Anda di halaman 1dari 34
Dengan kesempatan ini saya akan menceritakan pengalaman diriku di Ci Le Se Cie (Surga_ Sukhavati), dan semua yang saya lihat dan dengar di Surga Sukhavati akan saya sampaikan para hadirin semuanya. ae Yang akan saya bicarakan hari ini dapat disimpulkan dalam 5 point sebagai berikut: Vie 1 Bagaimana saya dapat pergi dan sampai di Surga mengapa saya memperoteh kesempatan ke Surga Sukhavati2aSukhavati Lamanya saya berkunjung di Surga Sukhavati, dari awal sampai pulang, ‘menurut perasaanku kurang lebih 20 jam. Tetapi sesungguhnya mulai dari saya meninggalkan sampai dengan saya kembali di dunia ini adalah sclama lebih dari 6 tahun 5 bulan, 2.Dalam perjalanan menuju ke Surga Sukhavati, terlebih dahulu saya singgah di Gua Arahat, Khayangan Trayastrimaas, Khayangan Tusita, tcrakhir sampai di Surga Sukhavati, Surga Sukhavati terbagi 3 tingkat yaitu: Teratai Atas, Teratai Tengah, Teratai Bawah, falu masing-masing tingkat terbagi lagi menjadi sub bagian, secara terinci terbagi 9 tingkat alam. (9 tingkat alam yaiti: 9 negeri teratai, 9 padma ksctra terinei sebagai berikut: Varga Atas Atas, Varga Atas Tengah, Varga Atas Bawah, Varga Tengah Atas, Varga Tengah Tengah. Varga Tengah Bawah, Varga Bawah Atas, Varga Bawah Tengah, Varga Bawah Bawah). 3.Manusia yang bagaimanakah yang akan lahir di tingkat mana di Surga Sukhavati? Dengan kata lain, manusia di dunia ini dengan kriteria apa, sesuai dengan jasa dan perbuatannya/karmanya, kelak akan menempati di Varga mana di Surga Sukhavati? Serta akan saya uraikan keadaan di setiap Varga. Umpanya bentuk (ubuh dan ciri khas dari penghuni di masing-masing Varga, tentang sandang pangan, tata hidup, Iuas dan tingginya di masing-masing Varga 4,Penghuni di Surga Sukhavati dari Varga rendah ingin naik ke tingkat Varga yang lebih tinggi, usaha atau kebaktian apa yang harus mereka lakukan? Setingkat demi setingkat, dari bawah ke atas, schingga mencapai Kebuddhaan, penghuni disana tctap harus berusaha maju sampai ke Varga tertinggi. 5.Ada kenalanku yang menjadi penghuni di sana berpesan dan mengirim salam serta nasehat kepada familinya di dunia fana, ketika saya pamit pulang ke dunia. PERJALANAN AWAL Peristiwa ini terjadi tahun 1967 bulan 10 tanggal 25 penanggalan Imlek. Hari itu saya sedang bermeditasi di Vihara Mai Sie Yen (Biksu Chuan Cing saat itu menjabat kepala biara di Vihara = tetsebut), tiba-tiba terdengar ada orang memanggil dan mendorong saya befjalan maju terus ke depan, Saya seolah-olah sedang mabuk dan tanpa sadar terus keluar dari Vihara, Samar-samar: a ares Beyer eat Saat itu revolusi kebudayaan sedang berkecamuk di scluruh Tiongkok, Ket mendekati Ciu Sien San, seolah-olah mendengar kata orang di petjatanan, ” ha 25”, pada masa revolusi kebudayaan keadaan dimana-mana kacau balau. S ‘malam hari untuk bepergian, saya pun tidak terkecuali....” Saya ingat esok harinya jam 03,00 pagi. Saya bersua dengan seorang Bhiksu Tua (belakangan saya tahu beliaw adalah penjelmaan Kuan Ing Phu Sa). Mula-mula kita tidak saling mengenal, karena beliau mengenakan jubah bhiksu, dengan sendirinya saya menyambutnya dengan merangkapkan kkedua tangan (anjali), Beliaupun menjawab sambutan saya dengan sikap serupa. Setelah saya memperkenalkan nama saya, Bhuksu tua lalu memperkenalkan diri, “Saya bernama Yen Kian, hari ini saya berjodoh dapat ketemu dengan anda. Marilah kita sama-sama melancong ke Ciu Sien San, Sudikah Anda?” Karena kami sama tujuannya, maka saya mengangguk kepadanya, mengatakan setuju. Kemudian kami berjalan sambit bercakap-cakap. Beliau seolah-olah mengetahui riwayatku sedetaile detailnya, Beliau bercerita banyak tentang hukum karma, Cerita-ceritanya sangat menarik seperti legenda, Beliau mengungkapkan kelahiran-kelahiranku pada masa lampau. Misalnya Beliau memunjuk pada saya bahwa pada kelahiranku yang keberapa tepat pada jaman apa, berada di kota ‘apa, dan peristiwa apa yang tcrjadi pada diriku pada saat itu. Sctiap katanya sangat mengesankan, saya ingat semua petunjuk-petunjuknya (7 tahun kemudian Bhiksu Chuan Chin menelurusuri setiap pelosok Tiongkok sesuai dengan petunjuk Bhiksu Tua itu. Setiap kelahiran saya yang lampau betul- betul terbukti pernah ada orangnya, waktu dan tempat semua tepat sesuai dengan petunjuk Belin. Hampir selurub kelahrian- kelahiranku yang lampau hidup sebagai Bhiksu. Kecuali sekali sebagai Upasakha yang saich, iahir pada Dinasti Ching jaman Kaisar Gong Hi (Gong Si), tahun 1662 1722,bertempat tinggal di daerah Sang Yung, desa Kueke, waktu itu bernama The Wan Shi (Cen ‘Yen Shi), berputra 6 iaki-laki dan 2 perempuan, diantara putra-putranya ada seorang yang, memperoleh gelar Sarjana ‘Cin Shi’. Beliau telah menyelidiki alamat, kuburan-kuburan mereka serta waktu semuanya cocok dan sampai sekarang ada 121 keluarga, berjumlah lebih dari 450 orang) Kami bercakap-cakap sepanjang jalan, tanpa terasa sudah sampai di Ciu Sien San (Gunung Sembilan Dewa ini adalah gumung tertinggi di Propinsi Hok Kien). Di atas gunung tersebut banyak terdapat gua-pua, yang terbesar bernama Gua Maitereya, gua inilah tempat tujuan kami. Di dalam gua terdapat sebuah altar dengan sebuah rupang Buddha Maitreya untuk dipuja. Oleh karenanya dinamakan Gua Maitreya. ‘Akan tetapi ketika kami naik sampai dipertengahan gunung Ciu Cien, suatu pemandangan luar biasa, ajaib tampak di depan mata kami. Jalan pegunungan yang sempit di depan kami, tiba-tiba berubah menjadi sebueh jalan yang lebar ‘erbuat dari batu-batu rata dan halus disusun dengan sangat rapi dan bagus. Karena halusnya jalan itu sehingga dapat memantulkan sinar remang-temang, Kami berjalan terus sampai ke ujung gunung, di di depan_ al : ‘mewah, jauh lebih megah dari istana kuno di Beijing. Dua pagoda tinggi ‘Tidak lama lagi kami tiba di gapura depan Vihara, Gapura terbuat dari batu putih, gaya rancangannya halus dan megah. Di atas gapura papan nama terukir beberapa aksara berwama emas yang tidak saya kenal (bukan aksara berkilau-kilau sinar keemasan, Di muka gapura telah berdiri empat Bhiksu berjubah merah, mereka dengan ikatan sabuk emas, tampaknya agung dan mulia. Mereka segera menyambut dengan berlutut dan sembah sujud di depan kami, dan kami pun segera membalas sambutannya dengan membungkukan badan. Saya heran dan anh, belum pernah saya jumpai pakaian seragam yang dikenakan otch Bhiksu penyambut itu, sedikit mirip jubah para Lama di Tibet. Mereka sambut pea Neare senyum dan berkata “Selamat Datang ! Selamat Datang!” lalu mempersilahkan kami masuk. Memasuki gapura melaluii beberapa bangunan-bangunan megah dan berkilau-kilau bagaikan istana. Kami berjalan ke dalam lagi, sebuah lorong menjulur panjang ke dalam. Di kedua sisinya di hiast tanaman bunga yang segar dan warna-warm serta pepohonan hijau, Melalui jendela kami hhat banyak pagoda dan balai pertemuan serta ancka macam bangunan, Tidak lama lagi rombongan kami sampai di sebuah aula istana yang besar, terpampang 4 aksara ‘mas, yang berkilau-kilau keemasan, di depan aula, bukan bahasa Cina, juga bukan bahasa Inggris, saya tidak mengerti apa artinya, Ialu saya bertanya kepada Bhiksu Yen Kwan,menurut beliaw artinya “Arahat Lokha di Langit Tengah”. Dugaan saya ini adalah tempat kebaktian para arahat, salah satu sarana bagi mereka untuk memperdalam Dharma, Sampai sini saya sadar bahwa disini bukan lagi dunia fana yang kita huni. Sekarang saya hanya masih ingat salah satu dari 4 aksara itu, tiga aksara jainnya sudah lupa. Saat saya berjumpa Bhiksu Yen Kwan kira-kira jam 3 pagi. Dan saat ini telah mendekat fajar, banyak orang keluar masuk istana, segala ras bangsa berkumpul di sini, ada yang berkulit kuning, putih, coklat, hitam, hampir semua ras di dunia fana berkumpul disini, namun yang ‘mayoritas adalah utit kuning. Laki-laki, perempuan, tua, muda semuanya ada. Kostum dan pakaian mereka beraneka ragam, semuanya bersinar-sinar. Mereka membentuk kelompok-kelompok, setiap kelompok terdiri dari beberapa orang, ada yang melatih silat , ada yang bersenang-senang dengan ‘menari, ada yang ‘sik ebrmain catur, ada yang duduk bersamadi, dil. Mreka semua bersuka ria, mreka tersenyum ramah serta mengangguk-anggukkan kepalanya ketika bertatap muka dengan kami, tetapi kami tidak diajak berbicara atau diwawancara. Masuk ke dalam Aula, saya lihat 4 aksara esar lagi, Bhiksu Yen Kwan mengatakan kepada saya bahwa artinya adalah “Aula Pahlawan Bear”, Segera ada dua Bhiksu tua mendekati dan menyambut Kami, salah satu