Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA DALAM MASA PENSIUN ATAU


LANSIA

Disusun Oleh :
Octavia Nur Aini Wahyudi

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
KONSEP DASAR KELUARGA DENGAN TAHAP MASA PENSIUN ATAU
LANSIA
1.

Definisi
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua

pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu pasangan

meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan Miller, 1985).
Jumlah lansia-berusia 65 tahun atau lebih di negara kami meningkat dengan pesat dalam
dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari sisa populasi. Pada tahun 1970, terdapat 19,9
juta orang berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8 persen dari seluruh populasi.
Menjelang tahun 1990, menurut angka-angka sensus, populasi lansia berkembangan
hingga angka 31,7 juta (12,7 persen dari total populasi). Menjelang tahun 2020, 17,2
persen penduduk negara ini berusia 65 tahun atau lebih (gambar 1). Informasi tentang
usia populasi menyatakan penduduk yang lebih tua populasi 85 tahun ke atas secara
khusus tumbuh dengan cepat. Populasi berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta
jiwa pada tahun 1980. Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini akan berjumlah
hingga 7,1 juta jiwa (2,7 persen dari seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya
pencegahan penyakit dan perawatan kesehatan, lebih banyak orang yang diharapkan
dapat bertahan hidup hingga 10 dekade. Karena bertambahnya populasi lansia, maka
semakin mungkin orang-orang yang lebih tua akan memiliki minimal 1 orangtua yang
masih hidup (Biro Sensus Amerika, 1984)

15

10

5
1940 1950 1960 1970 1980 1990
Tahun
Gambar 1. Pertumbuhan Populasi lansia di Amerika Serikat, persentase populasi
diatas 65 tahun (Biro Sensus Amerika Serikat, 1991).
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut usia.
Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini merupakan
tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung pada sumbersumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang memuaskan, dan
status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya
memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering merupakan anteseden
penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga
kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai
menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua dan substansial dan senantiasa
berpikir positif terhadap kehidupan ini.
2.

Sikap Masyarakat terhadap Lansia.


Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka, yaitu

masa jaya kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan, berpakaian,
dan bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka selama mungkin.
Penuaan sering diartikan sebagai hilangnya rambut, teman-teman, aspirasi dan kekuatan.
Bagi komunitas dengan keluarga individu dan keluarga besar, menangani lansia
mempunyai konotasi negatif, seseorang dibebani dengan perasaan yang menyusahkan
dengan masalah-masalah yang menekan. Disamping itu, masyarakat juga tidak
membiarkan kebanyakan lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat
yang negatif terhadap lansia mempengaruhi citra diri mereka.

Namun sekarang banyak asosiasi dan banyak literatur menyokong dan melukiskan
kekuatan, sumber-sumber dan aspek-aspek positif dari penuaan. Hal ini sering
mengurangi pemikiran negativisme dan stereotipe tentang lansia dan membantu kita
mengenali asset lansia dan keanekaragama gaya hidup yang menyolok dikalangan
kelompok lansia ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya muluai
berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap masyarakat
terhadap lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif (Austin, 1985 ;
Schonfield, 1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa banyak pengamat
percaya bahwa lansia telah memperoleh kembali kehormatan di Amerika Serikat.
Generasi baru lansia berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih sehat, dan lebih aktif
daripada generasi lansia sebelumnya mendefinisikan kembali pemikiran tentang menjadi
tua. Perubahan dalam sikap ini sebaliknya akan memperkokoh citra kaum lansia
terhadap diri mereka sendiri.
3.

Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga


Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka

ada berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas
lansia dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini
meliputi :
a.

Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara substansial,


mungkin

kemudian

menyesuaikan

terhadap

ketergantungan

ekonomi

(ketergantungan pada keluarga atau subsidi pemerintah).


b.

Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan kemudian
dipaksa pindah ke tatanan institusi.

c.

Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.

d.

Pekerjaan ; keharusan pensiun

dan hilangnya peran dalam pekerjaan dan

perasaan produktifitas.
e.

Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ; memberikan


perawatan bagi pasangan yang kurang sehat.

4.

