Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu empedu merupakan salah satu penyakit tersering yang pada system traktus
digestivus. Pada autopsy ditemukan 11-36% orang dengan batu empedu.

Prevalensi dari

kolelitiasis dipengaruhi oleh beberapa factor, di antaranya etnis, gender, komorbiditas, umur, dan
genetic. Obesitas, kehamilan, diet, Crohns disease, reseksi ileus terminalis, operasi gaster,
spherocytosis herediter, sickle cell, dan tallasemia meningkatkan terbentuknya batu empedu.1
Insidens kolelitiasis di negara Barat adalah sekitar 10-20 %, dan biasanya terjadi pada
orang dewasa tua dan lanjut usia. Prevalensi kolelitiasis di Asia dan Africa lebih rendah daripada
negara Barat. Angka kejadian pada wanita lebih banyak 2-3 kali lebih banyak daripada pria.2
Kebanyakan kolelitiasis tidak mempunyai gejala maupun tanda. Perpindahan batu menuju ductus
cysticus menyebabkan kolik selain itu dapat menyebabkan kolesistitis akut. Kolangitis dapat
terjadi ketika batu menghambat duktus hepaticus atau ductus billiaris sehingga mengakibatkan
infeksi dan inflamasi.8
Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit reproduksi yang banyak menyerang wanita.
Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatatakan adanya pertumbuhan sel-sel otot
polos pada ovarium yang jinak. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan untuk menjadi tumor
ganas atau kanker. Perjalanan penyakit yang sillint killer atau secara diam-diam menyebabkan banyak
wania yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terserang kista ovarium dan hanya mengetahui pada
saat kista sudah dapat teraba dari luar atau membesar. Kista ovarium juga dapat berubah menjadi ganas
dan berubah menjadi kanker ovarium. Untuk mengetahui dan mencegah agar tidak terjadi kanker
ovarium maka seharusnya pendeteksian dini kanker ovarium dengan pemeriksaan yang lebih lengkap
sehingga dengan ini pencegahan terjadinya keganasan dapat dilakukan. 6,7

Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan aesthesos,
persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. 5
Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948
yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah
pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia
1

adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran
pasien
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini ada 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum: untuk mengetahui bagaimana perjalanan penyakit dan penatalaksanaan
anestesi pada pasien ini.
Tujuan khusus: untuk menyelesaikan tugas laporan kasus dari kepaniteraan klinik di SMF
Ilmu Bedah RSUD Dr. Mohammad Saleh, Probolinggo.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu
di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah
bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu
campuran.8 K i s t a a d a l a h s u a t u j e n i s t u m o r , p e n y e b a b p a s t i n y a s e n d i r i
b e l u m diketahui. Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang
berisicairan. Pada wanita organ yang paling sering terjadi adalah kista ovarium.6
2.2 Anatomi dan Fisiologi
2.2.1 Sistem Bilier
Kandung empedu merupakan sebuah kantung berbentuk seperti buah pear, panjangnya 7-10 cm
dengan kapasitas 30-50 ml. Ketika terdistensi dapat mencapai 300 ml. Kandung empedu
berlokasi di sebuah lekukan pada permukaaan bawah hepar yang secara anatomi membagi hepar
menjadi lobus kanan dan lobus kiri. Kandung empedu dibagi menjadi 4 area secara anatomi:
fundus, corpus, infundibulum dan leher. Fundus berbentuk bulat, dan ujungnya 1-2 cm melebihi
batas hepar, strukturnya kebanyakan berupa otot polos, kontras dengan corpus yang kebanyakan
terdiri dari jaringan elastis. Leher biasanya membentuk sebuah lengkungan, yang mencembung
dan membesar membentuk Hartmanns pouch.1
Kandung empedu terdiri dari epitel silindris yang mengandung kolesterol dan tetesan lemak.
Mukus disekresi ke dalam kandung empedu dalam kelenjar tubuloalveolar yang ditemukan
dalam mukosa infundibulum dan leher kandung empedu, tetapi tidak pada fundus dan corpus.
Epitel yang berada sepanjang kandung empedu ditunjang oleh lamina propria. Lapisan ototnya
adalah serat longitudinal sirkuler dan oblik, tetapi tanpa lapisan yang berkembang sempurna.
Perimuskular subserosa mengandung jaringan penyambung, saraf, pembuluh darah, limfe dan
adiposa. Kandung empedu ditutupi oleh lapisan serosa kecuali bagian kandung empedu yang
3