Bhiksu berjenggot putih panjang, dan satunya tidak. ‘Mercka lihat kedatangan Bhiksu Yen Kwan, segera tiarap di een Beliau, paren Pay yang tertingyi. Saya sulai berpikir “Siapa gerangan sang Bhiksu tua ini? Beliaw pastt hikss a schingga para arahat di Langit Tengah memberikan penghormatan yang tinggi kepada Beliau?” Saat masuk ke dalam Aula, saya mengamati isi dan keadaan di dalam ruangan besar ini, hanya tampak asap putih dupa melingkar di atas, dan mengharumkan seluruh ruangan Aula, Lantainya om ere cate niga seas bt Setelah Bhiksu Yen Kwan membisiki sesuatu kepada Bhiksu berjenggot, segera mengantar saya ke kamar mandi, Gl ees elie ochoah abet et ae un dengan air bersih, selesai cuci muka dan mandi, lalu saya mengenakan jubah abu-abu yat disiapkan. Batin saya merasa luar biasa enak dan senang. Saat ini saya sadar bahwa saya berada di alam suci, kegembiraanku sungguh sulit dilukiskan, Kembali ke ruang tamu, saya segera berlutut di depan Bhiksu berjenggot, dan bernaskara 3 ke saya mohon Beliau memberikan petunjuk tentang hari depan perkembangan agama Buddha. tanpa menjawab sepatah katapun, mengangkat Mao-Pit (kus pena Cina) dan menulis 8 aksara di secarik kertas sebagai berikut: Fo Ce Sin Cuo 7 Ciau Yu Mo Cu Lalu kerlas itu diberikan kepada saya, Keika saya amati arti 8 aksara Cina ini, Bhiksu yang lain menjelaskan, “Anda boleh membaca 8 aksara ini mulai dari manapun, dari kiri ke kanan, atau kanan ke kiri, dari atas ke bawah, ataupun dari bawah ke atas, sekarang saya memberikan 36 kalimat sebagai contoh, dengan 36 kalimat ini, anda dapat mengetahui perkembangan agama Buddha dalam abad ini, jika anda meningkatkan secara permutasian (pertukaran) 8 aksara ini dapat membentuk: kalimat sebanyak 840 buah yang tidak sama, dari isyarat 840 buah kalimat itu, anda akan mengetahui perkembangan Agama Buddha di seluruh dunia sepanjang masa, sampai lenyapaya Agama Buddha.” ‘Sementara ini saya beritahukan 18 kalimat yang pertama, yang meramalkan peristiwa-peristiwa yang _ sudah lalu/terjadi, 18 kalimat berikutnya masih menunggu situasi dan kondisi apabila mengijinkan. (Penjelasan 18 kalimat pertama lhat i lampiran) Selesai pembahasan, Bhiksu mempersilahkan saya istirahat. Bocah kecil membawa saya ke sebuah kamar, di dalam kamar tidak ada ranjanghanya sebuah bangku besar. Tempat duduk bagian atas dibungkus kain sutra halus. Duduklah saya di atas bangku itu, nyamannya luar biasa, scolah-olah mengambang di udara, scperti duduk tanpa alas. ‘Tidak lama saya dengar suara Bhiksu Yen Kwan memanggil saya, saya segera keluar kamar, kita ke Khayangan Tusita (langit ke-4 di Karma Dhatu), bersembah sujud kepada Maitreya Bodhisattva, serta guru Anda Bhiksu Si Yin (Xu Yun), “Saya berterima kasih kepada Bhiks Kwan dan menunjukkan kegembiraan saya, Ketika saya ingin berpamitan denen Fao “Tidak usah, waktu tidak banyak!” kata Bhiksu Yen Kwan, maka kami 8 tanpa pamitan, segera menuju ke kayangan Tusita, ara, Andafkata Kita tidak depan kami terpampang sebuah jembatan besar, aneh bin ajaib, hanya bagian tengah dari yang terlihat, tanpa dua ujung kaki, seolah-olah jembatan itu terapung di udara. Saya sedang: Kebingungan entah harus naik dari mana, Melihat ke bawah jembatan, wah sangat jjurang lebar dalam tak terlihat dasarnya, Ketika saya sedang maju mundur dan terus bertanya dalam hati, bagaimana mungkin saya dapat menyeberang, Bhiksu Yen Kwan menegur saya, “Sehari-hari Sutra apa saja yang anda baca?”, “Biasanya saya membaca Surangama Dharani”. Beliau menyuruh saya segera memanjatkan mantra. Saya mulai komat-kamit mengueapkan mantra. Seluruh mantra Suranggama Dharani terdapat 3000 ala, Saya baru mengucapkan 20 s/d 30 kata, pemandangan di depan kumi dengan segera berubah Tiba-tiba jembatan ity memanjang dan kedua ujung kaki menyambung ke darat, Warna jembatan menjadi Kuning emas, dan memancarkan sinar keemasan. Jembatan emas itu dihiasi pula tujuh ‘macam intan permata yang berharga, bagaikan pelangi berwarna tujuh melengkung di angkasa, ‘megah indah tiada taranya, Pagar pada dua sisi jembatan dihiasi lampu-lampu dari mutiara yang terang benderang, memancarkan sinar warna-warni. Di atas pintu gerbang jembatan terpampang 5 aksara besar mirip dengan aksara yang terpampang di istana yang baru kami singgah tadi. Tebakankus artinya adalah, “Jembatan Arahat Loka di Langit Tengah”. Sesudah menyeberangi jembatan, karmi istirahat sejenak di pavillion persinggahan. Saya tanya kepada Bhiksu Yen Kwan tentang peristi tadi, “emgapa sesudah dibacakan mantra, kedua ujung kaki jembatan baru tampak?”. Beliau menjelaskan, “Karena sehelum mantra dipanjatkan, jati dirimu yang murni masih terselubung, schingga menghalangi padanganmu dan Anda tidak dapat melihat alam yang suci, alam yang hakilci Berkat kekuatan mantra menyapu bersih kabut-kabut gelap karma burukmu, maka jati dirimu yang ‘murni bersih tanpa halangan dan dapat melihat alam yang hakiki. Seperti orang bangun dari mabuk/sesat. Sebuah pepata kuno berbunyi demikian, “10 ribu mil angkasa pun kulihat, itulah sebabnya.” Kami melanjutkan perjalanan kami, sambil berjalan saya memanjatkan mantra, tiba-tiba sebuah bbunga teratai mengalasi kakiku, setiap kelopaknya bagaikan lazuardi memancarkan sinar hija kebiru-biruan, daun-daunnya juga berkilau-kilau kehijauan. Saya berdiri di atas bunga teratai bagaikan lepas landas naik ke angkasa melaju cepat seperti angin kencang. Telingaku mendengat angin menderu, namun badan saya tidak merasa di terpa angin. Kecepatannya melebihi pesawat, terlihat benda-benda, bangunan, pepohonan dan pemandangan lain di depan dengan cepat merebah ke belakang, Tak lama lagi, badan merasa semakin hangat, kami tiba di sebuah bangunan yang mirip Tian An > ‘Men, tetapi lebih luas dan lebih megah dari Tian An Men, pilar-pilar berukir naga dan phoenik, tidak mengucapkan sepatah katapun dengan kami. ‘Sepuluh langkah dari pintu masuk, terpampang sebuah cermin besarm, guna mei nin kita untuk membedakan yang bersih dan yang kotor, ‘Tiada suatu atma yang kotor dapat 1 sorotan dari cermin ini, " Saya lihat banyak pula padangan-pandangan yang serba aneh, benda seperti pelangi, seperti boia, seperti bunga, seperti kilat, berpapasan melewati sisi badanku. Dibalik mega dan kabut, remang- remang terlihat puncak-puncak bangunan, wuwungan genting istana, pucuk lancip pagoda, tinggi rendah, jauh dekat, seperti rimba dan pegunungan Bhiksu Yen Kwan berkata “itulah kahyangan dewa Triyamsa (tingkatan alam dewa kedua dari Karmadhatu), setingkat lebih tinggi dari Catur maharajakayika, Dibawah pimpinan Giok Hong Tai Te, beliau menguasai 4 penjuru, meliputi 32 alam dewa.” ‘Tanpa mampir, kami dengan terburu-buru langsung melalui beberapa tingkatan alam dewa, tiba-tiba terdengar Bhiksu Yen Kwan berkata, “sckarang kita telah tiba di alam Tusita”. Sckejab mata kami sudah berada di depan pintu gerbang istana, kurang lebih 20 orang berdiri disana menyambut kedatangan kami, diantaranya seorang yang tidak dapat saya lupakan, yaitu mahaguru Bhiksu Si Yin (salah satu Bhiksu yang paling terkenal di tiongkok pada abad ke 20), 'ak terduga Bhiksu Miau Lien dan Master Fu Yung juga berada di antranya, mereka semuanya mengenakan jubah sutra yang, merah, indah, dan mewah sekali Saya segera berlutut menyembah sujud kepada guru Si Yin, saya hampir menagis tak dapat menahan keharuan karena dapat bertemu kembali dengan guru yang kucintai, Sang guru segera menenangkan saya,” tenanglah, tenang! Tiada sesuatu yang perlu digembirakan dan disedihkan |, tahukah anda, siapa beliau yang membawa anda kesini?. Beliau Bhiksu Yen Kwan, jawabku spontan, saya terkejut setelah guru mengungkapkan jatidiri Bhiksu Yen Kwan, Beliau adalah yang disebut-sebut anda dari hari ke hari yaitu NAMO TA CHE TA PEI CIU KHU CIU NAN KWAN SHE ING PHU SAT (Namo Maha Maitri Maha Karuna Sang Penolong AVALOKITESVARA BODHISATTVA). “ Bukan kepalang kagetnya saya ! Scgera saya bemamaskara di depan Bhiksu Yen Kwan yang, merupakan manifestasi (jeimaan) KWAN SHE ING PHU SAT. Dalam batinku, saya mohon ampun. beribu ampun, namun karena merasa luar biasa schingga saya tidak dapat mengutarakan setengah patah katapun, benar-benar seperti dikatakan makhluk kecil tidak dapat mengenal benda sebesar gunung Thai, Makhiuk yang terlahir di alam dewa Tusita, tidak sama dengan manusia di bumi, Tinggi badan yang terlahir di alam Tusita mempunyai tinggi badan 3 Cang (sama dengan 10 meter) namun berkat (menjalankan Virya Par ‘melalui