Lapsus Tinea Corporis
Lapsus Tinea Corporis
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny.F
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 50 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Riwayat Alergi
Pasie mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun bahan-bahan
alergen lainnya.
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat pernah menderita penyakit kulit yang sama, berupa bercak merah disangkal
Riwayat penyakit dalam keluarga :
Riwayat anggota keluarga pasien yang menderita penyakit serupa disangkal dan tidak ada
riwayat alergi pada keluarga
Riwayat Sosial :
Pasien adalah penjual nasi di warung, yang biasanya berjualan pada saat malam hari dan
pagi hari saja. Pakaian dan peralatan mandi dikatakan hanya dipergunakan oleh pasien
sendiri
1.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present :
Dalam batas normal
Status General :
Dalam batas normal
Status Dermatologis :
Lokasi
Regio fascialis sinistra: makula eritematus, berbatas tegas dengan polisiklik aktif ditutupi
skuama berwarna
Regio inguinalis dextra et sinister, thorakalis:
makula eritema, berbatas tegas, tepi polisiklik, Ditutupi skuama tipis warna putih
1.4 Diagnosis Banding
1. Tinea Korporis et cruris
2. Ptiarisis rosea
3. Dermatitis Numularis
4. Eritrasma
1.6 Penatalaksanaan
-
Pengobatan medikamentosa
Griseofulvin 2 x 2 tab (125mg) sehari
Loratadin 1x10mg/hari
Topikal
KIE
Foto pasien
BAB 2
PEMBAHASAN
Diagnosis tinea korporis didapatkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan Pasien datang dengan keluhan rasa
gatal-gatal diwajah sebelah kiri. Gatal dirasakan terutama saat berkeringat, kadangkadang juga terasa cekot-cekot. Disertai timbul bercak berwarna merah pada wajah
sebelah kiri
sejak 1 bulan yang lalu, Awalnya kecil di daerah pipi sebelah kiri
kemudian semakin membesar sampai separuh wajah sebelah kiri. Pasien juga mengeluh
timbul bercak-bercak juga di badan, punggung, dan di sela ngkangan paha, tapi tidak
terlalu gatal, tidak seperti bercak yang di wajah. Dilihat dari onset, keluhan pasien
bersifat akut. Disertai rasa gatal terutama saat berkeringat bisa mengarahkan dugaan
infeksi yang disebabkan jamur. Dalam hal ini kita bisa mendiagnosis banding dengan
tinea korporis, karena predileksinya di ekstremitas, dan dengan effloresensi plak dengan
bentuk bulat disertai tepi yang aktif dan terdapat penyembuhan di tengah. Dari temuan ini
kita bisa memikirkan diagnosis ke arah tinea korporis. Selain itu kita juga bisa
memikirkan dugaan ke arah pitiriasis rosea, dimana predileksinya sama dengan tinea
korporis, namun gambaran klinisnya sedikit berbeda, dimana pada pitiriasis rosea
didapatkan gambaran herald patch dan umumnya diawali dengan gejala prodormal.
Selain dengan pitiriasis rosea, kita bisa mendiagnosis banding pasien ini dengan
dermatitis numularis, dimana pada dermatitis numularis predileksinya pada area
ekstensor, dengan effloresensinya plak dengan bentukan seperti koin. Jadi dari anamnesis
serta gambaran klinis pada pasien mengarahkan dugaan ke arah tinea korporis.
Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat topikal, karena lesinya
yang cukup luas,terutama di daerah wajah. Maka diberikan griseofulvin 500mg/hari,
kemudian untuk gatalnya dibberikan loratadin 1x10mg sehari. juga diberikan miconazol
cream 3x/hari. Dimana ketoconazol merupakan derivat azol yang bersifat fungistatik
yang dipergunakan untuk pengobatan dermatofitosis. Selain itu juga diberikan KIE
kepada pasien, yaitu :
1. Memberi penjelasan pada orang tua pasien tentang penyakit pasien, dari jenis
penyakit, penyebab sampai prognosisnya.
2. Menggunakan obat yang telah diberikan
3. Menghindari kelembaban yang berlebihan, misalnya dengan selalu mengelap
keringat dengan menggunakan handuk yang bersih
4. Kebersihan pakaian yang digunakan harus selalu dijaga
5. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga yang lain
Prognosis pada pasien adalah baik.