menempel pada hepar. Kandung empedu di bedakan secara histologis dari organ-organ
gastrointestinal lainnya dari lapisan muskularis mukosa dan submukosa yang sedikit.1
Arteri cystica yang mensuplai kandung empedu biasanya berasal dari cabang arteri hepatika
kanan. Lokasi Arteri cystica dapat bervariasi tetapi hampir selalu di temukan di segitiga
hepatocystica, yaitu area yang di batasi oleh Ductus cysticus, Ductus hepaticus communis dan
batas hepar (segitiga Calot). Ketika arteri cystica mencapai bagian leher dari kandung empedu,
akan terbagi menjadi anterior dan posterior. Aliran vena akan melalui vena kecil dan akan
langsung memasuki hepar, atau lebih jarang akan menuju vena besar cystica menuju vena porta.
Aliran limfe kandung empedu akan menuju kelenjar limfe pada bagian leher.1,3

Gambar 2.1Vesica fellea


Persarafan kandung empedu berasal dari nervus vagus dan dari cabang simpatis melewati
pleksus celiaca. Tingkat preganglionik simpatisnya adalah T8 dan T9. Rangsang dari hepar,
kandung empedu, dan duktus biliaris akan menuju serat aferen simpatis melewati nervus
splanchnic memediasi nyeri kolik bilier. Cabang hepatik dari nervus vagus memberikan serat
kolinergik pada kandung empedu, duktus biliaris dan hepar.1,3
Hepar memproduksi empedu secara terus menerus dan mengekskresikannya pada
kanalikuli empedu. Orang dewasa normal memproduksi 500-1000 ml empedu per hari. Stimulasi
vagal meningkatkan sekresi empedu, sebaliknya rangsangan saraf splanchnic menyebabkan
4

penurunan aliran empedu. Asam hydrochloric, sebagian protein pencernaaan dan asam lemak
pada duodenum menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang akan meningkatkan
produksi dan aliran empedu. Aliran empedu dari hepar melewati Ductus hepaticus, menuju CBD
dan berakhir di duodenum. Sphincter Oddi yang intak menyebabkan empedu secara langsung
masuk ke dalam kandung empedu.1
Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lemak, dan pigmen empedu.
Natrium, kalium, kalsium, dan klorida memiliki konsentrasi yang sama baik di dalam empedu,
plasma atau cairan ekstraseluler. pH dari empedu yang di sekresikan dari hepar biasanya netral
atau sedikit alkalis, tetapi bervariasi sesuai dengan diet. Peningkatan asupan protein
menyebabkan empedu lebih asam. Garam empedu, cholate dan chenodeoxycholate, di sintesis di
hepar dari kolesterol. Mereka berkonjugasi dengan taurine dan glycine dan bersifat sebagai anion
(asam empedu) yang di seimbangkan dengan natrium.3
Garam empedu di ekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dan di tambah dari hasil
pencernaan dan penyerapan dari lemak pada usus. Pada usus sekitar 80% dari asam empedu di
serap pada ileum terminal. Sisanya di dekonjugasi oleh bakteri usus membentuk asam empedu
sekunder deoxycholate dan lithocholate. Ini di serap di usus besar di transportasikan ke hepar, di
konjugasi dan di sekresikan ke dalam empedu. Sekitar 95% dari pool asam empedu di reabsorpsi
dan kembali lewat vena porta ke hepar sehingga disebut sirkulasi enterohepatik. 5% di
ekskresikan di feses.3

