Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

IKFR
(ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI)
STROKE

Pembimbing:
dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR

Penyusun:
Yulia Karolina Kurniawati
2015.04.2.0152

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2015

Lembar Pengesahan
Referat
STROKE

Telah disahkan referat ilmu kedokteran rehabilitasi medis berjudul


STROKE yang digunakan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
tugas kepaniteraan di departemen ilmu penyakit saraf RSAL dr. Ramelan
Surabaya.

Penulis :
Yulia Karolina Kurniawati
2015.04.2.00152

Disahkan oleh :
Pembimbing

dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR

DAFTAR ISI
COVERi
LEMBAR PENGESAHAN . ii
KATA PENGANTAR....iii
DAFTAR ISI iv
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang . 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................
2
2.1 Definisi
..........................................................................................................
2
2.2 Epidemiologi
..........................................................................................................
3
2.3 Etiologi
..........................................................................................................
4
2.4 Patofisiologi
..........................................................................................................
4
2.5 Klasifikasi
..........................................................................................................
10
2.6 Tanda
dan
Gejala
Klinis
..........................................................................................................
11
2.7 Diagnosis
..........................................................................................................
12
2.8

Diagnosis
banding
..........................................................................................................
16

2.9

Prognosis
..........................................................................................................
18

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
19

BAB 1
PENDAHULUAN
Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan
stroke sangat besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua
terbanyak di negara maju dan ketiga terbanyak di negara berkembang.
Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal
karena stroke di dunia.1 Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart
Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke.
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan
kecacatan

dibandingkan

kematian.

Stroke

merupakan

penyebab

kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada individual di atas 60


tahun.1 Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain
bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Kondisi ini belum
memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang merawatnya.
Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat penting. Upaya
pencegahan antara lain berupa kontrol terhadap faktor risiko stroke dan

perilaku hidup yang sehat (primary prevention). Bagi pasien yang telah
mendapat

serangan

stroke,

intervensi

rehabilitasi

medis sangat

penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus


diri sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi
beban bagi keluarganya. Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah
stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke
berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring dan stroke
berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain
yang bahkan dapat membawa kepada kematian.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala
hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang
berkembang cepat (dalam detik atau menit). Gejala-gejala ini
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian (L.
Ginsberg, 2005).
Stroke umumnya disebabkan oleh penyakit serebrovaskular
(abnormalitas otak akibat proses patologis pembuluh darah), yang
terdiri dari dua tipe :
- Iskemik, dengan atau tanpa infark (akibat oklusi lumen oleh emboli
-

atau trombus),
Hemoragik.

(Robert H. Brown, 2005)


2.2 Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di


negara maju, setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan
adalah 2 per 1000 populasi. Mayoritas stroke adalah infark serebral
(L. Ginsberg, 2005).
Di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena
stroke. Stroke merupakan penyebab utama kematian pada semua
umur, dengan proporsi 15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di
Indonesia, 1 diantaranya karena stroke (Kemenkes RI, 2011).
Data dunia yang banyak dipublikasi adalah data dari studi
Framingham, yang merupakan pengamatan setiap 2 tahun, selama
36 tahun (mulai tahun 1950) pada 5070 laki-laki dan perempuan
yang tidak berpenyakit kardiovaskular, berusia 30-62 tahun. Selama
pengamatan tersebut didapatkan kasus stroke dan transient
ischemic attack (TIA) sebanyak 693 orang (Jusuf Misbach, 2011).
2.3 Faktor Resiko Stroke
2.3.1 Faktor Resiko yang Dapat Dikontrol
a. Hipertensi
Hipertensi adalah faktor resiko utama stroke. Hasil dari 28
Rumah Sakit, hipertensi sebesar 73,9%. Menurut perhitungan
statistik

dengan

variabel

usia,

ternyata

hipertensi

dan

normotensi mempunyai resiko stroke sebesar 3:1 untuk laki-laki


dan 2,9:1 untuk perempuan. Hasil analisa lanjutan studi
Framingham,

hipertensi,

baik

hipertensi

sistolik

maupun

diastolik, mempunyai resiko yang sama terhadap kejadian


stroke (Jusuf Misbach, 2011)
Makin tinggi tekanan darah, resiko terkena stroke makin
besar karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah

sehingga

memudahkan terjadinya

penyumbatan

perdarahan otak (H. S. Prodjodisastro, 2003)


Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 (Valentine
Fuster, 2007)
Klasifikasi
Normal

Tekanan darah

Tekanan darah

sistolik (mmHg)
<120

diastolik (mmHg)
<80

Prehipertensi
Hipertensi tahap 1
Hipertensi tahap 2

b. Merokok
Merokok

120-139
140-159
160

merupakan

80-89
90-99
100

faktor

resiko

terjadinya

infark

miokard dan kematian mendadak, serta stroke. Nikotin dan CO 2


yang ada pada rokok menyebabkan kelainan pada dinding
pembuluh darah, di samping itu juga mempengaruhi komposisi
darah sehingga mempermudah terjadinya proses gumpalan
darah (stroke iskemik). (H. S. Prodjodisastro, 2003)
Para peneliti juga mengemukakan hipotesis bahwa
merokok akan meningkatkan tekanan darah secara temporer.
Hipotesis

ini

yang

diduga

bertangggung

jawab

pada

perdarahan subarakhnoid akibat pecahnya aneurisma serebral.


