Anda di halaman 1dari 36

SINUSITIS

1. Definisi
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya sinus, akhiran umum dalam
kedokteran -itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan
sinus paranasal. Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena
alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. 1
Terdapat empat sinus disekitar hidung yaitu sinus maksilaris (terletak di
pipi), sinus ethmoidalis (di antara kedua mata), sinus frontalis (terletak di dahi)
dan sinus sphenoidalis (terletak di belakang dahi). Sinusitis adalah peradangan
mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid,
sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus
disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.1
2. Anatomi dan Fisiologi Rongga Hidung dan Sinus Paranasal
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang
sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang.
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat anak
lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak
yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus
ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1

Gambar 1. 4
Anatomi Sinus

a. Sinus maksila
Merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume
6-8 mL, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 mL saat dewasa. Sinus maksila berbentuk segitiga.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa
kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra temporal maksila,
dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya
ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial
sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:1
1. Dasar dari sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2) kadang-kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat
menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
2

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenase kurang baik. Lagipila drenase juga harus melalui infundibulum
yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus
maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
b. Sinus frontal
Terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Sinus frontal kanan dan
kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada yang lainnya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang
dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus
frontalnya tidak berkembang.1
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuklekuk. Tidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan
oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal. Resesus frontal
adalah bagian dari sinus etmoid anterior.1
c. Sinus etmoid
Merupakan sinus yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini dianggap
paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus
lainnya. Itu dikarenakan sinus frontal dan sinus maksila mula-mula
mengalirkan isinya melalui sinus etmoidalis sebelum mencapai hidung.
3

Sehingga jka sinus etmoid tidak mengeluarkan isinya dengan lancar, sinussinus lain juga akan ikut tersumbat. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid
seperti piramida dengan dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior
ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan
1,5 cm di bagian posterior.1
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang
terletak di antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini
jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya
sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus
medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel
etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di bawah perlekatan
konka media, sedangkan sinus etmoid superior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka
media.1
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit,
disebut resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid
terbesar disebut bula etmoid.

Di daerah etmoid anterior terdapat suatu

penyempitan yang disebut infundibulum tempat bermuaranya ostium sinus


maksila.

Pembengkakan

dan

peradangan

di

resesus

frontal

dapat

menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat


menyebabkan sinusitis maksila.1
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribosa, dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis
dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.1

Gambar 2. 3
Dinding lateral diperlihatkan tanpa konka. Muara sinus paranasal, demikian pula duktus
lakrimalis dapat terlihat membuka pada meatus yang bersesuaian.

d. Sinus sfenoid
Terletak dibagian belakang hidung, jauh di dalam tengkorak, terletak
di lokasi di mana mata dan otak bertemu. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat
yang disebut septum

intersfenoid. Setiap sinus sfenoid berukuran seperti

sebuah anggur besar. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan


lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 mL. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan
5

menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi
pada dinding sinus sfenoid. Arteri karotis berjalan melalui dinding luar sinus
sfenoid. Batas-batasnya adalah, sebelah superior terdapat fosa serebri media
dan kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna, dan sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.1
Pada sepertiga tengah dinding lateral lateral hidung terdapat daerah
yang rumit dan sempit disebut kompleks ostio-meatal yang merupakan muaramuara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior.
Kompleks ostio-meatal terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di
belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1
3. Fisiologi Sinus Paranasal
Sampai saat ini belum ada kesepakatan pendapat mengenai pernyataan
bahwa sinus paranasal mempunyai fungsi fisiologis yang nyata. Ada juga
beberapa yang berpendapat bahwa sinusparanasal tidak mempunyai fungsi apaapa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka. Negus adalah
salah satu pendukung opini bahwa sinus juga berfungsi sebagai indra penghidu
dengan jalan memudahkan perluasan dari etmokonka, terutama sinus frontalis dan
sfenoidalis. Etmoidalis yang dilapisi epitel penghidu dapat ditemukan pada
beberapa binatang misalnya anjing atau kucing. Pada manusia, sinus biasanya
kosong dan indra penghidu kita jauh lebih rendah dari etmokonka; etmokonka
manusia jelas telah menghilang selama proses evolusi.2
Ada beberapa teori yang mengatakan sinus paranasal mempunyai fungsi
yaitu sebagai berikut:1,2
1. Pengatur kondisi udara ( Air Conditioning )
a) Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi.
6

b) Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000 volume
sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak
mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang banyak mukosa hidung.
2. Penahan suhu ( Thermal Insulators )
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan ( buffer ) panas, melindungi
orbita dan fossa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah ubah. Akan
tetapi kenyataannya sinus sinus paranasal yang besar tidak terletak diantara
hidung dan organ organ yang dilindungi.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus paranasal membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat
tulang muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang hanya
akan memberikan pertambahan 1 % dari berat kepala, sehingga teori ini tidak
dianggap bermakna.
4. Membantu resonansi suara
Sinus paranasal mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara
dan mempengaruhi kualitas suara.
5. Peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
6. Membantu produksi mucus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mucus di rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mucus
ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
Sistem Mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia
dan palut lender di atasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk
mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah
tertentu polanya.1
Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infudibulum
etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang
berasal dari kelompok sinus posterior bergabung di resessus sfenoetmoidalis,
dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba. Inilah sebabnya pada
sinusitis didapatkan sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi belum tentu ada
sekret di rongga hidung.1
4. Etiologi
1) Sinusitis akut
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri atau jamur. Sinusitis
virus biasanya terjadi selama infeksi saluran pernafasan atas. Bakteri penyebab
sinusitis akut tersering ialah Streptococcus pneumonia, dapat juga Haemofillus
influenzae, Staphilococcus aureus yang ditemukan pada 70% kasus.3
Dapat pula disebabkan rinitis akut : infeksi faring, seperti faringitis,
adenoiditis, tonsilitis akut; infeksi gigi molar M1, M2, M3 atas, serta premolar P1,
P2; berenang dan menyelam; trauma langsung yang dapat menyebabkan
perdarahan mukosa sinus paranasal; dan barotrauma serta adanya faktor
predisposisi antara lain : 3

Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, benda asing di hidung, tumor


dan polip.

Rinitis kronik dan rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus.

Lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering yang dapat menyebabkan


perubahan pada mukosa dan kerusakan silia.

2) Sinusitis subakut
Etiologi dan faktor predisposisi kurang lebih sama dengan sinusitis akut,
hanya tanda-tanda radang akutnya sudah reda. 3

3) Sinusitis kronik
Polusi bahan, alergi, dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak,
sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah
terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang mengganggu draenase sekret,
sehingga silia rusak, dan seterusnya. Jika pengobatan pada sinusitis akut tidak
adekuat, maka akan terjadi infeksi kronik. 3
5. Epidemiologi
Sinusitis adalah penyakit yang benyak ditemukan di seluruh dunia, terutama
di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab, dingin, dengan
konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi yang lebih tinggi dari
sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis dengan insiden yang terbesar. Data
dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar
102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di Amerika Serikat, lebih dari 30
juta orang menderita sinusitis. Virus adalah penyebab sinusitis akut yang paling
umum ditemukan. Namun, sinusitis bakterial adalah diagnosis terbanyak kelima
pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar dolar dihabiskan setiap
tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya dihabiskan
untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat.4

Pada tahun 2009, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit melaporkan


bahwa hampir 31 juta orang dewasa didiagnosis dengan sinusitis. Kejadian
sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sinusitis sering juga
disebut dengan rhinosinusitis. Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering
ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat.4

6. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar (mucociliarry clearance) di dalam KOM (kompleks
osteomeatal). Mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernapasan. 2
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi
edema mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif didalam rongga
sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini
bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-nacterial dan biasanya sembuh dalam
beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini menetap, sekret yang berkumpul
didalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.
Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial
dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada
faktor presdiposisi, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
berkembang. Mukosa makin membengkan dan ini merupakan rantai siklus yang
terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,

10

polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.1
7.

Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :1,4
1) Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai 4 minggu,
2) Sinusitis subakut, bila infeksi antara 4 minggu sampai 3 bulan,
3) Sinusitis kronik, bila infeksi sudah lebih dari 3 bulan
Berdasarkan letaknya, sinusitis terbagi atas:3
1) Sinusitis maksilaris
2) Sinusitis etmoidalis
3) Sinusitis frontalis
4) Sinusitis sphenoidalis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dibagi atas:3
a. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu
yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
Contohnya rhinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi
b. Dentogenik/Odontogenik

(penyebabnya

kelainan

gigi),

yang

sering

menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Steptococcusviridans, Staphylococcus aureus, Branchamella
catarhatis
8. Diagnosis dan Pemeriksaan
Untuk menegakkan diagnosis dari sinusitis adalah didasari oleh anamnesa
dan adanya keluhan dan tanda klinis dari pasien dan juga didasari atas
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tambahan seperti transluminasi
sinus, pemeriksaan radiologik, nasal endoskopi, CT scan, biakan kuman, dan tes
alergi.4
11

