Anda di halaman 1dari 3

Perbedaan Nyeri Kepala Primer dan Sekunder

Menurut kriteria IHS yang diadopsi oleh PERDOSSI, nyeri kepala


dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. 90% nyeri kepala
masuk dalam kategori nyeri kepala primer, 10% sisanya masuk dalam
kategori nyeri kepala sekunder. Disebut nyeri kepala primer apabila tidak
ditemukan adanya kerusakan struktural maupun metabolik yang mendasari
nyeri kepala. Disebut nyeri kepala sekunder apabila nyeri kepala didasari
oleh adanya kerusakan struktural atau sistemik.1
Gangguan nyeri kepala primer adalah nyeri kepala yang sifatnya
“idiopatik”, nyeri kepala yang tidak terkait dengan kondisi patologi atau
penyebab lain yang mendasari. Berdasarkan pemeriksaan neurologis dan tes
pencitraan biasanya normal, tidak peduli seberapa parah gejala. Kejadian
nyeri kepala primer lebih sering terjadi dibandingkan nyeri kepala sekunder.
Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang dikaitkan dengan kondisi
patologis yang mendasari, seperti adanya tumor otak, aneurisma, penyakit
inflamasi. Dengan pemeriksaan neurologis dan tes pencitraan telah terbukti
membantu dalam diagnostik nyeri kepala sekunder.

1. Nyeri kepala primer

a. Migren

b. Tension-Type Headache

c. Trigeminal autonomic cephalgia

d. Kelainan nyeri kepala primer lain

2. Nyeri kepala sekunder

a. Nyeri kepala berhubungan dengan trauma atau cedera kepala dan/atau

leher

b. Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan vaskular kranial dan/atau

servikal

c. Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan intrakranial non-vaskular


d. Nyeri kepala berhubungan dengan penggunaan zat atau putus zat

e. Nyeri kepala berhubungan dengan infeksi

f. Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan homeostasis

g. Nyeri kepala atau nyeri fasial berhubungan dengan kelainan kranium,

leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur wajah atau

servikal lain

h. Nyeri kepala berhubungan dengan kelainan psikiatrik2

Daftar Pustaka

1. Hidayati, H. B. Tinjauan Pustaka: Pendekatan Klinisi dalam Manajemen


Nyeri Kepala. Mnj 2, 89–96 (2016).
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2016. Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Migren 150 (2016).

Anda mungkin juga menyukai