Gambar 2.5 Gambar aliran empedu

Kolesterol dan fosfolipid di sintesis di hepar sebagai lipid utama yang di temukan di empedu.
Proses sintesis ini di atur oleh asam empedu.1
Warna dari empedu tergantung dari pigmen bilirubin diglucoronide yang merupakan produk
metabolik dari pemecahan hemoglobin, dan keberadaan pada empedu 100 kali lebih besar
daripada di plasma. Pada usus oleh bakteri diubah menjadi urubilinogen, yang merupakan fraksi
kecil dimana akan diserap dan di ekskresikan ke dalam empedu.3
2.2.2 Ovarium
Wanita

pada

umumnya

memiliki

dua

indung

telur

kanan

dan

kiri,

dengan penggantung mesovarium di bagian belakang ligamentum latum, kiri dan


kanan.O v a r i u m a d a l a h k u r a n g l e b i h s e b e s a r i b u j a r i t a n g a n d e n g a n
u k u r a n p a n j a n g kira-kira 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm

Hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat ditemukannya pembuluh-pembuluh darah


dan serabut-serabut saraf untuk ovarium. Pinggir bawahnya bebas. Permukaan belakangnya
pinggir keatas dan belakang ,sedangkan permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang
dekat dengantuba terletak lebih tinggi dari pada ujung yang dekat pada uterus, dan tidak jarang
diselubungi oleh beberapa fimbria dari infundibulum.6
Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus dengan ligamentum ovarii
proprium tempat ditemukannya jaringan otot yang menjadi satu dengan yang ada di ligamentum
rotundum. Embriologik kedua ligamentum berasal dari gubernakulum

2.3 Patogenesis
2.3.1 Cholelithiasis
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu
yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan
kosentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam
empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu
menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium,
bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang
terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran,
beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan biliary stasis
merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.1,2
Prevalensi batu empedu berhubungan dengan banyak faktor termasuk umur, jenis kelamin, dan
latar belakang etnik. Beberapa kondisi yang merupakan predisposisi berkembangnya batu
empedu adalah obesitas, kehamilan, faktor makanan, rendahnya konsumsi kopi, penyakit Crohn,
reseksi ileum terminal, operasi gaster, hereditary spherocytosis, sickle cell disease, dan
thalassemia. Semua ini akan meningkatkan resiko terjadinya batu empedu. Wanita 3 kali lebih
sering terjadi batu empedu di bandingkan laki-laki dan insidensinya meningkat sesuai dengan
usia.1

Batu Kolesterol
Batu kolesterol murni jarang di dapatkan dan terdapat hanya kurang dari 10%. Batu ini
biasanya multipel, ukurannya bervariasi, bila keras berbentuk ireguler, bila lunak berbentuk
mulberi. Warnanya bervariasi dari kuning, hijau, dan hitam. Batu kolesterol biasanya radiolusen,
kurang dari 10% radioopak. Baik batu kolesterol murni atau campuran, proses pembentukan batu
7

kolesterol yang terutama adalah supersaturasi empedu dengan kolesterol. Kolesterol adalah
nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi
dari kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama pada empedu). Supersaturasi hampir
selalu disebabkan oleh hipersekresi kolesterol di bandingkan pengurangan sekresi dari fosfolipid
atau garam empedu.
Batu Pigmen
Batu pigmen di klasifikasikan menjadi batu pigmen coklat dan hitam. Batu pigmen hitam
biasanya di hubungkan dengan kondisi hemolitik atau sirosis. Pada keadaan hemolitik beban
bilirubin dan konsentrasi dari bilirubin tidak terkonjugasi meningkat. Batu ini biasanya tidak
berhubungan dengan empedu yang tidak terinfeksi dan lokasinya selalu di kandung empedu.
Sebagai perbandingan, batu pigmen coklat mempunyai struktur yang sederhana dan biasanya di
temukan pada duktus biliaris dan terutama pada populasi Asia. Batu coklat lebih sering terdiri
dari kolesterol dan kalsium palmitat dan terjadi sebagai batu primer pada pasien di negara barat
dengan gangguan motilitas bilier dan berhubungan dengan infeksi bakteri. Dalam hal ini bakteri
memproduksi slime dimana berisi enzim glukuronidase.1
2.3.2 Kista Ovarium
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel deGraff.
Pada pertengahan siklus, folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akanmelepaskan
oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5 2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus
luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi,
korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama
kehamilan. Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan
selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang kadang-kadang disebut kista thecalutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista
fungsional multiple dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap
gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional (hydatidiform mole
danchoriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCG
menyebabkan kondisi yang disebut hiperreaktif lutein.6,7