Untuk

perdarahan

intraserebral,

merokok

juga

secara

bermakna memberikan resiko relatif yang cukup besar yaitu


sebesar 2,5 kali dibanding pada yang bukan perokok. Meta
analisis dari 32 studi terpisah, menyimpulkan bahwa merokok
bermakna sebagai kontributor untuk insiden stroke pada lakilaki maupun perempuan di semua tingkatan usia. Dari hasil di
28 Rumah Sakit di Indonesia, merokok didapatkan cukup tinggi
yaitu sebesar 20,45%. (Jusuf Misbach, 2011)
c. Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang tinggi (total dan LDL) akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh
darah baik di jantung maupun di otak (H. S. Prodjodisastro,
2003).
Para

ahli

juga

mengemukakan

pendapat

bahwa

rendahnya serum kolesterol total melemahkan endotelium arteri


intraserebral dan dapat menimbulkan perdarahan bila ada
hipertensi. Mereka juga menganalisa peranan dari peminum
alkohol, defisiensi protein dalam diet, dan tingginya konsumsi
asam lemak jenuh baik berupa asam linoleat dari tumbuhan
maupun asam eikosapentanoik dari lemak hewan yang dapat

mereduksi agregasi platelet. Data ini menunjukan bukti


hubungan langsung antara hiperkolesterolemia dan stroke
iskemik terutama penderita hipertensi pada sampel subyek kulit
putih di Amerika serikat. Dari hasil penelitian di 28 Rumah
Sakit, faktor resiko hiperkolesterolemia didapatkan pada 16,4%
dari seluruh subyek penelitian. (Jusuf Misbach, 2011)
d. Obesitas
Obesitas

berhubungan

erat

dengan

hipertensi,

dislipidemia, dan diabetes melitus (predisposisi penyakit


jantung koroner dan stroke). Prevalensinya meningkat seiring
bertambahnya usia ( H. S. Prodjodisastro, 2003)
Pada laki-laki, obesitas tampaknya merupakan suatu
faktor resiko independen untuk stroke iskemik, sedangkan pada
perempuan datanya kurang konsisten. Karena hal tersebut,
hubungan langsung antara obesitas dan stroke iskemik belum
terbukti secara pasti pada semua kelompok (H. E. Hinson,
2009)
e. Diabetes Melitus (DM)
Diabetes
telah

diketahui

dapat

meningkatkan

kemungkinan terjadinya aterosklerosis pada arteri koroner,


arteri femoral dan arteri serebral. Di Amerika Serikat, pada
periode tahun 1976 1980, didapatkan riwayat DM 2,5 4 kali
lebih besar pada penderita stroke dibandingkan pada orang
dengan toleransi glukosa normal.
Para pakar sepakat, apabila gula darah di atas 150mg/100
ml, akan terjadi infark otak

aterotrombotik pada perempuan

yang lebih sering dibandingkan laki-laki dan merupakan faktor


resiko independen peningkatan kejadian stroke perempuan
usia lanjut. Dari hasil penelitian di 28 Rumah Sakit, diabetes
melitus didapatkan sebesar 17,3%. (Jusuf Misbach, 2011)
f. Fibrilasi Atrium (FA) dan Penyakit Katup Jantung
Fibrilasi atrium (FA) merupakan penyakit jantung yang
paling sering menyebabkan stroke, karena memudahkan

terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas


hingga

menyumbat

pembuluh

darah

di

otak

(H.

S.

Prodjodisastro, 2003)
Menurut studi Framingham, resiko stroke meningkat 5,6
kali lebih besar pada orang dengan fibrilasi atrium. Kejadian FA
meningkat dari 0,2 per 1000 di usia 30-39 tahun menjadi 39,0
per 1000 di usia 80-89 tahun. Berdasarkan hasil analisa 28
Rumah Sakit di Indonesia, FA didapatkan pada 5,8% penderita
stroke dan 3,4% penderita penyakit katup jantung (Jusuf
Misbach, 2011)
g. Penyebab lain (hiperkoagulasi, hiperurisemia, kelainan arteri
karotis, konsumsi alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat dan
infeksi)
2.3.2 Faktor Resiko yang Tidak Dapat Dikontrol
h. Usia
Usia merupakan faktor resiko yang paling penting bagi
semua

jenis

stroke.

Insiden

stroke

meningkat

secara

eksponensial dengan bertambahnya usia. Misalnya pada


penduduk Oxfordshire selama tahun 1981 1986, tingkat
insiden (kasus baru per tahun) stroke pada kelompok usia 45
54 tahun adalah 57 kasus per 100.000 penduduk dibanding
1987 kasus per 100.000 penduduk pada kelompok usia 85
tahun ke atas. Tingkat insiden jenis stroke seperti infark serebri
dan

perdarahan

bertambahnya

intraserebral

usia,

namun

meningkat
tingkat

hebat

insiden

dengan

perdarahan

subarakhnoid tidak banyak berubah di atas 45 tahun. (SM.


Lumbantobing, 2004)
Di samping itu, ternyata ada kecenderungan kenaikan
jumlah penderita stroke usia muda. Young stroke pada
penelitian medis umumnya merujuk pada pasien di bawah usia
50 tahun. Pada sebagian besar pasien dengan rentang usia 40
50 tahun, stroke disebabkan oleh atherosklerosis prematur,

suatu kondisi yang juga menyebabkan serangan jantung dan


kekakuan arteri. Pasien tersebut umumnya memiliki faktor
resiko seperti hipertensi, diabetes, merokok dan peningkatan
kadar kolesterol. (Robert J. Wityk, 2013).