banyak cobaan, karma buruk kita baru akan ee boa ‘untuk merenovasi Vihara-Vihara tempat ibadah yang rusak. Bila Deve hilo tape aa Se a mirip mode baju dinasti Ming. PETUNIUK MAITREYA BODHISATTVA ; Kemudian, kami bersamaan masuk ke halaman dalam di Alam Dewa Tusita untuk memberi sujud dan hormat kepada Maitreya Bodhisattva, di dalam aula Istana Maitreya yang besar dan megah tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, dimana-mana berkemilauan warna keemasan, di atas pintu gerbang istana tertulis 3 huruf cina besar “To Suai Tien” (Alam Dewa Tusita), dengan warna emas cerah dan berikutnya 4 baris aksara bahasa lain saya tak mengenalnya. Di aula itulah saya bertemu dan melihat dengan mata kepala sendiri Maitreya Bodhisattva. Di luar dugaan bahwa rupa Maitreya Bodhisattva jauh berbeda dengan rupang Maitreya yang kita puja di dunia, yang berbadan gemuk, perut buncit, selalu tertawa dengan mulut yang lebar. Maitreya Bodhisattva yang saya temui sesungguhnya sedikit keren, berwibawa dengan Dvatri purusa-laksana-nya (32 tanda fisik agung) serta Asityanuyjinjani-nya (80 bentuk keindahan buddha) benar-benar sangat langka dan mengagumkan sekali. Di dua sisi Aula dipenuhi dengan para Bodhisattva, ada yang duduk dan ada yang berdiri, mereka mengenakan jubah dan kostum yang beraneka ragam, namun mereka kebanyakan mengenakan Kasaya merah yang gemerlapan. Mereka masing-masing mempunyai singgasana teratai sebagai tempat duduk atau alas kaki. Saya maju ke depan berlutut dan bernamaskara di hadapan Maitreya Bodhisattva, falu mohon petunjuk Beliau. Beliau bersabda,” Pada masa yang akan datang Aku akan menjelma di dunia fana (60,000.000,000.000,- enam pulub triliun tahun), setelah “Lung Hwa San Hwe” (Persamuan Puspa Naga ke-3). Saat itu tiada pegunungan yang tinggi di planet Bumi. Daratan merata bagaikan telapak tangan, Dunia Fana akan menjelma menjadi tanah suci dan damai. Aku anjurkan antar agama di bumi jagalah kerukunan, saling hormat-menghormati, saling dorong mencari kemajuan, jangan saling memfitnah dan merusak. Lebih-lebih antar sekte seAgama Buddha tidak boich saling menjcickkan, harus saling mombcnarkan kesalahan masing-masing..” (Beberapa petunjuk dari Beliau saya tidak ingat lagi.) Kemudian saya mohon diri, dan mengueapkan banyak terima kasih atas petunjuk-petunjuk Beliau. Selanjutnya Guru Si Yin, membawa saya ke sebuah gedung bertingkat, didepan gedung seorang perwira berseragam perwira tinggi jaman Dinasti Ming mirip dengan Maharaja Virudhaka sedang bertugas. Perwira tersebut memimpin kami masuk ke dalam sebuah ruangan, dan menyuguhkan kami kue-kue, Saya mencicipi sepotong kue, rasanya harum, manis, gurih dan renyahnya luar biasa. Saya lahap sampai kenyang seraya tenaga dan semangat badan saya bertambah berlipat ganda, Master Fu Yung menjelaskan, “DI Alam Dewa, madu dan polen bunga adalah makanan pokok kami. Kue-kue dan makanan ini adalah persembahan dari dewa-dewi di halaman depan, mereka membuatnya dari perpaduan beraneka macam madu bunga, maka rasanya lezat sekali, Manusia Bumi makan selai madu bunga ini, akan hilang penyakitnya dan panjang umur, yang tua akan menjadi muda, anda makanlah sebanyak mungkin akan bermanfaat bagi anda. Kemudian hari, kerja keras, jarang melakukan kebaktian, tidak suka mempelaja Bumi, lupa sembahyang, lupa melakukan kebaikan, apalagi bertapa tahu bersuka ria menikmati kesenangan pada saat makmur sekarang, belum lepas dari Triloka (Karma Dhatu, Rupa Datu, dan Arupa samsara, belum terbebas dari siklus hidup dan mati. Kami di i a Bodhisttva, dan pada masa yang akan datang kami akan ikut Beliau menitis (menjelma) di i membantu membebaskan lautan samsara, dengan menempuh jalan Kebodhisattvaan ini, barulal kami dapat mencapai penerangan sempurna. Guru Si Yin berpesan pula, “Pada akhirjama ini, kita harus lebih tabah dan gigi, untuk, mempertahankan misi suci kita, pada situasi dan kondisi paling tabah dan gigih, untuk ‘memepertahankan misi suci kita pada situasi dan kondisi paling buruk pun, untuk menolong, makhluk-makhluk derita. Jangan serakah dan mabuk dalam kenikmatan pada saat yang Senn, dan usaha menghindari kewajiban pada saat yang buruk. Kita wajib menyadarkan orang yang jahat, supaya mereka dapat berpaling pada kebajikan. Dengan demikian orang baik baru dapat hidup dengan tenang, mclakukan kcbaktian, portapaan tanpa halangan. Pada masa yang paling buruk, orang, yang tetap tekun melakukan, mengamatkan Dharma Buddha, Prajna Paramita, adalah orang yang sungguh-sungguh menjalankan Kebodhisatvaan, Sesudah anda pulang ke bum, tolong sampaikan kepada sudara-saudara se-dharma, dan saudara sesekte pada khususnya, bahwa Sila Vinaya Edalah guru sejati, mempertahankan disiplin-disiplin yang lama, jangan sok modern, merobal-robah sistem Sangha seenaknya. Orang jaman moderen, ada yang mengatakan bahwa “Suranggama Dharani” itu palsu. Ada yang merubah bentuk dan potongan kasaya (jubah biarawan), ada yang tidale percaya pada hukum karma, ada pula yang mengatakan bahwa telor adalah sayur (bukan daging). Mereka enggan bertapa mencladani orang awam, malahan menghasut, menyclewengkan Buddha Dharma, dengan kata-kata muluk untuk mencari keuntungan pribadi, Orang-orang demikian adalah jelmaan Mama khusus untuk mencabut akar Prajna Tathagata (Akar Kebijaksanaan Buddha) dt Bumi, srereka merajalcla merusak mental manusia. Anda sekembali ke bumi, Anda akan berkotbah keliling dunia. Walaupun keadaan di Cin Tan (Cina) masih buruk, harap anda memugar kembali Vihara- Mihara yang saya dirikan, Ketika saya masih berada di bumi, pada saat Anda masih menjadi munideys uberiken nama “Fu Sin” (yang artinya bangun kembali), anda pasti mengerti maksudku, sadar akan harapanku terhadapmu.” ‘enak, Guru Si Yin dengan suara fantang melafatkan syair sekata demi sekata sebagai Berhenti sej berikut: Cing sung siang ye i cien tou Bekat salju dingin membeku, Pinus makin eras, hijau Hai tien i se pien san cien Laut, angkasa menyatu padu, ‘wan membawa saya keluar menuju halaman muka istana. Saya terpukau ‘lapan penuh dengan aneka warna cahaya. Satwa yang rnyani dengan sukaria, kicauan burung, bunyi fembut iru meliputi trishasra lokha dhatu. Kemudian Bhiksu Yen K an Alam Dewa yang geme pada anch dan fauna alam Dewa yang beterbangan Saya sedang mengagumi pemandangan seraya memuji-mujinya, Bhiksu Yen Kwan sebuah pagoda raksasa yang lebih besar dari gunung Gun Lun, yang memancarkan seratus cahaya dan berkata, ” Disitulah Thai Siong No Kun (Thay Sang Lau San = Lau Tza) dan disitu beliau mengolah obat.” “Saya segera memandang ke sana, aoe yang megah dan tinggi, ditutupi mega awan, remang-remang, hanya terlihat salah satu bagian dari pagoda, namun bagian yang terlihat sudah tak terhitung tingkatannya. Bagaikan raksasa terhadang di depan karni, Kami hanya lihat-tihat dari jauh, tak sempat berkunjung ke dalamny. Bhiksu Yen Kwan menjelaskan, “Pagoda ini adalah tempat tinggal para Dewa tingkat atas, disekitarnya tedapat “Lin Yuen Su” (Pohon Sukma) dan banyak bunga-bunga, buah-buahan empat musim. “Menurut cerita orang bahwa seorang petama ilmu Dewata, jika mereka berhasil, maka pohon sukmanya di Alam Dewa akan tumbuh dengan baik, sebaliknya, jika mereka lakukan tidak sesuai dengan ajaran, maka pohon Sukmanya akan layu dan kering,”” Suat ini Bhiksu Yen Kwan mendesak saya dan berkata, “Waktu sangat terbatas, sudah suatnya saya membawa Anda ke Sukhavati Loka, pemandangan sana jauh lebih indah dari sini, lebih-lebrh bumi tidak dapat menandingi sepersepuluh ribunya.” MENGUNJUNGI SUKHAVATI LOKA BERNAMASKARA KEPADA AMITABHA BUDDHA Meninggalkan Alam Dewa Tusita, saya memanjatkan Stathagatosnisam Sitata Patram Aparajitam Pratyyungiram Dharani (Surangama Dharani), dan di bawah kaki kami segera muneul teratai, dengan secepat kilat terbang ke angkasa, sepanjang perjalanan hanya mendengar suara angin ‘menghembus ke telinga, namun kami tidak merasakan terpaan angin. Tingginya kecepatan sungguh tidak dapat dilukiskan, hnya terlihat pemandangan indah di depan dengan cepat sekali terlempar ke belakang. Kira-kira 15 menit, kami melihat daratan di bawah kaki dan teratai diliputi pasir dari emas. Dan barisan pohon raksasa yang tingginya lebih kurang 100 meter berjajar dengan rapi. Pohon- pohon terscbut, bedahan dan beranting emas, namun daun-daunnya terbuat dari jade (giok), bontuk daun ada yang segitiga, ada yang segilima, dan ada yang segitujuh, semuanya berkilau-kilau dan berbunga, Terlihat