Pasien dalam terapi infertilitas,induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH


dan LH) atau terkadang clomiphene citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari,
terutama bila disertaidengan pemberian HCG. Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel
yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasia
yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling
sering berasal dari epitel permukaan (mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis
kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous. Tumor
ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa
dari sex cord seldan germ cel tumor dari germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ
sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan
mesodermal.3,6
Jenis kista
Berdasarkan tingkat keganasannya, kista dibedakan menjadi dua macam,yaitu kista nonneoplastik dan kista neoplastik.
1. Kista ovarium non neoplastik
a. Kista folikel
Kista ini berasal dari folikel de graff yang tidak sampai berovulasi, namun tumbuh terus menjadi
kista folikel, atau dari beberapa folikel primer yang setelah bertumbuh di bawah pengaruh
estrogen tidak mengalami proses atresia yanglazim, melainkan membesar menjadi kista.bisa di
dapati satu kista atau beberapa dan besarnya biasanya berdiameter 1-1 cm.
Dalam menangani tumor ovarium timbul persoalan apakah tumor yangdihadapi itu neoplasma
atau kista folikel. Umumnya jika diameter tumor tidak lebih dari 5 cm, dapat di tunggu dahulu
karena kista folikel dalam 2 bulan akan hilang sendiri.
b. Kista korpus lutein
Dalam keadaan normal korpus luteum lambat laun mengecil dan menjadi korpus albikans.
Kadang-kadang korpus luteum akan mempertahankan diri (korpus luteum persisten); perdarahan
yang terjadi di dalamnya akan menyebabkan kista, berisi cairan berwarna merah coklat karena
darah tua. Pada pembelahan ovarium kista korpus luteum memberi gambaran yang khas. Dinding
kista terdiri atas lapisan berwarna kuning, terdiri atas sel-sel luteum yang berasal dari sel-sel
teka.

c. Kista teka luteinKista biasanya bilateral dan sebesar tinju. Pada pemeriksaan mikroskopik
terlihat luteinisasi sel-sel teka.Tumbuhnya kista ini ialah akibat pengaruh hormone
koriogonadrotropin yang berlebihan.
d. Kista inklusi germinal
Terjadi karena invaginasi dan isolasi bagian-bagian terkecil dari epitel germinativum pada
permukaan ovarium. Biasanya terjadi pada wanita usia lanjut dan besarnya jarang melebihi 1 cm.
Kista terletak di bawah permukaan ovarium, dindingnya terdiri atas satu lapisan epitel kubik atau
torak rendah, dan isinya cairan jernih dan serous.
e. Kista endometriumKista ini endometriosis yang berlokasi di ovarium.
2. Neoplasti jinak
1). Kistik:
a.Kistoma ovari simpleks
Kista ini mempunyai permukaan yang rata dan halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral
dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serous dan
berwarna kuning.pada dinding kista tampak lapisan epitel kubik.
Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium, akan tetapi jaringan yang
dikeluarkan harus segera diperiksa secara histologik untuk mengetahui apakah ada keganasan.
b. Kistadenoma ovarii serosum
Berasal dari epitel permukaan ovarium, umumnya jenis ini tak mencapai ukuran yang sangat
besar, di bandingkan dengan kistadenoma muscinosum. Pertumbuhan menjadi ganas apabila di
temukan pertumbuhan papilifer, proliferasi dan stratifikasi epitel, serta anaplasia dan mitosis
pada sel-sel. Secara mikroskopik di golongkan dalamkelompok tumor ganas.
c. Kistadenoma ovarii musinosum
Asal tumor belum diketahui dengan pasti. Menurut meyer, berasal dari teratoma dimana di dalam
pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen-elemen. Penulis lain menyebutkan bahwa
tumor ini berasal yangsama dengan tumor Brenner. Umumnya berbentuk multilokuler,
ukurannya dapat mencapai ukuranyang amat besar
d. Kista endometroid
Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar
dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam rahim tetapi melekat pada dinding luar
10