Selain itu, hal

tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai hal seperti pola hidup


(gila kerja, kurang istrirahat, kurang olahraga), pola makan
(banyak mengonsumsi fastfood, kurang sayuran dan buahbuahan), adanya stress, kelainan bawaan, serta maraknya
penggunaan narkoba. (H. S. Prodjodisastro, 2003)
i. Jenis Kelamin
Insiden stroke 1,5 kali lebih besar pada laki-laki dibanding
perempuan, meskipun > 60% dari semua kefatalan stroke
terjadi pada perempuan. Fakta menunjukan bahwa kematian
pada perempuan lebih cenderung akibat stroke dibanding
kanker

payudara

pada

setiap

dekade.

(Brian-Fred

M.

Fitzsimmons, 2007)
j. Ras / Suku Bangsa
Resiko stroke 2 kali lebih besar pada orang kulit hitam
dibanding orang kulit putih (Brian-Fred M. Fitzsimmons, 2007).
Data sementara di Indonesia, suku Padang lebih banyak
menderita stroke dibanding suku Jawa (H. S Prodjodisastro,
2003).
k. Kelainan Bawaan / Herediter
Misalnya malvormasi arteri-vena (AVM).
l. Riwayat Stroke / TIA Sebelumnya
Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terserang stroke
kembali sebanyak 35 42% (H. S Prodjodisastro, 2003). Hasil
dari 28 Rumah Sakit, penderita stroke berulang cukup tinggi
yaitu sebesar 19,9% (Jusuf Misbach, 2011).
Gambar 2.1. Faktor resiko stroke menurut Yayasan Stroke
Indonesia ( Yayasan Stroke Indonesia, 2012)

10

1) Anatomi Pembuluh Darah Otak, Fisiologi Aliran Darah Otak, dan


Patofisiologi Stroke
4.1 Anatomi Pembuluh Darah Otak
Meskipun hanya 2,5% dari berat tubuh, otak menerima
sekitar 1/6 dari cardiac output

dan 1/5 dari oksigen yang

dikonsumsi tubuh saat istirahat. Suplai darah ke otak berasal dari


A. carotis interna dan A. vertebralis.
a. Arteri carotis interna
Tabel 2.2 Arteri carotis interna dan percabangannya (Keith L.
Moore, 2010)
Arteri

Asal
A. carotis
communis pada

A.carotis interna

tepi atas
cartilago
thyroidea

A. cerebri anterior

A. carotis interna

11

Distribusi
Melepaskan cabangcabang dalam sinus
cavernosus dan
merupakan pemasok
darah utama untuk
otak
Hemisfer-hemisfer

serebrum, kecuali

A. communicans anterior

A. cerebri
anterior
Lanjutan A.
carotis interna

A. cerebri media

di sebelah distal
dari A. cerebri
anterior

lobus occipitalis
Circulus arteriosus
cerebri (Willis)
Bagian terbesar
permukaan lateral
hemisfer-hemisfer
serebrum

b. Arteri vertebralis
Tabel 2.3 Arteri vertebralis dan percabangannya (Keith L.
Moore, 2010)
Arteri
A. vertebralis

A. basilaris

A. cerebri posterior

A. communicans
posterior

Asal
A. subclavia

Distribusi
Meninges dan

Dibentuk melalui

cerebellum
Truncus encephali,

persatuan kedua A.

cerebellum, dan

vertebralis

cerebrum
Aspek inferior

Cabang terminal A.

hemisfer-hemisfer

basilaris

serebrum dan lobus

A. cerebri posterior

occipitalis
Circulus arteriosus
cerebri (Willis)

Pada permukaan anterior serebrum, terdapat circulus


arteriosus cerebri (Willis) yang berbentuk pentagon. Circulus ini
merupakan anastomosis yang penting pada basis serebrum
antara empat arteri (2 arteri vertebralis dan 2 arteri carotis interna)
yang mensuplai darah ke otak. Circulus arteriosus ini dibentuk dari
arah anterior ke posterior oleh:
-

A. communicans anterior.
A. cerebri anterior.
A. carotis interna.
A. communicans posterior.
A. cerebri posterior.
Drainase vena melalui vena cerebri dan cerebelli yang

menuju ke sinus venosus dura terdekat. (Keith L. Moore, 2010)


Gambar 2.2 Circulus arteriosus cerebri (Willis).
12

(http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/2/2e/Circle_of_Wi
llis_en.svg)

4.2 Fisiologi Aliran Darah Otak


Jumlah aliran darah ke otak (CBF) biasanya dinyatakan
dalam cc/menit/100 gram otak. Pada orang dewasa rata-rata
sekitar 50 65 cc/menit/100 gram otak. (Arthur C. Guyton, 2008).
CBF=

CPP MABPICP
=
CVR
CVR

CBF dipengaruhi oleh beberapa faktor:


CPP = cerebral perfusion pressure (tekanan perfusi otak)
MABP = mean arterial blood pressure (tekanan darah sistemik)
ICP = intracranial pressure (tekanan intrakranial)
CVR = cerebrovascular resistance (resistensi serebrovaskular)
Melalui pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar
(Positron Emmision Tomography / PET) diketahui bahwa aliran
darah otak bersifat dinamis. Artinya, dalam keadaan istirahat,
nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun

13

psikis, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan


meningkat sesuai dengan aktivitasnya.
Percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat
ambang

batas

aliran

darah

otak

yang

secara

langsung

berhubungan dengan fungsi otak, yaitu:


a. Ambang fungsional: merupakan batas aliran darah otak (sekitar
50 60 cc/100 gram/menit), yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas selsel saraf masih utuh.
b. Ambang aktifitas listrik otak (treshold of brain electrical activity),
adalah batas aliran darah otak (sekitar 15 cc/100 gram/menit)
yang bila tak tercapai, akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal terhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah
berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel (treshold of neuronal death), yaitu batas
aliran

darah otak (< 15 cc/100 gram/menit) yang bila tak

terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak.