pula banyak burung-burung bermacam-macam jenis beterbangan, bulu-bulunya bersinar berwarna indah. Ada burung berkepala dua, tiga, dan beberapa buah. Ada yang mempunyai dua pasang sampai beberapa sayap. Mereka beterbangan dengan bebas, sambil bernyani memuji Kebesaran Buddha Amitabha. Sekelilingnya dipagari dengan pagar tujuh warna. Bhiksu Yen Kwan bertutur, “Berdasarkan apa yang discbut Sang Buddha dalam Amitabha Sutra, *... Tujuh susun jala, tujuh baris jajaran pohon mustika...,” adalah pemandangan alam ini.” ‘Telingaku mendengar banyak suara percakapan, tetapi saya tidak mengerti semuanya. “Amitabha Buddha mengerti semuana..” kata Bhiksu Yen Kwan. Di perjalanan saya jumpai banyak pagoda- pagoda tinggi yang terbuat dari 7 jenis mustika, bersinar samar-samar, Kami berjalan maju terus, akhimya tiba di depan sebuah gunung emas yang luar biasa besarnya, entah berapa ribu kali lebih besar dari Gunung Oh Mei di Tiongkok. € 1 sedan ir yang tak terduga, sangat mengejutkan saya. ery ‘opt hh Saya memohon, “Badan sang Buddha begitu besar dan tinggi, apa m 12 e ‘bagaimanapun saya mondongak kepalaku tak mungkin seluruh gedung pencakar langit itu. a et c Bhiksu Yen Kwan menganjurkan saya cepat berlutut dan memohon berkah dari Sang B Amitabha. Dengan tulus dan ikhlas saya mohon berkali-kali, tiba-tiba badan saya terus menjadi besar, schingga sampai setinggi pusar Beliau, a Dengan ketinggian badan saat itu, barulah saya dapat mclihat sang Buddha Amitabha sesungguhnya, — betul-betul Beliau berada di depan mata saya Beliau berdiri di sebuah singgasana teratai, entah berapa jumlah kelopaknya, bersusun bertingkat-tingkat, Setiap kelopak mempunyai sebuah alam tersendiri, ada istana, pagoda, dan lain-lainnya memancarkan sinar beribu-ribu warna, Dan setiap utas cahaya menjelma seorang Buddha duduk di tengah lingkarang cahaya emas. Saya mefontarkan pandangan mataku sejauh mungkin, sava melihat sebuah istana luar biasa besarnya yang bersinar cemerlang keemasan, dan lebih jauh lagi saya melihat seluruh bentuk Iuar Sukhabvati Loka. Pada saat ini, Bhiksu Yen Kwan telah kembali ke bentuk semula-Nya, Kwan Se Ing Phu Sa, Seluruh badan beliau tembus pandang, berwama keemasan, jubahnya memancarkan beribu-ribu jenis eahaya, Aidak jelas Beliau laki-laki atau perempuan, Tinggi badan Beliau saat ini lebih tinggi dari saya, kira- kira setinggi pundak Sang Buddha Amitabha Saya berdiri temganga melihat peristiwa yang unik dan fuar biasa ini, tercengan dan berbisu seribu kata. Jika saya diharuskan melukiskan atau menceritakan keadaan saat itu dengan terinci, mungkin membutuhkan waktu 7 hari 7 maiam lamanya. Khusus melukiskkan tanda fisik Sang Buddha ‘Amitabha yang sangat istimewa dan ajaib saja waktu setengah hari tidak akan cukup, Misalnya, mata Beliau yang seluas tujuh samudra di bumi kita. ‘Menurut cerita Buddha Sakyamini di dalam Sutra, bahwa jarak antra bumi kita dengan Sukhabati Loka kami harus melatui ratusan ribu koti (10 juta) Buddha Ksetra. Jauhnya betul-betul di tuar jangkauan daya pikir manusia. Jika kita naik pesawat secepat cahaya, untuk mencapai Sukhavati ‘Loka harus kita tempuh dalam waktu 15 miliar tahun. Maka dengan umur manusia yang begitu singkat, tidak mungkin terjadi seorang manusia hidup sampai di Sukhavati Loka dengan badan kasamya, Namun jika anda betul-betul tulus dan ikhlas berpranidhana (berteknd/prasetya), hanya dalam sekejab mata anda sudah sampai di Sukhavati Loka, Andaikala Anda mempunyai umur sepanjang umur bumi, dari hari jadinya bumi sampai kiamat, juga belum cukup wakta untuk: mencapai Sukhavati Loka. Satu-satunya jalan mencapai Sukhavati Loka yaitu keimanan, kekuatan pranidhana dirimu, ditambah karunia kekuatan Adhistana Buddha Amitabha, Betul-betul dengan sekejab mata, secepat pikiran kita, kita akan sampai di Sukhavati Loka. Sebenamya pada dua kalpa yang lalu, engkau sudah tinggal di sini. Dan berjanj, berpranidhana (berprasetya) dengan tekad kembali ke dunia fina, untu yang sedang menderita disana, Untuk menunaikan nadarmu, mau tidak mau engkau han dunia fana. Dengan kunjunganmu kali ini di Sukhavati Loka, dan meyakinkan mereka | Sukhavati Loka betul-betul ada.” Kemadian Beliau mengucapkan Gatha (syair) sebagai berikut: NIL WANG SEN EL CIE CIEN Jauh pada dua kalpa yang lalu, Kau telah lahir di Sukhavati Loka CE ING FA YEN TU CUNG SEN Berhubung tekad pranidhanamu, untuk menolong makhluk-makhluk fana_ LEL SHE FU MU CHI CIN SHU Mereka beryuga-yuga yang lampau, bagaikan ayah bunda sanak saudara. SHE CIU TUNG KUI CIU PING LIEN Nazarmu yang luhur, untuk menyeberangkan mereka ke Sukhavati Loka. Setciah mendengar gatha Sang Buddha Amitabha , seluruh badanku gemetar teringat hal ihwal peristiwa dua kalpa yang lalu, seperti gambar hidup yang tampil di depan mataku dengan jelas dan terang. ; Kemudian beliau berpesan kepada Kwan She Ing Phu Sat, “Silahkan anda memhawa dia berkunjung ke mana saja”. Saya bemamaskara kepada beliau tiga kali, lau kwan she ing phu sat membawa saya keluar dari panggung mimbar. Pada saat itu, saya mengamati semua pintu, lorong, tepi Kolam, pagar, gunung dan lahan terayam, ‘semua bertatah dengan tujuh jenis intan mustika dan semuanya bersinar-sinar bagaikan dop lampu dan neon. Aneh bin ajaib, benda-benda seperti terbuat dari bahan materi yang bebentuk, namun semuanya tembus pandang, dapat dilewati tanpa halangan. Di atas pintu gerbang tertulis 4 Aula itu memancarkan sinar keemasan dengan gilang gemilang, besar megah bisa beraius-ratus sibu hadirin, Di dalam aula terlihat banyak Bodhisattva hadir di sana, NEGERI TERATI TINGKAT TERBAWAH DIHUNI OLEH PEMBAWA KARMA Sekarang kita sudah tiba di negeri teratai tingkat Bawah. Daratan di sana merata bagaikan tangan, tanah berwarna kuning emas yang berkilau-kilau, namun tembus cahaya bagaikan kaca kristal, Sebentar lagi sebuah lapangan luas besar terlihat di depan mata kami, terlihat di sana anak gadis berumur 13-14 tahun, diatas kepata mereka semua berias sepasang konde kecil, dihiasi | bunga ungu, paras dan potongan badan mereka cantik-cantik semua. Mereka tidak hanya berpakaian seragam, tinggi badan dan raut muka mereka hampir sama dan serupa, Dalam batinku bertanya, “Mengapa di negeri ini banyak terdapat penghuni yang perempuan?” lalu saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sat, “Menurut Sutra bahwa penghuni Surga Sukhavati tiada jenis kelamin, mengapa disini banyak perempuannya?” “Sutra tidak salah, lihatlah tampang dirimu sekarang!” jawabnye. Sungguh mengejutkan sampai saya. tidak percaya dengan penglihatan sendiri, saya sudah menjelma menjadi anak perempuan yang mirip dengan mereka, baik pakaian seragam, maupun berdandan rias seperti mereka “mengapa jadi demikian?” saya menjadi bengong Kwan She Ing Phu Sat menjelaskan,” di negeri ini dipimpin oleh seorang Bodhisattva, beliau sebagai penguasa di sini, jika beliau ingin waraganya perempuan, maka warganya semua menjadi perempuan. Sebaliknya jika beliau ingin laki-laki maka semua warganya menjadi laki-laki. Sesungguhnya badan penghuni disini bukan dibentuk dari daging darah yang bersifat materia, lihat semua benda-benda, makhluk-makhiuk disini semuanya bening tembus cahaya bagaikan kristal. Bentuk tubuh mudah berubah, dapat berbentuk percmpuan atau laki-laki, namun sifat intinya tidak berbeda”, : Saya amati tububk, seperti apa yang diterangkan oleh Kwan She Ing Phu Sat, tidak terlihat kali, daging, kuku, tulang, dan darah, hanya sesosok tubuh kristal yang putih kuning. mt Manusia yang lahir di Sukhavati Lokha Varga Bawah-bawah, semuanya bersih batinnya, mei membawa serta karma, sifat kebiasaan mercka masing-masing. Mercka baik laki-laki atau perempuan, tua, atau muda, “Penjelmaan Teratai” di negeri teratai Varga Bawah-Bawah if “gifal Buddha yang ada pada seliap makhluk ') Sang Buddha Amitabha, mereka ‘kewajiban yang sama. Tidak memandang ketika di bumi {ua ata masih muda betia, setelah penjelmaan tert bentuk luarnya hampir sama. lal ini sama dengan bayi baru lahir di "bentuke smukanya juga hampir sama.”, Penjetasan belian, Sn Bae Penghini di Varga Bawah-bawah setelah penjelmaan teratai, di dalam teratai, setiap hari di beri 2 pelajaran Dharma, yang memberi ceramah adalah seorang Bodhisattva Mahasattva. Ketika ‘erbunyi, jam pelajaran Dharma dimulai, penghuni di kolam teratai, di gedung, di pavillion, semuanya keluar dari tempat kediamannya berkumpul di Aula, Mereka berseragam dan serupa, oleh karena Karena mereka telah