Pensiun
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi

dikalangan individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi terhadap


peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa yang
dikehendaki, benar-benar tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia adalah
ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan suami dan atau
istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat kesulitan
penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan yang kosong, kini semakin
banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, menerima
peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut pertukaran peranan
pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-tugas ibu rumah tangga
yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai suami. Jika suami memandang
jenis pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan wanita dan menganggap pekerjaanpekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia merasa harkatnya turun dalam
pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap ini benar-benar terjadi pada pria
dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah
dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran tradisional sebagai
pencari nafkah dari pada pria kelas menengah. Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak
terlalu sulit untuk beradaptasi karena mereka masih punya peran-peran domestik.
Selanjutnya, wanita kemungkinan besar pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat
terjadinya penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk
sementara. Tapi meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang baru
ini, kebanyakan lansia melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan Patton, 1978).

5.

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


Memelihara pengaturan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas paling penting

dari keluarga-keluarga lansia (tabel 11). Perumahan setelah pensiun seringkali menjadi
masalah. Dalam tahun-tahun segera setelah pensiun, pasangan tetap tinggal di rumah
hingga pajak harta benda, kondisi tetangga, ukuran dan kondisi rumah atau kesehatan

memaksa mereka mencari akomodasi yang lebih sederhana. Meskipun mayoritas lansia
memiliki rumah sendiri, namun sebagian besar dari rumah-rumah tersebut telah tua dan
rusak dan banyak yang terletak di daerah-daerah tingkat kejahatan yang tinggi dimana
lansia kemungkinan besar menjadi korban kejahatan. Seringkali, lansia tinggal di rumah
ini karena tidak ada pilihan yang cocok (Kalish, 1975). Namun demikian, lansia yang
tinggal di rumah mereka sendiri, umumnya menyesuaikan diri lebih baik dari pada yang
tinggal di rumah anak-anak mereka. Orangtua biasanya pindah ke salah satu anak mereka
karena penurunan kesehatan dan status ekonomi, mereka tidak punya pilihan lain, dan ini
terbukti merupakan suatu pengaturan yang tidak memuaskan bagi lansia (Lopata, 1973).
Tabel 11. Tahap VIII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan keluarga dalam masa
pensiun dan lansia, dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan
Keluarga
Keluarga Lansia

Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga


1. Mempertahankan

pengaturan

hidup

yang

pendapatan

yang

memuaskan.
2. Menyesuaikan

terhadap

menurun.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan.
4. Menyesuaikan

diri

terhadap

kehilangan

pasangan.
5. Mempertahankan

ikatan

keluarga

antar

generasi.
6. Meneruskan

untuk

memahami

eksistensi

mereka (penelaahan dan integrasi hidup).


Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Pengaturan hidup seseorang merupakan suatu prediktor kesejahteraan yang ampuh
dikalangan lansia (Berresi et al, 1984). Relokasi merupakan pengalaman traumatik bagi
lansia, apakah itu perpindahan sukarela atau tidak. Itu berarti meninggalkan pertalian
tetangga dan persahabatan yang telah memberikan lansia rasa aman dan stabilitas.
Relokasi berarti berpisah dari warisan seseorang dan isyarat yang mendukung kenangan
lama (Lawton, 1980). Relokasi tidak mempengaruhi semua lansia dengan cara yang
sama. Dengan persiapan yang memadai dan perencanaan perubahan yang hati-hati,

