Anda di halaman 1dari 21

RESPONSI

TINEA CAPITIS

Pembimbing :
dr. Ida Widyastuti, Sp.KK
Penyusun :
M. Faris Afif

(2015.04.2.0105)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Responsi Kasus

Tinea Capitis

Referat Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Oleh :
M. Faris Afif

(2015.04.2.0105)

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik


Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RS Haji Surabaya
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya

Surabaya, Januari 2016


Mengetahui,
Dokter pembimbing

dr. Ida Widyastuti, Sp.KK

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................3
DAFTAR GAMBAR....................................................................................4
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA....................................................................5
1.1 Pendahuluan.......................................................................................5
1.2. Definisi................................................................................................6
1.3. Sinonim...............................................................................................6
1.4. Epidemiologi.......................................................................................6
1.5. Etiologi................................................................................................8
1.6. Patogenesis........................................................................................8
1.7. Gejala Klinis.......................................................................................9
1.8. Diagnosa..........................................................................................12
1.9. Diagnosa Banding............................................................................13
1.10. Terapi..............................................................................................14
1.11. Prognosis........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................17
BAB 2 TINJAUAN KASUS......................................................................18
2.1 Identitas Pasien.................................................................................18
2.2 Anamnesa.........................................................................................18
2.3 Pemeriksaan Fisik.............................................................................19
2.4 Resume.............................................................................................19
2.5 Diagnosa...........................................................................................20
2.6 Dagnosa Banding..............................................................................20
2.7 Planning.............................................................................................20
2.8 Prognosa...........................................................................................20
BAB 3 FOTO KASUS..............................................................................21

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1

Gambar 1.2

Gambar 1.3

10

Gambar 1.4

11

Gambar 1.5

12

Gambar 1.6

14

Gambar 1.7

16

Gambar 3.1

21

Gambar 3.2

21

Gambar 3.3

22

Gambar 3.4

22

BAB 1
Tinjauan Pustaka
1.1 PENDAHULUAN
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita (Budimulja, 2015). Tinea kapitis juga
dikenal sebagai scalp ringworm (Berger, 2010).
Insiden puncak dilaporkan terjadi pada anak laki-laki Afrika dan
Amerika saat usia sekolah. Tinea capitis adalah penyakit yang dominan
pada anak-anak pra-remaja. sekitar 92,5% dari dermatofitosis pada anakanak yang lebih muda dari 10 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada orang
dewasa, meskipun jarang, hal tersebut dapat ditemukan pada pasien usia
lanjut. Di Asia Tenggara, tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun
secara drastis dari 14% (rata-rata laki-laki dan anak-anak perempuan)
menjadi 1,2% di 50 tahun terakhir karena kondisi sanitasi dan kebersihan
yang meningkat (Kao, 2015). ). Transmisi meningkat dengan tingkat
kebersihan yang rendah, daerah yang padat, dan status sosial ekonomi
yang rendah. Organisme yang menyebabkan tinea capitis telah dikultur
dari sisir, bantal, topi, mainan, dan sofa (Verna, 2008).
Gejala klinis dari tine kapitis ini mempunyai tiga bentuk yaitu grey
patch yang merupakan bentuk non inflamasi dengan gejala penderita yaitu
gatal serta terdapat rambut yang mudah patah tanpa adanya nyeri.
Selanjutnya yaitu kerion yang merupakan bentuk tinea kapitis dengan
adanya keradangan yang ditandai pembengkakan serta sebaran sel-sel
radang. Dan yang terakhir yaitu black dot tinea kapitis yang merupakan
bentuk dengan inflamasi yang ringan, Rambut yang terkena infeksi patah,
tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal aalah ujung rambut yang
penuh spora. Ujung rambut yang hitam ini memberi gambaran khas, yaitu
Black Dot (Budimulja, 2015).

1.2 DEFINISI

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita (Budimulja, 2015). Tinea kapitis juga
dikenal sebagai scalp ringworm (Berger, 2010). Sebagian besar
menginfeksi pada anak-anak meskipun juga dapat menginfeksi orang
dewasa, terutama pada infeksi T. tonsurans. Tinea kapitis mungkin juga
dapat pada orang dewasa dengan AIDS (Asbhe, 2010)
1.3 SINONIM
- Ringworm of the scalp
- Tinea Tonsurans (Asbhe, 2010).
1.4 EPIDEMIOLOGI
Frekuensi
a. Amerika Serikat
Insiden puncak dilaporkan terjadi pada anak laki-laki Afrika dan
Amerika saat usia sekolah. Tinea capitis adalah penyakit yang
dominan

pada

anak-anak

pra-remaja.

sekitar

92,5%

dari

dermatofitosis pada anak-anak yang lebih muda dari 10 tahun.


