Anda di halaman 1dari 34

DR.Dr. Jumraini Tammasse, Sp.

S
Pendahuluan
 Malaria  Penyakit infeksi parasit
 Plasmodium Falciparum
 Plasmodium Vivax
 Plasmodium Ovale
 Plasmodium Malariae
 WHO 2000  2,4 milyar (40%)  daerah endemis
 300 – 500 juta kasus pertahun  3 juta malaria berat
Epidemiologi
Epidemiologi
Epidemiologi
Epidemiologi
 Infeksi berat  2 %  Jepara ( Jawa Tengah), Sulawesi
Utara, Maluku, dan Irian Jaya
 Afrika  10% meninggalkan sequele neurologi
 RS di Indonesia  11-12%, usia 14-45 tahun, laki-laki
dan petani
Malaria
 Gambaran klinis  demam periodik, anemia,
pembesaran limpa dan lainnya
 Di Indonesia  p. falciparum dan p. vivax
 p. malariae  Indonesia bagian timur
 p. ovale pernah ditemukan di irian jaya dan NTT
Malaria
Malaria
 Infeksi ke tubuh manusia melalui :
 Gigitan nyamuk anopheles betina + parasit malaria
 Induksi  stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke
dalam darah manusia (transfuse darah, suntikan, atau
pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi)
Malaria
Malaria Serebral
 Malaria cerebral  demam yang sangat tinggi,
gangguan kesadaran, kejang (anak), hemiplegi dan
kematian
 Malaria falciparum  10% kasus (komplikasi malaria
serebral)  80% kematian
 Dunia  0,5-2,5 juta pertahun meninggal
Etiopatogenesis
 Tropozoit
 Skizon
 Makrogametosit
 Mikrogametosit
Etiopatogenesis
Etiopatogenesis
 3 teori  Teori Mekanis, Teori Toksik dan Teori
Permeabilitas