lingkungan baru dapat berpengaruh positif terhadap lansia. Namun demikian, sejumlah
temuan menyatakan bahwa ketika orang-orang lansia pindah, sering mengakibatkan
kemerosotan kesehatan (Lawton, 1985).
Hanya sekitar 5 persen lansia yang tinggal dalam institusi. Kelemahan memaksa
lansia masuk panti perawatan dan rumah pensiun karena kurangnya bantuan di rumah.
Penyediaan bantuan secara penuh di rumah atau, yang lebih mungkin, pelayanan
kesehatan paruh waktu dan pelayanan rumah tangga lewat lembaga kesehatan rumah dan
lembaga pelayanan rumah tangga, dirasa lebih manusiawi dan bersifat protektif terhadap
kebutuhan-kebutuhan lansia untuk tetap berada di rumah sendiri dan tetap
mempertahankan kemadiriannya selama mungkin, dan juga jauh lebih murah dari pada
dimasukkan ke dalam institusi. Meskipun sulit, seringkali salah satu pasangan dan/atau
anak-anak yang sudah dewasa dari pasangan tersebut (atau orangtua yang masih hidup)
harus memutuskan cara terbaik yang ditempuh pelayanan kesehatan di rumah, panti
pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan anak-anak yang telah dewasa.
Tugas perkembangan yang kedua bagi keluarga lansia adalah penyesuaian terhadap
pendapatan yang menurun. Ketika pensiun, terjadi penurunan pendapatan secara tajam
dan seiring dengan berlalunya tahun, pendapatanpun semakin menurun dan semakin tidak
memadai karena terus naiknya biaya hidup dan terkurasnya tabungan. Pada tahun 1989,
seperlima dari populasi Amerika Serikat tergolong miskin atau hampir miskin (AARP,
1990).
Secara substansial, lansia kurang memiliki pendapatan dalam bentuk uang kontan
dibandingkan dengan mereka yang berumur 65 tahun. Kaum lansia amat sangat
tergantung pada keuntungan dan asset pendapatan Jaminan Sosial (Social security). Lebih
banyak lansia wanita yang cenderung miskin ; hampir 71,8 persen dari seluruh populasi
lansia adalah wanita. Kaum lansia dari kalangan kulit hitam dan hispanik cenderung
memiliki pendapatan dan pendapatan rata-rata jauh lebih sedikit dari rekan mereka dari
golongan kulit putih (U.S Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Karena sering munculnya masalah-masalah kesehatan jangka panjang, pengeluaran
kesehatan merupakan masalah finansial yang utama. Kaum lansia lebih banyak
menghabiskan uang untuk perawatan kesehatan baik dalam nilai riil dollar maupun
dalam bentuk persentase total pengeluaran bila dibandingkan dengan yang bukan lansia.

Medicare tentu saja mengurangi sebagian dari masalah ini, tapi masih belum bisa
diprediksi dan masih banyak pengeluaran dengan uang sendiri yang harus dibayar.
Misalnya bagian B dari Medicare meliputi hanya 80 persen dari biaya yang layak untuk
pelayanan medis. Karena tipe dari sistem pembayaran biaya atas pelayanan (fee for
service), banyak dokter akan menyuruh pasiennya untuk kembali beberapa kali dari pada
yang dibutuhkan untuk memberikan perawatan medis yang efektif dan aman. Medicaid
juga disediakan untuk mereka yang tergolong fakir miskin dan memenuhi kualifikasi
Supplementary Security Income (SSI). Program asuransi kesehatan ini melengkapi
cakupan Medicare.
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup
bertahun-tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari pada
pria, dan kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat, banyak pula
pasangan menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-masalah perawatan
bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit pertimbangan
diberikan bagi unit keluarga dalam tahap siklus kehidupan ini, selama orang tersebut
memiliki kemungkinan dalam kemiskinan sebagai akibat dari biaya kesehatan yang
meninggi dan masalah-masalah sosial.
Mempertahankan hubungan perkawinan yang merupakan tugas perkembangan yang
ketiga, menjadi penting dalam kebahagiaan keluarga. Perkawinan yang dirasakan
memuaskan dalam tahun-tahun berikutnya biasanya mempunyai sejarah positif yang
panjang, dan sebaliknya. Riset membuktikan bahwa perkawinan mempunyai kontribusi
yang besar bagi moral dan aktifitas yang berlangsung dari kedua pasangan lansia (Lee,
1978).
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas seksual
mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset memperlihatkan
kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun terjadi penurunan
kapasitas seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam kegiatan seksual terus
ada bahkan meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-kadang menurunkan
dorongan seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual disebabkan oleh masalahmasalah sosio emosional.
Penyesuaian