dikendalikan oleh kekuatan Bodhisattva Mahasattva. Sang Bodhisattva ingin mereka berpakaian merah, semuanya merah, ingin berpakaian kuning, semuanya Kuning; ingin hijau semuanya hijau, uni di sini pada siang hari, mereka keluar dari bunga teratainya bermain-main, menyani, ; menari, melakukan kebaktian, membaca sutra, atau kegiatan lainnya, Jika jam istirahat mereka. kembali ke bunga teratai masing-masing, Pendek kata, bunga teratai terbuka pada siang hari, menutup pada malam hari. Waktu istirahat kegiatan mereka di dalam bunga teratai juga bermacam- macam, ada yang menycbut-nycbut nama Sang Buddha, ada yang bermimpi indah, (Mereka lahir di sini, berkat karunia Sang Buddha, ada yang terbawa kekotoran batin, schingga mereka ketika tanpa sadar sering mengenang perbuatan atau peristiwa mereka pada masa lampat di bumi,) Kwan She Ing Phu Sa berkata, “Mari kita mefihat-lihat di lapangan sana.” Kami tiba di lapangan, mula-mula terlihat kurang lebih 20 orang anak gadis, kemudian jumlahnya terus bertambah dari puluhan, ratusan, ribuan, sehingga ratusan ribu anak gadis yang hampir serupa memenuhi semua gedung, aula, dan lapangan. Penampilan mereka seolah-olah untuk tontonan kami. Dalam sekejab mata mengumpulkan orang sebanyak ratusan ribu orang di sana sangat mudah. Andai kata di bumi kita ingin mengundang atau mengerahkan masa sebanyak puluhan ribu saja harus persiapan sampai beberapa hati Kemudian kami berada di kolam teratai, terlihat air kolam berbeda dengan air kolam di bumi, air sana tidak berbentuk cairan, melainkan merupakan gas. “Mandilah engkau di kolam sana!” anjur Kuan She Ing Phu Sa. “Bagaimana kalau baju saya basah kuyup nanti?” Saya ragu-ragu dan takut karena saya tidak bisa berenang. “Jangan khawatir, air di sini berbeda dengan air di dunia sana.” Tutur Beliau. Saya menuruti anjuran Beliau, dengan sedikit gemetar, perlahan-Iahan turun ke kolam. Sungguh benar kata Beliau bajuku tidak basah. Di samping itu pula, ketakukatan hilang, yang mula-mula saya khawatir bisa tenggelam di bawah kolam. Eh, tidak disangka saya bisa berenang, Saya bisa timbul, menyclam, belok kanan, dan bclok kiri menurut kchendak-ku. Saya berputar-putar di dalam kolam, — alangkah nikmat dan gembiranya. Terdorong oleh naluri ingin tahu, saya coba ir kolam seteguk, ° rajin menyebut nama Sang Buddh beberapa bunga teratai yang layu, yang patuh kelopak atau tangkainya, bahkan. kering, Belakangan saya baru diberi tahu bahwa yang disebut dalam Amitabha delapan pahala (Pa Kung Te Sui), yaitu air kolam yang saya selami dan minum ait SRY DELUSI PENGHUNI Di NEGERI TERATAI VARGA BAWAH TINGKAT BAWAH — Pada umumnya, penghuni di neger teratai varga bawah-bawah, ketika masa hidupnya di dunia mereka sangat tekun menyebul nama sang Buddha Amitabha, dan berkeyakinan keras mereka akan Jahir di Sukhavati Loka sesuai dengan Pranidhana-Nya Yang Maha Karuna. Namun mereka lahir di Sukhavati Loka masih membawa karma-karma buruknya (Tai Ye Wang Sheng). at “Apakah maksudnya sebutan ‘Pembawa serta karma-karam lahir di Surga Sukhavati Loka itu?” Penghuni Sukhavati Loka, pada masa hidupnya di dunia fana yang silam, pernah berbuat jahat (karma buruk), misalnya membunuh, mencuri, menipu, memfitnah, mencelakakan orang, mengadu domba, berzina, dan lain-lain, Sebenarnya, pelaku Dasakusala (Sepuluh Kejahatan) tidak diperbolehkan Iahir di Tanah Suci, namun mereka pada hari tuanya, memperoleh mitra yang baik, bijaksana, dan memberkenalkan tentang Dharma, mengajar mereka membaca Sutra, sehingga mereka menyesal kesalahan mereka yang lampau, dan betul-betul bertobat, pada sisa masa hidupnya tekun menyebut nama Sang Buddha Amitabha, berkat kekuatan Pranidhana Sang, Amitabha, mereka diterima lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-bawah. (Negeri teratai Bagian Bawah di sektor yang Bawah) Sukhavati Loka dibagi 9 Varga atau 9 tingkat. Penghuni Varga bawah-bawah (Tingkat Bawah) jika ingin meningkat naik ke Varga Atas-atas (Tingkul Teraiai Alas), mereka harus beriapa selami 12 kalpa. Satu kalpa sama dengan 16.798.000 tahun, maka mercka yang dari Varga Rawah-Rawah meningkat ke Barga Atas-Atas membutuhkan waktu 201.576.000 tahun. Namun kita yang hidup di dunia fana, harus bersyukur, karena bila selalu menghindari perbuatan jahat, melakukan kebaikan, tekun melakkukan meditasi, mungkin dalam 35 tahun kita dapat mencapai Varga Tengah, atau Varga Atas. Bahkan bila kita pada masa kelahiran yang lampau telah menanam bibit kebajikan, mungkin pada masa kelahiran ini, kita sudah dapat mencapai ke-Buddha-an. Sesungguhnya “Badan Manusia Sungguh Sulit Diperoleh”., perkaiaan Sutra ini sangal benar, maka, kita harus menghargai masa hidup sebagai manusia ini, jangan menyia-nyiakan masa emas ini, Maka tekunlah bermiditasi pada kesempatan yang baik ini, dengan kemungkinan besar kita akan lahir di Varga Atas-Atas, Ketika “Bunga Teratai Berkembang Akan Menjumpai Buddha” (Hua Kuai Cien Fo), Bhuksu Yin Kwan dan Bhiksu ong Ti adalah contoh hidup (nyata), mereka lahir di Varga ‘Atas-Atas, (hal ini akan saya terangkan di belakng). Ketika kembali menceritakan dunia fana yang kita alami, Pada umumnya makhluk atau manusia di dunia fana terdapat 8 (delapan) delapan jenis penderitaan, yaitu lahir, tua, sakit, mati, yang diinginkan tidak tercapai, berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, pembaraan api panca skanda. Penderitaan-penderitaan tersebut tidak terdapat di Sukhavati Loka, Berikutnya saya menceritakan dua contoh yang nyata: Kwan She Ing Phu Sa berkotbah, berperasaan pada beryuga-yuga (kelahiran-kelahiran) yang lampau, telah berulang-ulang aneka macam karma. Karma yang berulang-ulang menjadi sifat /penyakit kronis, sampai terbawa ‘mati, ikut serta lahir di Sukhavati Loka, kekotoran batin/delusi karma mereka pada waktu istirahat, dengan tidak terasa sering terpantul keluar dan tampil di layar bayangan mereka Hal demikian ‘banyak terjadi pada penghuni Varga Bawah-Bawah. Mercka makin meningkat pada Varga ‘Tengah, lalu Varga Bawah Atas, kotoran batin/delusi karmanya semakin berkurang dan hilang. Karma-kanna yang sulit mereka lupakan pada umumnya cinta kasih yang mendalam terhadap orang, ‘maupun bernda yang dicintai/disayangi yang mereka tinggalkan di dunia fana, Misalkan cinta kasihnya terhadap ayah bunda, saudara-saudara, kekasih, dan lain-Jain, atau kenikmatan terhadap kesohoran, pujian, makanan, minuman, harta benda yang mereka pernah miliki. Hal-hal tersebut sering terpantul kembali bagaikan impian. Mari saya membawa anda menyaksikan sendiri kenyataan tentang pantulan karma/delusi.” Melalui berberapa belokan, kami menemukan bunga teratai yang pudar wamanya. Kami masuk ke dalam bunga teralai, terlibatlah sebuah gedung bertingkat yang besar dan megah, lebih megah ke dalam dari istana, mempunyai taman bunga yang ditata rapi dan indah sekali, benda-benda antik di ruang tamu halus-halus, dan tak ternilai harganya, semua dekorasi dalam ruang kamar halus mewah berselera tinggi, bagaikan rumah kediaman Perdana Menteri. Di dalam gedung dihuni puluhan sanak saudara (keluarga), orang, tua muda, laku-laku perempuan, semuanya berpakaian mewah-meah. Banyak pula pelayan-pelayan keluar masuk, hiruk pikuk, seperti sedang mempersiapkan suatu pesta besar. Saya bertanya kepada Kwan She Ing Phu Sa, “Mengapa di sini masih ada orang hidup berkeluarga. seperti di bumi?” % Beliau menjelaskan,” Orang in iwaktu mendekati ajalnya ,tekun melakukan kesucian, tulus berbakti kepada Buddha Amitabha, akhirnya berhasil lahir di Sukhavati Loka, namun sifat atau kebiasaan yang telah sangat melekat pada dirinya yang berkaipa-kaipa lamanya sulit dibersihkan dengan seketika. Orang-orang di dalam rumahnya adalah ayah bundanya, isterinya, kekasihnya, s anak cucunya, serta famili-familinya yang amat ia cintai pada masa lalu di dunia fana. Kasil ayangnya yang mendalam kepada mereka, sungguh sulit baginya untuk melupakan dan m a depanny tampil bila ia hendaki, bagaikan impian ketika kita sedang tidur. Saat kita segalapevstiva di dalam alam impian adalah sunggu dan nat n terbangun baru menyadari peristiwa-peristiwa, orang, gedung, harta benda... dan sel tej i dalam mpi, hanyalahKhayalan kosong bela. Hal deri ; atau delusi wangan luarganya di bumi Reigate onc” oT Oe Uraian Kuan She Ing Phu Sat sungat bermakna, Coba kita renungkan hidup kita di bumi ini, bukankah suatu impian yang panjang, keitka sukma kita meninggalkan jasad, segala harta 4 corang-orang