Malam itu sepulang dari Mushalla yang jaraknya sekitar 30 meter dari rumah, suasana
tampak gelap walaupun penerangan listrik di tiap rumah tetangga sudah menyala, ketika
mendongak ke langit kulihat bulan seperti ditutupi bayangan berbentuk bulat yang menghalangi
sinarnya untuk menerangi bumi. Iya, gerhana bulan sedang terjadi malam itu, anak-anak yang
baru pulang dari Mushalla pun menjadi heboh dengan fenomena tersebut. Seketika suasana yang
tadinya lengang menjadi hiruk-pikuk, tetangga yang tadinya berada di dalam rumah banyak yang
berhamburan keluar untuk melihat kejadian tersebut, ada yang membawa baskom aluminium,
ada yang membawa panci, ada juga yang membawa piring aluminium dan sendok makan lalu
memukul-mukul benda yang dibawa tersebut membuat suasana semakin hiruk-pikuk.
Dalam tradisi orang Sasak (Lombok Timur, Lengkok Kec. Wanasaba) ketika terjadi
gerhana bulan (kepangan ulan, Bahasa Sasak) mereka dianjurkan untuk memukul-mukul benda
yang terbuat dari aluminium, seng, atau besi yang sekiranya menghasilkan suara nyaring ketika
dipukul untuk menghindari datangnya makhluk halus (jin) yang sering menyembunyikan anak
kecil ketika terjadi gerhana bulan. Selain itu pada waktu gerhana bulan juga dipercaya sebagai
waktu ketika leaq (Tuselaq, orang yang mempunyai ilmu hitam) untuk berkumpul mengadakan
pertemuan dengan merencanakan sesuatu yang bisa membuat semakin tinggi ilmu mereka,
misalnya mencari bayi yang belum genap sebulan, mendatangi tempat ada orang meninggal, atau
mendatangi tempat yang ada orang sakit parah. Seperti yang diceritakan oleh orang-orang tua
kami dahulu yang sering melihat leaq ketika sedang mengairi sawah mereka, pertemuan mereka
biasanya dilakukan di jalur pertemuan dua arah aliran air, misalnya aliran air yang dari barat dan
aliran air yang dari timur bertemu di satu titik, titik itulah yang menjadi tempat pertemuan para
leaq ketika terjadi gerhana bulan.
Tak jarang ketika terjadi gerhana bulan banyak orang-orang yang penasaran dengan
kebenaran adanya leaq ini diam-diam mendatangi titik pertemuan dua aliran air untuk
membuktikannya. Seperti yang dilakukan teman-teman pemuda ketika terjadi gerhana bulan
waktu itu, mereka sengaja mendatangi titik pertemuan dua aliran air yang ada di bawah jembatan
jalur menuju Pringgabaya dan Pohgading. Mereka bersembunyi di bawah pohon sengon sebagai
peneduh jalan dan tameng pembatas di jembatan tersebut, mereka menceritakan ada sekitar 30
orang yag tiba-tiba saja sudah berada di bawah jembatan itu langsung menceburkan diri ke dalam
air di suasana gelap tersebut. Beruntung gerhana bulan waktu bisa dikatakan berlangsung cukup
lama, tidak seperti biasanya, akan tetapi yang mereka lihat seperti bayangan samar-samar dengan
rambut rata-rata panjang tak terurus dan gondrong mekar (bahasa Sasaknya kambe). Lalu orangorang yang mandi tersebut dikatakan langsung saja menghilang dalam sekejap padahal bulan
masih belum menampakkan cahanya, ternyata dari kejauhan dilihat ada seseorang yang
menyalakan senter menyorot ke arah tempat orang-orang yang mandi tadi. Orang yang
menyalakan senter tersebut juga membawa kail, rupanya dia sedang memancing ikan di aliran
sungai tersebut, leaq dikatakan juga mempunyai penciuman yang tajam terhadap orang lain yang
bukan sebangsanya, jadi ketika mereka mencium bau manusia selain mereka, sekejap saja
mereka langsung hilang takut untuk diketahui identitas mereka.
Di sisi lain, di rumah-rumah warga yang ada orang hamil, mereka beramai-ramai
mendatangi kandang kambing atau kandang sapi untuk mandi ketika terjadi gerhana bulan.
Persepsi mereka yang didapat dari tradisi turun-temurun, ketika terjadi gerhana bulan supaya
anak yang dikandung tidak sumbing (bahasa Sasaknya sebit) atau mempunyai kelainan yang
tidak diinginkan, mereka diminta untuk mandi di kandang hewan piaraan untuk menghindari hal
tersebut. Di zaman modern seperti sekarang ini masih saja ada yang mempunyai pemikiran
seperti ini, padahal jelas-jelas dalam masyarakat Sasak masih kental tradisi Agama, masih saja
membiarkan tradisi-tradisi seperti itu. Tetangga samping rumah saya pun begitu, ketika
kumencoba menjelaskan sikap mereka mempercayai takhayul semacam itu, mereka hanya
mengelak dengan mengatakan mengikuti saran orang-orang tua dengan tetap meniatkan berdoa
kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan keturunan yang baik dan tidak cacat. Lalu kenapa
mesti di kandang kambing, padahal masih banyak tempat-tempat yang lebih baik tempat mandi
yang diniatkan ketika terjadi gerhana bulan. Mereka mengatakan supaya hewan peliharaan
tersebut juga mendapatkan keberkahan semakin berkembang biak yang menguntungkan
peternak.
Dalam ilmu sains gerhana bulan mungkin hanya fenomena alam biasa, namun dalam Islam
pada kejadian tersebut ada keberkahan tersembunyi yang tidak banyak kita yang mengetahui,
memang ketika terjadi gerhana bulan kita dianjurkan untuk mandi dan menghadiri shalat gerhana
bulan (khusuf) secara berjamaah. Selain itu ketika terjadi gerhana bulan juga banyak hal-hal
mistis menurut kepercayaan orang Sasak, spektrum warna gelap karena cahaya bulan yang
Sampai sekarang pun ketika terjadi gerhana bulan gaung-gaung cerita mistik masih tetap
diceritakan oleh orang-orang tua kita, entah untuk menakuti atau menjaga cerita tersebut sebagai
sebuah kearifan lokal yang pernah ada di masyarakat Sasak. (Abdul Rahim, Lengkok, 04-09-2015)