diri

terhadap

kehilangan

pasangan,

yang

merupakan

tugas

perkembangan yang keempat, secara umum merupakan perkembangan yang paling


traumatis. Sebagaimana ditunjukkan pada data statistik di bawah ini, wanita lansia lebih
menderita karena kematian pasangannya dari pada pria. Menurut angka statistik tahun
1986, tiga perempat dari seluruh lansia hidup bersama pasangan mereka, sementara hanya
38 persen wanita lansia yang hidup dengan pasangan mereka, 51 persen adalah janda
(U.S Senate Special Committee on Aging, 1987-1988).
Dibandingkan dengan kelompok muda, lansia menyadari kematian sebagai bagian
dari proses kehidupan yang normal. Sebuah studi menyatakan bahwa hanya 3 dari 80
persen lansia yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977). Akan
tetapi, kesadaran akan kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang ditinggalkan
akan menemukan penyesuaian terhadap kematian dengan mudah. Kehilangan pasangan
pasti membawa pengaruh, janda-janda yang ditinggal mati suami lebih awal, dan yang
masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah kesehatan yang serius (isolasi
sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu, hilangnya seorang pasangan menuntut
reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini khususnya sulit dicapai secara memuaskan,
karena kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan ekonomi yang diperlukan
untuk menghadapi perubahan tersebut. Bagi wanita, ini berarti perubahan dari saing
ketergantungan dan membagi kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama menjadi sendiri
atau bergabung dengan kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan. Bagi pria,
kehilangan pasangan hidup berarti kehilangan teman-teman serta hubungan sanak famili,
keluarga, dan dunia sosial secara umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau
tidak punya kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah tangga, dan seringkali
membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah tangga
dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus bunuh
diri dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan kasus bunuh
diri dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus bunuh diri
ditemukan dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi kasus tentang
bunuh diri dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk bunuh diri dan
bunuh diri yang telah terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan hidup (Rushing,
1968).

Studi-studi tentang janda secara konsisten mempelajari kondisi-kondisi hidup janda


yang sulit dan kehidupan janda. Janda memiliki moral yang lebih rendah dan memiliki
peran-peran sosial yang lebih sedikit dari pada wanita bersuami dalam kelompok umur
yang sama. Para janda memiliki uang sedikit untuk hidup mereka dan terbukti perawatan
diri mereka sangat memprihatinkan dalam kaitannya dengan diet, latihan, alkohol,
konsumsi tembakau (Hutchison, 1975). Bild dan Havighurst (1976), dalam sebuah studi
besar tentang lansia di Chicago Amerika Serikat, melaporkan bahwa kematian pasangan
melunturkan dukungan paling kuat dari lansia, meskipun anak-anak (jika ada) mengisi
kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang terisolasi adalah mereka yang tidak
pernah menikah dan janda tanpa anak.
Tugas perkembangan yang kelima menyangkut pemeliharaan ikatan keluarga
antargenerasi. Meskipun ada suatu kecenderungan bagi lansia untuk menjauhkan diri dari
hubungan sosial, keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia dan sumber
utama dukungan sosial. Karena lansia menarik diri dari aktifitas-aktifitas dunia
sekitarnya, hubungan-hubungan dengan pasangan, anak-anak dan cucu-cucu dan saudarasaudaranya menjadi lebih penting. Mayoritas lansia di Amerika hidup dekat dengan
anggota keluarga besar dan sering melakukan kontak dengan mereka (Harris et al, 1975 ;
Shanas, 1968, 1980). Oleh karena itu, anggota keluarga merupakan sumber utama
bantuan dan interaksi sosial. Keluarga lansia biasanya saling memberikan bantuan satu
sama lain sejauh mereka mampu.
Karena menjadi orangtua, mereka harus memahami keberadaan mereka. Berbicara
tentang kehidupan masa lalu seseorang yang disebut penelaahan hidup (life review)
merupakan aktifitas yang vital dan umum, karena aktifitas ini menggambarkan suatu
penelaahan terhadap arti sentral dari kehidupan. Aktivitas ini dipandang sebagai tugas
perkembangan tipe kognitif yang keenam. Hal penting dari aktifitas ini terletak pada
fakta bahwa penelaahan kehidupan memudahkan penyesuaian terhadap situasi-situasi
yang sulit dan memberikan pandangan terhadap kejadian-kejadian masa lalu. Lansia
sangat peduli dengan kualitas hidup mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat
dengan kemegahan dan penuh arti (Duvall, 1977).
6.

Masalah-Masalah Kesehatan
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate Special

Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling menonjol.