yang kita miliki dan cintai tidak dapat kita baw serta,dan bukan lagi milik kita, = bagaikan suatu impian panjang dan pada akhirnya menjadi kosong hampa. y Kuan She Ing Phu Sat melanjutkan, “penghuni di Varga Bawah-Bawah mempunyai delusi dan Jamunan melebihi keinginannya di bumi. Karena di dunia fana adalah dunia materi yang banyak dan besar hambatannya, (misalnya, terhalang selembar kertas tipis saja, kita tidak dapat melihat benda di belakang kertas, Zat materi selalu berubah seperti metabolisme, Jika persyaratan cukup menjadi ; hidup, jika persyaratan kurang menjadi mati atau musnah), maka banyak hal dan benda dikehendaki tidak bisa diperoleh, sehingga timbul resah dan penderitaan! Di Sukhavati Loka tidak terjadi hal 4 demikian, karena dunia ini bukan dunia materi. Apa yang kau inginkan (delusi), segera akan kaw f ‘memperolehnya. Dan akan engkau nikmati tidak terbatas. Sukhavati Loka adalah Sunyata (kosong, hakekat), meliputi seluruh Dharma Dhatu, Alam Dewata (kayangan) tergolong alam Astral (mental, spiritual), walau penghunji sana memiliki kesaktian, namun masih terbatas. Masih ada tidak bisa tercapai. Dunia fana bersifat materi, mempunyai hambatan berlapis-lapis, maka yang diinginkan oleh manusia sulit tercapai. “Apa bedanya Alam Del dicapai oleh sang Tathagata i (impian) di dunia kita dengan alam hakiki yang mumi bersih yang ”, tanya saya kepada Kuan She Ing Phu Sat?” Petunjuk Beliau adalah,” Alam hakiki adalah alam kekal yang tidak pernah lahir pun tidak akan musnah. Alam tersebut senantiasa memancarkan beraneka macam cahaya. Dunia delusi adalah dunia yang tidak tetap, selalu berubah, tidak dapat memancarkan cahaya, setelah makhluk itu terbangun, akhirnya mereka baru sadar segala sesuatunya yang terjadi hanya khayalan kosong belaka. Seperti makhluk bumi bermimpi melihat gunung, sungai, manusia, benda, gedung-gedung dan kota, ketika mereka bangun dari impian, semuanya hilang lenyap. Maka peristiwa-peristiwa di dunia fana dikelabui oleh delusi menjadi fanatik terhadap materi, kuasa, dan nama. Mereka demi harta benda, sejengkal tanah, ‘kehormatan’ mengorbankan jiwa raganya, namun sampai akhir hayatnya, tidak sesuatupun terbawa oleh mereka, melainkan kedua tangan hampa saja. Lebih maiang lagi sukmanya selalu berputar-putar di alam samsara tidak bisa bebas. Dan sestiai dengan karma mereka masing- masing memperoleh gamnjaran yang setimpal. Ingin terbebas dari lautan derita (alam samasara), cepatlah bangun, maka pantai seberang tidak akan jauh lagi, “ eee fenomena ( ‘masa-masa i rvangan tamu trihtlah banyak meja-meia penuh dengan hid menaltn pest Kurg ch omg iri pesta tengah-fengah ruangan tamu scorang tua berusia 70-an,wajahnya penuh dengan gayanya ala orang kaya di bumi. Saya tebak dia pasti tuan rumahnya, Melihat saya ‘menerima saya dengan ramah- tamah, dan mempersilahkan saya duduk. Dia bertanya, “Dari manakah anda?” “Saya baru datang dari Hik Kien, Phu Tien, kita * Saya javab d Fee ien, kita adalah sekampung halaman.” Saya jawab Seketika dia mendengar sckampung halaman dengan i biranya i ai rt ya, luar biasa gemt ia mengangguk- anggukkan kepalanya tidak berhenti-henti, “Bagus ! Bagus!” f “Bh, ada pesta apa ini?” tanya saya ’ Dia tersenyum simpul, balik bertanya, “Bagaimana anda bisa datang kemari?” ‘ ‘Lalu saya menunjuk Bhiksu Yen Kwan (Kwan She Ing Phu Sat) yang berdiri di dekat pintu, dan memperkenalkan sckalian, “Berkat bantuan besar Kuan She Ing Phu Sa, saya bisa datang ke sini, dan ‘mengunjungi rumah anda,” Setelah mendengar nama Kuan She Ing Phu Sat, si tuan rumah seolah-olah tersentuh aliran listrik, mukanya yang riang gembira segera berubah menjadi malu dan merasa bersalah, karena masih belum bisa meninggalkan kebiasaan yang tidak baik warisan hidup masa lampau. Dengan seketika gedung mewah, tamu-tamu, keluarga yang kurang lebih 70 orang, suasana hiruk pikuk, hilang tanpa bekas. Tuan rumah yang berumur 70-an, dengan sekejab berubah menjadi bocah 13-14 tahun, ia duduke tegak di atas bunga teratai, seluruh tubuhnya menjadi putih bening bagaikan Kristal, yang amat elok indab, Sesuai dengan penjelasan Kuan She ing Phu sa, beberapa saat yang laiu, bahwa timbulnya fenomena (Kejadian yang khayal) discbabkan o!ch delusi-dclusi (pantulan karma yang terbawa dari masa-masa hhidupnya di dunia fana), maka delusi musnah, segera fenomena juga hilang, Orang tersebut di atas pada masa silam masih terbawa sifat-sifatmya yang suka pamer, suka pests. yang sudah mendarah daging, sulit dihilangkan, kebiasaan-kebiasaan tersebut sering kambuh, maka. fenomena pantulan karma dahulu selalu terjadi di bawah sadar. | Kemudian dia memporkcnalkan diri kepada saya, ” Saya berasal dari Hok Kien, Bhu Dien, desa Han Ciang Tuo Tuo, oe Lim Tao Yi, lahir di kelarga yang kaya, dan tersohor di desa Tuo Tuo. Masa hari tuaku telah memperoleh bimbingan dari seorang umat yang bijaksana, beliau menganjurkan saya senantiasa memenjatkan doa dan menyebut-nyebut nama Sang Buddha etka kami pamit untuk berpisah, dia pesan kepadaku agar mernbawakan rang bernama A Wang bertempat tinggal di Singapore, bahwa di Junia di Tiongkok, dan lahir di Sulhavati Loka, bee 5 Kuan She Ing Phu Sa sering menganjurkan kepada yang lair di SukhavatiLoka Varga ‘aaah sing and gan A Deapan Jas ala ay ic BO tercuci . innya lambat laun akan menjadi bersil oe Bete sclaee ‘menjadi bersih cerah bercahaya, maka jati ; Saya mengikuti Kuan She Ing Phu sa datang ke sebuah tebing yang curam. Saat ini saya ‘suatu peristiwa yang anaeh, seorang perempuan kurang lebih 20 tahun , mengenakan baju ‘menangis tersedu-sedu di atas tebing tinggi itu. Hal ini sangat mengejutkan saya. “Mengapa di dur soka ria yang tanpa duka, bisa ada orang menangis dengan sedih-pedih yang sangat memilukan?” ‘Kuan She Ing Phu Sa seolah-olah telah membaca isi hatiku, Beliau menganjurkan saya langsung bertanya saja kepada si dia, Saya segera mendekati dia sambil merangkapkan kedua tanganku dan 7 menyapa, “Nona,mengapa anda menangis?” la segera mendongak kepalanya dan memandang ‘kepada saya, ia tidak menangis, malahan tersenyum kepada saya dan berkata, ” Saya terkejut melihat tebing tinggi ini, segera mengingatkan saya peristiwa masa lampau yang sulit saya lupakan, selingga: timbul delusi tadi.” Sclesai perkataannya segera menjelma menjadi gadis 13-14 tahun duduk tegak di atas sebuah bunga teratai yang berada di tengah-fengah kolam, seluruh tubuh menjadi putih bening bagaikan kristal, seraya tebing tinggi menjadi hilang tanpa bekas, Kemudian ia menceritakan riwayatnya kepada saya, “Saya berasal dari Hok Kien, Kabupaten Suen Shang, Bemama X X X, umur 2! tahun, saya adalah upasikha yang telah berlindung kepada Sang, Buddha, pada tahun 1960 saya bertekad meninggalkan segala keduniawian menjadi biarawati, namun selalu dihalang-halangi orang, niat saya digagalkan, dengan pikiran sesat saya bunub dirt ‘elompat dari tebing yang curam tadi, Berkat Maha Karuna Kuan She Ing Phu Sa, mengigatkan Ketulusan hatiku, saya ditolong oleh-Nya, sehingga saya dapat Iahir di Sukhavati Loka, Karena saya baru sajalahie di sini, maka delusi kotoran batin masih metckat padaku, kadang kala saya tidak: dapat mengendalikan emosi diri, peristiwa masa yang lalu dengan sendirinya terpantul ‘kembali, bagaikan rmimpi buruk di dunia Saha, schingga dalam batinku sering tampil peristiwa yang menakutkan dan mengejutkan. Walaupun Kuan She Ing Phu Sa sering menguraikan Dharma kepada kami, tetapi susah sekali melupakan peristiwa tadi.” Saya menyampaikan simpatiku kepadanya sambit mengenalkan Kuan She Ing Phu Sa, “Lihatlah anda, bukankan Kuan She Ing Phu Sa sudah berada di samping kita.” Ja segera bernamaskara kepada Kuan She Ing Phu Sa, Beliau mengajurkannya, “Cepat pergt k tolam, mand dengan Air Delapan Jasa Pahala, banyak mandi dengan ai tersebut, karma Pada masa silam akan berangsur-angsur tercuci bersih. bermeditasi, tidak pantang makan daging (Cia Cay), akhimnya ia melakukan 5 ‘olch pemerintah, maka tangkai teratainya telah ee ms akhimnya ia jatuh bangkrut, hutangnya bertumpuk, dan dikejar-kejar orang, dan mengakhiri dengan membunuh diri, maka bunga teratai menjadi kering dan mati. Saya bertanya, “Menurut almarhum Bhiksu Jhan Liang, kita menyebut sekali nama Buddha menghapuskan dosa-dosa sebanyak butir pasir di sungai Gangpa, dan orang tersebut tadi telah menyebut-nyebut nama Buddha selama 3 tahun, mengapa tidak ada pahalanya?” Beliau menjeiaskan, “Orang awam tidak pernah mendekati