Anamnesis
Pada anamnesis biasanya pasien dengan sinusitis akut datang dengan
keluhan hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan pada muka dan sekret
yang purulen yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip). Perlu
ditanyakan pula gejala-gejala lainnya seperti demam, lesu, nyeri kepala,
hiposmia/anosmia, dan halitosis.1,3,4
Keluhanan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas dari sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Nyeri pipi menadakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di
belakang kedua mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di
verteks, oksipitalm belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis
maksila kadang-kadang ada nyeri laih ke gigi dan telinga.1
Pada sinusitis kronik, keluhan tidak khas, sehingga sulit didiagnosis.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala
kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga
akibat sumbatan kronik muara tuba eusthacius, gangguan ke paru seperti bronkitis
(sino-bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang
meningkat dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis.3
Pemeriksaan Fisik
Pada

pemeriksaan

fisik

sinusitis

pada

inspeksi

didapati

adanya

pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah, biasanya pada sinusitis


maxilaris. Pembengkakkan di kelopak mata atas mungkin terjadi pada sinusitis
frontalis. Pada palpasi dan perkusi, nyeri tekan dan nyeri ketuk dirasakan pada
pipi dan gigi menunjukkan adanya sinusitis maxilaris, nyeri tekan pada atap orbita
menunjukkan adanya sinusitis frontalis. Dan nyeri tekan di daerah kantus medius
menunjukkan adanya sinusitis ethmioidalis.2
12

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan udem, pada
sinusitis maksilaris, ethmoidalis anterior dan frontalis tampak mukopus keluar
dari meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sinusitis
sphenoid keluar mukopus dari meatus superior Pada rinoskopi posterior tampak
post nasal drip. Pada sinusitis kronik tampak nanah pada meatus medius atau
meatus superior pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan pada rinoskopi posterior
tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.4
Pada pemeriksan transluminasi sinus dilakukan di kamar gelap, dan sumber
cahaya diletakkan di mulut pasien pada salah satu sisi palatum durum, maka
cahaya tersebut akan dihantarkan melalui rongga sinus dan akan memberikan
gambaran sinar yang samar-samar dan berbentuk bulan sabit di bawah mata. Akan
tetapi pemeriksaan ini hanya terbatas pada sinus maksila dan sinus frontalis saja.
Pemeriksaan ini bermakna bila hanya satu sisi sinus yang terkena, maka akan
tampak lebih suram dibandingkan dengan yang normal.1,4,5
Sinoskopi, merupakan pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan
endoskop. Endoskop dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior
atau di fossa koana. Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan di dalam sinus,
apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista, bagaimana
keadaan mukosa, apakah ostiumnya terbuka.1
Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan radiologik pada sinusitis akut mula-mula berupa
penebalan mukosa selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa
yang membengkak hebat atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi sinus.
Akhirnya tebentuk gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang
terlihat pada foto tegak sinus maksilaris. oleh karena itu radiogram sinus harus
dibuat dalam posisi waters, PA dan lateral.2,3
Pada pemeriksaan transluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transluminasi bermakna bila salah satu salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.1
13

Pemeriksaan

radiologi

untuk

mendapatkan

informasi

dan

untuk

mengevaluasi sinus paranasal adalah: 5


a. Pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas.
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas
berbagai macam posisi, antara lain:5
-

Foto kepala posisi anterior-posterior (AP atau posisi Caldwell)

Foto ini diambil pada posisi kepala menghadap kaset, bidang


midsagital kepala tegak lurus pada film. Idealnya pada film tampak
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada 1/3 bawah orbita atau pada
dasar orbita. Hal ini dapat tercapai apabila orbita metal line tegak lurus
pada film dan sentrasi membentuk sudut 150 kaudal. 5

Gambar 3
Foto kepala posisi Caldwell. 7

14

Gambar 4.
Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada sinus maxillaris
merupakan gambaran sinusitis akut. 7

Foto lateral kepala


Foto lateral kepala dilakukan dengan kaset terletak sebelah lateral
dengan sentrasi di luar kantus mata, sehingga dinding posterior dan dasar
sinus maksillaris berhimpit satu sama lain. 5

Gambar 5.
Foto lateral kepala7

15

Gambar 6
Foto lateral menunjukkan gambaran air fluid level di sinus maksilla7

Foto posisi Waters


Foto Waters dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
kaset, garis orbita-meatus membentuk sudut 37o dengan kaset. Sentrasi
sinar kira-kira di bawah garis interior-bital. Pada foto Waters, secara ideal
piramid tulang petrosum diproyeksikan pada dasar sinus maksillaris
sehingga kedua sinus maksillaris dapat dievaluasi seluruhnya. Foto Waters
umumnya dilakukan pada keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut
terbuka akan dapat menilai daerah dinding posterior sinus sphenoidalis
dengan baik. 5

Gambar 7.