Lebih dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi multipel yang
lazim diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total populasi, tapi mereka
menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan di Amerika Serikat.
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber finansial
yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya yang dialami
oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia (Kelley et al,
1977). Oleh karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang multipel. Pasangan atau
individu lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase akut hingga fase rehabilitasi
sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi yang terkait secara medis (pengkajian
fisik, reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi keperawatan (mengkaji respons klien
terhadap sakit dan pengobatan serta kemampuan koping) adalah relevan disini. Promosi
kesehatan tetap menjadi hal yang sangat penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan,
pecegahan cidera, penggunaan obat yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan
berhenti merokok.
Isolasi sosial, depresi, gangguan kognitif (yang mungkin berkaitan dengan sejumlah
masalah termasuk penyakit (Alzheimer), dan masalah-masalah psikologis adalah masalah
kesehatan yang serius, khususnya bila bersama-sama dengan sakit fisik. Pengkajian dan
penggunaan sistem dukungan sosial keluarga atau individu harus menjadi bagian integral
dari perawatan kesehatan keluarga.
Proses menua dan menurunnya kesehatan menyebabkan betapa pentingnya pasangan
menikah saling menolong satu sama lain. Karena wanita hidup lebih lama dari pada pria,
dan biasanya mereka orang yang membantu suami yang sakit atau yang tidak berdaya.
Dalam kebanyakan kasus, penyakit bersifat kronis dan berkembang menjadi tak berdaya,
sehingga perlu waktu untuk menyesuaikan terhadap situasi terakhir. Suami menemukan
tugas merawat istri sebagai suatu tugas yang lebih sulit, karena peran merawat,
memelihara dan menjadi ibu rumah tangga semata-mata masih sebagai peran wanita.
Definisi nutrisi dikalangan lansia terjadi secara luas dan menimbulkan banyak
masalah yang berkaitan dengan penuaan (lemah, bingung, depresi, konstipasi, dan ada
beberapa lagi).
Masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan yang cocok, rekreasi dan

fasilitas perawatan kesehatan yang adekuat secara merugikan mempengaruhi status


kesehatan lansia. Kejadian seperti jatuh dan kecelakaan lain di rumah sangat banyak,
sehingga alat-alat dalam lingkungan yang aman merupakan kebutuhan yang penting.
Program-program pemerintah tidak secara adekuat menyediakan pensiun yang aman,
seperti terlihat pada masalah-masalah yang menyangkut penggunaan panti perawatan,
fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang dan rumah sakit jiwa laksana gudang di
bawah tanah.
Para profesional di bidang kesehatan keluarga dapat memberikan begitu banyak
bantuan tidak langsung dengan merujuk individu atau pasangan lansia atau individual ke
sumber-sumber komunitas yang sesuai dengan memperbaiki masalah-masalah mereka.
Beberapa sumber-sumber komunitas ini adalah :
(1) Senior centre yang menawarkan rekreasi, program-program pendidikan lanjutan,
beberapa pelayanan kesehatan dan (kadang-kadang) dan pelayanan hukum ; (2)
Pelayanan informasi dan rujukan yang memberikan informasi yang relevan sebagai
respons terhadap panggilan telepon atau kunjungan ; (3) pelayanan perawatan rumah
tangga, meliputi memasak dan membersihkan serta menciptakan hubungan sosial,
pelayanan-pelayanan yang mungkin beberapa lansia tetap tinggal di rumah mereka
sendiri dari pada harus ditempatkan di institusi ; (4) Fasilitas-fasilitas perawatan sehari
untuk geriatrik, dimana lansia mendapat supervisi dan berbagai pelayanan seharian
penuh, biasanya hanya untuk lansia yang tidak mampu menggunakan senior centre ; (5)
program-program nutrisi, beberapa program dilakukan dengan mengangkut ke suatu
tempat tempat untuk makan dan beberapa program yang lain seperti Meals on Wheels,
mengirim makanan kepada lansia yang tidak bisa berjalan ; (6) program kakek nenek
angkat, sebuah program yang disubsidi pemerintah federal yang membayar perawatan,
tutor, atau bermain dengan anak-anak yang dimasukkan dalam institusi untuk lansia
dengan pendapatan rendah ; (7) Retired Senior Volunteer Program, jika disubsidi
pemerintah federal yang membantu menyediakan pelayanan komunitas untuk lansia
(Kalish, 1975, hal. 117). (8) pelayanan penanganan kasus.

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KELUARGA


Konsep Klinis Penyakit Gout Artritis
1.

Tinjauan Pustaka
a.