BAB 3
PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku, yang disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita. Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin, yang terbagi
dalam 3 genus yaitu : microsporum, trichophyton, dan epidermophyton.1
Ada beberapa klasifikasi yang dibuat untuk membagi dermatofitosis, namun
pembagian yang lebih praktis dan dianut oleh para spesialis kulit adalah yang
berdasarkan lokasi, yaitu1 :
1. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala
2. Tinea Barbae : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
3. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah
4. Tinea pedis et manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
5. Tinea unguium : dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki
6. Tinea korporis : dermatofitosis pada bagian lain selain bentuk diatas
Adapun selain bentuk diatas, ada beberapa tinea yang masih dikenal, yaitu tinea
imbrikata, tinea favosa, tinea fasialis, tinea sirsinata. Bentuk istilah tersebut dapat
dianggap sebagai sinonim tinea korporis.1
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3 Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita tersering yang
menyebabkan tinea korporis. Penyakit ini umumnya ditemukan pada daerah tropis
bersuhu hangat dan lembab. Bisa mengenai semua umur, tapi prevalensi cenderung tinggi
pada remaja muda.2
Pada umumnya pasien mengeluhkan gatal dan timbul bercak kemerahan. Namun
pada beberapa kasus pasien bisa dengan tanpa keluhan. Gambaran klinis berupa eritema
berbatas tegas dengan konfigurasi anular atau polisiklik, serta bagian tepi yang lebih
aktif.3 Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik melalui
inspeksi, dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang seperti KOH dan lampu wood.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan lampu woods yang bila disinari akan
menampakkan flouresensi berwarna kuning keemasan pada lesi yang bersisik tersebut.
Pemeriksaan secara mikroskopis dengan KOH 10-20% memperlihatkan hifa yang
pendek-pendek dan spora yang bergerombol seperti buah anggur. Pengobatan dapat
dilakukan secara topikal dan sistemik.1,2,3
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi berulang, yang dapat terjadi bila
pasien tidak menggunakan obat dengan baik dan tidak menjaga higienitas, selain itu
dapat pula terjadi dermatitis kontak sekunder. Prognosis umumnya baik, dan pasien harus
dibekali dengan pendidikan untuk mencegah terjadinya infeksi berulang.
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definisi
Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita superficial yang menyerang kulit halus
(glabrous skin), misalnya kulit kecuali pada kulit kepala, lipatan paha, telapak tangan dan
telapak kaki.2,3
4.2 Sinonim
Tinea sirsinata, tinea glabrosa, Scherenede Flechte, kurap, ringworm of the body.
4.3 Etiologi dan Epidemiologi
Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai macam dermatofita. Secara
internasional penyebab tersering adalah T rubrum.2 Selain itu golongan lain yang dapat
menyebabkan tinea korporis adalah : T tonsurans, tricophyton mentagrophytes,
trichophyton
interdigitale,
trichophyton
verrucosum,
Microsporum
canis
dan
jenggot, muka, dan tangan merupakan daerah favorit untuk organisme jamur tersebut
Dermatofita yang meradang biasanya disebabkan oleh infeksi yang disebabkan organisme
zoofilik.5
Masa inkubasinya adalah sekitar 1-3 minggu, dimana dermatofita menginvasi
daerah sekitarnya dengan pola sentrifugal (menjauhi pusat). Sebagai respon dari infeksi,
pada tepi yang aktif meningkatkan proliferasi sel epidermis yang menghasilkan skwama.
Ini menciptakan pertahanan partial dengan cara menghilangkan kulit yang terinfeksi dan
membiarkan kulit yang sehat dari tengah menuju lesi. Eliminasi dermatofita dilakukan
melalui cell-mediated immunity.
Trichophyton rubrum adalah jenis dermatofita yang tersering menyebabkan tinea
korporis. Dermatofita ini resisten terhadap eradikasi karena dinding selnya mengandung
barier penghambat, yang menghambat cell-mediated immunity, menghambat proliferasi
keratin dan meningkatkan resistensi organism pada pertahanan kulit alamiah.1,2
4.5 Gejala Klinis
Awalnya tampak lesi eritematus, yang dapat dengan cepat membesar dan meluas, dengan
batas tegas dan konfigurasi anular karena resolusi sentral. Sebagai akibat proses
peradangan dapat timbul skuama, kadang-kadang dengan papula, vesikel di tepi, daerah
tengahnya biasanya lebih tenang,tepi polisiklis, aktif. Pada kasus yang jarang dapat
timbul makula purpura, yang disebut tinea corporis purpura. Pada pasien yang terinfeksi
HIV atau pasien dengan imunocompromised biasanya timbul abses atau infeksi kulit yang
luas.1,2,3Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan lain.
Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir polisiklik, karena
beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata,
lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka
mendapatkan infeksi baru pertama kali.1
Penderita yang terinfeksi memiliki variasi gejala klinis, dan ada juga penderita
dengan tanpa keluhan. Penderita umumnya mengeluh gatal, dan terkadang bisa mengeluh
merasakan seperti terbakar. Adapun selain keluhan, hal-hal penting yang perlu digali
adalah mengenai riwayat kontak dengan penderita ataupun dengan hewan peliharaan,
karena tinea korporis dapat juga ditularkan melalui hewan peliharaan. Selain itu perlu
juga digali tentang pekerjaan atau kegiatan yang mungkin merupakan faktor risiko
penularan tinea korporis.
Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum
disebut tinea imbrikata. Penyakit ini terdapat di berbagai daerah tertentu di Indonesia,
misalnya Kalimantan, Sulawesi, Irian barat, juga di pulau Jawa. 1 Tinea imbrikata mulai
dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar.Stratum
korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini, setelah
beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran
skuama yang konsentris. Bila dengan jari tangan kita meraba dari bagian tengah ke arah
luar, akan terasa jelas skuama yang menghadap ke dalam. Lingkaran-lingkaran skuama
konsentris bila menjadi besar dapat bertemu dengan lingkaran-lingkaran di sebelahnya
sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Pada permulaan infeksi penderita dapat
merasa sangat gatal, akan tetapi kelainan yang menahun tidak menimbulkan keluhan pada
penderita.
10
11
kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu
dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.
12
2. Pitiriasis rosea : distribusi kelainan kulit simetris dan terbatas pada tubuh dan
bagian proksimal anggota badan. Yang membedakan dengan tinea korporis adalah
herald patch.
3. Psoriasis : berbeda predileksinya, yaitu daerah ekstensor,misalnya lutut, siku dan
punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.
4. Dermatitis Numular : berbeda predileksinya, misalnya daerah ekstensor dan
dengan karakteristik lesinya menyerupai koin, eritema dan berbatas tegas. Bila
terdapat vesikel, lambat laun akan pecah, terjadi eksudasi dan mengering
membentuk krusta kekuningan. Penyembuhan dimulai dari tengah, sehingga
menyerupai derrmatomikosis.
4.8 Penatalaksanaan
Pada tinea korporis dengan lesi terbatas, cukup diberikan obat topical. Lama pengobatan
bervariasi antara 1 sampai dengan 4 minggu tergantung jenis obat. Obat oral atau
kombinasi obat oral dan topikal diperlukan untuk lesi yang luas. Pada keadaan inflamasi
menonjol dan rasa gatal berat, kombinasi antimikotik dengan kortikosteroid jangka
pendek akan mempercepat perbaikan klinis dan mengurangi keluhan pasien4.
1. Pengobatan Topikal
Pengobatan topikal merupakan pilihan utama. Efektivitas obat topikal dipengaruhi
oleh mekanisme kerja obat tersebut. Pilihan obat diantaranya adalah2,3,4 :
13
14
pada pasien yang menghentikan penggunaan pengobatan topical terlalu cepat ataupun
pada jamur tersebut resisten terhadap pengobatan anti jamur yang diberikan.
BAB 5
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kasus ini adalah :
1. Pasien didiagnosa dengan tinea korporis karena dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan mendukung kearah diagnosa
tersebut.
2. Penyebab terjadinya tinea korporis yang tersering adalah Trichophyton rubrum.
Faktor predisposisi, terutama lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan
cuaca panas sangat berperan memudahkan timbulnya penyakit ini.
3. Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah terapi medikamentosa dan
pemberian KIE. Terapi medikamentosa yang diberikan yaitu obat topikal berupa
ketoconazol 2% cream.
4. Pemberian KIE sangat penting dalam kasus ini, hal ini disebabkan karena
penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk sembuh dan angka
kekambuhannya cukup tinggi dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
predisposisi dan kesabaran serta ketaatan pasien untuk berobat
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, et al. Mikosis. In: Djuanda A (ed). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
3th ed. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007.p. 92-99.
2. Lott, MER. Tinea Corporis eMedicine 1994-2009. [last update Juny 5, 2008].
Available at http://emedicine.medscape.com/article/1091473 . (Accessed: 30
april, 2013).
3. Anonim. Dermatofitosis. In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Denpasar:SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas airlangga Surabaya ; 2005. p.59.
4. Mansjoer A, et al. Tinea Korporis. In: Mansjoer A (ed). Kapita Selekta
Kedokteran. 3th ed. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2000.p 98-99.
5. Wolf, K. A, Lowell. MP. (2008) Fungal Disease. Fitzpatricks Dermatology in
General Medicine 7th Ed. Vol. 1 & 2. New York, USA. Hal. 1807-1815
6. James.WD, Berger TG, Elston DM, 2006. Disease resulting from fungi and
yeasts. Andrews Diseases of The Skin : Clinical Dermatology. 11th Ed. Canada .
Hal. 300-305
16