Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Toksikologi
Toksikologi dewasa ini mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi sehingga bidang toksikologi bukan hanya
tentang racun, lebih luas lagi evaluasi terhadap produk farmasi, pestisida, radiasi,
dan lain-lain. Definisi toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang racun yang meliputi sifat-sifat kimia dan fisik racun, daya kerja racun
dalam tubuh, gejala-gejala klinis dan perubahan patologis yang diakibatkan oleh
racun yang masuk ke dalam tubuh, cara terapi dan antidotumnya, cara isolasi
racun, cara identifikasi dan deteksi racun baik kualitatif dan kuantitatif. Banyak
sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan
lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi (5,6).
Ilmu ini membutuhkan disiplin lain untuk memahaminya. Cabang cabang
ilmu biologi, kimia, biokimia, farmakologi, fisiologi dan patologi adalah ilmuilmu yang sangat menunjang dalam mempelajari atau mendalami toksikologi.
Para ahli toksikologi (Toxicologist), dengan tujuan dan metoda tertentu tugasnya
adalah mencari/mempelajari bagaimana bekerjanya (Harmful action) bahan bahan
kimia (beracun) pada jaringan atau tubuh (7).
Racun adalah suatu zat yang apabila kontak atau masuk ke dalam tubuh
dalam jumlah tertentu (dosis toksik) merusak faal tubuh baik secara kimia ataupun
fisiologis sehingga menyebabkan sakit ataupun kematian. Racun dapat
3

menimbulkan gangguan pada faal tubuh organisme oleh karena daya kerja yang
umumnya melalui mekanisme penghambatan suatu enzim tertentu. Daya kerja
racun dapat bersifat lokal maupun umum (5).
Racun dengan daya kerja lokal akan memberikan reaksi lokal pada daerah
dimana pertama kali kontak dengan jaringan. Kelainan yang diakibatkannya
berupa iritasi ringan sampai keradangan setempat atau luka etsa. Bagian tubuh
yang sering terkena adalah kulit, konjungtiva, traktus gastrointestinal atas, traktus
respiratorius atas, dan lainnya. Racun dengan daya kerja lokal ini dapat
membahayakan tubuh karena: nyeri yang hebat sehingga menimbulkan shock;
dapat menimbulkan toxaemia; dapat menimbulkan sepsis; dan dapat diabsorbsi
sehingga menimbulkan efek umum. Contohnya adalah racun korosif seperti asam
sulfat pekat, natrium hidroksida pekat, dan lain-lain (5).
Daya kerja umum terjadi apabila racun diabsorbsi dan kemudian akan
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada organ-organ tertentu karena daya
kerjanya masing-masing yang spesifik. Contoh racun dengan daya kerja umum
adalah sianida (merusak pernafasan di medulla oblongata); alkohol (menimbulkan
degenerasi saraf perifer); dan barbiturat (degenerasi otak). Kecepatan absorbsi
racun dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelarutannya; cara pemberian atau
masuknya ke dalam tubuh; dan struktur model racun tersebut (5).
Daya kerja racun dalam tubuh dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut adalah: dosis; umur; kepekaan individu; cara masuk racun ke
dalam tubuh; keadaan umum korban; adanya kebiasaan pemakaian suatu

bahan/obat; daya kerja kumulatif; kombinasi kimia maupun mekanis; adanya


sinergisme; adanya metabolisme bahan dalam tubuh (5).
Diagnosa suatu keracunan adalah sebagai berikut: (1) anamnesa kontak
antara korban dengan racun; (2) adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai
dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang diduga; (3) dari sisa benda
bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut, memang racun yang
dimaksud; (4) dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan
yang sesuai dengan keracunan dari racun yang diduga serta dari bedah mayat
tidak ditemukan adanya penyebab kematian lain; (5) analisa kimia atau
pemeriksaan

toksikologik,

harus

dapat

dibuktikan

adanya

racun

serta

metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik (8).
Pada dasarnya ada beberapa prinsip terapi yang dipakai dalam suatu kasus
keracunan, yaitu: (1) mencegah absorbsi racun lebih lanjut ke dalam tubuh; (2)
mencegah racun yang telah diabsorbsi oleh tubuh; (3) pemberian antidotum; (4)
terapi simpomatis; (5) perawatan umum. Pemeriksaan peristiwa keracunan adalah
menjadi kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksikologi forensik untuk
melaksanakan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (5).