Konsep/Teori penyakit gout artritis


1) Pengertian

Gout (asam urat) adalah senyawa sukar larut dalam air yang merupakan
hasil akhir metabolisme purin (Damayanti, 2012).
Gout adalah sekelompok kondisi inflamasi kronis yang berhubungan
dengan defek metabolisme purin secara genetik dan menyebabkan
hiperuresemia (Brunner&Suddart, 2013).
Gout adalah zat hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan dalam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu
mengeluarkan zat asam urat secara seimbang sehingga terjadi kelebihan
dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini akhirnya menumpuk dan tertimbun
pada persendian-persendian di tempat lainnya termasuk diginjal itu sendiri
dalam bentuk kristal-kristal (Sandjaya,2014).
2) Tanda gejala
Manifestasi klinis yang ditimbulkan pada penyakit asam urat antara lain
sebagi berikut:
a. Kesemutan dan linu
b. Nyeri hebat terutama malam hari, sehingga penderita sering terbangun
saat tidur
c. Serangan akut dapat dipicu oleh trauma,konsumsi alkohol, diet, stress,
pembedahan.
d. Serangan dini cenderung reda secara spontan dalam 3 sampai 10 hari
tanpa terapi.
e. Serangan selanjutya mungkin tidak terjadi selama berbulan-bulanatau
bertahun-tahun,pada

waktunya

serangan

cenderung

terjadi

sering,mengenai lebih banyak sendi dan berlangsung lebih lama


(Brunner&Suddarth,2013).

3) Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, gout dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Penyakit gout primer
Penyebab penyakit gout primer belum diketahui (idiopatik)
secara signifikan. Ada dugaan penyebab penyakit ini berkaitan
dengan kombinasi factor genetic dan factor hormonal yang
menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatakan meningkatnya
produksi asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya
b.

pengeluaran asam urat dari dalam tubuh.


Penyakit gout sekunder
Gout jenis sekunder ini kebanyakan

disebabkan

oleh

meningkatnya produksi asam urat dan berkurangnya pengeluaran


asam urat dalam urin. Meningkatnya produksi asam urat, terjadi
karena pengaruh makanan dengan kadar purin tinggi. Purin adalah
salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam laknat atau
asam inti dari sel dan termasuk dalam kelompok asam amino,unsur
pembentuk protein (Damayanti,2012).
Menurut Damayanti (2012), faktor penyebab gout (asam urat) dapat
dibagi menjadi tiga yaitu :
a.
Faktor umum
Penyakit ini beragam penyebabnya, diantaranya adalah kurang
tidur yang menyebabkan terjadinya penumpukan asam laknat.
Selain itu penggundaan sendi yag berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya peradangan. Perandangan sendi juga bisa terjadi karena
terlalu banyak berjalan, naik turun tangga, sering jongkok berdiri

juga bisa menyebabkan kelebihan asam urat pada jaringan atau


b.

persendian.
Faktor khusus
1) Faktor dari dalam
Faktor dari dalam lebih banyak terjadinya akibat proses
penyimpangan metabolisme yang umumnya berkaitan dengan
factor usia, dimana usia dia atas 40 tahun beresiko besar terkena
asam urat.
2) Faktor dari luar
Faktor dari luar dapat berupa konsumsi makanan dan
minuman yang dapat merangsang pembentukan asam urat seperti
makanan yang mempunyai kadar karbohidrat dan protein tinggi.
Makanan dan minuman yang memiliki kadar karbohidrat dan
protein tinggi diantaranya adalah kacang-kacangan, emping,
melinjo, daging ( terurama jero-jeroan) ikan, coklat, kopi, teh, dan
minuman cola.
3) Faktor lainnya
Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan) penyakit
kulit(psoriasis), kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik biasanya terdapat
kadar benda keton(hasil buangan metabolism lemak) yang
meninggi.

4) Patofisiologi
Pada penyakit gout, terjadi sekresi asam urat yang berlebihan atau defek
rnal yang menyebabkan penurunan ekresi asam urat, atau kombinasi
keduanya. Hiperuresemia primer mungkin disebabkan oleh diet hebat atau
kelaparan, asupan makanan tinggi purin (kerang, dagung organ) secara

berlebihan.