Penyakit ini jarang terjadi pada orang dewasa, meskipun jarang, hal
tersebut dapat ditemukan pada pasien usia lanjut. Terjadinya tinea
capitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan di Amerika Serikat.
b. Internasional
Tinea capitis tersebar luas di beberapa daerah perkotaan,
terutama pada anak-anak dari ekstraksi Afro-Karibia, di Amerika
Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Asia Tenggara,
tingkat infeksi telah dilaporkan telah menurun secara drastis dari 14%
(rata-rata laki-laki dan anak-anak perempuan) menjadi 1,2% di 50
tahun

terakhir

karena

kondisi

sanitasi

dan

kebersihan

yang

meningkat.
Di Inggris dan Amerika Utara, T tonsurans menyumbang lebih dari
90% kasus infeksi.

Dalam masyarakat nonurban, infeksi sporadis

diperoleh dari anak anjing dan anak kucing disebabkan oleh M canis,
yang menyumbang kurang dari 10% kasus di Inggris. Infeksi kadangkadang dari hewan lain (misalnya T verrucosum dari sapi) yang terjadi

di daerah pedesaan (Kao, 2015). Transmisi meningkat dengan tingkat


kebersihan yang rendah, daerah yang padat, dan status sosial
ekonomi yang rendah. Organisme yang menyebabkan tinea capitis
telah dikultur dari sisir, bantal, topi, mainan, dan sofa (Verna, 2008).
Seks
Insiden tinea kapitis dapat bervariasi menurut jenis kelamin,
tergantung pada organisme jamur penyebab. Microsporum audouinii
yang terkait dengan tinea capitis telah dilaporkan hingga 5 kali lebih
sering terjadi pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Pada
infeksi yang disebabkan oleh M. canis, mempunyai rasio yang
bervariasi, namun tingkat infeksi biasanya lebih tinggi pada anak lakilaki. Anak perempuan dan anak laki-laki dapat terinfeksi Trichophyton
dari kulit kepala dengan rasio yang sama, tetapi pada orang dewasa,
wanita yang terinfeksi lebih sering daripada laki-laki (Kao, 2015).
Usia
Tinea capitis terjadi terutama pada anak-anak antara usia 3-14
tahun dan kadang-kadang pada kelompok usia lainnya (Medscape,
fitz).

1.5 ETIOLOGI

Gambar 1.1 Sumber : (Verna, 2008)


1.6 PATOGENESIS
Ectothrix dermatophytes

secara

khas

menginfeksi

pada

perifolikuler stratum korneum, kemudian menyebar ke sekitar hingga


batang rambut sebelum turun menuju folikel untuk menembus korteks
rambut. Kemudian arthroconidia mencapai korteks rambut dan
diangkut ke atas menuju permukaan. Secara mikroskopis, hanya
ectothrix arthroconidia yang tampak pada rambut yang patah.
Patogenesis infeksi endothrix sama kecuali arthroconidia yang
berada di dalam batang rambut, menggantikan keratin intrapilar dan
meninggalkan korteks yang intak. Sebagai hasilnya, rambut sangat
rapuh dan rusak pada permukaan scalp di mana penyokong dari
dinding folikel hilang, meninggalkan bintik hitam kecil. Oleh karena itu
disebut tinea capitis black dot (Verna, 2008)

Gambar 1.2 sumber : http://www.ijtrichology.com


1.7 GEJALA KLINIS
Di klinik, tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk, yaitu :
1. Gray patch ringworm, noninflammatory type
Bentuk non inflamasi tinea kapitis sering tampak pada organisme
anthropophilic ectothrix seperti M. audouinii atau M. canis (Verna,
2008). Penyakit mulai papul merah kecil di sekitar rambut. Papul ini
melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik.
Keluhan penderita adalah rasa gatal. Rambut mudah patah dan
terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut tanpa adanya rasa
nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur,
sehingga membentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini yang
disebut dengan grey patch. Pada lampu wood didapatkan
fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit (Budimulja,
2015). Lesi biasanya terjadi pada occipital (Verna, 2008).

Gambar 1.3 Sumber : (Verna, 2008)


2. Kerion, inflammatory type
Tinea kapitis tipe inflamasi biasanya tampak pada patogen zoophili
dan geophilic, seperti M. canis dan M. gypseum. Inflamasi tinea
kapitis sebagai akibat dari reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi
(Verna,

2008).

Peradangan

pada

tinea

kapitis

berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan


sel radang disekitarnya(Budimulja, 2015).