16

Foto posisi Waters. 7

Foto kepala posisi submentoverteks


Posisi submentroverteks diambil dengan meletakkan film pada
verteks, kepala pasie sejajar dengan film. Sentrasi tegak lurus kaset dalam
bidang midsagitalis melalui sella tursika ke arah verteks. Banyak variasivariasi sudut sentrasi pada posisi submentoverteks, agar supaya
mendapatkan gambaran yang baik pada beberapa bagian basis kranii,
khususnya sinus frontalis dan dinding posterior sinus maksillaris. 5

Gambar 8.
Foto kepala posisi submentoverteks. 7

Foto posisi Rhese


Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior
sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain. 5

Gambar 9.

17

Foto posisi Rhese. 7

Foto posisi Towne


Posisi Towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi
antara 30o-60o kea rah orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm di
atas glabella dari foto polos kepala dalam bidang midsagital. Proyeksi ini
adalah proyeksi yang paling baik untuk menganalisis dinding posterior
sinus maksillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arcus
zygomatikus posterior. 5

Gambar 10.
Foto posisi Towne7

b. Pemeriksaan tomogram
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasalis biasanya digunakan
multidirection

tomogram.

Sejak

digunakannya

CT-Scan,

pemeriksaan

tomogram penggunaannya agak tergeser. Tetapi pada fraktur daerah sinus


paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik untuk
menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan pemeriksaan aksial
dan coronal CT-Scan. 5
c. Pemeriksaan CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang sangat
unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan
baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk jaringan-jaringan lunak. Irisan aksial
merupakan standar pemeriksaan paling baik dilakukan dalam bidang inferior
18

orbitometal (IOM), dengan irisan setebal 5 mm, dimulai dari sinus maksillaris
sampai sinus frontalis. Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit
dari gigi geligi, sinus-sinus dan palatum, termasuk ekstensi intrakranial dari
sinus frontalis.5

Gambar 11.
Foto normal CT Scan sinus Maxilla. 7

Gambar 12.
Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan penebalan
dinding mukosa di sinus maxilla kanan. 7

19

Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan CT Scan dan MRI juga


dilakukan untuk menegakkan diagnosis dari sinusitis. Cara ini mampu
menggambarkan secara detail area dari sinus dan area nasal, biasanya digunakan
untuk kasus yang kronis dan sinusitis akut yang rekuren serta pada kasus-kasus
sulit.4,5
CT Scan disarankan hanya untuk pemeriksaan sinusitis akut jika terdapat
komplikasi atau beresiko tinggi terhadap terjadinya komplikasi. MRI tidak
seefektif CT Scan dalam penggambaran anatomi dari sinus paranasal. Disamping
harganya yang lebih mahal, biasanya MRI tidak dipakai kecuali pemeriksa
menitikberatkan pada tumor, infeksi jamur, atau komplikasi yang mengenai tulang
tengkorak. 5
CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level,
perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal,
penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang
mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan:5
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan

CT-Scan

tidak

mengalami

ehans.

Kadang

sukar

membedakannya dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama
makin besar dapat menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh
massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan
sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran
perifer
Gold Standart untuk mendiagnosa sinusitis yang disebabkan oleh bakteri
adalah pemeriksaan mikrobiologis (pungsi sinus dan kultur bakteri). Biakan
bakteri yang berasal dari hidung bagian depan hanya sedikit bernilai dalam
20

interpretasi bakteri dalam sinus maksilaris, bahkan dapat memberikan informasi


yang salah karena biakan dari hidung depan akan mengungkapkan organisme
dalam vestibulum nasi termasuk flora normal seperti stafilokok dan beberapa
kokus gram positif lainnya yang tidak ada kaitannya dengan bakteri yang dapat
menimbulkan sinusitis. Suatu biakan dari posterior hidung atau nasofaring justru
lebih memberikan banyak manfaat dan jauh lebih akurat namun sangat sulit dalam
pengerjaannya. Biakan bakteri pada sinusitis kronik dapat ditemukan infeksi
campuran dari berbagai macam mikroba.4,5
KRITERIA DIAGNOSIS
TABEL 1. Kriteria diagnosis sinusitis antara lain:6
Kriteria mayor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Sakret nasal dan post nasal purulen
Kongesti nasal
Obstruksi nasal
Hiposmia atau anosmia