Pada

kasus

hiperuresemia

sekunder,

gout

merupakan

manefestasi klinis sekunder dari berbagai proses genetik atau proses


dapatan, termasuk kondisi yang disertai dengan peningkatan peremajaan sel
(leukemia, mieloma multipel, psoriasis, beberapa anemia) dan peningkatan
penghancuran sel (Brunner&Suddart, 2013).
Menurut Sandjaya (2014), perjalanan penyakit gout(asam urat)
mempunyai 3 tahap yaitu
a. Tahap pertama (tahap arthritis gout akut)
Tahap pertama disebut tahap arthritis gout akut atau radanag asam
urat akut. Pada gejala asam urat tahap ini penderita akan mengalami
serangan arthritis yang khas. Serangan tersebut akan menghilang tanpa
pengobatan dalam waktu 5-7 hari. Karena cepat menghilang, maka sering
penderita menduga kakinya keseleo atau kena infeksi sehingga tidak
menduga terkena gejala penyakit asam urat dan tidak melakukan
pemeriksaan lanjutan.
Setelah seranga pertama, penderita akan masuk pada gout
interkritikal. Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama
jangka waktu tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya
berbeda. Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun,
tetapi rata-rata berkisar seseorang lupa bahwa pernah menderita serangan
arthitis gout atau menyangka serangan pertama kali dahulu , tidak ada
hubungannya dengan gejala penyakit asam urat.
b. Tahap kedua(tahap artitis gout akut intermiten)
Tahap ini disebut sebagai tahap artitis gout akut intermiten. Setelah
melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun tanpa gejala

asam urat, penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan
arthitis atau peradangan yang khas.
Selanjutnya penderita akan sering mendapatkan serangan(kambuh)
yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya makin
lama rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang, serta jumlah
sendi yang terserang makin banyak. Pada tahap ini penderita baru
menyadari kalau sudah terkena serangan gejala asam urat.
c. Tahap ketiga(tahap artitis gout kronik bertofus)
Tahap ini disebut sebagai tahap arthitis gout kronik bertofus. Tahap
ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.
Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan disekitar sendi yang sering
meradang yang disebut sebagai tofus.
Tofus ini berupa benjolan keras yang berisi bersuk seperti kapur yag
merupakan deposit dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan
mengakibatkan kerusakan pada sendi dan tulang disekitarnya. Tofus pada
kaki bila ukurannya besar dan banyak akan mengakibatkan penderita
tidak dapat menggunakan sepatu lagi.
5) Komplikasi
a.

Radang sendi akibat asam urat (gouty arthritis)


Komplikasi hiperurisemia yang paling dikenal adalah radang sendi
(gout). Telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam urat
cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar.
Meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya gout,
namun hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan serangan
gout akut masih belum jelas. Atritis gout akut dapat terjadi pada
keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal. Akan tetapi, banyak

pasien dengan hiperurisemia tidak mengalami serangan atritis gout


b.

(Brunner&Suddart, 2013).
Komplikasi Hiperurisemia pada Ginjal
Tiga komplikasi hiperurisemia pada ginjal berupa batu ginjal,
gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal terjadi
sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam urat
meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada suasana
urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk batu.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan
bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai hasil dari
penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat kemoterapi tumor.
Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan asam urat
pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat menyebabkan
gangguan ginjal kronik (Brunner&Suddart, 2013).

6) Pemeriksaan Penunjang
Menurut Brunner&Suddart (2013) pemeriksaan yang harus dilakukan,
yaitu :
a.

Serum asam urat


Umumnya meningkat

diatas

mg/dl.

Pemeriksaan

ini

mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat


b.

atau gangguan ekskresi.


Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3
selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit
masih dalam batas normal yaitu 5000 10.000/mm3.

c.

Eusinofil Sedimen Rate (ESR)


Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen
rate mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam

d.

urat di persendian.
Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan
ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat
meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800
mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan
peningkatan serum asam urat. Instruksikan pasien untuk menampung
semua urin dengan tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet
purin normal direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun
diet bebas purin pada waktu itu diindikasikan.
1. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut
atau material aspirasi dari sebuah tophi menggunakan jarum kristal
2.

urat yang tajam, memberikan diagnosis definitif gout.


Pemeriksaan radiografi, dilakukan pada sendi yang terserang, hasil
pemeriksaan akan menunjukkan tidak terdapat perubahan pada
awal penyakit, tetapi setelah penyakit berkembang progresif maka
akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang berada di bawah
sinovial sendi.

7) Penatalaksanaan
a.