Gambar 1.4 Sumber : (Verna, 2008)


3. Black dot tinea kapitis
Black dot tinea kapitis disebabkan oleh organisme anthropophilic
endothrix seperti T. tonsurans dan T. violaceum. Merupakan bentuk
tinea kapitis dengan inflamasi yang sedikit. Rambut yang hilang
bisa terjadi dan bisa tidak terjadi (Verna, 2008). Rambut yang
terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal
adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam
ini memberi gambaran khas, yaitu Black Dot (Budimulja, 2015).

Gambar 1.5 Sumber : (Verna, 2008)


1.8 DIAGNOSA
a. Gejala klinis
Adanya alopesia dengan atau tanpa adanya sisik pada anak-anak
merupakan petunjuk diagnose yang penting untuk tinea kapitis
b. Lampu wood
Spesies ektotrik mikrosporum menunjukkan fluoresen hijau terang
pada rambut yang terinfeksi di bawah lampu wood. Hal ini dapat
membedakan dari nonfluoresen infeksi Trichophyton ( kecuali : T.
schoenleinii berwarna hijau kusam) (journal).
c. Pemeriksaan mikologik

Pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan


bahanklinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku.
Kemudian sediaan ditetesi dengan KOH. Pada sediaan kulit dan
kuku yang tampak adalah hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi
oleh sekat, dan bercabang, maupus spora berderet (artrospora)
pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati. Pada sediaan
rambut yang tampak adalah spora kecil (mikrospora) atau besar
(makrospora). Spora tersusun di luar rambut atau di dalam rambut.
Kadang-kadang juga terlihat hifa (Budimulja, 2015).
1.9 DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding

tinea

meliputi

kondisi

apapun

yang

menyebabkan rambut rontok, bersisik atau peradangan kulit kepala.


Psoriasis kulit kepala, dermatitis seboroik dan dermatitis atopik
mungkin sulit untuk membedakan dari tinea capitis non inflamasi,
meskipun kondisi ini biasanya lebih menyebar, dan mungkin ada
tanda-tanda yang khas di tempat lain. Alopecia areata umumnya tidak
bersisik tapi kadang-kadang dapat menunjukkan eritema. Lupus
eritematosus, lichen planopilaris dan trikotilomania juga harus
dipertimbangkan, meskipun mereka relatif jarang. varian tinea capitis
Inflamasi dapat salah didiagnosis sebagai folikulitis bakteri, decalvans
folikulitis atau abses. Limfadenopati Regional mungkin diasosiasikan
dengan varian inflamasi tinea (Barton, 2014).

Gambar 1.6 Sumber : (Verna, 2008)


1.10

TERAPI
Terapi yang utama yaitu memberantas organisme penyebab,

mengurangi keluhan, mencegah timbulnya jaringan parut dan mengurangi


penularan(Barton, 2014).
Antif jamur oral dan topical telah tersedia untuk memberantas
organisme penyebab. Terapi standar tinea kapitis di amerika serikat yaitu
griseofulvin. Triazole oral (itraconazole, fluconazole) dan allylamine
(terbinafine) juga aman, efektif (Verna, 2008).
1. Greseofulvin
Pengobatan grisofulvin berbeda-beda.

Secara

umum,

griseofulvin dalam bentuk fine particle dapat diberikan dengan


dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk anakanak sehari atau 10-25 mg/kg berat badan. Diberikan 1-2 kali
dalam sehari, lama pengobatan bergantung pada lokasi
penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita.
Setelah sembuh dalam pengobatan dilanjutkan hingga 2
minggu.
2. Ketoconazole

Obat oral yang dapat diberikan dan efektif yaitu ketoconazole


yang bersifat fungistatik. Pada kasus yang resisten terhadap
griseofulvin dapat diberikan 200 mg/hari selama 10 hari-2
minggu pada pagi hari setelah makan. Bersifat hepatotoksik.
3. Terbinafine
Bersifat fungisidal juga diberikan sebagai pengganti griseofulvin
selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg-250mg sehari tergantung
berat badan. Efek samping terbinafin ditemukan kira-kira 10%
penderita, yang paling sering yaitu gangguan gastrointestinal di
antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi.
Efek samping lain yaitu dapat berupa gangguan pengecapan
(Budimulja, 2015).