B. Sianida
1. Struktur Kimia dan Dosis
Sianida merupakan senyawaan kimia mengandung gugus fungsi siano (CN)
yang dapat diukur sebagai ion sianida (CN-) dengan metode-metode tertentu.
Senyawaan sianida dapat dikelompokkan sebagai sianida sederhana dan sianida
kompleks (1).

Sianida sederhana ditunjukkan dengan rumus A(CN)x, dimana A adalah suatu


alkali (natrium, kalium, amonium) atau suatu logam dan x adalah valensi dari A,
yang menjadi jumlah gugus CN. Di dalam larutan alkali sianida sederhana, gugus
CN dianggap sebagai ion CN- dan gas hidrogen sianida (HCN), dengan
perbandingannya tergantung pada pH dan tetapan disosiasi molekul HCN (pKa
9,2). Dalam kebanyakan air bawah tanah, HCN adalah yang dominan (1).

Gambar 1. Dissosiasi sianida dan hidrogen sianida di dalam larutan pada


fungsi pH
Ion sianida (CN-) adalah bentuk yang predominan stabil dari sianida bebas
dengan pH di atas 9,2. Menurunnya pH akan menaikkan jumlah CN- yang
berubah menjadi HCN. Seperti ditunjukkan dalam gambar 1, persentase HCN
terus meningkat seiring dengan menurunnya pH. Pada pH 7, sekitar 99,5 %
sianida terbebaskan sebagai HCN. Pada pH kurang dari 7, semua sianida terlarut
akan menjadi HCN yang langsung menguap ke udara (1).
Sianida bebas mudah sekali bereaksi dalam beberapa jam sampai beberapa
hari dengan beberapa bahan kimia, menghasilkan beberapa macam senyawaan
baru antara lain : senyawaan logam sianida sederhana, kompleks sianida dan

senyawaan sianida lainnya yang berhubungan. Di dalam larutan logam sianida


sederhana, gugus CN dapat juga dalam bentuk anion-anion kompleks logam
sianida dengan stabilitas yang bervariasi. Banyak logam sianida sederhana larut
sebagian atau bahkan tidak larut [CuCN, AgCN, Zn(CN)2] tetapi mereka dapat
membentuk suatu jenis senyawaan yang sangat larut, yaitu kompleks logam
sianida dengan adanya alkali sianida.Kompleks sianida mempunyai bermacammacam rumus molekul, tetapi alkali logam sianida secara normal dapat
ditunjukkan dengan AyM(CN)x di mana A menunjukkan alkali sebanyak y, M
adalah logam berat (ion besi (II) dan besi- (III), kadmium, tembaga, nikel, perak,
seng atau yang lainnya) dan x adalah jumlah gugus CN; x merupakan persamaan
dari valensi A sebanyak y ditambah dengan valensi logam beratnya (1).
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida
adalah (3,9):
-

Asam hidrosianik sekitar 2.500-5000 mg-min/m3


Sianogen klorida sekitar 11.000 mg-min/m3
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100mg/kg
Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200
ppm) dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat
membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang
direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk
garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.

Pada perokok pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 g/ml dalam
darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/ml sianida
dalam darahnya (1).

