Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh
Radis Virna Da Gusta
0808151021

Pembimbing :
dr. Zaitul Wardana RK, SpPD-DTM&H

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang


banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data di dunia menunjukkan
Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.
Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus
DBD tertinggi di Asia Tenggara.1,2
Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%)
dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun
2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga
peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi
158.912 kasus pada tahun 2009.1,2
Di Riau, penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian
serius dari semua pihak, mengingat penyakit ini sangat potensial untuk terjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan merupakan ancaman bagi masyarakat luas.
Jumlah kasus DBD Provinsi Riau tahun 2010 dilaporkan sebanyak 1.003 kasus
dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR= 18,1 per 100.000 penduduk) dan
kematian sebanyak 26 orang (CFR = 2,6%). Angka CFR = 2,6%, di Prop Riau
sudah melampau Indikator Nasional yaitu CFR akibat DBD kurang dari 1%.1,2
Pasien DBD yang datang ke unit gawat darurat bervariasi dari infeksi ringan
hingga berat disertai tanda-tanda perdarahan spontan masif dan syok. Diagnosis
harus ditetapkan secara cepat dan pentalaksanaan pada keadaan ini tentu harus
dilakukan sesegera mungkin. Hingga saat ini penatalaksanaan DBD belum ada
yang spesifik dan hanya dilakukan terapi suportif yaitu dengan penggantian
cairan. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit, gambaran klinis
dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien sehingga mengurangi kematian pada pasien DBD.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/ atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh.3

2.2 Etiologi
DBD disebabkan oleh virus dengue anggota genus Flavivirus, yang
diketahui memiliki empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Dari
keempat serotipe tersebut, serotipe DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Secara
morfologi, Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.4
Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes dari subgenus
Stegomya. Vektor adalah hewan arthropoda yang dapat berperan sebagai penular
penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai
vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut
merupakan nyamuk pemukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat
perkembangbiakan di tempat penampungan air atau wadah yang berada di
permukiman dengan air yang relatif jernih.1
2.3 Patogenesis
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
sebagai vektor ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi yang
pertama kali akan memberikan gejala seperti Demam Dengue (DD). Apabila
orang tersebut mendapat infeksi berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan,
maka reaksi yang ditimbulkan akan berbeda.4,5
DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali
mendapatkan infeksi berulang virus dengue lainnya. Virus akan bereplikasi di

nodus limfatikus regional dan menyebar ke jaringan lain, terutama ke sistem


retikuloendotelial (RES) dan kulit secara bronkogen maupun hematogen. Tubuh
akan membentuk kompleks virus antibodi dalam sirkulasi darah sehingga akan
mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a
dan C5a, sehingga permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat.4,5
Akan terjadi juga agregasi trombosit yang melepaskan ADP. Trombosit
melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit faktor 3 yang merangsang koagulasi intravaskular.
Terjadinya aktivasi faktor XII akan menyebabkan pembekuan intravaskular yang
meluas dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.4,5
Perjalanan penyakit DBD terbagi dalam 3 fase yaitu yaitu febris, kritis,
dan recovery (penyembuhan).6
a) Fase febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu
tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.
Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan
tidak gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan ( warning
signs) dan parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase
kritis. Warning signs meliputi:
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan

mukosa, pembesaran hati > 2 cm


Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan perdarahan membran

mukosa (hidung dan gusi) dapat terjadi. Petekie dapat muncul pada hari- hari
pertama demam, namun dapat juga dijumpai pada hari ke-3 hingga hari ke-5
demam. Perdarahan vagina masif pada wanita usia subur dan perdarahan
gastrointestinal (hematemesis, melena) juga dapat terjadi walau lebih jarang.
Bentuk perdarahan yang paling ringan, uji torniquet positif, menandakan