Gambar 1.7 Sumber : (Verna, 2008)


1.11 PROGNOSIS
Kekambuhan biasanya tidak terjadi ketika pemberian griseofulvin,
fluconazole atau terbinafin yang adekuat. Tanpa pengobatan dapat
hilang spontan pada usia sekitar 15 tahun kecuali T. tonsurans, yang
menetap pada orang dewasa (Berger, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

1. Budimulja U, Widaty S. Dermatofitosis. Dalam : Menaldi SL,


Bramono K, Indriatmi W, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
edisi 7. Jakarta : Badan penerbit FKUI. 2015. Hal. 109-116.
2. Berger TG, James WD.Disease Resulting from Fungi and Yeast..
Andrew Disease of the skin Clicical Dermatology 10 th ed. Canada :
Elsevier. 2010. P 298-301.
3. Kao GF, et al. Epidemiology. Tinea Capitis. Medscape. 2015. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1091351-overview#a6
4. Verna S, Heffernan MP. Fungal Disease. In:Wolf K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Levell DJ, editor. Fitspatricks
Dermatology in General Medicine 7th ed. New York : McGraw-Hill
Co. 2008. P 1807-19.
5. Asbhe HR, Hay RJ. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C, editor. Rooks textbook of dermatology, 8 th ed. Oxford :
Wiley ; 2010
6. Barton RC, et al. guideline for the tinea capitis 2014. UK : British
journal of Dermatology.2014

BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Suku
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
2.2 ANAMNESA

: An. B
: 5 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Jawa
: Siswa
: Jl. Kali bokor, surabaya
: 13 Januari 2016

a. Keluhan Utama
Gatal di Kepala
b. Keluhan Tambahan
Terdapat rambut yang rontok di beberapa bagian
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum
Haji Surabaya tanggal 13 Januari 2016 dengan keluhan gatal
dibagian kepala. Gatal dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Dan
dirasakan terus-menerus. Kemudian juga tampak rambut yang
rontok dan semakin lama semakin meluas serta muncul di
beberapa bagian kepala yang lain. Setelah rambut rontok, tampak
kulit kepala yang merah karena digaruk, kemudian semakin
menebal dan bersisik. Pasien mengaku bahwa jika di rumah sering
bermain dengan kucing tetangga dan pasien menyangkal teman
sekitarnya mempunyai penyakit yang serupa.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien Belum pernah sakit seperti ini
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Tidak ada yang sakit seperti ini
f. Riwayat sosial
- Pasien sebagai murid di TK
- Sehari-hari pasien bermain dengan tetangga
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Berat Badan

: 17 kg

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Kepala

: Lihat status dermatologis

Leher

: dbn

Thorax

: dbn

Abdomen

: dbn

Ekstremitas Atas

: dbn

Ekstremitas Bawah : dbn


Genitalia

: dbn

Status Dermatologis
Regio

: Capitis

Efloresensi

: terdapat alopecia pada 3 bagian dengan


ukuran 1-2 cm dengan dasar eritema serta
terdapat skuama

2.4 RESUME
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin Rumah Sakit Umum
Haji Surabaya tanggal 13 Januari 2016 dengan keluhan gatal
dibagian kepala. Gatal dirasakan sejak 2 minggu yang lalu. Dan
dirasakan terus-menerus. Kemudian juga tampak rambut yang
rontok dan semakin lama semakin meluas serta muncul di
beberapa bagian kepala yang lain. Setelah rambut rontok, tampak
kulit kepala yang merah karena digaruk, kemudian semakin
menebal dan bersisik. Pasien mengaku bahwa jika di rumah sering
bermain dengan kucing tetangga dan pasien menyangkal teman
sekitarnya mempunyai penyakit yang serupa.
Status dermatologi : di bagian capitis terdapat alopecia pada 3
bagian dengan ukuran 1-2 cm dengan dasar eritema serta
terdapat skuama
2.5 DIAGNOSA
Tinea Capitis
2.6 DIAGNOSA BANDING
2.7 PLANNING
1. Planning Diagnosis
- Wood Lamp
- Pemeriksaan mikologi : sediaan basah dan kultur
- Pemeriksaan Histopatologi
2. Planning Terapi
Non Medikamentosa

Menjaga kebersihan kepala


Menjaga kebersihan pakaian terutama yang kontak dengan kepala

serta lingkungan sekitar


Mencuci tangan sebelum atau sesudah kontak dengan hewan
Medikamentosa

Topikal :
Ketokonazol
Oral :

Griseofulvin 2 x 170 mg pulv

2.8 PROGNOSIS
Baik

BAB 3
FOTO KASUS

Gambar 3.1 Tinea Capitis

Gambar 3.2 Tinea Capitis

Gambar 3.3 Mikroskopis Tinea Capitis

Gambar 3.4 Mikroskopis Tinea Capitis

Anda mungkin juga menyukai