Kriteria minor
Sakit kepala
Rasa lelah
Halitosis
Nyeri gigi
Nyeri atau rasa tertekan/ penuh pada

telinga
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria
minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.6
9. Gejala Klinis
1) Sinusitis Akut
Keluhan utama rinosinositis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/ rasa
tekanan oada muka dan ingus purulen, yang sering kali turun ke tenggorok (post
nasal-drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.2
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan
ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain
(referred pain). Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/ anosmia, halitosis, post
nasal-drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.2,3,4

21

Selaput lendir hidung tampak merah dan membengkak, dari hidung


mungkin keluar nanah berwarna kuning atau hijau. Demam dan menggigil
menunjukkan bahwa infeksi telah menyebar ke luar sinus.4
a. Sinusitis maksilaris
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri kepala
yang tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetik biasa seperti aspirin.
Wajah terasa bengkak penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Sering kali terdapat
nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk serta nyeri pada palpasi dan
perkusi. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan
maksila.Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau
busuk. Batuk iritiatif non produktif sering kali ada.3
b. Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi selulitis orbita. Pada dewasa. Sering kali bersama-sama
dengan sinusitis maksilaris, serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis
yang tak dapat dielakan. Gejala berupa nyeri tekan di antara kedua mata dan
di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung. Pada anak, dinding
lateral labirin etmoidalis (lamina papirasea) sering kali merekah dan karena
itu sering kali menimbulkan selulitis orbita.3
c. Sinusitis frontalis
Sinusitias frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior.penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan selain
daripada gejala inferksi yang umum, pada sinusitis frontalis terdapat nyeri
kepala yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari
dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda
hingga menjelang malam.pasien biasanya menyatakan bahwa dahinya terasa
nyeri bila disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbita. Tanda
22

patognomotik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di daerah
sinus yang terinfeksi.3
d. Sinusitis sphenoidalis
Sinusitis sphenoidalis akut terisolasi amat jarang. Sinusitis ini dicirikan oleh
nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium, oksipital, belakang bola
mata, dan daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim penjadi
pansinusitis dan oleh karena itu menjadi satu dengan gejala infeksi sinus
lainnya.3
2) Sinusitis Kronik
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadangkadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba eusthacius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sinobronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat
dan sulit diobati. Pada anak mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis.3

10. Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk sinusitis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:6
Gejala

Sinusitis

Sinusitis

Rhinitis

Common

ISPA

Nyeri wajah

akut
Ada, berat

kronik
Ada, tidak

alergi
Jarang

cold
Tidak ada

Bakteri
Tidak ada

7-10 hari

10-14 hari

terlalu
Waktu

Lebih dari

dominan
Lebih dari 12

Tidak pasti,

10-14 hari, <

minggu,

kambuh bila

4 minggu

biasanya

terdapat

hilang timbul

pajanan
23

Sekret

Post nasal
drip
Demam
Batuk
Sakit kepala

Kental,

Kental, tebal,

alergi
Encer, tipis,

Agak encer,

Kental,

putih-

banyak.

bening

bening- putih

putih;

kuning- hijau

Putih-

kuning- hijau
Ada karena sekret sangat
kental
Ada
Kadang
Kronik
Kronik
Ada, bertambah ketika

kuningJarang

Jaranf

hijau
Ada

Tidak ada
Kadang
Tidak ada

Kadang
Ada
Jarang

Ada
Ada
Kadang

Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidaka ada

Tidak ada
Kadang

menunduk, nyeri spesifik


sesuai sinus yang meradang,
biasanya unilateral dan
timbul pada pagi hari. Pada
kasus sinusitis akut terasa
Sakit gigi
Napas

lebih sakit
Pada sinusitis maksilaris
Ada
Kadang

berbau
Hidung

Ada

Ada

Kadang

Ada

Ada

tersumbat
Bersin-

Tidak ada

Tidak ada

Kadang

Ada

Ada

bersin
Ciri khas

Gejala pada hidung

Timbul

Gejala pada hidung

cenderung bilateral,

gejala di

cenderung unilateral

inflamasi berat

tempat laing

padansinusitis bakteri

11. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:2
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
24

