Anda di halaman 1dari 21

PAPER

TRAKOMA

Disusun oleh:
ANDI ROY S
NIM: 110100193
Supervisor:

dr.Marina Yusnita Albar, M.Ked(Oph),Sp.M


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas paper ini dengan judul
TRAKOMA. Penulisan tugas paper ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter


pembimbing, dr.Marina Yusnita Albar, M.Ked(Oph),Sp.M, yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing penyusunan tugas paper ini, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan tugas paper ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini berguna bagi semua
pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 1 Februari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .....................................................................
1.1
Latar Belakang ...................................................................
1.2
Tujuan Penulisan ......................................................................

i
ii
iii
1
1
3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................


2.1
Anatomi Mata ...........................................................................
2.2
Trakoma ....................................................................................
2.2.1 Definisi dan Etiologi ......................................................
2.2.2 Faktor Resiko .................................................................
2.2.3 Sumber infeksi dan Penularan ........................................
2.2.4 Patofisiologi ...................................................................
2.2.5 Gejala Klinis.

4
4
5
5
6
7
7
8

2.2.6 Grading Trakoma ...........................................................


2.2.7 Diagnosis ........................................................................
2.2.8 Diagnosis banding...........................................................
2.2.9 Penatalaksanaan .............................................................
2.2.10 Kriteria Kesembuhan ....................................................
2.2.11 Komplikasi dan Sequele ................................................
2.2.12 Prognosis .......................................................................
BAB 3 PENUTUP ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

9
12
13
15
18
18
18
20
21

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 2.9
Gambar 2.10

Anatomi Mata .............................................................


Lapisan Kornea...............................................................
Jenis-jenis Chlamydia.....................................................
Staging Trakoma menurut McCallan..............................
Trakoma Folikular...........................................................
Trakoma Inflamasi berat.................................................
Sikatrik Trakoma............................................................
Trikiasis...........................................................................
Opasitas Kornea.............................................................
Gambaran Klinis Trakom...............................................

4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Trakoma adalah suatu penyakit tertua yang terkenal di dunia sejak dahulu

dan mengenai semua ras. Dengan 400 juta penduduk dunia yang terkena, penyakit
ini menjadi salah satu penyakit kronik yang paling banyak dijumpai. Prevalensi
dan berat penyakit yang beragam per regional dapat dijelaskan dengan dasar
variasi hygiene perorangan dan standart kehidupan masyarakat dunia, kondisi

iklim tempat tinggal, usia saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata
bacterial yang sudah ada.1
Trakoma merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Chlamydia trachomatis, mudah menyebar melalui kontak langsung, bersama
handuk dan kain, ataupun akibat lalat yang berkontak dengan mata atau hidung
orang yang terinfeksi. Trakoma, yang menyebar di daerah yang tidak memiliki
akses yang memadai terhadap air dan sanitasi, mempengaruhi masyarakat yang
paling terpinggirkan di dunia. Secara global, hampir 8 juta orang tunanetra terjadi
akibat trakoma dan 500 juta beresiko kebutaan dari penyakit di seluruh 57 negara
endemik. Jika tidak diobati, infeksi trakoma berulang dapat menyebabkan luka
parah di dalam kelopak mata dan dapat menyebabkan trichiasis. Selain
menyebabkan rasa sakit, trichiasis menyebabkan kerusakan kornea secara
permanen dan dapat menyebabkan kebutaan ireversibel.2
Intervensi utama yang dianjurkan untuk mencegah infeksi trakoma adalah
peningkatan

sanitasi,

pengurangan

tempat

perkembangbiakan

lalat

dan

peningkatan kebersihan wajah (dengan air bersih) di antara anak-anak beresiko


penyakit. Baik kebersihan pribadi dan lingkungan telah terbukti berhasil dalam
memerangi trakoma. Mendorong anak-anak untuk mencuci wajah, meningkatkan
akses air berish, dan pembuangan kotoran manusia dan hewan telah terbukti
menurunkan jumlah infeksi trakoma di masyarakat.3

1.2

Tujuan
Tujuan penulisan paper ini sebagai syarat untuk mengikuti postest

Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP


Haji Adam Malik Medan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Mata

Gambar 2.1 Anatomi Mata (Sumber : familyeyecare.com)