(Jusuf Misbach, 2011)
4.3 Patofisiologi Stroke
Ada dua kategori mayor proses patologis pada stroke:
1. Iskemia
Iskemia
(berkurangnya
pasokan
darah)
dapat
menyebabkan 3 tahapan gejala secara klinis:
- TIA (transient ischemic attack) atau serangan otak iskemik
sepintas (SOS)
Timbul berupa hemiparesis yang menghilang sebelum 24
jam atau amnesia umum sepintas. Terjadi pada iskemia
akibat

sumbatan

kecil

yang

dalam

waktu

singkat

dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi


-

lokal.
RIND (reversible ischemic neurologic deficit) atau stroke-inevolution.
Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit gangguan.
Terjadi pada iskemia yang lebih luas akibat sumbatan agak
besar, dimana mekanisme kompensasi masih mampu

14

memulihkan fungsi neurologik dalam beberapa hari sampai 2


-

minggu.
Defisit neurologis yang berlanjut atau completed stroke.
Terjadi pada iskemia yang luas akibat sumbatan yang cukup
besar sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tak
dapat mengatasinya.

Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak


homogen akibat perbedaan tingkat iskemia:
-

Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic-core)


Daerah di sekitar ischemic-core yang CBF-nya juga rendah
tetapi masih lebih tinggi daripada CBF di ischemic-core
(ischemic

penumbra).

Neuron

penumbra

ini

dapat

diselamatkan dengan melakukan tindakan resusitasi pada


-

komponen waktu yang dikenal sebagai jendela terapeutik.


Daerah di sekeliling penumbra yang tampak berwarna

kemerahan dan edema (luxury perfusion)


(Jusuf Misbach, 2011)
Iskemia dapat disebabkan oleh 3 mekanisme berbeda:
a. Trombosis
Trombosis adalah obstruksi aliran darah akibat proses
oklusi lokal dalam 1 atau lebih pembuluh darah (Louis R.
Caplan, 2009).
Trombus terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan
leukosit. Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh
darah

lebih

kemungkinan

distal

disebut

asal

trombus

embolus.
yang

Didapatkan

menyumbat

suatu

pembuluh darah arteri (SM Lumbantobing, 2004):


- Dinding pembuluh darah di tempat oklusi (trombus)
- Pada pembuluh darah proksimal (embolus dari arteri ke
-

arteri)
Jantung (embolus jantung)
Sistem vena (embolus transkardial)
Trombosis dapat menyebabkan stroke akibat oklusi

arteri cerebri yang besar (terutama A. carotis interna, A.


cerebri media, atau A. basilaris), arteri kecil (seperti pada
lacunar stroke), V. cerebri, atau sinus venosus. Gejala

15

biasanya muncul setelah beberapa menit jam. Stroke


trombotik sering diawali oleh TIA (Transient Ischemic Attack),
yang

cenderung

memiliki

gejala

yang

sama

karena

mempengaruhi area yang sama. (Lange, 2009)


b. Embolisme
Pada embolisme, material yang terbentuk dalam sistem
vascular masuk ke dalam arteri dan menyumbat aliran darah.
Penyumbatan tersebut dapat bersifat sementara atau
menetap selama beberapa jam hari sebelum berpindah ke
arah distal. Berbeda dengan trombosis yang disebabkan
oleh proses lokal dalam arteri yang tersumbat, material
emboli umumnya berasal dari jantung; dari arteri-arteri besar
seperti aorta, A. carotis, A. vertebralis; dan dari vena sistemik
(paradoxical embolism). (Louis R. Caplan, 2009)
Emboli dapat terbentuk dari (SM Lumbantobing, 2004):
- Gumpalan darah
- Fibrin-trombosit
- Kholesterol
- Lemak
- Udara
- Tumor, metastase
- Bakteri
- Benda asing
Emboli dalam sirkulasi serebrum anterior sangat sering
menyebabkan oklusi pada A. cerebri media atau cabangnya,
karena sekitar 85% aliran darah hemisferik disuplai oleh
pembuluh darah ini. Emboli dalam sirkulasi serebrum
posterior biasanya mengoklusi bagian apex A. basilaris atau
A. cerebri posterior. Stroke embolik menyebabkan defisit
neurologis yang maximal saat onset. Saat TIA mendahului
stroke

embolik,

gejalanya

terutama

bervariasi,

yang

karena

dipengaruhi. (Lange, 2009)


c. Penurunan perfusi sistemik
16

berasal

perbeadaan

dari

jantung,

area

yang

Pada penurunan perfusi sistemik, berkurangnya aliran


darah ke jaringan otak diakibatkan oleh tekanan perfusi
sistemik yang rendah. Penyebab tersering adalah gagal
pompa jantung (sering akibat infark miokard atau aritmia)
dan

hipotensi

sistemik

(akibat

hilangnya

darah

atau

hipovolemia). (Louis R. Caplan, 2009)


2. Hemoragik
Hemoragik

(bocornya

darah

dari

pembuluh

darah

intrakranial) dapat dibagi menjadi 4 subtipe:


a. Hemoragik subarakhnoid
Merupakan kondisi akut dimana darah keluar dari
vascular bed menuju permukaan otak dan menyebar secara
cepat melalui jalur cairan serebrospinal. (Louis R. Caplan,
2009)
Darah di rongga subarakhnoid merangsang selaput
otak

dan

menimbulkan

meningitis).