3. Mencegah perubahan menjadi kronik.


Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengobatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
sinusitis akut, yaitu:
Sinusitis akut
Terapi medikamentosa
1)

Dapat diberikan terapi antibiotik selama 10-14 hari, namun dapat


diperpanjang sampai gejala semuanya hilang. Pemilihannya hampir selalu
empirik karena kultur nasal tidak dapat diandalkan dan aspirasi sinus maksila
merupakan kontraindikasi. Jenis antibiotik yang dipilih adalah golongan
penisilin seperti amoksisilin. Jika resisten dapat diberikan amoksisilinklavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala klinik sudah hilang. 2,4

2)

Dekongestan lokal maupun sistemik. Dekongestan lokal berupa obat tetes


hidung, untuk membantu draenase sinus selama 5 hari untuk menghindari
rinitis medikamentosa. Sedangkan dekongestan sistemik hanya 2, yaitu :
Pseudoefedrin dan fenilpropanolamin.2

3) Analgetik selain untuk menghilangkan rasa nyeri juga untuk mengencerkan


sekret, meningkatkan kerja silia serta merangsang pemecahan fibrin. 2

Sinusitis subakut2,3,4
1) Antibiotik, diberikan antibiotik spektrum luas selama 10 atau 14 hari.
2) Dekongestan ( Obat tetes hidung ) untuk memperlancar draenase, selama 510 hari, karena bila terlalu lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa.
3) Analgetik, antihistamin, dan mukolitik.
4) Diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short Wave Diatermy,
UKG) sebanyak 5-6 kali di daerah sinus yang sakit, untuk memperbaiki
vaskularisasi sinus.
25

5) Terapi pencucian Proetz ( Proetz Displecement Therapy ), yang pada


prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus
paranasal serta menghisap sekret ke luar. Cara ini dipakai untuk mencuci
sinus etmoid dan sinus sfenoid. Untuk sinus frontal dan sinus maksila cara ini
kurang efektif.
6) Pada sinusitis maksila, dapat dilakukan tindakan pungsi, irigasi, atau
antrostomi, yaitu lubang di meatus inferior yang menghubungkan hidung
dengan sinus maksila.
7) Tindakan intranasal lain yang mungkin diperlukan agar drainase sekret lancar
berdasarkan kelainan yang ada pada pasien adalah operasi koreksi septum,
pengangkatan polip, dan konkotomi total atau parsial.
Sinusitis kronis

Terapi Medikamentosa memiliki peran terbatas karena umumnya disebabkan


obstruksi sinus yang persisten.2,4
1) Dapat diberikan obat-obat simtomatis dan antibiotik selama 2-4 minggu
untuk mengatasi infeksinya. Antibiotik yang dipilih mencakup anaerob,
seperti penisilin V, Klindamisin atau augmentin merupakan pilihan yang
tepat jika penesilin tidak efektif.
2) Steroid nasal topikal contohnya beklometason yang digunakan sebagai
antiinflamasi dan alergi.
3) Pada sinusitis maksila dapat dilakukan pungsi, atau antrostomi dan
irigasi sedangkan pada sinusitis etmoidalis ,sfenoidalis dan frontalis dapat
dilakukan pencucian proetz.

Terapi Radikal4,6
Dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan membuat
draenase sinus yang terkena.
1) Operasi Caldwell luc dapat dilakukan pada kelainan sinus maksila.
2) Etmoidektomi dapat dilakukan pada kelainan sinus etmoidalis.

26

3) Operasi Killian secara intranasal dan ekstra nasal dilakukan pada


kelainan sinus frontal.
4) Draenase secara intranasal juga dapat dilakukan pada kelainan sinus
sfenoid.

Gambar 13.
Prosedur tindakan Caldwell. 6

Gambar 14.
Caldwell procedure

Pada perkembangan terakhir Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BESF)


yang mempunyai prinsip membuka dan membersihkan daerah kompleks
ostiomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga mukosa
sinus menjadi normal kembali. Bila gejala akut sinusitis tidak reda dengan
pengobatan, terutama bila serangan timbul lebih dari 4-6 kali per tahun, gejala
menetap di antara 2 serangan, dan diperkirakan ada masalah lain yang
mendasarinya maka sebaiknya pasien juga dirujuk, karena mungkin diperlukan
tindakan pembedahan.2
27