adanya peningkatan fragilitas kapiler. Pada awal perjalanan penyakit 70,2% kasus
DBD mempunyai hasil positif.
Hati sering ditemukan membesar dan nyeri dalam beberapa hari demam.
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba hingga 2- 4 cm di bawah arcus costae.
Pada sebagian kecil dapat ditemukan ikterus. Penemuan laboratorium yang paling
awal ditemui adalah penurunan progresif leukosit, yangdapat meningkatkan
kecurigaan ke arah dengue.
b) Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam
mulai cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini
harus diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga
dibawah 37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan
permeabilitas

kapiler

akan

terjadi

dan

keadaan

ini

berbanding

lurus

dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara


klinis biasanya terjadi selama 24-48 jam.
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat
merupakan tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi.
Temuan efusi pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran
plasma dan volume terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding
dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda
kegagalan sirkulasi seperti kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah,
kecil sampai tak teraba. Saat terjadi syok berkepanjangan,organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi, asidosis metabolik, dan koagulasi
intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat sehingga
nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat
dikatakan menderita dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang
menjadi fase kritis kebocoran plasma tanpa penurunan demam sehingga pada

pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya


kebocoran plasma.
c) Fase penyembuhan
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi
gradual cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum
pasien membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status
hemodinamik meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami
ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus
generalisata.

Bradikardia

dan

perubahan

elektrokardiografi

juga

sering

ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek
dilusi yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan
meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan meningkat
kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila
berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.

Gambar 2.1 Perjalanan DBD2


2.4 Manifestasi klinis
Klasifikasi manifestasi klinis infeksi virus dengue (WHO, 1999) :7

Gambar 2.2 Manifestasi infeksi virus dengue.7

2.5 Diagnosis
Demam dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi sebagai berikut:7

Nyeri kepala
Nyeri retro-orbita
Mialgia/atralgia
Ruam kulit
Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
Leukopenia, Trombositopenia
Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal di

bawah ini terpenuhi :7


1.

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari,


biasanya bifasik.

2.

Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan yang


ditandai dengan :
-

Uji bendung positif

Ptekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi)


atau perdarahan tempat lain

3.

Hematemesis atau melena


Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ l)

4.

Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma sebagai


berikut :
-

Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan


standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin

Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat


terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura,


asites, hipoproteinemia.

Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan
hematokrit, cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue.
Efusi pleura dan atau hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada
pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan
hematokrit dan adanya trombositopenia, mendukung diagnosa demam berdarah
dengue.8,9
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat
berdasarkan tingkat keparahan, yaitu:8,9
Derajat I

: Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya


manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.

Derajat II

: Manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang bias


terjadi dalam bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.

Derajat III

: Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan


cepat, penurunan tekanan denyut (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

Derajat IV

: Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak


terdeteksi.

2.6 Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik untuk pasien DBD. Terapi untuk DBD
bersifat simptomatik dan kontrol terhadap manifestasi klinis dari syok dan
perdarahan yang terjadi. Pasien yang syok jika tidak ditatalaksana dalam waktu

12- 24 jam akan mengalami kematian. Manajemen terpenting pada pasien DHF
adalah observasi ketat terhadap tanda vital dan monitoring laboratorium.4
Manajemen demam DBD sama seperti penatalaksanaan DD. Paracetamol
direkomendasisikan untuk menurunkan suhu dibawah 39oC. Pemberian cairan oral
sangat direkomendasikan selama pasien dapat mentolerir cairan yang diberikan
seperti halnya pasien diare. Cairan IV perlu diberikan terutama jika pasien muntah
terhadap makanan atau cairan yang diberikan.6
Protokol I. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue
dewasa tanpa syok
Apabila didapatkan nilai Hb, Ht dan trombosit seperti: 7
1. Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol ke polklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya dimana dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan Leukosit, trombosit
tiap 24 jam, atau apabila keadaan pendrita memburuk, segera kembali ke
IGD
2.

Hb, Ht normal tapi trombosi <100.000, dianjurkan untuk dirawat

3. Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan
untuk dirawat

Protokol II. Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue


dewasa diruang rawat
Pasien tersangka demam berdarah dengue dengan dengan uji tourniquet
positif atau perdarahan spontan, diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah
seperti rumus : 7
1500+(20 x(BB dalam kg-20)
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
1.

Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000,


jumlah pemberian cairan tetap sesuai rumus diatas dengan pemantauan
Hb,Ht trombosit tiap 12 jam

2.

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka


pemberian cairan sesuai dengan protokol III

Protokol III. Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan


Ht >20 %
Peningkatan Ht > 20 % berarti tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5
%. Tetapi awal pemberian cairan adalah infuse cairan kristaloid 6-7
ml/kgBB/jam:7
1. Bila terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht
menurun, frekuensi naf (hearts rate) turun, tekanan darah stabil, produksi
meningkat, maka cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Bila
keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi
lagi menjadi 3 ml/KgBB/jam. Jika keadaan tetap membaik, maka pemberian
cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
2. Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tandatanda ht dan frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg,
produksi menurun, maka naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10
ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam, maka
cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam, tetapi bila keadaan tidak
membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam dan bila
perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien
sesuai dengan protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai
lagi seperti pemberian terapi awal.

Protokol IV. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada demam berdarah


dengue dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah epistaksis
yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskezia), hematuria,
perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4-5 cc/
KgBB/jam. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis didapatkan tanda-tanda
koagulsi intravaskular diseminata/ KID (protrombin time), PTT (partial
protrombin time), fibrinogen, D-Dimer atau CT (clotting time), BT (blooding
time), tes parakoagulasi dengan ethanol gelation test. Tranfusi komponen darah

sesuai indikasi, seperti FFP (fresh frozen plasma) jika terdapat defisiensi faktor
pembekuan dengan PT dan APTT yang memanjang, PRC (packed red cell) bila
Hb < 10 gr% dan tranfuse trombosit jika terdapat perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit < 100.000/ l disertai atau tanpa KID.7

Protokol V. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.


Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau
resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/
KgBB, evaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100
mmHg, tekanan nadi . 20 mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume
cukup, akral hangat, kulit tidak pucat dan diuresis 0,5-1 cc/KgBB/jam), jumlah
cairan dikurangi

7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil 60-120 menit,

pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi, cairan


perinfus dihentikan mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung.
Selain itu dapat diberikan O2 2-4 L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam
pertama kemungkinan terjadinya renjatan berulang. Bila pada fase awal
pemberian cairan renjatan belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat
berarti perembesn plasma masih berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi
darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.7
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20
ml/kg BB, evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang
kateter vena sentral untuk memantau kecukupan cairan dan cairan koloid
dinaikkan hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 l/hari) dengan
sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan belum teratasi, periksa
dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi
sekunder. Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau vasopresor.7

BAB III
LAPORAN KASUS

Nama

: Tn. AA

Jenis Kelamin

: Lelaki

Umur

: 34 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Tanggal Masuk

: 14 Juli 2014

Tanggal Periksa

: 15 Juli 2014

ANAMNESIS ( ALLO/ AUTO )

: Autoanamnesis

Keluhan Utama : Demam yang semakin tinggi sejak 5 hari SMRS


Riwayat Penyakit Sekarang

5 hari SMRS, pasien mengeluhkan demam yang timbul mendadak, demam


tinggi dan mengigil. Demam disertai badan lemas, nyeri otot dan sendi,
sakit kepala, mual, tidak ada muntah, tidak ada perdarahan gusi maupun

mimisan.
Pasien minum obat penurun panas, tapi keluhan tidak membaik
2 hari SMRS, pasien masih mengeluhkan demam disertai mimisan, gusi
berdarah, dan rasa tidak enak diperut. BAB berwarna

hitam, tidak

mencret. Pasien dibawa ke RSUD Bangkinang kemudian dirujuk ke


RSUD AA.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.


Tidak ada riwayat gastritis.
Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan jangka lama

Riwayat penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan keluhan yang sama

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, & Kebiasaan

Pasien bekerja swasta, sosial ekonomi menengah.