Mata terdiri dari suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior
(kornea) dan opak di posterior (sklera). Sambungan antara keduanya disebut
limbus. Otot otot ekstraokular melekat pada sklera sementara saraf optik
meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis. Suatu lapisan kaya
pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi nutrisi
pada permukaan dalam retina. Korpus silaris terletak di anterior, korpus silaris
mengandung otot silaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan
memungkinkan fokus mata berubah-ubah. Epitel silaris mensekresi akueous
6

humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus silaris merupakan tempat


perlekatan iris. Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut
halus (zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus silaris. Sudut yang
terbentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh suatu jaringan sel
dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar jalinan ini, kanal Schlemm
mengalirkan akueous humor dari bilik anterior ke dalam system vena, sehingga
terjadi drainase akueous. Daerah ini dinamakan sudut drainase.
Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik
mata anterior. Diantara iris, lensa dan korpus siliar terdapat bilik mata posterior.
Kedua bilik ini terisi oleh akueous humor. Diantara lensa dan retina terletak
korpus vitreous. Dianterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian
bawah kelopak mata atas dan bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon)
memisah konjungtiva dari sklera dan memanjang ke belakang sebagai satu
penutup di sekitar otot-otot rektus.4

Gambar 2.2 Lapisan Kornea


Di antara bagian- bagian mata tersebut penyakit trakoma merupakan suatu
penyakit yang mengenai bagian mata yaitu konjungtiva..
2.2
2.2.1

Trakoma
Definisi dan Etiologi
Trakoma adalah infeksi konnungtiva yang disebabkan oleh Chlamydia

trachomatis serotipe A, B, Ba dan C. (Salomon & Anthony, Yanoff Duker,R jogi,


AK Khurana). Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang
berbeda beda. Chlamydia adalah gram negatif, yang berkembangbiak secara
intraseluler. Spesies C.trakomatis menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin
(serotipe D-K) dan limfogranuloma venerum (serotipe L1-L3). Serotipe D-K
biasanya menyebabkan konjungtivitis folikular kronis yang secara klinis sulit
7

dibedakan dengan trakoma, termasuk konjungtivitis folikular dengan pannus, dan


scarring konjungtiva. Namun, serotipe genital ini tidak memiliki siklus transmisi
yang stabil dalam komunitas. Karena itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan
karena trakoma.5-9

Gambar 2.3 Jenis-jenis Chlamydia


2.2.2

Faktor Resiko
Faktor predisposisi trakoma termasuk usia, jenis kelamin, ras, iklim, status

sosial ekonomi dan faktor lingkungan.


1. Usia.
Infeksi ini biasanya terjadi pada bayi dan anak usia dini
2. Seks.
Sejauh keterkaitannya dengan seks, ada kesepakatan umum bahwa yang
dominan terjadi pada perempuan baik dalam jumlah maupun tingkat
keparahan penyakit.
3. Ras.
Tidak ada ras yang kebal terhadap trakoma, tetapi penyakit ini sangat
umum di Yahudi dan relatif kurang umum di antara orang Negro.
4. Iklim.
Trakoma lebih umum di daerah dengan cuaca kering dan berdebu.
5. Status sosial ekonomi.
Penyakit ini lebih umum pada golongan miskin karena kondisi hidup
kurang higienis, kepadatan penduduk, kondisi yang tidak sehat, populasi
lalat yang banyak, kurangnya air, kekurangan bahan seperti handuk
terpisah dan saputangan, dan kurangnya pendidikan dan pemahaman
tentang penyebaran menular penyakit.
6. Faktor lingkungan seperti paparan debu, asap, iritasi, sinar matahari dll
meningkatkan risiko tertular penyakit. Oleh karena itu, pekerja luar
ruangan lebih dipengaruhi dibandingkan dengan pekerja kantor. 9