Dharma, ia berbuat jahat karena avidya (tidak pengertian), setelah memperolch petunuk dari umat yang bijaksana ia sadar akan kesalahan, betul-betul bertobat, dengan tulus ikhlas berdoa, mohon pengampunan atas kesalahannya, tekun menyebut-nyebut nama Buddha. Kekuatan doa yang tulus ikhlas demikian tak terhitung banyaknya, Selanjutnya dengan keteyuhan imannya terhadapa Sang Buddha, sampai akhir hayatnya, ia lahir di Sukhavati Loka Varga Bawah-Bawah, walan membawa karma-karmanya yang lampau, namun telah bebeas dari kekuatan hukum karma, maka ia telah terjamin tidak akan mundur dan maju terus sampai tercapainya ke-Buddha-an.” Bethenti sejenak, Beliau melanjutkan, “Ada sebagian orang yang menyebut nama Sang Buddha hanya dibibir, namun dibalik hatinya berbisa seperti ular, dengan sembunyi-sembunyi mencelakakan orang, membuat kejahatan-kejahatan lainnya, Orang demikian tidak bisa lahir di Sukhavati Loka. ‘Mereka yang telah menabur bibit bunga teratai di Sukhavati Loka, bila bibit baik mereka masih ada dan belum musnah, asalkan mereka menyadari Kembali, mengaku kesalahannya, bunga teratainy akan segar bugar kembali memancarkan cahaya beraneka warna.” cin Menurut Kuan She Ing Phu Sa, orang di dunia Saha baik kaya miskin, tinggi rendah baik buruk tampangnya, pandai atau bodoh, tua atau muda, maupun laki-laki atau perempuan, dari semua lapisan masyarakat dan bangsa, asalkan mereka bertulus ikhlas, rajin membaca sutra, menyebut nama Sang Buddha, berhenti melakukan semua perbuatan jahat, banyak m : kebaikan, ueapan sesuai dengan hatinya, melakukan prinsip-prinsip ini sebaik-baiknya, bunga teratainya di tanah suci pasti tumbuh dengan kokoh dan subur, dan pada akhir hay ijemput Sang Buddha Amitabha, melalui proses penjelmaan Bunga Teratai lahir di S Jika ragu-ragu, tidak konsisten, kadang-kadang rajin, kadang-kadan malas, “Hai! Cuan Cing She Sing iene : Datang! Kung Si! Kung Si! (Ueapan Selainat)." menjalankan hidup suci (biarawati), Saya tahu tindakan bunuh diri termasuk tindakan 10 kejahatan, namun demi membela Dh an ee eta ‘memilih membunuh diri. Berkat Maha Maitri Karuna Sang Buddha mit ingat nya imanku, Beli: ima s ir di § Hi juga a Hiau menerima saya lahir di Sukhavati Loka, saya setae “Semua penghuni Sukhavati Loka Varga Bawah-Bawah telah menjelma menjadi bocah berumur 1: tahun, mengapa anda tetap dengan tampang scperti dahulu di dunia fana?” tanya saya. “Saya mendengar kabar kedatangan anda, saya segera ingat kita bertemu pada masa lampau di bumi, maka segera kembali ke bentuk masa yang lampau, dan supaya mempermudahkan anda mengenal saya. Bagaimana kabar Saudara Cuan Chong (saudara seperguruan dari Bhiksu Cuan Ching) ?” Jika bertemu dia, tolong sampaikan keadaanku disini, agar mendorong dia lebih tekun berbakti, dan rajin melakukan pertapaan.” PAGODA VIMALA VIPASSANA DAN BAHASA DHARANI Tiba-tiba terdengar bunyi genta, Kuan She Ing Phu Sa memberitahu saya, bahwa bunyi genta itu menandakan khotbah akan dimulai. Saat ini terlihat berpuluhan ribu bocah laki-laki berumur 13-14 tahun, mengenakan baju merah, pinggangnya diikat dengan pita kuning emas, kepala berkonde dua, semuanya berseragam, berbaris dengan rapi, badan, kepala, tangan, kaki mereka semuanya putih bening bagaikan Kristal. Mercka lari berkumpul di bawah podium tcratai. Mercka saling beranjali, saling memberi hormat. Kemudian musik dimulai, riang merdu terpesona, segera burung-burung, beraneka warna melayang-layang mengitari di atas band musik, dan berkicau bemyani mengikuti irama musik, dalam syairnya seolah-olah menyebut nama Sang Buddha, Tidak lama kemudian dari podium muncul seorang Bodhisattva. Beribu-ribu jenis cahaya terpencar dari tububnya, sungguh indah dan mengagumkan. “Beliau adalah Mahasthamaprapta Bodhisattva yang pada hari ini memperoleh giliran memimpin tata cara serta memberi khotbah.: Bisik Kuan She Ing Phu Sa. Saat ini beraneka warna bunga turun dari angkasa, Hujan bunga indah ini disertai berbagai macam benda aneh cantik dan amat berharga. Bocah-bocah mengangkat tepi bawah salju untuk menadahit bunga-bunga dan benda-benda yang turun Kemudian ruang langit yang Tuas itu dipenuhi dengan kilauan ribuan kilat, sinar laser yang beraneka warna, membentuk bunga, figura, macam-macam — bagaikan kembang api luar biasa indahnya. a Di Varga Bawah-bawah ada sebuah “Aula Dharani Bahasa”. Maksudnya Dharani Bahasa setiap kata yang diucapkan oleh Sang Bodhisattva di Aula tersebut akan dimengerti oleh Dari pagoda Vimala Vipassana yang amat besar itu, kita dapat memantau planet-planet, bintang- bintang dari sepuluh penjurn di alam semesta. Misalnya ica ea eal kita kermudian ‘matahari. Mula-muia terlihat bumi hanya sebesar sebutir pasir kecil, namun kemudian batin kami ingin mengamati keadaan di bumi, andaikata kami ingin melihat keadaan di benua Asia, maka bagian benua Asia akan membesar schingga jclas dipandang Atau kami ingin lihat kcadaan Tiongkok, tembok besar, propinsi Ho Kien, bahkan sebuah rumah sampai keadaan di dalam rumah, tempat atau benda yang ingin dilihat akan satu persatu tampil di depan mata. Seperti ada alat pengatur kaca pembesar di dalam teleskop yang super otomatis. Pendek kata Pagoda Vimala Vipassana tidak lain adalah sebuah observatorium untuk memantau seluruh alam semesta, tiada satu sudut pun yang tidak dapat dijangkau, Penghuni di Varga Bawah Tengah, ketika masih hidupnya di bumi, mereka telah banyak berbuat kebaikan, memupuk akar-akar yang baik dan berkeinginan lahir di Sukhavati Loka. Berkat kekuatan Pranidhana Buddha Amitabha, mereka ditempatkan di tingkat alm kedua di Sukhavati Loka. Varga Bawah Atas adalah tingkat alam ketiga di Sukhavati Loka, lebih tinggi setingkat dari Varga Bawah Tengah. Penghuni di Varga Bawah Atas ini, pada masa hidupnya di bumi, mereka telah menjalankan Pancasila dengan baik, dan tekun menjaga Delapan Larangan, serta giat melakukan Kebaikan, berdana, dan bertindak sangat hati-hati sesuai dengan Ajaran Sang Buddha. Sesudah mengelilingi Varga Bawah, Kuan She Ing Phu Sa mendesak kami pula, agar cepat meninggalkan Varga Bawah secepat mungkin, karena waktu kami sangat sempit NEGERI TERATAI VARGA TENGAH Kami meninggaiakan Varga Bawah, segera menuju Varga Tengah. Kami memanjatkan Surangama Dharani, Badanku terbang mclayang scperti pesawat Dalam perjalanan kami melihat pancaran sinar gemerlapan dari gedung istana, dan puncak lancip pagoda-pagoda dengan kecepatan yang tinggi terbang berpapasan dengan kami, Badan saya semakin menjadi tinggi dan besar. Bunga teratai di Varga Tengah besar-besar, sebesar satu propinsi di Tiongkok kurang lebih 800 li (400 Km) diameternya. Jarak dari Singapore ke Kuala Lumpur hanya 180 li (90 km) saja. Maka 800 li kira-kira sama dengan jarak Singapore ke daerah tengah Thailand. Bunga teratainya begitu besar, maka’ Penghuninya ikut menyesuaikan dengan keadaan, menjadi sebesar raksasa, a, membangun Vihara, mencetak buku-buku tentang Ajaran Agama juaskan Dharma. Tindakan dan tutur kata mereka selalu sesuai dengan Catvari Apramani (Empat kebajikan yang tak terhingga yaitn Maitri, dan Upheksa) sehingga pada akhir hayat mereka, berkat jasa pahala mereka dan bantuan Sukhavati Loka, Mereka di tempatkan di Varga Tengah. Varga Tengah seperti Varga B dibagi 3 tingkat, yaitu Varga Tengah Atas, Varga Tengah-Tengah, Varga Tengah Bawah. Penempatan penghuni di ketiga tingkat itu menurut tingkat ketekunan mereka bertapa, serta jasa pahala yang mercka pupuk pada masa hidup di dunia fana. we ‘Tak lama kemudian kami telah sampai di sebuah Aula Istana yang amat besar, saya segera r bermamaskara kepada Bodhisattva yang berada di Aula, Sesudah dibawah, Kuan She Ing Phu Sa melanjutkan perjalanan kami, tahu-tahu kami tiba di sebuah kolam teratai. Wah! Alangkah besar dan indahnya kolam Teratai di Varga Tengah ini ! Dibandingkan dengan yang di Varga Bawah, entah berapa kali lebih besar, lebih indah, lebih megah dan lebih agung. Sekeliling tepi koiam bertahtahican tujuh macam intan manikam, bunga teratai di dalam kolam luar biasa bagusnya, garis-garis urat setiap kelopak (mahkota) sangat indah dan halus sekali serta setiap garis berkilavan dengan warna masing-masing. Garis-garis yang beraneka warna saling bersilang membentuk gambar-gambar yang indah dan menarik, sungguh sulit dilukishan dengan kala-kata. Aneh bin ajaib! Setiap kuntum bunga teratai terdiri dari entah beberapa sap mahkota dan setiap sap terdiri entah beberapa mahkota, dalam setiap