Gambar 15.
Endoscopic sinus surgery. 9

12. Komplikasi Sinusitis


Sinusitis merupakan suatu penyakit yang tatalaksananya berupa rawat jalan.
Pengobatan rawat inap di rumah sakit merupakan hal yang jarang kecuali jika ada
komplikasi dari sinusitis itu sendiri. Walaupun tidak diketahui secara pasti,
insiden dari komplikasi sinusitis diperkirakan sangat rendah. Salah satu studi
menemukan bahwa insiden komplikasi yang ditemukan adalah 3%. Sebagai
tambahan, studi lain menemukan bahwa hanya beberapa pasien yang mengalami
komplikasi dari sinusitis setiap tahunnya. Komplikasi dari sinusitis ini disebabkan
oleh penyebaran bakteri yang berasal dari sinus ke struktur di sekitarnya.
Penyebaraan yang tersering adalah penyebaran secara langsung terhadap area
yang mengalami kontaminasi.3
Komplikasi dari sinusitis tersebut antara lain :3
1.

2.

Komplikasi lokal
a)

Mukokel

b)

Osteomielitis (Potts puffy tumor)

c)

Kelainan paru

Komplikasi orbita
28

3.

a)

Inflamatori edema

b)

Abses orbita

c)

Abses subperiosteal

d)

Trombosis sinus cavernosus.

Komplikasi intrakranial
a)

Meningitis

b)

Abses Subperiosteal

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya


antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada
sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau
intracranial. 4
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik
atau berkomplikasi.5
1.

Komplikasi lokal
a. Osteomielitis
Infeksi sinus dapat menjalar hingga struktur tulang mengakibatkan
osteomielitis baik di anterior maupun posterior dinding sinus. Penyebaran
infeksi dapat berasal langsung atau dari vena yang berasal dari sinus.
Osteomielitis paling banyak ditemukan pada dinding sinus frontal. Sekali
tulang terinfeksi, bisa menyebabkan erosi pada tulang tersebut dan
mempermudah terjadinya penyebaran infeksi di bawah subperiosteum yang
berujung pembentukan abses subperiosteal. Erosi bisa mempengaruhi bagian
anterior atau posterior dari dasar sinus yang mempermudah terjadinya
penyebaran ekstrakranial atau intrakranial. Jika abses subperiosteal berbatasan
dengan dasar anterior dari tulang frontal itu disebut dengan Pott`s puffy tumor.

29

Pasien dengan Pott`s puffy tumor selalu muncul pada usia lebih dari 6 tahun
karena sinus frontalis belum terbentuk pada usia di bawah 6 tahun.3

Gambar 16.
Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis8

b. Mukokel
Mukokel adalah penyakit kronis berupa lesi kistik yang mengandung
mukus pada sinus paranasal. Mukokel tumbuh secara perlahan memakan
waktu tahunan untuk menimbulkan keluhan. Dan keluhan berhubungan
dengan bertambah besarnya mukokel. Sesuai dengan pertambahan besarnya,
mukokel dapat menekan dinding sinus sehingga mengawali erosi tulang.
Setelah terjadi erosi pada dinding sinus, mukokel dapat mengenai seluruh
struktur. Mukokel kebanyakan terjadi pada sinus frontalis, diikuti dengan
sinus etmoid dan maksila. Gejala dari sinus frontal atau etmoid dapat
menyebabkan sakit kepala, diplopia dan proptosis. Bola mata yang proptosis
secara khas berpindah ke arah bawah dan luar. Mukokel sinus maksilaris
biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada foto rongent sinus. Mukokel
pada lokasi ini jarang menyebabkan gejala karena sinus maksilaris luas dan
mukokel jarang menjadi cukup besar untuk menyebabkan kelainan pada
tulang. Mukokel sinus maksilaris dapat menimbulkan gejala, jika menghambat
ostium sinus maksilaris. Mukokel dapat bergejala pada setiap sinus ketika
mukokel terinfeksi membentuk mukopyocele. Gejalanya hampir sama dengan
mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Diagnosis ditegakkan oleh CT
scan sinus. Mukokel yang mempunyai gejala ditata laksana dengan tindakan
30

bedah mengangkat mukokel dan membersihkan sinus. Eksplorasi sinus secara


bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta
memastikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsipprinsip terapi. 3,5

Gambar 17.
Gambaran MRI mukokel sinus frontal bilateral.5

c. Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.3
2.

Infeksi orbita
Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau
trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang
31

terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus
frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar
hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke
ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding
sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah
menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina
papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada
orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus
yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar
melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier
tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses
di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum
rusak maka akan terbentuk abses orbita.3

Gambar 18.
Gambaran selulitis periorbita. 8

32

Gambar 19.
Klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis. 9

3. Komplikasi Intrakranial
Komplikasi intrakranial sangat jarang, terjadi hanya satu hingga 3 kali
setiap tahunnya. Penggunaan antibiotik menurunkan insiden komplikasi ini.
Komplikasi dari intrakranial meliputi (1) meningitis, (2) abses epidural, (3) abses
subdural, (4) abses otak. Pasien

pada umumnya memiliki lebih dari satu

komplikasi intrakranial, seperti abses epidural/subdural terjadi bersamaan dengan


abses otak atau meningitis. Berikut ini frekuensi relatif jumlah komplikasi
intrakranial dari sinusitis.3
Tabel 3. Frekuensi Komplikasi Intrakranial3
Komplikasi intracranial
Meningitis
Abses otak
Abses epidural
Abses subdural

Frekuensi relatif (%, range)


34 % (17 54)
27 % (0 50)
23 % (0 44)
24 % (9 86)
33

Persentase

pasien

dengan

>

1 28 %

komplikasi intracranial
Banyak studi yang telah memperlihatkan bahwa sejumlah besar
komplikasi ini lebih sering terjadi pada pria (lebih dari 3 : 1 pria/wanita).
Penyebab hal ini tidak diketahui secara pasti , tapi berlaku bahwa pada setiap
golongan umur dan mungkin terkait dengan jenis kelamin, memiliki perbedaan
anatomi dan drainase vena sinus.3

Gambar 20.
Lokasi komplikasi intrakranial dari sinusitis. 9

Patogenesis dari komplikasi intrakranial ini mirip dengan terjadinya


komplikasi pada infeksi infraorbital. Infeksi intrakranial bisa berkembang dari
penyebaran luas melalui invasi dinding sinus menuju tulang yang terkontaminasi,
dan kemudian ke struktur intrakranial melalui osteitis atau cacat congenital atau
defek traumatik. Berbeda dengan infeksi orbital, metode tersering dari komplikasi
intrakranial ini adalah melalui penyebaran emboli septik via vena diploik kalvaria
dan tidak adanya katup pada sistem vena juga bertanggung jawab terhadap
drainase dari wajah bagian tengah dan sinus paranasal.3,6

13. Pencegahan
Mencegah radang selaput lendir atau sinusitis : 4
34

a. Minum banyak : membantu meringankan hidung yang tersumbat dan sekret


hidung dapat mengalir.
b. Pemberian obat yang adekuat dan dosis yang tepat.
c. Menggonsumsi obat yang teratur sesuai petunjuk dokter.
d. Menghindari zat-zat alergen yang mengakibatkan pembengkakan mukosa
hidung.

14. Prognosis
Kira-kira 40% kasus sinusitis akut sembuh spontan tanpa antibiotik, angka
kekambuhan setelah keberhasilan pengobatan adalah kurang dari 5%. Sedangkan
pada sinusitis kronik, hasil akhir yang memuaskan tercapai jika pasien diobati
secara dini dengan penanganan medis yang agresif, selain itu FESS dapat
mengembalikan kesehatan sinus dengan meredakan gejala secara komplit atau
moderat pada 80-90% pada pasien dengan sinusitis yang rekuren atau yang tidak
responsif terhadap pengobatan.2,3

DAFTAR PUSTAKA

35

1.

Endang Mangunkusumo, Damayanti Soetjipto. Sinusitis. Dalam : Soepardi EA,


Iskandar N, editor. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai penerbit FK-UI; 2001.h.151-3.

2.

Damayanti Soetjipto, Endang Mangunkusumo, Sinus Paranasal. Dalam : Soepardi


EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5.
Jakarta: Balai penerbit FK-UI;2001.h.145-9.

3.

Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adams GL, Boies RL, Highler PA,
editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta ; 1997.h.240-57.

4.

National Institute of Allergy and Infectious Diseases, diambil dari:


https://www.niaid.nih.gov/topics/sinusitis/Documents/sinusitis.pdf. Diakses tanggal 2
April 2015

5.

Rachman MD, Sinus paranasalis dan Mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi


Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik Departemen Radiologi
FKUI; 2005. Hal 431-45

6.

Itzhak

Brook.

Acute

Sinusitis.

Diambil

dari:

http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview#showall .Diakses tanggal 2


April 2015
7.

http://www.radiopedia.org Diakses pada tanggal 8 April 2015

8.

http://www.mayoclinic.org Diakses pada tanggal 5 April 2015

9.

http://www.surgeryencyclopedia.com Diakses pada tanggal 5 April 2015

36

Anda mungkin juga menyukai