2.2.3

Sumber Infeksi dan Penularan


Dalam zona endemik trakoma sumber utama infeksi adalah sekret

konjungtiva dari orang yang terkena. Karena itu, infeksi bakteri yang
berkelanjutan meningkatkan penularan penyakit dengan meningkatkan sekresi
konjungtiva. Infeksi dapat menyebar dari mata ke mata oleh salah satu mode
berikut:
1. penyebaran langsung dari infeksi dapat terjadi melalui kontak dengan udara
atau terbawa air.
2. transmisi vektor dari trakoma umum melalui lalat.
3. transfer material memainkan peran penting dalam penyebaran trakoma.
Transfer material dapat terjadi melalui jari-jari yang terkontaminasi dari dokter,
perawat dan tonometer terkontaminasi. Sumber-sumber lain dari transfer material
infeksi adalah penggunaan umum handuk, saputangan, dan selimut.9
2.2.4 Patofisiologi
Infeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat
monosit dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel
dengan pusat germinal dangan pulau- pulau proliferasi sel B yang dikelilingi
sebukan sel T. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang
lama yang menyebabkan konjungtival scarring. Scarring diasosiasikan dengan
atropi epitel konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan normal,
longgar dan stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan
V.5,10
2.2.5

Gejala Klinis
Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis ,

tetapi tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam
satu individu. Derajat keparahan dari infeksi mata oleh Chlamydia trachomatis
dapat ringan sampai dengan berat. Banyak infeksinya bersifat asimtomatis. Sesuai
dengan masa inkubasinya yaitu 5-10 hari, infeksi konjungtiva menyebabkan
iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen. Keterlibatan kornea pada proses
inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia. Secara umum, gejala lebih
ringan dari tampilan mata.
Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari pembuluh
darah konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi,

yaitu dengan munculnya folikel-folikel pada konjungtiva forniks, konjungtiva


tarsal dan limbus. Folikel adalah adalah limfoid germinal dan ditemukan dibawah
lapisan epitel. Folikel terlihat sebagai massa abu-abu atau creamy dengan
diameter 0,2-3,0 mm. Tidaklah normal bila ditemukan satu atau dua folikel pada
mata yang sehat, tertama di canthi lateral atau medial. Karena lapisan superfisial
dari stroma konjungtiva memiliki sedikit jaringan limfoid sampai kurang lebih 3
bulan setelah lahir, neonatus tidak mampu menahan respon folicular terhadap
infeksi mata oleh Chlamydia. Papil juga dapat terlihat pada fase ini :pada kasus
ringan terlihat titik-titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan slit
lamp,

papil

terlihat

sebagai

pembengkakan

kecil

konjungtiva,

dengan

vaskularisasi di tengahnya. Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar pada


konjungtiva tarsal diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva, pertambahan
vaskularisasi pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema palpebra. Bila kornea
terlibat pada proses inflamasi, keratitis punctata superficialis dapat dideteksi
dengan tes flouresensi. Infiltrat superficial atau pannus (infiltrasi subepitel dari
jaringan fibrovaskular ke perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea.
Folikel, papil dan tanda kornea lain adalah tanda dari fase aktif, namun pannus
dapat bertahan setelah fase aktif.
Resolusi dari folikel ditandai dengan terjadinya scarring pada subepitel
konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya di konjungtiva tarsal atas, walaupun
konjungtiva fornces, konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea dapat terkena. Di
daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi
berulang menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra
atas, nampak seperti plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Di
limbus, pergantian folikel menjadi scar mengahasilkan formasi depresi translusen
pada corneoskleral junction yang disebut Herberts pits.
Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul, menyebabkan
kelopak mata atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu mata mengenai bola
mata, hal ini disebut trikiasis. Ketika semua bagian kelopak mengarah ke dalam
disebut entropion. Trikiasis sangat mengiritasi. Penderita kadang mencabut sendiri
bulu mata atau memplester kelopak mata agar mengahadap ke luar. Selain nyeri,
trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek abrasi kornea dapat terjadi infeksi
10

sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena sikatrik bersifat opak maka penglihatan
dapat terganggu bila mengenai daerah sentral kornea.5,6,11
2.2.6 Grading Trakoma
Grading trakoma menurut McCallan7
Stadium
Stadium I
Stadium II
Stadim IIA

Nama
Trakoma Insipien
Trakoma
Dengan hipertrofi papilar yang

Gejala
Folikel imatur, hipertrofi papilar minimal
Folikel matur pada dataran tarsal atas
Keratitis, folikel limbus