mahkota yang luas itu terdapat beraneka tagam_ bangunan, ada pavilion, teras, gedung bertingkat serta pagoda pagoda tinggi dan semuanya memancarkan puluhan jcnis wamna sinar sangat mcnakjubkan! Para penghuni di bunga teratai semua berbadan merah meas yang tembus cahaya bagaikan kristal, serta berkilau kilau oleh pantulan sinar, mereka mengenakan baju seragam dan mereka semua pemuda berumur kurang lebih 20 tahun, diantaranya tak ada orang tua atau anak kecil. Keadaan orang-orang disekeliling kami mengingatkan saya terhadap badan diriku. Saya terperanjat menengok diriku, entah kapan keadaan diriku telah berobah bentuk dan tampang mukaku mirip dengan mereka dan bajuku juga seragam sama dengan mereka, Cuma Kwan She Ing Phu Sat yang {etap seperti keadaan semula Saya bertanya kepada Belian, “Mengapa semua benda, orang di sini bersinar sesuai dengan wama cahaya masing-masing. Dang mengapa badanku juga berobah menjadi seperti mereka?” Beliau menjelaskan, “Hal ini semuanya oleh karena Abhijina (kekuatan sakti) Sang Buddha Amitabha, schingga semua benda makhluk di sini berkilau terpantul sinar Sang Amitabha yang tak terbatas, Dan kekuatan Abhijna Beliau merobah bentuk warna benda-benda, makhluk-makhluk di sini termasuk Anda dan mereka. Kecuali bila anda telah mempunyai kekuatan Abhijna pada dirimu, ‘Anda dapat mempertahankan ciri khas kepribadianmu.” Di Varga Tengah kadang-kadang juga mempunyai gedung bertingkat yang agak suram, ini hanya suatu pemandangan delusi yang sementara jikalau si penghuni tiba-tiba mengigat keluarganya pada ‘masa hidupnya di dunia fana. Kuan She Ing Phu Sa mengajak saya masuk ke sebuah gedung yang. aoe ke ‘pemandangan demikian raya di dunia fana. Semua keluarganya sangat bertakwa kepada Triratna, d mang altar Yang ind dan Fupang Tsu pujaan merel pak, i a mgainya semua berkumpul di ruang tamu yang Inas itu, Mereka mengadakan kebaktian, membaca Sutra, 1 ‘muda semuanya berjumlah lebih dari 20 ae Te ae ema Kuan She Ing Phu Sa bercerita, “Keluarga ini pada masa hidup di dunia fana, berkelakukan baik, — suka berdana, menghayati Catvari Apramani yaitu Maitri, Karuna, Mudita, dan Upeksa. Antara mereka ada yang lahic di Varga Tengah, namun pertalian kasih sayang dengan keluarganya bolum putus sama sekali, maka bayangan keluarga bearnya kadang-kadang terpantul di layar batinnya.” ‘Menurut Kuan She Ing Phu Sa bahwa Sukhavati Loka terbagi tiga Varga dan setiap Varga terbagi lagi tiga tingkatan, maka jumiah semuanya 9 tingkat, ena eAR eRe di Varga Bawah-Bawah, dapat meningkat setingkat lebih tinggi dari Varga Bawah Tengah, melalui meditasi yang tekun, naik setingkat demi setingkat, bunga teratai yang dimilikinya di Varga Bawah Tengah bagaikan a kendaraan dapat dipindahkan ke Varga Bawah Tengah, Peristiwa demikian seperti terjadi dalam } Samadhi dari Dhayana pertama masuk ke Dhyana kedua, masuk ke Dhyana ketiga, tcrakhir sampai masuk ke pee ‘keempat, setahap demi setahap terakhir sampai pada Varga Atas Atas tidak pera melompat lagi. Tiba-tiba terdengar suara genta, bergema di angkasa, dengan sekejap mata, semua gedung, taman yang indah tadi lenyap tanpa bekas. Mereka memakai baju seragam. Jumlah orang makin fama makin banyak, schingva tidak terhitung banyaknya memenuhi lapangan yang besar dan Tuas sckali. Kuan She Ing Phu Sa memberitahu saya, “Hari ini Bodhisattva Mahasthamaprapta dan Bodhisattva Nityadukta akan membenikan khotbah tentang Sutra Sad Dharma Pundarika, maukah anda ikut mendengarkannya?” “Saya paling gemar mendengar khotbah yang bertema Sad Dharma Pundarika, mari kita segera ke sana!” saya menjawab dengan gembira Sambil berbincang, kami teah sampai di podium, Di sekitar podium dikurung oleh jala-jala berkilau- kilau seperti ribuan petangi silang menyilang melengkungi podium, Beribucribu mata jala bagaikan mutiara-mutiars warna-warni menghiasi sekitar podium yang tingginya puluhan meter ferbuai dari cemas, perak bertahtahkan denga tujuh jenis intan permata, fuar biasa agung dan megah. Di dua sisi podium terdapat jajaran pohon besar setinggi pencakar langit di Amerika. Setiap dahan pohon terdapat bangunan teras pavilion, gedung bertingkat, dan lain sebagainya, di mana banyak Bodhisattva- Bodhisattva berkumpul menanti Khotbah. Kuan She Ing Phu Sat membawa saya naik ke podium, dan memperkenalkan saya kepada Bodhisattva Mahastamaprapta dan Bodhisattva Nityadyukta. Saya segera bersujud kepada mereka. Beliau mempersilahkan saya duduk dibaris samping podium. Saat ini asap wewangian entah dari mana berluik-liuk naik ke atas, harum dan segar sekali. Alunan musik kayangan yang merdu datang dari angkasa jauh, Banyak burung-burung cantik mungil beterbangan, menari-nari naik turun mengikuti tinggi renda nada irama musik. Setelah saling memberi salam Bodhisattva ta berdirimengumumkan perjamuan dibuka dan khotbah dimulai, Pundari s tentang fungsi-fungsinya..” Setelah saya mendengar kata-kata yang Beliau kutip dari Sutra Sad Dharma Pundat dengan Sutra Sad Dharma Pundarika Sutra yang saya baca di dunia fana, saya lalu ‘Kuan She Ing Phu Sa mengenai keraguanku. Beliau menjelaskan, “Sutra Sad Dharma P sutra di bumi mienggunakan kata-kata dan contoh-contoh yang mudah dimengerti oleh orang, bumi, sedangkan sutra Sad Dharma Pundarika di sini lebih mendalam, namun bagi penghuni ‘Sukhayati Loka yang pengetahuannya lebih iuas malahan lebih mudah dipahami, Biarpun kata-kata berbeda-beda, naumn arti yang terkandung sama. Hal ini sama dengan ‘Dewa yang tidak mengerti Alam Arahat, Arahat tidak mengerti Alam Bodhisattva, dan Bodhisattva tidak memahami alam Buddha. Anda tadi mendengarkan uraian Bodhisattva Nityadyukta, Beliau mengucapkan dengan satu bahawa saja, namun beribu-ribu bangsa dari manca negara mendengar dan memahami seperti bahasa mereka masing-masing. Inilah yang disebut Dharani/dharani Samaya.” Sousai khotbah, terjadilha suatu poristiwa yang tidak dapat dibayangkan olch orang bumi. Saat ini banyak benda-benda aneh berguguran dari angkasa bagaikan hujan, Bunga-bunga warna-warni beraneka ragam serta macam-macam intan permata berkilau-kilau menggores angkusa bagaikan kembang api memancarkan beribu-ribu sinar beraneka warna yang menakjubkan. Para hadirin yang di bawah podium hampir semuanya mengulurkan tangannya atau mengangkat ujun g bajunya untuk menadahi bunga atau benda yang jatuh itu. Kemudian terdengan alunan musik yang merdu hening entah dari mana. Tiba-tiba para hadirin di bawah podium yang semuanya terdiri dari pemuda laki- aki berbaju merah dengan serentak menjelma menjadi pemudi-pemudi mengenakan blus hijau dan rok merah, pada pinggangnya diikat pita (sabuk) kuning cmas, mercka mclompat-lompat, menari- nari dengan riang gembira. Dengan sekejap mata mereka menghilang dan sekonyong-konyong Iapangan yang penuh dengan gadis cantik menjelma menjadi taman bunga yang penuh dengan bunga teratai yang subur dan bulat-bulat, masing-masing memancarkan sinar berwarna indah sesuai dengan wama masing-masing Beratus ribu bunga teratai beraneka warna berkilau-kilau memantulkan cahaya masing-masing yang mengagumkan bagaikan ombak-ombak panca wama di lautan Tuas. Tiba-tiba di atas setiap bunga teratai muncul seorang Bodhisattva bersila dengan tenang dan agung sekali, Dengan tidak terduga pula taman teratai dengan serentak menjadi rimba pagoda, pagoda emas, pagoda perak, dan warna-warna lainnya yang tidak terhitung banyaknya. Setiap pagoda memancarkan sinar ke empat penjuru sesuai dengan warna masing-masing, Pemandangan yang, demikian indah menakjubkan mempesona sungguh tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, Ketika saya sedang terpaku pada pertjunjukan yang luar biasa itu, sekonyong-konyong beratus-ratts gadis ebrbagju hijau muncui dari angkasa melayang dengan cepat lalu menukik menuju gedung aula menembus atap, menerobos dinding dan pilar scolah-olah melayang di udara bebas tanpa halangan. Saya terkejut sekali dan bertanya kepada Kuan She Ing Phu Sa. Beliau menjelaskan, “Sukhavati Loka adalah penjelmaan kekuatan Abijna Sang Buddha Amitabha, maka makhluk, benda, gedung, teras, pavilion, istana, pagoda maupun sungai, gunung, bunga Tumput, pepohonan semuanya seperti kristal yang tembus cahaya, dan tiada satupun bersifat materi. {pi sini terdapat sebuah gunung ajaib yang disebut “Gunung Delay Pemandangan pemandangan lersebut melambangkan Parijana (8 indra, Lone eee vyailu: |.Caksur Vijnana : Indera penglihatan/mata 2

Anda mungkin juga menyukai