1. Teori mekanik
 Sitoadheren  induksi sitoadherens ke endotelium
vaskular eritrosit + parasit matur  protein parasit
dibawa dan dimasukkan ke membran eritrosit
 Deformabilitas eritrosit dan rosetting  eritrosit
berparasit melakukan rosetting  deformabilitas 
obstruksi mikrosirkulasi (hipoksia)
Etiopatogenesis
2. Teori toksik
 Infeksi berat  GPI p.falciparum  produksi TNF alfa
+ limfotoksin  ICAM-1 dan VCAM-1 pada sel
endotelium  penyerapan eritrosit berparasit di otak
 koma
 TNF alfa  pelepasan NO (Nitrit Oksida)  kelainan
neurologis karena mengganggu neurotransmitter
Etiopatogenesis
3. Teori permeabilitas
 Peningkatan permeabilitas  khususnya anak2 
permeabilitas BBB ikut meningkat  edema
Etiopatogenesis
Etiopatogenesis
 Fase akut  level TNF  demam, anemia, gangguan
fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, edema paru
(ARDS = adult respiratory distress syndrome),
penurunan tensi sampai syok
 in vitro  PRBC + sel endotel  meningkatkan
permeabilitas dan mempromosikan apoptosis
Manifestasi klinis
 Trias malaria  dingin (mengigil), panas tinggi, dan
berkeringat
 Inkubasi  9 – 14 hari
 Gejala prodromal  nyeri kepala, punggung, dan
ekstremitas, perasaan dingin, lesu, mual, muntah, dan
diare ringan
 Anamnesis  ke daerah endemik malaria
 Fisis  splenomegali dan hepatomegali
Manifestasi klinis
 GCS < 7 atau soporous  menetap > 30 menit
(demam - atau hipoglikemi -)
 Kejang, kaku kuduk dan hemiparese  jarang
 Reaksi mata divergen, papiledema jarang, Babinski
(50%)
 Berat  dekortikasi, decerebrasi, opistotonus, deviasi
mata ke atas dan lateral + hiperventilasi
 Gangguan fungsi organ lain  ikterik, gagal ginjal,
hipoglikemi, dan edema paru  >3 komplikasi organ
 kematian >75%
Pemeriksaan penunjang
 Mikroskopik darah tepi
 Apusan darah tebal
 Apusan darah tipis
 Rapid diagnostic test
 Test serologi
 PCR
 Pemeriksaan darah rutin
Apusan darah tebal
Apusan darah tipis
Penatalaksanaan
 Pengobatan suportif
 Keseimbangan elektrolit dan asam basa
 Hipertermia
 Anemia
 Kejang
Penatalaksanaan
 Pengobatan spesifik
 Artemeter  dosis 3,2 mg/kgbb/hari im pada hari
pertama  1,6mg/kgbb/hari sampai 4 hari  obat
kombinasi peroral
 Artesunate  dosis 2,4mg/bb/hari iv  jam ke 0, jam ke
12 dan jam ke 24  selanjutnya tiap hari sekali  7 hari
pengobatan atau + doksisiklin/tetrasiklin untuk
mencegah terjadinya rekrudensi.
Penatalaksanaan
 Pengobatan spesifik
 Kina  loading : 20 mg/KgBB kina HCl dalam 100-200
cc cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9% selama 4 jam 
lanjut 10 mg/KgBB dalam 200 cc dextrose 5% selama 4
jam  tiap 8 jam
 Sadar  per oral 10 mg/KgBB (3 x 400-600 mg) selama 7
hari dihitung dari hari pertama pemberian parenteral
 Loading tidak dianjurkan  kina dan meflokuin dalam
24 jam sebelumnya, usia lanjut dan pemanjangan
interval Q-Tc atau ada aritmia
 Dapat secara IM bila infus sulit  loading 20 mg/KgBB
pada 2 tampat suntikan  10 mg/KgBB tiap 8 jam
Penatalaksanaan
 Pengobatan spesifik
 Kinidin loading 15 mg basa/KgBB dilarutkan
dalam 250 cc cairan isotonik dalam 4 jam,  7,5
mg basa/KgBB dalam 4 jam  tiap 8 jam
Penatalaksanaan
 Pengobatan spesifik
 Klorokuin  jarang digunakan (black water fever atau
hipersensitif kina)
 Dosis loading  klorokuin basa 10 mg/KgBB dilarutkan
dalam 500 cc NaCl 0,9% diberikan dalam 8 jam,  dosis
5 mg/KgBB per infus selama 8 jam dan diulang sebanyak
3 kali (dosis total 25 mg/KgBB selama 32 jam)
 IM atau SC  dosis 3,5 mg/KgBB klorokuin basa dengan
interval setiap 6 jam atau 2,5 mg/KgBB klorokuin basa
dengan interval setiap 4 jam
Penatalaksanaan
 Transfusi pengganti
 Menurunkan cepat parasitemia
 Indikasi transfusi tukar:
 Parasitemia >30% tanpa komplikasi berat
 Parasitemia >10% disertai komplikasi berat (malaria serebral,
gagal ginjal akut, edema paru/ARDS, ikterik (bilirubin >25
mg% dan anemia berat.
 Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan selama 12-24 jam
pemberian obat anti malaria yang optimal, atau didapatkan
skizon matang dalam sediaan darah perifer
Penatalaksanaan
 Pengobatan komplikasi
 Anemia berat  transfusi darah segar atau PRC
 Gagal ginjal akut  hemodialisis atau
hemofiltrasi
 Hipoglikemia (gula darah <50mg/dl)  50 ml D 40%
i.v, lanjut infus D 10% 4-6 jam
 Udem Paru  posisi 45o, oksigen, furosemide 40
mg iv,
 Koma  jaga jalan nafas
Penatalaksanaan
 Pengobatan komplikasi
 Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi, ‘Algid malaria’
dan septikemia  NaCl 0,9%, RL, Dextrose 5%,
plasma expander 500 ml dalam waktu ½ - 1 jam
pertama  CVP  Bila hipotensi menetap 
dopamin dengan dosis inisial 2 ug/kgBB/menit
dalam dextrose 5%  sistolik 80-90 mmHg
 Kejang  diazepam 10 mg i.v atau 0,5-1,0 mg/KgBB
intra rektal, Paraldehid 0,1 mg/KgBB i.v, fenitoin 5
mg/KgBB i.v perlahan, dan fenobarbital 3,5
mg/KgBB (umur diatas 6 tahun).
Prognosis
 Makin cepat dan tepat dalam diagnosis dan
pengobatannya  prognosis baik memperkecil
angka kematiannya
 Semakin sedikit organ vital yang terganggu dan
mengalami kegagalan dalam fungsinya,semakin baik
prognosisnya
 Semakin padat/banyak jumlah parasit  prognosis
buruk  terutama skizon di darah tepi

Anda mungkin juga menyukai