ovarium. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilkan darah haid yang
akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul
gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/sexsuale intercourse.
e.Kista dermoid
Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa
jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya
tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.
2). Solid:
Semua tumor ovarium yang padat adalah neoplasma. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa
termasuk suatu neoplasma yang ganas, meskipun semuanya berpotensi maligna. Potensi menjadi
ganas sangat berbeda pada berbagai jenis, umpamanya sangat rendah pada fibroma ovarium dan
sangat tinggi pada teratoma embrional yang padat.
2.4 Diagnosis
2.4.1 Cholelithiasis
Anamnesis
Gejala batu empedu yang khas adalah kolik bilier, keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri
di perut atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam, biasanya lokasi nyeri di
perut atas atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba.1,2
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus atau duktus
biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris akan meningkat dan
peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri viscera di daerah
epigastrium, mungkin dengan penjalaran ke punggung yang disertai muntah. 1,2
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga
pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat.1,2,3
Pemeriksaan Fisik

11

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis


akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu,
atau pankreatitis.2
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak
anatomi kandung empedu. Tanda Murphy postitif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik napas.

Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
Biasanya, jika sudah terjadi infeksi, maka akan ditemukan leukositosis (12.00015.000/mm3). Jika terjadi obstruksi pada duktus komunikus maka serum bilurubin
total akan meningkat 1-4 mg/dL. Serum aminotransferase dan alkali fosfatase juga
meningkat (>300 U/mL).
Alkali fosfatase merupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu.
Pada obstruksi saluran empedu, aktivitas serum meningkat karena sel duktus
meningkatkan sintesis enzim ini. Kadar yang sangat tinggi, menggambarkan obstruksi
saluran empedu.1,2
b) USG
Merupakan teknik yang cepat, tidak invasive, dan tanpa pemaparan radiologi.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi juga dapat dilihat dinding kandung
empedu yang menebal karena fibrosis atau udem karena peradangan maupun sebab
lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang udara di dalam usus.1,2
12

Gambar 2.9 USG Batu Empedu

c) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography)


Tes invasive ini melibatkan langsung saluran empedu dengan kanulasi endoskopi
Ampulla Vateri dan disuntikan retrogad zat kontras. Selain pada kelainan pancreas,
ERCP digunakan dalam pasien ikterus ringan atau bila lesi tidak menyumbat seperti
batu duktus koledokus. Keuntungan ERCP yaitu kadang-kadang terapi sfingterotomi
endoskopi dapat dilakukan serentak untuk memungkinkan lewatnya batu duktus
koledokus secara spontan atau untuk memungkinkan pembuangan batu dengan
instrumentasi retrograde duktus biliaris.1

13

Gambar 2.10 ERCP

d) PTC (Percutaneous Transhepatik Cholangiography)


Merupakan tindakan invasive yang melibatkan pungsi transhepatik perkutis pada
susunan duktus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum Chiba dan suntikan
prograd zat kontras. Teknik ini memungkinkan dekompresi saluran empedu non
bedah pada pasien kolangitis akut toksik, sehingga mencegah pembedahan gawat
darurat. Drainage empedu per kutis dapat digunakan untuk menyiapkan pasien ikterus
obstruktif untuk pembedahan dengan menghilangkan ikterusnya dan memperbaiki
fungsi hati.1
e) Foto Polos Abdomen
14

Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat pada
foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran
kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.

2.4.2 Kista Ovarium


Anamnesis
Adanya gejala:
a. Gangguan haid
b. Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atausering berkemih.
c. Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan
dan sakit diperut.
d. Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut.
a.Asites
b.Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta organ di dalam rongga perut
c.Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan
d.Gangguan buang air besar dan kecil.
e.Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.
15

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan USG masih menjadi pilihan utama untuk mendeteksi adanya kista. Selain itu, MRI
dan CT Scan bisa dipertimbangkan tetapi tidak sering dilakukan karena pertimbangan biaya.