Darah

meningitis

yang

sampai

kimiawi
di

(chemical

ventrikel

dapat

menggumpal dan mengakibatkan hidrosefalus akut. Pasien


mengeluhkan nyeri kepala yang hebat. Juga dijumpai nyeri di
kuduk dan punggung, rasa tak nyaman, mual, muntah,
fotofobia.

Pada

pemeriksaan

fisik

dijumpai

gejala

terangsangnya selaput otak (kaku kuduk, lasegue dan kernig


positif)

dan

fotofobia.

Dijumpai

pula

gejala

tekanan

intrakranial yang meninggi. Penyebab yang paling sering


adalah aneurisma, malformasi vascular dan idiopatis. (SM
Lumbantobing, 2004)
b. Hemoragik intraserebral (hemoragik parenkimal)
Merupakan perdarahan yang secara langsung ke
dalam substansi otak. (Louis R. Caplan, 200)
Gejala klinisnya bervariasi. Defisit neurologis timbul
mendadak dan memburuk dengan cepat (dalam beberapa
menit atau jam), sering sampai koma. Nyeri kepala berat,
nausea, muntah, dan adanya darah di rongga subarakhnoid
pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta
17

yang khas. Dengan pemeriksaan CT-scan ditunjukkan bahwa


pasien dengan perdarahan yang kecil gejalanya dapat
serupa dengan pasien infark otak. Gejala atau defisit yang
banyak berkurang selama 24 jam pertama hampir selalu
disebabkan

oleh

iskemia

ketimbang

oleh

hemoragik.

Penyebab yang paling penting pada lansia setelah hipertensi


dan angiopati amiloid ialah hemoragik yang menyertai
embolus, robeknya aneurisma, malformasi vascular, tumor,
gangguan koagulasi dan idiopatis. (SM Lumbantobing, 2004)
c. Hemoragik Subdural dan Epidural
Subtipe ini hampir selalu diakibatkan oleh trauma
kepala. Hemoragik subdural berasal dari robeknya vena
yang terletak antara dura mater dan membran arakhnoid.
Perdarahan biasanya lambat dan terakumulasi dalam jangka
waktu beberapa hari, minggu, dan bahkan bulan. Bila vena
besar yang mengalami laserasi, perdarahan dapat lebih
cepat selama berberapa jam hari.
Hemoragik epidural disebabkan oleh robeknya arteri
meningeal, sangat sering arteri meningeal media. Darah
terakumulasi secara cepat selama beberapa menit jam
antara kranium dan dura mater.
Gejala dan tanda yang ditimbulkan oleh hemoragik
subdural dan epidural yakni akibat kompresi jaringan otak
dan peningkatan tekanan intrakranial. (Louis R. Caplan,
2009)

Gambar 2.3 Efek gangguan perfusi otak (Stefan Silbernagl,


2003)

18

Gambar 2.4 Oklusi vaskular sebagai penyebab iskemia (Stefan


Silbernagl, 2003)

2) Diagnosis Stroke

19

5.1 Anamnesis
Pokok

manifestasi

dari

stroke

yaitu

hemiparesis,

hemiparestesia, afasia, disarthria dan hemianopia. Contohnya:


- Hemiparesis dan hemiparestesia: pasien mengeluhkan
-

kesemutan/kelumpuhan anggota gerak sebelah badan.


Afasia atau disfasia: pasien mengeluhkan tidak bisa bicara tapi
masih mengerti semuanya (motorik), atau pertanyaan dan

jawaban tak sesuai saat diajak bicara (sensorik).


Disarthria: pasien mengeluhkan bicara pelo dan lidah kaku.
Hemianopia: pasien mengeluhkan sewaktu melirik ke kanan/kiri
semuanya tampak gelap, kadang semua yang tadinya kelihatan
menjadi tak kelihatan. (Priguna Sidharta, 2004)
Selain anamesis gejala, perlu juga ditanyakan ada tidaknya

faktor resiko yang menyertai, riwayat keluarga dan penyakit


lainnya (Jusuf Misbach, 2011).

Gambar 2.5 Gejala stroke yang harus diwaspadai (Yayasan


Stroke Indonesia, 2012)

20

5.2 Pemeriksaan Fisik


5.2.1 Pemeriksaan Fisik Secara Umum
Ditujukan untuk mencari faktor resiko atau penyebab
sistemik yang mendasari, terutama yang bisa diobati.
a. Tekanan darah : untuk menentukan apakah ada hipertensi
yang merupakan faktor resiko stroke.
b. Perbandingan tekanan darah dan nadi kedua sisi: jika ada
perbedaan, biasanya berhubungan dengan atherosklerosis
arcus aorta atau coarctation of the aorta.
c. Pemeriksaan opthalmoskopi retina: adanya material embolik
yang nampak pada vaskular retina menunjukan adanya
embolisasi sirkulasi anterior.
d. Pemeriksaan leher: tidak adanya carotid pulses atau adanya
carotid bruits biasanya berhubungan dengan penyakit
serebrovaskular.
e. Pemeriksaan jantung: jika dilakukan dengan cermat, sangat
penting untuk mendeteksi aritmia atau murmur yang
berhubungan dengan valvular disease, yang dapat
menyebabkan embolisasi dari jantung ke otak.