Penatalaksanaan farmakologi menurut Schmitz (2008) yaitu


1. Kolkisin (colchicini)

Mekanisme kerja dari kolkisin adalah sebagai zat penghambat


mitosis

yaitu

menghambat

polimerasi

tubulin

sehingga

menyebabkan pembentukan mikrotubuli, mengurangi motilitas dan


aktivitas

fagositosis

granulosit

neutrofil

berinti

polomrf,

menghambat pembebasan suatu faktor kemotaktis dari leukosit


neutrofil, menghambat sintesis DNA dan kolksikin tidak bekerja
urikosurik maupun urikostatik.Efek samping pemberian dosis tinggi
selalu terjadi diare, muntah dan nyeri perut
2.

Alopurinol (Zyloric)
Obat ini bekerja dengan menghambat xanthin okside, enzim
yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya menjadi
asam urat. Namun, obat ini memiliki efek samping terutama
gangguan gastrointestinal, reaksi alergi kulit, nyeri kepala, serta
kerusakan hati dan ginjal.

3.

Benzbromaron (Narcaricin)
Benzbromaron bersifat urikosurik dengan cara menyerap
kembali asam urat di tubulus proximal. Ekskresinya diperbanyak
dan kadar asam urat dalam darah menurun. Efek samping berupa
gangguan lambung-usus (diare), reaksi alergi kulit, nyeri kepala,
kulit ginjal, sering berkemih. Overdosis mengakibatkan mual dan
muntah, hepatitis dan gangguan fungsi ginjal.

4.

Probenesid (Probenid Benemid)

Probenesid bersifat urikosurik pula dengan mekanisme yang


sama dengan benzbromaron, kini obat ini khusus digunakan untuk
asam urat. Probenesid tidak efektif untuk serangan akut. Efek
samping keluhan gastrointestinal dan reaksi pada kulit.
b.

Penatalaksanaan Non Farmakologi


1. Mengatur pola makan (diet makan tinggi purin)
Terapi diet dilakukan untuk mengatur asupan makan yang
dikonsumsi sesuai dengan anjuran (makanan yang mengandung
purin rendah) dan menghindari atau membatasi makanan-makanan
yang mengandung purin tinggi seperti jeroan, kacang-kacangan,
melinjo, sarden, sayur - sayuran hijau seperti bayam, kangkung dan
makananyang

banyak

mengandung

lemak

seperti

santan

(Krisnatuti, 2010).
2.

Mengkonsumsi air putih secara rutin


Tubuh membutuhkan asupan air utnuk menjalankan berbagai
macam sistem di dalam tubuh. Air putih terbaik yang dibutuhkan
tubuh berupa air putih tanpa dicampur dengan zat apapun. Air putih
memiliki daya larut paling tinggi.Air putih dapat melarutkan semua
zat yang larut di dalam cairan termasuk purin dapat melarutkan
semua zat yang larut di dalam cairan purin. Asam urat yang
teralarut di dalam air akan dibuang dan diekskresikan ginjal
bersama purin (Herlina, 2013).

3.

Olahraga

Olahraga yang dilakukan secara rutin akan memperlancar


sirkulasi darah dan mengatasi penyumbatan pada pembuluh darah.
Di dalam olahraga terdapat senam ergonomis. Kondisi ini akan
berpengaruh positif bagi tubuh, karena dengan berolahraga
pikiranpun akan menjadi rileks sehingga stress dapat dikurangi dan
dikendalikan serta sistem metabolism akan berjalan lancer sehingga
proses distribusi dan penyerapan nutrisi dalam tubuh menjadi lebih
efektif dan efisien. Sistem metabolisme yang berjalan lancar akan
mengurangi resiko peningkatan asam urat di dalam tubuh. (Sustarni
dkk, 2014).
4.

Menghindari konsumsi alkohol


Makanan atau minuman yang mengandung alkohol perlu
dihindari untuk mencegah terjadinya hiperurisemia.Kadar alkohol
yang tinggi mengandung purin tinggia, akan memeprcepat
pemecahan

ATP

(Adenosin

Tripospat)

di

hati,

sehingga

meningkatkan produksi asam urat. Selain itu alkohol memicu


produksi asam laktat berlebih yang menghambat pembuangan asam
urat (IP. Suiraoka, 2012).

2.

Konsep/Teori proses keperawatan keluarga


a.

Pengkajian

b.

Diagnosa keperawatan

c.

Rencana keperawatan

d.

Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai