Anda di halaman 1dari 4

NAMA : MAHYA AL-IZZAH

NIM : 140102108
MK : HUKUM ISLAM DAN MASYARAKAT
PRAKTEK ZAKAT PADA MASA RASULLUAH HINGGA SAHABAT
A. Praktek Zakat Pada Masa Rasulluah
Secara historis, periode Makkah tidak secara tegas menyatakan kewajiban zakat yang pada
umumnya lebih bersifat informatif. Misalnya turun ayat yang bercerita tentang hak-hak fakir dan
miskin atau ketentraman dan kebahagiaan orang-orang yang menunaikan zakat. Pada periode
Makkah, zakat belum menjadi syariat wajib, karena ayat-ayat Makkah tidak memakai shighat
amar (kata perintah).
Syariat zakat baru diterapkan secara efektif pada tahun kedua hijriyah
yaitu periode madinah. Ketika itu zakat mempunyai dua fungsi yaitu ibadah
bagi Muzakki dan sumber utama pendapatan negara. Dalam pengelolaan
zakat, Nabi sendiri turun tangan memberikan contoh dan operasionalnya.
Tentang prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya, untuk daerah diluar
kota

Madinah

Nabi

mengutus

petugas

untuk

mengumpulkan

dan

menyalurkan zakat. Di antara petugas itu adalah Muaz Ibn Jabal untuk
memungut dan mendistribusikan zakat dari dan untuk penduduk Yaman.
Pada periode Madaniyyah ayat-ayat tentang zakat sudah terinci
meliputi antara lain: rincian tentang golongan yang berhak (mustahik) zakat
(QS. 9: 60), zakat itu di samping diserahkan langsung oleh muzakki (orang
yang berzakat) atas dasar keikhlasan dan kesadarannya zakat juga harus
diambil oleh para petugas yang dikhususkan untuk melakukan kegiatan
tersebut (QS. 9: 130), dan diuraikan pula beberapa komoditas yang termasuk
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya dengan persyaratan tertentu yang
harus dipenuhi (nisab, persentase zakat, waktu pengeluarannya).
Adapun sumber dan objek zakat pada periode madinah ini yaitu Zakat
pertanian, tumbuhan, dan hasil tanaman yaitu zakatnya hanya terbatas pada

kurma, anggur, kismis dan jewawut atau gandum (kadar zakatnya 10 %


apabila diairi air hujan, sungai, atau mata air lainnya sedangkan kadar zakat
jika diairi dengan cara disiram maka zakatnya 5 %). Zakat barang berharga
yaitu emas dan perak (kadar zakatnya 2,5%). Sedangkan zakat peternakan,
hewan

ternak

yang

wajib

dizakati

terbatas

pada

unta,

sapi,

dan

kambing/domba, zakat barang temuan (kadar zakatnya adalah sebesar

seperlima atau 20%),

zakat perdagangan dan zakat hasil usaha (kadar

zakatnya 2,5 %).


Pelaksanaan zakat di zaman Rasulullah saw dan yang kemudian
diteruskan para sahabatnya yaitu para petugas mengambil zakat dari para
muzakki, atau muzakki sendiri secara langsung menyerahkan zakatnya pada
Baitul Maal, lalu oleh para petugasnya (amil zakat) didistribusikan kepada
para mustahik. Dengan demikian, sistem distribusi zakat pada masa Rasulullah diatur secara
proporsional dan kondisional disesuaikan dengan tingkat kebutuhan mustahiq zakat.
B. Praktek Zakat pada masa sahabat
a. Zakat Pada Masa Khalifah Abu Bakar.
Pada awal pemerintahan Khalifah Abu Bakar timbul suatu gerakan yang
tidak

mau

membayarkan

zakatnya

kepada

Khalifah.

Maka

khalifah

mengambil suatu kebijaksanaan bahwa golongan yang tidak mau lagi


membayar zakat di hukum telah murtad, maka mereka boleh di perangi.
Sikap dan langkah politik yang diambil adalah memerangi orang-orang yang
enggan membayar zakat tersebut. Adapun sumber zakat pada masa Abu
Bakar ialah harta zakat, baik itu yang sifatnya dzahir (tanaman, buahbuahan, dan ternak) maupun harta bathin (harta emas, perak, perniagaan,
dan harta galian) Semuanya di himpun dan dibagikan oleh amilin, praktik
serupa juga dilakukan oleh khalifah Umar Ibn al-Khatab.
Dalam pelaksanaan dan pengelolaannya khalifah Abu Bakar langsung
turun tangan dan mengangkat beberapa tugas (amil zakat), sehingga
pemungutan dan penyaluran harta zakat berjalan dengan baik. Dalam soal
pemberian, Abu Bakar tidak membedakan antara terdahulu dan terkemudian

masuk Islam. Sebab kesemuanya berhak memperoleh zakat apabila kondisi


kehidupannya membutuhkan serta masuk dalam kelompok asnaf penerima
zakat.
b. Zakat pada Masa Khalifah Umar Ibn al-Khattab.
Pemungutan dan pengelolaan zakat dalam masa Khalifah Umar Ibn alKhattab ini makin diintensifkan, sehingga penerimaan harta zakat makin
meningkat, karena semakin banyak jumlah para wajib zakat dengan
pertambahan dan perkembangan umat Islam di berbagai wilayah yang
ditaklukan. Pada masa khalifar Umar diwajibkan zakat pada kuda, karena
pada masanya kuda sudah digolongkan kepada zakat peternakan, sehingga
ia dijadikan sebagai objek zakat. umar juga menetapkan karet dan madu
sebagai objek zakat karena pada masanya, kedua hal tersebut telah lazim
diperdagangkan, bahkan secara besar-besaran sehingga mendatangkan
keuntungan bagi para penjualnya.
Perhatian Khalifah Umar terhadap pelaksanaan zakat sangat besar. Untuk
itu ia selalu mengontrol para petugas amil zakat dan mengawasi keamanan
gudang penyimpanan harta zakat, khususnya harta- harta zahirah (terlihat).
Untuk itu beliau tidak segan-segan mengeluarkan ancaman akan menindak
tegas petugas yang lalai atau menyalahgunakan harta zakat.
c. Zakat pada Masa Khalifah Utsman Ibn Affan.
Dalam periode ini, penerimaan zakat makin meningkat lagi, sehingga
gudang Baitul Mal penuh dengan harta zakat. Bagi khalifah Usman Ibn Affan,
urusan zakat ini demikian penting, untuk itu dia mengangkat pejabat khusus
menanganinya yaitu zaid Ibn Tsabit, sekaligus mengangkatnya mengurus
lembaga keuangan Negara (BaitulMal). Harta zakat yang terkumpul segera di
bagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga tidak terdapat
sisa harta zakat yang tersimpan dalam Baitulmal Pernah satu masa, Usman
memerintahkan Zaid untuk membagi-bagikan harta kepada yang berhak
namun masih tersisa seribu dirham, lalu Usman menyuruh Zaid untuk
membelanjakan sisa dana tersebut untuk membangun dan memakmurkan

masjid Nabawi. Disampin itu, Utsman bin Affan berpendapat bahwa zakat
hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh
utang- utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana
pensiun. Di masa Usman ini diperbolehkan membayar zakat melalui nilai
uang, yang disetarakan dengan 2,5% dari harta yang dizakati. Praktik serupa
juga berlaku pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Zakat pada Masa Khalifah Ali Ibn Abi Thalib.
Dalam penerapan dan pelaksanaan zakat, Ali Ibn Abi Thalib selalu mengikuti
kebijaksanaan

khalifah-khalifah

pendahulunya.

Harta

zakat

yang

sudah

terkumpul ia perintahkan kepada petugas supaya segera mambagi-bagikan


kepada mereka yang berhak yang sangat membutuhkannya, dan jangan sampai
terjadi penumpukan harta zakat dalam Baitul Mal. Pada masa khalifah Ali bin Abi
Thalib kebijakan baru terlihat dalam masalah objek zakat, dimana dengan
bertambah luasnya wilayah yang dikuasai umat Islam maka sejalan dengan itu
pula ditemukan beberapa objek zakat yang baru. Salah satunya seperti yang
dilakukan Gubernur Kufah, memunggut pajak terhadap sayuran segar yang
digunakan sebagai bumbu masak.

Anda mungkin juga menyukai