Stadium IIB

menonjol
Dengan hipertrofi folikular

Aktivitas kuat dengan folikel matur tertimbun

Stadium III

yang menonjol
Trakoma sikatrik

di bawah hipertrofi papilar yang hebat


Parut pada konjungtiva tarsal atas, permulaan

Trakoma sembuh

trikiasis dan entropion


Tak aktif, tak ada hipertrofi papillar atau

Stadium IV

folikular, parut dalam bermacam derajat


deviasi

Gambar 2.4 Staging Trakoma menurut McCallan


Pembagaian menurut WHO Simplified Trakoma Grading Scheme
1. Trakoma Folikular (TF)

Gambar 2.5 Trakoma Folikular


Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di
daerah sentral konjungtiva tarsal superior

11

Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi

puncak pada 3-5 tahun


2. Trakoma Inflamasi berat (TI)

Gambar 2.6 Trakoma Inflamasi berat


Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan

vaskular tarsal.
Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.
3. Sikatrik Trakoma (TS)

Gambar 2.7 Sikatrik Trakoma


Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva

tarsal.
Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin

besar resiko terjadinya trikiasis.


4. Trikiasis (TT)

Gambar 2.8 Trikiasis


Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.
Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea

12

5. Opasitas Kornea (CO)

Gambar 2.9 Opasitas Kornea


Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.
Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan
akibat trakoma.5,12,13

2.2.7
1.

Diagnosis
Riwayat Penyakit
Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan penduduk pada

daerah endemis, hanya menimbulkan sedikit keluhan. Penderita dengan trikiasis


bisa simtomatis. Beratnya keluhan bergantung pada banyaknya bulu mata yang
menyentuh bola mata, ada atau tidaknya abrasi kornea, dan ada tidaknya
blefarospasme.
Diagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan:
2.
Gejala Klinik :
Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :
1) Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2) Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3) Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4) Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ forniks
superior, Herberts pit di limbus korne 1/3 bagian atas

13

Gambar 2.10 Gambaran Klinis Trakoma


Karena Chlamydia adalah patogen intraseluler obligat, kerokan harus
mencakup sel yang terinfeksi. Karena itu, spesimen yang hanya berisi eksudat
atau sekresi, tetapi tidak ada sel, hasilnya tidak akan memuaskan. Untuk spesimen
konjungtiva setiap eksudat purulen harus dihapus sebelum mengumpulkan sel
epitel dengan menggosok memakai swab kering selama membalik konjungtiva
palpebra.14 Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat
ditemukan badan inklusi Halbert.7-8
Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat satu gejala klinis yang khas
ditambah dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.
3.
Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi
dan badan elementer dengan pewarnaan giemsa
4.
Tes serologis dengan:
1) Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap
trakoma,dengan menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah,
tak memerlukan peralatan canggih, cukup mempergunkan antigen yang
stabil, mudah didapat di pasaran. Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.
2) Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang
spesifik, beserta sifat-sifatnya (IgM, IgA, IgG). Lebih sukar dan
2.2.8

memerlukan peralatan canggih.5,10,15


Diagnosis Banding 4
Trakoma

Konjungtivitis folikularis

Vernal
catarrh

Gambaran

(Dini) papula kecil

Penonjolan merah muda

Nodul lebar

Lesi

atau bercak merah

pucat tersusun teratur

datar dalam

bertaburandengan

seperti deretan beads

susunan

bintik-bintik

cobblestone

kuning pada

pada

konjungtiva tarsal
(Lanjut) Granula

konjungtiva

dan parut dan


parut terutama

tarsal atas dan


bawah,
diselimuti

pada konjungtiva
14

tarsal atas

lapisan susu

Ukuran Lesi

Penonjolan besar,

Penonjolan kecil, terutama

Penonjolan

dan Lokasi

lesi konjuntiva

konjungtiva tarsal bawah

besar, tarsus,

Lesi

tarsal atas dan

dan forniks bawah tarsus

limbus dan

teristimewa lipatan

tidak terlibat

forniks dapat

retrotarsal kornea-

terlibat

pannus, bawah
infiltrasi abu-abu
dan pembuluh
tarsus terlibat
Tipe sekresi

Kotoran air

Mukoid atau purulen

Bergetah,

berbusa atau frothy

bertali, seperti

pada stadium

susu

lanjut
Pulasan

Kerokan epitel dari Kerokan tidak karakteristik Eosinofil


konjungtiva dan

(Koch-Weeks, Morax

karakteristik

kornea

Axenfeld,

dan konstan

memperlihatkan

mikrokokus,pneumokokus

pada sekresi

eksfoliasi,

proliferasi dan
inklusi selular
Penyulit atau Kornea; Panus,

Ulkus kornea, Blefaritis

Infiltrasi

sekuela

Ektropion

kornea
Pseudoptosis

kekeruhan
kornea,xerosis,
KorneaKonjungtiva:
Simblefaron,
Palpebra;
Entropion, trikiasis

2.2.9

Penatalaksanaan

15

Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi


SAFE

(Surgical

care,

Antibiotics,

Facial

cleanliness,

Environmental

improvement).3
1. Terapi antibiotik
WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral
dan salep mata tetrasiklin.
Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.
Program pengontolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi

azitromisin.
Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan

tinggi, menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.


Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single
dose. Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya

lebih tinggi dibanding tetrasiklin.


Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang
rendah. Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan

rash adalah efek samping yang paling sering.


Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka

bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.


Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di

genital, sistem respirasi, dan kulit.


Resistensi C. trakomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum

dikemukakan.
Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral

sehari
Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding
dengan unit ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada.

Efek samping sistemik minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu


2. Tindakan bedah
Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting
pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap

gangguan visus dan penglihatan.


Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus,
dapat memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan
pengurangan sekresi okular dan blefarospasme
16

3. Kebersihan wajah
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada anak

anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif.


Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus

berbasis komunitas dan berkesinambungan


4. Peningkatan sanitasi lingkungan
Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan

feses manusia yang baik.


Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang
ada di permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida
cukup sulit.13,16

Perawatan Rawat Jalan


Perawatan jangka panjang serta perawatan lanjutan intermiten diperlukan untuk
pasien dengan penyakit aktif atau cicatricial. Salah satu episode infeksi dapat
diobati secara memadai, tapi reinfeksi dari komunitas infeksi kemungkinan terjadi
kecuali kampanye pengobatan massal yang efektif diimplementasikan. Ketika
pengobatan massal dilakukan, cakupan antibiotik harus setinggi mungkin, dengan
80% menjadi target minimal yang mutlak. Hal ini penting untuk mengobati semua
anggota keluarga, terutama anak-anak. Beberapa studi menunjukkan manfaat
besar jika cakupan lebih dari 95% dapat dicapai.Pasien bedah memerlukan
perawatan tindak lanjut tahunan karena potensi kekambuhan.10
Program pengendalian di negara-negara endemik sedang dilaksanakan
melalui strategi SAFE WHO. Program ini terdiri dari: operasi untuk mengobati
tahap menyilaukan penyakit (trachomatous trichiasis), antibiotik untuk mengobati
infeksi, pemberian obat terutama antibiotik, yang disumbangkan oleh produsen
untuk program eliminasi melalui International Trachoma Initiative, kebersihan
wajah, dan perbaikan lingkungan, terutama meningkatkan akses terhadap air dan
sanitasi. Negara yang paling endemik telah sepakat untuk mempercepat
pelaksanaan strategi ini untuk mencapai target eliminasi mereka, semua pada
tahun 2020.3
Pengobatan sequele trakoma :
1. Bagian yang mengelami konkresi harus dihapus dengan jarum suntik.
2. Trichiasis dapat diobati dengan pencukuran bulu, elektrolisis atau cryolysis
3. Entropion harus diperbaiki melalui pembedahan

17

4. Xerosis harus ditangani oleh air mata buatan.


Langkah-langkah profilaksis dapat membantu melawan infeksi ulang dari
trakoma.
1. Langkah-langkah higienis. Ini membantu banyak dalam mengurangi penularan
penyakit, seperti trakoma yang terkait erat dengan higiene pribadi dan sanitasi
lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan pada trakoma harus diberikan
kepada masyarakat. Penggunaan handuk umum, saputangan, batang dll harus
dicegah. Sanitasi lingkungan yang baik akan mengurangi perkembangbiakan lalat.
Sebuah pasokan air yang baik akan meningkatkan kebiasaan mencuci.
2. Pengobatan dini konjungtivitis. Setiap kasus konjungtivitis harus ditangani
sedini mungkin untuk mengurangi penularan penyakit.
3. Blanket terapi antibiotik (pengobatan intermiten).

WHO

telah

merekomendasikan rezim ini akan dilaksanakan di daerah endemis untuk


meminimalkan intensitas dan tingkat keparahan penyakit. Regimennya adalah
menerapkan 1% salep tetrasiklin mata dua kali sehari selama 5 hari dalam sebulan
selama 6 bulan.9
2.2.10 Kriteria Kesembuhan
Kriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang,
terutama pada pengobatan masal adalah :
1) Folikel (-)
2) Infiltrat kornea (-)
3) Panus aktif (-)
4) Hiperemia (-)
5) Konjungtiva, meskipun ada sikatri, tampak licin.
Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :
1) Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkan
tidak ada keratitis epitelial di kornea.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan

kerokan

konjungtiva,

tidak

menunjukkan adanya badan inklusi.13


2.2.11 Komplikasi dan Sequele
Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trakoma
dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus
kelenjar lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata
prakornea secara drastic, dan komponen mukosanya mungkin berkurang karena
hilangnya sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebrae
superior berupa membaliknya bulu mata kedalam(trikiasis) atau seluruh tepian

18

palpebrae(entropion) sehingga bulu mata terus menerus mengggesek kornea.


Kondisi ini sering mengakibatkan ulcerasi kornea, infeksi bacterial kornea, dan
parut kornea. Ptosis, obstruksi ductus nasolacrimalis, dan dakriosistitis adalah
komplikasi trakoma lainnya yang sering dijumpai.1
2.2.12 Prognosis
Trakoma,

secara

karakteristik

merupakan

penyakit

kronik

yang

berlangsung lama. Dengan kondisi hygiene yang baik (khususnya, mencuci muka
pada anak-anak), penyakit ini sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele
berat terhindarkan. Sekitar 6-9 juta orang di dunia telah kehilangan
penglihatannya karena trakoma.1,10

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis.
2. Grading trakoma menurut WHO adalah : Trakoma folikalular,trakoma
inflamasi berat, trakoma scarring, trikiasis, dan kekeruhan kornea.
3. Diagnosa trakoma ditegakkan bila terdapat 2 dari gejala klinik yang khas,
1gejala klinik dengan kerokan konjungtiva yang positif atau dengan tes
serologis.
4. Azitromisin dan tetrasiklin adalah antibiotik yang direkomendasikan WHO
untuk trakoma.
19

5. Peningkatan individual higiene dan sanitasi lengkungan mengurangi resiko


penularan trakoma

DAFTAR PUSTAKA
1.

Vaughan & Asbury: Oftalmologi umum / paul Riordan-Eva, John


P.Whitcher : Alih bahasa, Brahm U. Pendit : editor edisi bahasa indonesia

2.
3.

diana susanto. Ed 17- Jakarta : EGC, 2009


Anonymous. Trachoma. 2015. Available from :
http://www.cdc.gov/healthywater/hygiene/disease/trachoma.html
Anonymous. Trachoma. 2015. Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs382/en/#

4.

Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai

5.

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Salomon, Anthony dan Hugh R Taylor. 2010. Trachoma: Treatment and

6.

Medication.eMedicine Ophtalmology. 214: 29-38


Salomon et al. 2004. Diagnosis and Assesment of Trachoma. Clinical

7.

Microbiology Review. 17: 982-1011


Yanoff M, Duker JS. 2014. Ophthalmology. 4th Ed. Philadelphia. Elsevier

9.

Inc. 86.
Jogi, R. 2009. Basic Ophthalmology.4th Ed. New Delhi. Jaypee Brothers
Medical Publishers. 81-86.
Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi:

10.

New Age International. 62-68.


Taylor HR. Trachoma. 2016. Avalable from :

8.

20

http://emedicine.medscape.com/article/1202088-overview
11.

Jackson TL. 2008. Moorfield Manual of Ophthalmology. Philadelphia


Elsevier Inc. 141-142.

12.

Olver J, Cassidy L, Jutley G and Crawley, L. 2014. Ophthalmology at a


Glance. 2nd Ed. Malden. Blackwell Science Ltd. 122.

13.

Wijana, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi .

14.
15.

Crick RP and Khaw PT . 2003. A Textbook of Clinical Ophthalmology.


3rd Ed. London. World Scientific Publishing. 195-197.
Reinhard T, Larkin F. 2008. Cornea and External Eye Disease. New York

16.

Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 179-183.


Jackson TL. 2008. Moorfield Manual of Ophthalmology. Philadelphia
Elsevier Inc. 141-142

21

Anda mungkin juga menyukai