Di sekitar lingkungan rumah ada tempat penampungan air, tidak ada


tetangga yang mengeluhkan hal yang sama, tidak ada berpergian ke luar
kota.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Kompos mentis


Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda tanda vital :
o Tekanan darah : 110/70 mmHg
o Nadi : 60 x/menit
o Suhu : 37,3 oC
o Pernapasan : 20 x/menit
BB : 80 kg TB : 160 cm IMT : 31,25

Pemeriksaan Fisik

Mata
o
o
o
o
Mulut
o
o
Leher
o
Paru
o
o
o
o

Konjungtiva tidak anemis


Sklera tidak ikterik
Mata tidak cekung
Pupil bulat isokor refleks cahaya +/+
Gusi berdarah tidak tampak
Lidah kotor, hiperemis dipinggir, tremor (-)
KBG tidak membesar, JPV 5-2 cmH20
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: pergerakan dinding dada simetris kiri kanan


: vocal fremitus simetris kiri kanan
: sonor pada seluruh lapangan paru
: vesikuler pada paru kiri dan kanan wheezing (-)

ronki (-)

Jantung
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi
Abdomen
o Inspeksi
o Auskultasi
o Perkusi
dullnes (-)

: ictus cordis tidak terlihat


: ictus cordis tidak teraba
: batas jantung normal
: terdengar bunyi jantung 1&2 gallop (-) murmur(-)
: perut cembung, venektasi (-) simetris
: bising usus positif normal
: timpani pada semua regio abdomen, shifting

o Palpasi

: perut supel,turgor kulit normal, nyeri tekan tidak

ada , Hepar dan lien tidak teraba


Ekstremitas
: Akral hangat, edema tidak ada, CRT < 2 detik,
rumple leed(+)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin (14 juli 2014)


o WBC : 3400 /uL
o RBC : 5.500.000/uL
o Hb
: 15 g/dL
o Ht
: 48,1 %
o PLT : 22.000/uL
Pemeriksaan urin rutin (14 juli 2014):
Makrokopis
o Warna : kuning jernih
Mikrokopis
o Eritrosit
: 1-2 /LBP
o Leukosit
: 0-1 /LBP
o Epitel
: 1-2 / LBP
o Protein
: negatif
o Glukosa
: negatif
o pH
:7,0

Pemeriksaan feses rutin


Makroskopis
o Warna
: kuning kecoklatan, tidak ada darah
o Konsistensi : lunak
Mikroskopis
o Eritrosit
:o Telur cacing : Ns1 Ag dengue (+)
Resume
Tn. AA , lelaki, 34 tahun masuk tanggal 14 Juli 2014 dengan keluhan utama
demam yang semakin tinggi sejak 5 hari SMRS. 5 hari SMRS, pasien
mengeluhkan demam yang timbul mendadak, demam tinggi dan mengigil.
Demam disertai badan lemas, nyeri otot dan sendi, sakit kepala, mual, tidak ada
muntah, tidak ada perdarahan gusi maupun mimisan. Pasien minum obat penurun
panas, tapi keluhan tidak membaik. 2 hari SMRS, pasien masih mengeluhkan
demam disertai mimisan, gusi berdarah, dan rasa tidak enak diperut. BAB
berwarna hitam, tidak mencret. Pasien dibawa ke RSUD Bangkinang kemudian

dirujuk ke RSUD AA. Pada pemeriksaan umum didapat keadaan umum tampak
sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 60
x/menit, suhu 37,3

pernapasan 20 x/menit. Pemeriksaan pada mulut

didapatkan gusi berdarah dan rumple leed (+). Pemeriksaan darah di dapat
leukosit 3400 /uL, hematokrit 48,1 % dan trombosit 22.000/uL. Ns1 Ag dengue
(+)
Daftar masalah
1.
2.
3.
4.

DBD grade II
Demam
Gusi berdarah, mimisan, BAB berwarna hitam
Trombositopeni

Rencana pemeriksaan lanjutan


1. Fungsi hati : SGOT/SGPT
2. Fungsi hemostasis : PT,APTT
Rencana Penatalaksanaan

1.
2.

1.
2.
3.