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Cholelithiasis
Konservatif1,2,8
a).

Lisis batu dengan obat-obatan


Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan dan

jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan.
Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi
dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat
6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1
cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.
b).

Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung

empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi. 7
c).

Litotripsi (Extarcorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)


Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis

biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.
Penanganan operatif
a).

Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.

Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis
akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru
ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun 1989, angka
kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan
pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %. 4
b).

Kolesistektomi laparoskopik

16

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil
kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu
tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi
yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus biliaris.
Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan
menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh
sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.
2.5.2 Kista Ovarium6,7

1. Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau)selama 1-2 bulan, karena
kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan
ini diambil jika tidak curigaganas.
2. Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yakni dilakukan pengambilan kista
dengan tindakan laparoskopi atau laparotomi. Biasanya kista yang ganas tumbuh dengan cepat
dan pasien mengalami penurunan berat badan yang signifikan. Akan tetapi kepastian suatu kista
itu bersifat jinak atau ganas jika telah dilakukan pemeriksaan Patologi Anatomi setelah dilakukan
pengangkatan kista itu sendiri melalui operasi. Biasanya untuk laparoskopi diperbolehkan pulang
pada hari ke-3 atau ke-4, sedangkan untuk laparotomi diperbolehkan pulang pada hari ke-8 atau
ke-9.
2.5.3 Penatalaksanaan Anestesi
Anestesi Umum
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Tahapan Pemberian Anestesi Umum5
I.

Penilaian dan persiapan pra anestesia


17

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinyakecelakaan dalam


anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjunganpasien terlebih dahulu
sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaanbugar. Tujuan dari kunjungan tersebut
adalah untuk mengurangi angka kesakitanoperasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan.
1. Penilaian pra bedah Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlahpenting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatiankhusus,misalnya alergi, mualmuntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pascabedah, sehingga dapat dirancang anestesia
berikutnya dengan lebih baik. Beberapapenelitit menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan
masalah dimasa lampausebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan
ulang dalamwaktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga
jangandiulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat pentinguntuk diketahui
apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leherpendek dan kaku juga akan
menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak bolehdilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua system organ tubuhpasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaanpenyakit yang sedang
dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaandarah kecil (Hb, lekosit, masa
perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Padausia pasien diatas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agarpasien dalam
keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perluharus dihindari.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalahyang berasal
dari
18

The American Society of Anesthesiologists (ASA)


Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang. Contohnya: pasien batu ureter
dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis akut denganlekositosis dan febris.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.Contohnya:
pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien ileusobstrukstif dengan iskemia
miokardium.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitasrutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat. Contohnya:Pasien dengan syok atau
dekompensasi kordis.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahanhidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam. Contohnya: pasien tua dengan perdarahan basis kranii dan syok hemoragik
karena ruptur hepatik.
Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tandadarurat ( E
= EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang
terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasienyang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.Minuman
bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam
jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
2. Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
19

premedikasi
yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuanuntuk melancarkan induksi,
rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasiennya.
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
- Kunjungan pre anestesi
- Pengertian masalah yang dihadapi.
- Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi:
Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anesthesia:
Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung:
Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis
6. Mengurangi rasa sakit
II.

INDUKSI ANASTESI

Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar, sehingga
memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena,
inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesia langsung
dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan pembedahan selesai
Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan denganhati-hati, perlahanlahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikandalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anestesi, pernapasanpasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu
diberikan oksigen.Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
-

Obat-obat induksi intravena:


Tiopental (pentotal, tiopenton)

amp 500 mg atau 1000 mgsebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan
2,5% ( 1ml = 25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan
perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.
20

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam
keadaan sedasi, hypnosis, anesthesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak,
tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat kekurangan O2.
Dosis rendah bersifat anti-analgesi.
Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan 1%
(1ml = 10 mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anesthesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan
untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala,
pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum
pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam(valium) dengan
dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.
Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemasdalam cairan bening
kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg),10% ( 1ml = 100 mg).
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50
mg/kg dilanjutkan dosisrumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secarai ntramuskular dengan
dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
-

N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)

berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya1,5 kali berat udara.
Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga
21

sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lainseperti halotan.
-

Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan
sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi refleks
baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin
sehingga mininggikan kadar gula darah.
-

Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding halotan.
Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia.
Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.
-

Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan
tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran
banyak digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal,
sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
-

Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik


menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
-

Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)
Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya
menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

22

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-45 menit,
kecepatan efek kerjanya <2 menit.
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
-

Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru

STADIUM ANESTESI
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa analgesiasampai
kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3 dan stdium 4sampai henti
napas dan henti jantung.
Stadium I (St. Analgesia/ St. Cisorientasi)
dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran.Pada stadium ini pasien
masih dapat mengikuti perintah danterdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutangigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium
ini.Stadium ini berakhir denganditandai oleh hilangnya reflekss bulu mata (untuk mengecek
refleks tersebut bisa kita raba bulu mata).
Stadium II
(St. Eksitasi; St. Delirium)
Mulai dari akhir stadium I dan ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan
reflekss cahaya (+), pergerakan bola matatidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan
diakhiri dengan hilangnya reflekssmenelan dan kelopak mata.
Stadium III
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga hilangnya pernapasan
spontan.Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan spontan, hilangnyareflekss kelopak mata
dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan dengan mudah.
Stadium IV
Ditandai dengan kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera diikutikegagalan
sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien sebaiknya tidak mencapai stadium
ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi yang berlebihan.

III.

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)


23

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau dengan
campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur
(hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya
menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan
pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.
Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan
infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot
dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O +
O2. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

BAB III
PEMBAHASAN KASUS
III.1

Status Pasien

Identitas
Nama

: Ny.Y
24

Umur

: 35tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: islam

Alamat

: probolinggo

Pekerjaan

: IRT

Tgl. MRS

: 8/9/2013

Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada perut bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri sejak 2bulan yang lalu, nyeri menjalar ke pinggang. Pasien
mengatakan haid terakhir kemarin. Perut pasien juga terasa membesar, seperti ada benjolan.
Sebelumnya pasien kontrol ke poli kandungan, dikatakan ada kista dan batu empedu. Batuk (-),
pilek (-) asma (-).
Riwayat penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), DM (-)
Riwayat Penyakit keluarga :
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini
Riwayat Alergi :
Alergi obat dan makanan (-)

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 76 x/mnt
Suhu : 35,5 C
Pernapasan : 24 x/mnt
Status Generalis
a/i/c/d -/-/-/25

Kepala-leher
Tampak normocephali, pembesaran KGB (-)
Thorax
Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/Abdomen :
Teraba massa 1 jari diatas simpisis pubis, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (+),
timpani, bising usus (+) normal.
Ekstremitas :
Extremitas atas dan bawah dalam batas normal
Genitalia :
Fluxus (+)
Status lokalis:
Inspeksi : distensi (+), warna sama dengan kulit sekitar
Palpasi : nyeri tekan (+), teraba massa intraabdomen 1 jari di atas simpisis, konsistensi kenyal,
Perkusi : pekak
Auskutasi : bising usus Normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Pemeriksaan laboratorium tanggal 08/09/2013)
Hemoglobin : 13,5g/dl
Leukosit : 11.200/cmm
Trombosit : 255.000
Hematokrit : 40%
2jam PP : 113 mg/dl
bleeding time : 2,00mnt
Clotting

:7,30mnt

Bil. direk : 0,0,21


Bil.total : 0,54
SGOT : 38
26

SGPT :51
BUN 8,8
Kreatinin 1,0

USG
Menunjukkan adanya kista dan gallstone

Perencanaan anestesi :
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dengan endotracheal
tube.
Kesimpulan :
ASA II
27

