansi suara perubahan
suara
Dinding belakang faring
benjolan (unilateral)
Mukosa hiperemis.

Diagnosis
Riwayat ISPA

Gejala dan tanda


klinik

Pelebaran ruang
retrofaring >7mm
Ruang retrotrakeal A:
>14mm D: >22mm

Rontgen jar. Lunak


leher lateral

Lordosis vertebra
servikal

Medikamentosa
Antibiotika dosis tinggi ; anaerob dan
aerob parenteral

Bedah
Pungsi dan insisi abses melalui
laringoskopi langsung dalam posisi
trendelnburg. (anestesia lokal &
umum)
Rawat inap sampai gejala dan tanda
infeksi reda

Komplikasi
Penjalaran ke
ruang
parafaring

mediastinitis

Obstruksi jalan
nafas - asfiksia

Pecah spontan
pneumonia
aspirasi dan
abses paru

Angina Ludovici
Infeksi ruang submandibula
Selulitis
Tanda khas : bengkak seluruh ruang
submandibula, tidak bentuk abses, keras
pada perabaan

etiologi
Kuman aerob dan anaerob dari gigi atau
dasar mulut

Gejala dan tanda


Nyeri tenggorok dan
leher

Bengkak daerah
submandibula
(hiperemis dan keras
pada perabaan)

Dasar mulut
membengkak dorong
lidah ke belakang atas
sumbatan sesak
nafas

Diagnosis

Geja
la
dan
tand
a
klini
k

Riw
ayat
sakit
gigi

Karena dikorek
atau dicabut

Pseu
do
Angi
na
Lud
ovici

Karena terjadi
fluktuasi

Komplikasi

Anda mungkin juga menyukai