Non Farmakologis
Istirahat / Tirah baring
Minum cukup
Farmakologis
IVFD RL 30 tpm
Inj ranitidin
Parasetamol 1 x 500 mg jika demam

Follow up
16 Juli 2014
S : demam sudah hilang, mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri ulu hati,
kembung, BAB normal
O: TD: 110/60 mmHg frek nadi: 80x/menit suhu: 36,7 frek napas: 20x/menit
Lab: PLT : 10.000/uL Hb: 14,9 g/dL ht: 46,1% WBC : 4800/uL
A : DBD grade II
P : IVFD RL 40 tpm
Inj ranitidin
17 Juli 2014
S : demam sudah hilang, mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri(-), BAB normal

O: TD: 110/70 mmHg frek nadi: 84x/menit suhu: 37,1 frek napas: 20x/menit
Lab: PLT : 13.000/uL Hb: 14,7 g/dL ht: 45,5% WBC : 9300/uL
A : DBD grade II
P : IVFD RL 20 tpm
Inj ranitidin
18 Juli 2014
S : keluhan tidak ada
O: TD: 110/70 mmHg frek nadi: 80x/menit suhu: 36,9 frek napas: 18x/menit
Lab: PLT : 29.000/uL Hb: 12,4 g/dL ht: 38,7% WBC : 9200/uL
A : DBD grade II
P : IVFD RL 20 tpm
19 Juli 2014
S : keluhan tidak ada
O: TD: 120/80 mmHg frek nadi: 72x/menit suhu: 36,5 frek napas: 18x/menit
Lab: PLT : 65.000/uL Hb: 10,2 g/dL ht: 32,2% WBC : 9000/uL
A : DBD grade II
P : Pasien dipulangkan dengan edukasi

PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis demam berdarah dengue didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan
demam 5 hari disertai nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, gusi berdarah, mimisan
dan BAB berwarna hitam, dari pemeriksaan fisik ditemukan uji bendung positif
dan dari pemeriksaan darah rutin didapat

dan adanya tanda kebocoran plasma

berupa peningkatan hematokrit. Dari data yang didapat, maka kemungkinan


suspek demam berdarah dengue, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan
konfirmasi, pada kasus ini dilakukan deteksi antigen dengue, didapatkan tes ns1
positif berarti pasien terinfeksi oleh virus dengue. Klasifikasi derajat penyakit
pada kasus ini adalah DBD grade II, dimana gejala sesuai dengan demam dengue

ditambah dengan adanya perdarahan spontan dan tidak menunjukkan adanya


kegagalan sirkulasi. Untuk itu penatalaksanaanya sesuai dengan protokol 3.5
Terapi awal pemberian cairan isotonik RL sebanyak 6-7ml/kgbb/jam,
pasien pada kasus ini obesitas sehingga pemberian cairan diberikan sesuai berat
badan ideal (BBI) : 50 kg + 0,91 (TB-152,4)cm = 57 kg. Terapi awal sebanyak
342 399 ml/jam diberikan secara guyur, setelah itu 4 jam kemudian cek tandatanda vital dan hemaokrit, dosis cairan diturunkan 5 ml/kgbb/jam berarti 285
ml/jam diberikan 60 tts/mnt, 2 jam kemudian diturunkan 3 ml/kgbb/jam menjadi
171ml/jam diberikan 40 tts/mnt, setelah 48 jam dijadikan dosis maintenance :
1500 + (20x(BB-20)) = 2240 ml/hari sehingga 20 tts/menit.5
Demam pada infeksi virus dengue disebabkan oleh respon imun host yang
teraktivasi baik humoral maupun selular yang akan melepaskan sitokin-sitokin
proinflamatorin sehingga terjadi demam. Demam pada infeksi dengue dibedakan
dengan demam oleh infeksi lain seperti demam tifoid atau malaria. demam tifoid
terjadi selama 7 hari, suhu tubuh sering naik turun, pagi hari normal, sore dan
malam hari lebih tinggi yang merupakan ciri khas dari demam pada demam tifoid.
Demam pada malaria itu dikenal dengan trias malaria yang terdiri dari fase
menggigil, demam dan berkeringat, dan disertai periode bebas demam yang
bergantung pada jenis parasit malaria. Demam dengue selama 2-7 hari setelah itu
demam turun ketika fase kritis 2-3 hari disertai manifestasi perdarahan.
Penatalaksaanya dapat diberi antipiretik paracetamol dan kompres hangat untuk
menurunkan suhu pasien. Hindari pemberian aspirin atau ibuprofen atau NSAID
lainnya agar tidak terjadi gastritis atau perdarahan.7
Gusi berdarah, mimisan dan BAB berdarah merupakan manifestasi
perdarahan. Perdarahan terjadi karena adanya kerusakan endotel kapiler sehingga
darah dapat dengan mudah keluar dari lumen pembuluh darah, dan didukung
dengan adanya faktor lain seperti trombositopenia, penurunan faktor pembekuan,
kelainan fungsi trombosit. BAB berwarna hitam dapat juga disebabkan oleh
adanya gastritis erosif, oleh karena itu perlu ditanyakan tentang konsumsi obatobatan