Intraoperasi
Status anestesi
o Diagnosa pre operasi : kista ovarii + gall stone
o Rencana teknik anestesi : Anestesia umum dengan endotracheal tube.
o Status fisik : ASA II.
Persiapan alat
o (S) : Stetoskop dan laringoskop.
o (T) : endotracheal tube.
o (A): Guedel.
o (T) : Plester.
o (I) : Mandrin atau stilet(tidak digunakan pada pasien ini).
o (C) : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.
o (S) : Suction untuk menyedot lendir, darah dll.
o Mesin anestesi.
o Monitor anestesi.
o Elektroda, EKG.
o Sfigmamometer digital.
o Oksimeter/saturasi.
o Balon/pump.
o Sungkup muka.
o Forceps Mcgill.
o Kasa gulung lembab.
o Infus set dan spuit 3cc, 5cc dan 10cc.
Persiapan obat
o Analgetik : Fentanyl.
o Sedativa : midazolam, propofol,
o Antiemetik : ondansentron.
o Muscle relaxant : atracurium
o Gas inhalasi : Isoflurane, N2O dan O2.
o Obat emergency : Sulfas atropin, ephedrine, dexametason
Keadaan selama pembedahan
28

Lama operasi : 60menit


Lama anestesi : 85 menit
Jenis anestesi : Anestesi Umum dengan endotracheal tube
Posisi : Supine
Infus : RL pada tangan kanan
Premedikasi :

ondansentron 1 ampul,

fentanyl

75mcg, midazolam 3ml, Sulfas atrofin 1

ampul.
Medikasi : Atracurium 25mg, propofol 200mg, tramadol 1 ammpul, ketorolac 1 ampul,
dexametason 2 ampul
Keadaan akhir pembedahan
Tekanan darah : 122/78 mmHg, Nadi : 103x/menit, Saturasi O2 : 99%

BAB IV
KESIMPULAN
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam
29

kandung empedu atau saluran empedu.


Setiap wanita mempunyai 2 indung telur kanan dan kiri yang ukuran normalnya sebesar biji
kenari. Setiap indung telur tersebut berisi ribuan telur yang masih muda atau follicle yang setiap
bulannya akan membesar dan satu diantaranya membesar sangat cepat sehingga menjadi telur
yang matang. Pada peristiwa ovulasi telur yang matang ini keluar dari indung telur dan bergerak
ke rahim melalui saluran telur. Apabila sel telur yang matang ini dibuahi, follicle akan mengecil
dan menghilang dalam waktu 2-3 minggu dan akan terus berulang sesuai siklus haid pada
seorang wanita. Namun, jika terjadi gangguan pada proses siklus ini, maka kista pun akan
terjadi.
Pasien ini tergolong ASA II berdasarkan laboratorium abnormal. Pada operasi ini, digunakan
anastesi umum dengan pemasangan pipa endotakeal dengan nafas kendali. Pemilihan
teknik anestesi ini bertujuan untuk memastikan jalan nafas agar selalu berada dalam kondisi
terbuka dan mendapatkan ventilasi
terjadinya

aspirasi

yang

adekuat

selama

operasi,

serta

mencegah

atau regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi. Setelah

operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.


Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan tepat
dimulainya

praanestesi,

premedikasi,

pemilihan

teknik

dengan

anestesi, pemilihan obat-obatan

anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama operasi dan tindakan pasca
operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.

R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 2005.
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/ Ilmu Bedah, Rumah Sakit Dr. Sutomo
Surabaya. 2006
Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC;
2008.
30

4.
5.
6.
7.

Wirjoatmodjo, Karjadi. Anestesiologi dan Reanimasi. Jakarta : Direktorat jenderal


Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Mansjoer, Arif, Suprohaita, Ika, Wahyuni. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius. 2000
Prawirohardjo, sarwono; Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka.2008
Penatalaksanaan kista ovarium. Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II. Diunduh tgl 15/10/2013

8.
9.

10.

Penatalaksanaan batu empedu. Available from :


repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20I. diunduh tgl 14/10/2013
General Anasthesia. Available from:
http://journals.lww.com/anesthesiology/Citation/1944/01000/General_Anesthesia.28.as
px
Diunduh tgl 14/10/2013
Chronic Pain as an Outcome of Surgery: A Review of Predictive Factors. Available
from:
http://journals.lww.com/anesthesiology/Fulltext/2000/10000/Chronic_Pain_as_an_Outc
ome_of_Surgery__A_Review_of.38.aspx. Diunduh tgl 14/10/2013

31

Anda mungkin juga menyukai