21

f. Palpasi arteri temporalis: berguna untuk diagnosis giant cell


arteritis, dimana pembuluh darah tersebut menjadi lunak,
nodular, atau tanpa denyut (pulseless).
(Lange, 2009)
5.2.2 Pemeriksaan Klinis Neurologis
Stroke mempunyai tanda klinis spesifik, tergantung daerah
otak yang mengalami gangguan. Klasifikasi klinis menurut
Bamford (1992):
a. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
- Penyebab: emboli kardiak atau trombus arteri ke arteri
- Gambaran klinis:
Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik

(kontralateral sisi lesi)


Hemianopia (kontralateral sisi lesi)
Gangguan fungsi luhur: disfasia, gangguan visuospasial, hemineglect, agnosia, apraxia.

b. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)


- Penyebab: emboli sistemik dari jantung
- Gambaran klinis:
Umumnya terbatas pada daerah yang lebih kecil dari
sirkulasi serebral pada sistem karotis, yaitu:
Defisit motorik/sensorik dan hemianopia.
Defisit motorik/sensorik disertai gejala fungsi luhur
Gejala fungsi luhur dan hemianopia
Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif
dibanding

infark

lakunar

(hanya

monoparesis-

monosensorik)
Gangguan fungsi luhur saja.

c. Lacunar Infarct (LACI)


- Penyebab: Infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct) yang bukan karena proses emboli.
- Gambaran klinis:
Tidak ada defisit visual
Tidak ada gangguan fungsi luhur
Tidak ada gangguan fungsi batang otak
Defisit maksimum pada satu cabang arteri kecil.

22

Gejala: pure motor stroke (PMS), pure sensory stroke


(PSS), dan ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan
paresis unilateral, dysarthria-clumsy hand syndrome)

d. Posterior Circulation Infarct (POCI)


- Penyebab: sangat heterogen dibanding

ketiga

tipe

sebelumnya yang menyebabkan oklusi batang otak dan


lobus oksipitalis.
- Gambaran klinis:
Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan

gangguan motorik/sensorik kontralateral.


Gangguan motorik/sensorik bilateral.
Gangguan gerakan konjugat mata (horizontal atau

vertikal)
Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract

ipsilateral.
Isolated hemianopia atau buta kortikal. (Jusuf Misbach,
2011)

5.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada pasien
stroke meliputi:
a. Laboratorium: darah lengkap, LED, ureum, elektrolit, glukosa,
lipid.
b. Pemeriksaan kardiologi: EKG
c. Pemeriksaan radiologi: foto thoraks dan CT scan atau MRI.
CT scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua pasien,
terutama jika diagnosis klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan
ini berguna untuk membedakan stroke iskemik atau hemoragik,
yang berguna dalam menentukan tatalaksana awal. Pemeriksaan
ini juga menyingkirkan diagnosis banding yang penting (tumor
intrakranial, hematoma subdural). (L. Ginsberg, 2005)

23

Gambar 2.6 CT-Scan


Normal

Gambar 2.7 CT-Scan


Hemoragik Subarakhnoid

Gambar 2.8 CT-Scan


Hemoragik Intracerebral

(http://www.uwmed

(http://www.uwmed

icine.org/PatientCare/eHealthArticles/PublishingI

icine.org/PatientCare/eHealthArticles/PublishingI

Gambar 2.9 CT-Scan


Hemoragik Epidural

Gambar 2.10 CT-Scan


Hemoragik Subdural

(http://upload.wiki

(http://www.aic.cuhk

media.org/wikipedi
.edu.hk/web8/Hi
6) Manajemen
Stroke
a/en/thumb/9/9c/E
%20res/SDH2.JPG
)
Strategi manajemen memiliki tujuan utama
untuk:
pidural_Hematoma
a. Memperbaiki
keadaan penderita sehingga kesempatan hidup
.jpg/230px-

optimal
b. Memperkecil pengaruh stroke terhadap penderita dan keluarga.
Manajemen ini meliputi beberapa fase yang saling berkaitan:
6.1 Manajemen Umum pada Fase Akut
Prinsipnya adalah mempertahankan kondisi agar dapat
menjaga tekanan perfusi dan oksigenasi serta nutrisi yang cukup
agar metabolisme sistemik otak terjamin. Secara klinis dilakukan:
a. Stabilisasi fungsi kardiopulmonal melalui ABC. Stabilisasi ini
harus dilakukan secepat mungkin. (David Y. Huang, 2009)
b. Mencegah infeksi sekunder terutama pada traktus respiatorius
dan urinarius.
c. Menjamin nutrisi, cairan, dan elektrolit yang stabil dan optimal.

24

d. Mencegah dekubitus dengan trombosis vena dalam. Bila ada


dugaan, diberikan heparin/heparinoid dosis rendah subkutan,
bila tidak ada kontraindikasi. (SM. Lumbantobing 2004)
e. Mencegah timbulnya stress ulcer dengan pemberian obat
antasida/pump inhibitor.
f. Menilai kemampuan menelan penderita, untuk menentukan
apakah dapat diberikan makanan peroral atau dengan NGT
(nasogastric tube)
6.2 Manajemen Spesifik pada Fase Akut
a. Stroke Iskemik Akut
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua
prinsip dasar, yaitu:
a. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di
daerah yang terkena stroke, kalau mungkin sampai keadaan
sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi
jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
b. Untuk tujuan khusus ini digunakan obat-obat yang dapat
menghancurkan emboli atau trombus pada pembuluh darah.
Terapi yang dapat diberikan yaitu:
-

Terapi

trombolisis:

Plasminogen

dengan

Activator)

r-TPA (recombinant-Tissue

intravena

maupun

intraarterial

sebelum kurang dari 3 jam setelah onset.


Terapi reperfusi: dengan antikoagulan

heparinoid (R/ lovenox).


Terapi anti platelet: dengan aspirin (300 mg/hari) sebagai

heparin

atau

monoterapi atau kombinasi dengan dipiridamol (25 mg


2x/hari, ditingkatkan bertahap selama 7-14 hari hingga 200
-

mg 2x/hari). (L. Ginsberg, 2005)


Terapi obat defibrinasi: berasal dari racun ular Ancord
(purified fraction) yang dapat mengurangi viskositas darah

dan efek antikoagulasi.