2. Farmakokinetik
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber lainnya.
Makan dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat mengganggu
kesehatan. Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka
sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui
urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah
sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan
mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan
vitamin B12 (1,2)
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia
lainnya di dalam darah. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan
kadar sianida tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak.
Sebaliknya, bila sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi
adalah di hati. Sianida juga mengakibatkan banyak efek pada sistem
kardiovaskuler, termasuk peningkatan resistensi vaskuler dan tekanan darah di
dalam otak. Penelitian pada tikus membuktikan bahwa garam sianida dapat
mengakibatkan kematian atau juga penyembuhan total. Selain itu, pada sianida
dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan efek dalam jangka waktu delapan hari.
Bila timbul squele sebagai akibat keracunan sianida maka akan mengakibatkan
perubahan pada otak dan hipoksia otak dan kematian dapat timbul dalam jangka
waktu satu tahun (1,2).

3. Asal Paparan
3.1 Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen
seperti plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada
perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya,
sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/mL sianida dalam
darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan
dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat
memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain
itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu. Berat
jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih cepat terbang ke
angkasa. Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama
pada orang dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi (10).
3.2 Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit.
Muncul segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit.
Kebanyakan kasus disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan
sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan luka bakar (10).
3.3 Saluran Pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah
masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang

10

korban untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan
dalam saluran pencernaan (10).

4. Patofisiologi
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom
oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida
tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh
intermediary compound methemoglobin (3).
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka
molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih
dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat
dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia,
dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan
sianida.

Sianida

bergabung

dengan

methemoglobin

membentuk

sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan


dengan methemoglobin yang berwarna coklat (9).
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase,
dan lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis
Hidrogen yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H 2O dan H2O2. Enzim ini
berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin,
hemoglobin, dan sitokrom lain (3,9).

11

Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari


substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh
lainnyanya ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di
membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini
tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen (3,9).
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai
transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa
menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan
oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat
sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion
hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai
tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (3,9).
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu
berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen
secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui
metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik
yang akan diekskresikan melalui urin (3). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan
sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika
rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat
dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi

12

energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh
(9).
Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak
maka akan terjadi proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom
mitokondrial dapat disebabkan oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang
dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA mitokondria (9).
Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan
mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat
kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan menghasilkan ATP.
Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh sianida, terdapat
kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi balik, sebagai
contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (9).
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim,
tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia
adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase
sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik.
Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu
transmisi neuronal. Sianida dapat di buang melalui beberapa proses tertentu
sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel. Proses yang paling berperan disini
adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin (CNMetHb), sebagai hasil dari
reaksi antara ion sianida (CN) dan MetHb (1,11).
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya:

13

Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini


adalah asam nitrit.

Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik


seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam
sel.

Terakhir kali albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan


sulfur untuk mengikat sianida.

Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak
militer sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi, memakan
atau menelan garam sianida atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini
sebenarnya telah ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak
heran jika kebanyakan hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik tersendiri untuk
mendetoksifikasi ion sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini
adalah dari pembentukan tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin.
Tiosianat ini dibentuk secara langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese
dan secara indirek sebagai reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida
(1,6).

5. Gejala Klinis

14

Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang
timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari (3):
-

Dosis sianida

Banyaknya paparan

Jenis paparan

Tipe komponen dari sianida

Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan
darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan
sistem metabolism (9). Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih
dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran
pernafasan. Gas sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi
tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan
hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit
kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan
mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir
dengan kematian (10).
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah (10):
-

Hiperpnea sementara

Nyeri kepala

Dispnea

15

Kecemasan

Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah

Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan


vertigo juga dapat muncul

Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan
dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat
pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi
mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida (1,3).
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan
dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan
vena retina karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan
kadar oksigen pad apembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna
kulit seperti cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada (1,9).

6. Penemuan Otopsi pada Keracunan Sianida


6.1 Pemeriksaan Luar (8)
-

Lebam mayat berwarna merah bata, banyak yang mendeskripsikan


lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda
gelap atau bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya
yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi hemoglobin.

16

Gambar 6.1. Lebam Mayat Cherry Red


-

Muntahan hitam atau cairan berbusa disekitar bibir.

Gambar 6.2 cairan berbusa disekitar bibir


-

Bintik perdarahan pada selaput kelopak mata.

Gambar 6.3 bintik perdarahan pada selaput kelopak mata.


-

Bibir dan gusi berwarna merah kebiruan.

Pembuluh darah balik leher melebar dan terisi penuh.

Jaringan dibawah kuku berwarna kebiruan.

17

Gambar 6.4 Jaringan dibawah kuku berwarna biru.


6.2 Pemeriksaan Dalam (8)
-

Gambaran kongesti organ dalam

Gambar 6.5 kesan kongesti otak.


-

Terdapat lendir putih kental pada jalan nafas (bila keracunan karena
menelan sianida)

Gambar 6.6 lendir putih kental pada jalan nafas.


6.3 Pemeriksaan Patologi Anatomi (8)
-

Otak

: ekstravasasi eritrosit dan kesan kongesti

Lidah

: reaksi radang ringan

Paru

:dilatasi kapiler, sebagian alveolus terisi darah, terdapat

reaksi radang dan kesan kongesti


-

Jantung

: peradangan ringan dan kesan kongesti

18

Hati

: ekstravasasi eritrosit, reaksi radang, degenerasi parenkim

dan kesan kongesti


-

Limpa

: reaksi radang dan kesan kongesti

Ginjal

: ekstravasasi eritrosit, reaksi peradangan, dan kesan

kongesti

7. Pemeriksaan Laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya penurunan tekanan
partial oksigen (PO2) dengan adanya asidosis laktat. Pemeriksaan darah dan urin
sangat penting pada mereka yang sering terpapar agen ini. Selain itu juga,
pemeriksaan ini akan menentukan pemberian jenis terapi. Konsentrasi sianida
dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan ditimbulkannya
(1).
Karena sel darah merah banyak mengandung sianida di dalam darahnya,
maka pemeriksaan seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit
dilakukan karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida
dalam darah dengan cepat dapat berkurang. Oleh sebab itu, faktor waktu dan
kondisi tempat penyimpanan sangat penting dalam menentukan hasil pemeriksaan
(1).

8. Manajemen Keracunan Sianida


Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang
terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban

19

keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan
lamanya waktu paparan (3) :
-

Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di
dalam ruangan maka segera keluar dari ruangan.

Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam
ruangan. Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas
maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.

Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah


terkontaminasi oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong
plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh
dari manusia, terutama anak-anak.

Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun
dan air yang banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan
sianida.

Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum
seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih
serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di
rumah

sakit

karena

bila

terlambat

dapat

berakibat

kematian.

Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida masih


sering dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek
dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat
diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila

20

pendertia gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam.


Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini.
Selain itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi
tingkat keberhasilan pemberian antidotum. Obat vasopressor seperti epinefrin bila
timbul hipotensi yang tidak memberi respon setelah diberikan terapi cairan.
Berikan obat anti aritmia bila terjadi gangguan pada detak jantung. Setelah itu
berikan sodium bikarbonat untuk mengoreksi asidosis yang timbul (1,9).
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan
ikatan sianida pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin.
Methemoglobin akan mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun
cairan ekstra seluler. Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya
berdasar dari eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk
menilai keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat
bila

sedang

berada

dalam

situasi

yang

besifat

emergensi

(9).

Kesulitan dalam melakukan penelitian mengenai penggunaan antidotum ini


disebabkan karena (1):
-

Kecilnya jumlah korban keracunan

Fakta bahwa kebanyakan koban keracunan harus mendapatkan terapi


segera

Sulitnya untuk mendapatkan hasil analisis darah dan konsentrasi sianida


dalam jaringan

Terbatasnya penelitian yang membandingkan dengan penelitian yang


dilakukan oleh hewan

21

Anda mungkin juga menyukai