Porto Bedah
Porto Bedah
Kasus
Topik: Apendicitis Akut
Tanggal (kasus):
Persenter: dr. Hendy Buana Vijaya
Tanggal (presentasi):
Pembimbing: dr. Asep Agus S Sp. B
Tempat Presentasi : Ruang Pertemuan Komite Medik
Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Diagnostik
Neonatus
Keterampilan
Penyegaran
Manajemen
Bayi
Masalah
Anak
Tinjauan Pustaka
Istimewa
Remaja
Dewasa
Bumil
Lansia
Tinjauan Pustaka
Cara
membahas:
Diskusi
Data pasien:
Nama klinik: RSUD Datu
beru
Riset
Presentasi dan
Kasus
Audit
Pos
diskusi
Nama: Tn. Marikin
Telp: -
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-64.
Humes D, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ 2006; 333; 530-534
Anonymous. Anatomy. Netter surgical anatomy review.
Ishikawa H. Diagnosis and treatment of acute appendicitis. Journal of Japan Medical Assosiation. 2003 ;
46 : 217-221
5. Ohle R, Reilly F, OBrien K, Fahey T, Dimitrov D. The Alvarado score for predicting acute appendicitis :
systemic review.BMC Medicine, 2011 ; 9 : 139 :1-13
6. Abdullah M, Firmansyah M. Diagnostic Approach and Management of Acute Abdominal Pain. Department
of Internal Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Indonesia.
7. Omari A, Khammash M, Qasaimeh G, Shammari A, Yaseen M, et al. Acute appendicitis in the elderly : risk
factore for perforation. World Journal of Emergency Surgery. 2014 ; 9 : 1-6
Hasil pembelajaran:
1. Definisi Apendisitis akut
2. Mendiagnosis Apendisitis akut
3. Penatalaksanaan terapi dan edukasi pada pasien Apendisitis akut
1. Subjektif : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari, nyeri menjalar ke seluruh
bagian perut hingga sampai ke belakang, demam, nafsu makan berkurang, tidak BAB selama 1, BAK tidak ada
masalah berupa BAK.
2. Objektif : Keadaan umum : tampak sakit sedang; KESADARAN Compos Mentis; Vital sign : TD : 110/70 mmHg; Hr
: 88x/m, Suhu : 38 C. Pemeriksaan fisik : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pernafasan simetris (+), Rh
(-/-), Wh (-/-), S1 > S2 reguler, bising usus (+), nyeri tekan (+) Mc Burney (+), distensi (+), Psoas sign (+),
Deffense muscular (+), akral hangat (+).
3. Assesment :
Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan bawah. Apendiks
berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di sekum. Tipikal lokasi dari Apendiks
yaitu : retrocaecal-retrocolic, pelvic (descending), subcecal, ileocecal (anterior to cecum), ileocecal (posterior to
cecum). Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis
dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal.
Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral.1,2,3
Patofisiologi
Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab
utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari
aliran lendir apendiks, dimana menyebabkan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri
yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi
semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 1,2,4,5
Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam
pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur
lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler,
yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja
terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada
sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan
seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktu-waktu dan dapat langsung berujung pada
komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya
terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar.1,2,4,5
Etiologi
Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan dengan
sumbatan pada lumen apendiks. Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain :1,2
1. Hiperplasia jaringan limfa
2. Masa fekalith
3. Sumbatan oleh cacing ascaris
4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat sehingga menimbulkan
konstipasi.
5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba hystolitica.
Manifestasi Klinis
1,2,4,5,6
Gejala
Nyeri Perut
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah
epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri
somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral
dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam,
dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah
dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis
apendisitis.
Mual dan Muntah
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan
tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.
Gejala Gastrointestinal
Keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya
penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena
perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh
peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat
penyakit penyerta lain.
Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami
nyeri somatik.
Tanda
Keadaan Umum
Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut.
Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5
38,5C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi.
Keadaan Lokal
Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum
oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri
tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan
palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang
terjadi secara lokal.
Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan
nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah
nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney.
Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup
khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien
melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi
panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung
antara apendiks dengan otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan
endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator
internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam
Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi
secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi
terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut :
Tatalaksana
Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah
Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pascaoperasi dan meningkatkan keberhasilan operasi.1,3,4,5,6,7
Medikamentosa
Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum
luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil
karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara
diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi
2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post
operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal.
Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan
lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan
10
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi
antibiotik 7-10 hari.
Apendektomi
Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera
setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif
yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri
dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam).
Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5%
terjadinya perforasi.
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi
terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara
SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang
membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan
palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan
dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi.
Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang
menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi.
Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi
dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih
mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak
terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal.
Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka
umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul
11
12
waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi. Pasien dilakukan Laparotomi eksplorasi
dan apendiktomi karena dicurigai adanya perforasi apendiks.
13
Peserta
Pembimbing
Pendamping
dr. Juliana