Terapi neuroproteksi: untuk mencegah dan memblok proses
kematian sel terutama di daerah penumbra. Contohnya Ca
channel blocker (nimodipin). Obat neuroproteksi lain seperti

25

antagonis presinaptik dan postsinaptik excitatoriy aminno


acid (EAA) ditinggalkan karena kurang efektif.
b. Stroke hemoragik akut
Penanganannya dapat

bersifat

medik

atau

bedah

tergantung kondisi dan indikasi.


- Penanganan medik, yakni dengan obat anti hipertensi untuk
-

menurunkan tekanan darah sistemik yang tinggi.


Indikasi untuk tindakan bedah yaitu volume darah > 55 cc
dan pergeseran garis tengah > 5 mm atau perdarahan
serebelum yang melebihi diameter 3 cm. Namun, tindakan
bedah pada perdarahan intraserebral sampai sekarang
masih kontroversial terutama pada perdarahan daerah basal
ganglia, prognosis biasanya buruk secara fungsional. (Jusuf
Misbach, 2011)

6.3 Rehabilitasi Medik


a. Fase Awal
Tujuannya

adalah

untuk

mencegah

komplikasi

sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini


dimulai

sedini

memungkinkan

mungkin
dimulainya

setelah

keadaan

rehabilitasi.

Hal-hal

umum
yang

dikerjakan adalah proper bed positioning, latihan luas gerak


sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai
penanganan masalah emosional.
b. Fase Lanjutan
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi

dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS).

Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah


stabil. Biasanya pada penderita dengan stroke trombotik
atau embolik, mobilisasi dimulai 2-3 hari setelah stroke.
Penderita dengan perdarahan subarakhnoid, mobilisasi
dimulai 10-15 hari setelah stroke.
Program fase ini meliputi:
1. Fisioterapi
- Stimulasi elektrikal untuk otot otot dengan
kekuatan otot 2.

26

Diberikan terapi panas superfisial (infrared) untuk

melemaskan otot.
Latihan gerak sendi. Bisa pasif (dibantu) atau aktif

tergantung kekuatan otot.


- Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
- Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari hari/AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai
kemandirian dalam AKS, meskipun pemulihan fungsi
neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu
baik. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian
alat-alat yang disesuaikan.
3. Terapi Wicara
Penderita strokke sering mengalami gangguan bicara dan
komunkasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist
dengan cara:
- Latihan pernapasan (pre speech training) berupa
latihan napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir,
-

lidah, dan tenggorokan.


Latihan di depan cermin untuk latihan gerak lidah,
bibir, dan mengucapkan kata.
Latihan pada penderita disarthria lebih ditekankan
pada artikulasi mengucapkan kata kata. Pelaksana

terapi adalah tim medik dan keluarga.


4. Orthotik Prostetik
Pada penderita stroke, dapat digunakan alat bantu atau
alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi
penderita. Allat-alat yang sering digunakan antara lain:
arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap,
shorrt leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee
ankle foot orthotic (KAFO).
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut
akan melampaui serial fase psikologis, yaitu fase shock,
fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan.
Sebagia penderita mengalami fase-fase tersebut secara
cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara

27

lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke


fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase
psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi.
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan
wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan,
kegemaran, sosial, ekonomi dann linngkungan hidup
serta keadaan rumah penderita.
Kegiatan rehabilitasi dimulai sejak perawatan di rumah sakit.
Mobilisasi dini (24 jam) bertujuan untuk mencegah efek tirah
baring lama. Contoh: gangguan pernapasan, kaku sendi, luka pada
kulit, dll. Mobilisasi tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil,
ada rencana operasi dan pasien dalam kondisi demam (untuk
mobiliisasi aktif). Beberapa terapi dan manfaatnya:
-

Terapi fisik dada


Pencegahan & pemulihan gangguan paru.
Pengaturan posisi
Mencegah kekakuan sendi dan penumpukan llendir di
paru.
Pemberian stimulasi.
Latihan luas gerak sendi
Mencegah kekakuan sendi
Mencegah thrombosis
Stimulasi
sensoris
(stimulasi

sensoris

dapat

memfasilitasi pemulihan motorik)


Stimulasi elektrik
Bila gerak aktif
Mencegah subluksasi
Membantu meningkatkan fungsi
Dapat mengurangi bengkak
(stimulasi elektrik dapat memperbaiki fungsi motorik)

(http://www.mitrakeluarga.com/depok/rehabilitasi-stroke/ )
7) Komplikasi Stroke
Komplikasi yang menyebabkan kematian lebih awal:
- Pneumonia, septikemia (akibat ulkus dekubitus atau infeksi
saluran kemih),

28

Trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) dan emboli

paru,
Infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung.
Ketidakseimbangan cairan.
Sedangkan faktor-faktor yang mempunyai kontribusi pada

disabilitas jangka panjang meliputi:


-

Ulkus dekubitus
Epilepsi
Jatuh berulang dan fraktur
Spastisitas, dengan nyeri, kontraktur dan kekakuan sendi bahu

(frozen shoulder)
- Depresi
(L. Ginsberg, 2005)
8) Prognosis Stroke
Prognosis stroke dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti
keparahan

defisit

neurologis

yang

ditimbulkan,

usia

pasien,

penyebab stroke, dan penyakit yang menyertai. Umumnya, < 80%


pasien stroke bertahan paling lama 1 bulan, dan 35% bertahan

sekitar 10 tahun. Pasien yang bertahan pada periode akut,

sampai

2
3

dapat

mandiri,

sedangkan

15%

1
2

membutuhkan

pelayanan institusional. (Lange, 2009)


9) Preventif Stroke
Stroke dapat dicegah dengan merubah gaya hidup dan
mengendalikan/

mengontrol/

mengobati

Pencegahan stroke dibagi dua yaitu:


a. Pencegahan Primer
Adalah upaya pencegahan
sebelum

terkena

stroke.