jangka

lama

dan

riwayat

gastritis

untuk

menyingkirkan

DD.

Penatalaksanaan nonfarmakologis yaitu hindari kontak yang dapat menimbulkan


trauma/perdarahan seperti menggosok gigi terlalu keras, penusukan jarum

berulang di kulit. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada pasien DBD dewasa


sesuai dengan protokol 4. Apabila terjadi perdarahan masif dengan Hb kurang dari
10 g/dl, dapat dilakukan transfusi.5
Trombositopeni diakibatkan oleh agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari

perlekatan

kompleks

antigen-antibodi

pada

membran

trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit


melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh
RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan
gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, tidak berfungsi baik. Selain itu gambaran sumsum tulang pada awal
infeksi menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Pemberian
transfusi trombosit pada pasien stabil dengan trombositopenia berat tidak
dianjurkan karena pemberian tersebut tidak efektif. Setelah masa krisis terlewati
akan terjadi peningkatan proses hematopoesis dan pembentukan trombositpun
terjadi kembali.11
Pasien pada kasus ini merupakan rujukan dari RSUD bangkinang, pasien
dengan hemodinamik stabil dan tidak ada tanda-tanda syok seharusnya tidak perlu
dirujuk ke rumah sakit tersier. Sistem rujukan pada kasus DBD dimana pasien
dirujuk ke fasilitas lebih lengkap jika :7
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Ditemukannya tanda-tanda syok yang lebih awal (hari ke2 atau 3 sakit)
Kebocoran plasma berat dan atau syok
Tekanan darah dan nadi tidak teraba
Perdarahan masif
Overload cairan
Kegagalan organ (kerusakan hati, kardiomiopati, ensepalopati, dan
komplikasilainnya)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan RI. Demam berdarah dengue. Buletin jendela


epidemiologi, volume 2; Agustus 2010
2. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010.
November 2011
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia
Tahun 2011. Jakarta. 2012
4. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of
dengue hemorrhagic fever. Department of Pediatrics, Faculty of Medicine,
Ramathibodi Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand; 2005
5. Suhendro et al. Demam Berdarah Dengue. In : Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV.
Jilid III. FK UI. Jakarta. 2007;1709-17.
6. Guideline for clinical management of dengue fever, dengue haemorrhagic
fever and dengue shock syndrome. Directorate on national vector borne
desease control programme; 2008
7. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control. New edition. Geneva. 2009.
8. Departemen kesehatan RI. Tatalaksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf
9. Suroso T, dkk. Tatalaksana Demam Dengue/ Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Pemberantasan Penyakit menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman,


1999. 1-55
10. Shashidhara KC et al. Effect of High Dose of Steroid on Plateletcount in
Acute Stage of Dengue Fever with Thrombocytopenia. J Clin Diagn Res.
2013 July; 7(7): 13971400.
11. Oishi K, Saito M, Mapua CA, Natividad FF. Dengue illness: clinical features
and pathogenesis. J Infect Chemother 2007; 13 :125-133.

Anda mungkin juga menyukai