(yang

Caranya

faktor-faktor

sangat
adalah

resiko.

dianjurkan)
dengan

mempertahankan tujuh gaya hidup sehat, yaitu:


1. Hentikan kebiasaan merokok
2. Berat badan diturunkan atau dipertahankan sesuai berat badan
ideal:
- Index Massa Tubuh (IMT) < 25 kg/m2
29

- Garis lingkar pinggang < 80 cm untuk perempuan


- Garis lingkar pingggang < 90 cm untuk laki-laki
3. Makan makanan sehat:
- Rendah lemak jenuh dan kolesterol
- Menambah asupan kalium dan mengurangi natrium
- Buah-buahan dan sayur-sayuran.
4. Olahraga yang cukup dan teratur dengan melakukan aktivitas
fisik yang memiliki nilai aerobik (jalan cepat, bersepeda,
berenang, dll) secara teratur minimal 30 menit dan minimal 3
kali/minggu.
5. Kadar lemak (kolesterol) dalam darah < 200 mg% (hasil
laboratorium)
6. Kadar gula darah puasa < 100 mg/dl (hasil laboratorium)
7. Tekanan darah dipertahankan 120/80 mmHg
b. Pencegahan Sekunder
Adalah upaya pencegahan agar tidak terkena stroke
berulang dengan:
1. Mengendalikan faktor resiko yang telah ada seperti mengontrol
tekanan darah tinggi, kadar kolesterol, gula darah, asam urat.
2. Merubah gaya hidup.
3. Minum obat sesuai anjuran dokter secara teratur.
4. Kontrol ke dokter secara teratur.
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012)

DAFTAR PUSTAKA
Appelros, Peter et al. 2008. Sex Differences in Stroke Epidemiology.
American

Heart

Association,

viewed

27

February

2013.

<http://stroke.ahajournals.org/content/40/4/1082.full>
Caplan, Louis R. 2009. Caplans Stroke; A Clinical Approach, Ed. 4. USA:
Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Fonck, Edouard et al. 2009. Effect of Aging on Elastin Functionality in
Human Cerebral Arteries. American Heart Association, viewed 27
February

2013.

http://stroke.ahajournals.org/content/40/7/2552.abstract>
30

<

Harrison, T.R et al. 2005. Harrisons Principles of Internal medicine, ed. 16.
USA: McGraw-Hill Companies, Inc.
Kemenkes RI. 2011. 8 dari 1000 Orang di Indonesia Terkena Stroke.
Pusat

Komunikasi

Kesehatan

RI,

Publik,

Sekretariat

viewed

Jenderal

27

Kementerian

February

2013.

<http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1703-8-dari1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html>
Lionakis, Nikolaos et al. 2012. Hypertension in The Elderly. World Journal
of

Cardiology,

viewed

27

February

2013.

http://www.wjgnet.com/1949-8462/full/v4/i5/135.htm
Lumbantobing, SM. 2004. Neurogeriatri. Jakarta, FKUI. p: 93 133.
Moore, Keith L et al. 2010.Clinically Oriented Anatomy, Ed. 6. USA:
Lippincott William & Wilkins, a Wolters Kluwer business. p: 882
885.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011. Aspek Diagnosis,
Patofisiologi, Manajemen Stroke. Jakarta: FKUI.
Poerwadi, Troeboes et al. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF
Ilmu Penyakit Saraf, Ed 3. Surabaya: RSUD Dr. Soetomo. p: 21 40.
Prodjodisastro HS, Rahardjo HJP, Madiyono HB, Noormanto H. 2011.
Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung pada Usia Muda.
Jakarta: FKUI.
Safitri A, Astikawati R ed. 2008. Lecture Notes: Neurologi, Ed. 8. Jakarta:
Erlangga. p: 89 99.
Sidharta, Priguna. 2004. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Ed. 5.
Jakarta: PT. Dian Rakyat. p: 260 294.

31

Silbernagl, Stefan, Lang, Florian. 2003. Color Atlas of Patophysiology.


Stuttgart: GeorgThiemeVerlag. p: 360 361.
Sydor, Anne ed. 2007. Current Diagnosis & Treatment in Neurology. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc. p: 100 147.
Sydor, Anne ed. 2009. Clinical Neurology, Ed. 7. USA: McGraw-Hill
Companies, Inc. p: 292 326.
University Hospital. 2013. Stroke Statistics. University Hospital of Newark,
New

Jersey,

viewed

27

February

2013.

<http://www.theuniversityhospital.com/stroke/stats.htm>
Wityk, Robert. J. 2013. Young Stroke Victims. ABC News, viewed 2 July
2013.

<http://abcnews.go.com/Health/story?

id=116973&page=1#.UdIU-KOz6So>
Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Mengenal Gejala dan Kiat Mencegah
Stroke.

Yastroki,

viewed

27

February

<http://www.yastroki.or.id/read.php?id=358>
Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Pedoman Resiko Stroke. Yastroki,
viewed 27 February 2013. <http://www.yastroki.or.id/read.php?
id=356

32

2013.

Anda mungkin juga menyukai