Anda di halaman 1dari 8

Hubungan antara infeksi helikobakteri pylori dan rinitis alergi pada anak

Abstrak
Latar belakang:
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan infeksi dan
perkembangan penyakit rinitis alergi pada anak.
Tujuan: to mengenalpasti hubungan infeksi helikobakteri plori dan penyakit rinitis
alergi pada golongan anak-anak50 pasien dispepsia, 30 pasien menderita penyakit rinitis
alergi (48 pediatrikdan 32 remaja) 20 orang pasien anak yang menjadi kontrol dalam
penelitian ini. Serum kesemua sampel telahditeliti dari aspek lgE spesifik, antaranya
tunggau, bulu kucing, rumput dan pokok pine .
Hasil:
33.3% (16/48) dari kasus ini adalah golongan pedriatik

dan 31.3% (10/32) dari

kasus ini adalah golongan remaja telah didiagnosa dengan infeksi H.plori dan positif lg
G .10.4% (5/48) dari kasus ini adalah golongan pedriatik 31.3% (10/32) dari kasus ini
adalah golongan remaja telah didiagnosa dengan rinitis alergi

Jika dibandingkan

dengan golongan pedriatik, kasus yang didiagnosa dengan rinitis alergi lebih dari kasus
yang didiagnosa dengan H.pylori lgG positif kurang pada golongan remaja (p=0.84and
p=0.019)Selain itu, kadar serum lgE untuk rumput (18.8% vs 4.2%) lebih tinggi pada
golongan remaja dari pediatrik (p=0.033).

Pengenalan
Jumlah pasien yang menderita penyakit alergi terutama rinitis alergi semakin
meningkat di negara yang sedang berkembang. Strachan telah mengemukakan Hygiene
Hypothesisyang menjelaskan peningkatan kasus penyakit alergi seperti asma, rinitis
alergi, dan dermatitis atopik dibanding dengan penurunan kasus helicobakteri pylori (H.
Pylori). Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, keadaan yang kaya dengan antigen
penting untuk maturasi sistem imune. Infeksi yang dialami sewaktu kecil amat penting
untuk maturasi sistem imune di tubuh kita dan menurunkan sensasi atopik. Infeksi
terutamanya pada sistem gastrointestinal akan membantu dalam maturasi jaringan
limfoid di mukosal.

Walaupun terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa tidak ada


hubungan antara infeksi helicobakteri plori dan penyakit alergi, namun ada juga
penelitian yangmenyatakan infeksi helicobakteri pylori dapat menurunkan kasus asma
dan alergi terhadap makanan pada anak-anak. Penelitian antara hubungan infeksi
helicobakteri pylori dan penyakit alergi masih terbatas dan belum berkembang. Dalam
penelitian ini, tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan antara infeksi H.Pylori dan
rinitis alergi serta kadar lgE pada anak.
Methode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari September 2011 dan September 2012 dengan
mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi dan Komisi Etik
Fakultas Kedokteran Universitas Abant Izzet Baysal. Penelitian ini mengambil
sampeldari 50 orang pasien yang mempunyai keluhan dispeptik seperti nyeri abdominal
di quadrant atas, heartburn, indigestion dan bloating dan 30 orang pasien dengan
keluhan seperti hidung tersumbat, dan pilek yang telah didiagnosa dengan rinitis alergi
berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma). 20 orang pasien dijadikan sebagai kontrol dalam penelitian ini. 20 orang
pasien ini adalah antara anak-anak yang telah mendapat rawatan di poli pediatrik atas
diagnosa infeksi saluran nafas atas, dermatitis dan anemia.
Serum ang diperoleh dari kesemua pasien disimpan dibawah temperature -20C. AntilgG Helikobakteri pylori antibodies diekstrasi dari serum dengan menggunakan
methode Micro-ELISA. Terdapat beberapa lgE yang turut diteliti dalam penelitian ini,
yaitu lgE dari dust mites (d1, d2), bulu kucing (e1), re grass (g5) dan pine tree (t16)
yang telah diekstraksi menggunakan methode fluoro enzyme immunoassay (UniCAP
100, Phadia AB, Uppsala. Sweden).
Pengolahan dilakukan dengan cara menganalisa data pasien yang telah diambil
dan dievaluasi dengan menggunakan program statisitik komputer Windows , Package of
the Social Science (SPSS, Inc, Chicag, IL), versi 15.0. Hasil dari penelitian ini
dijelaskan dalam bentuk rata-rata (standard deviation). Student-t, chi-squared (x2) dan
Mann-Whitney U Test telah digunakan untuk mengevaluasi statistik dan p<0.05
diterima sebagai significant.

Hasil
Beberapa variabel dalam penelitian ini telah dibandingkan dengan kontrol, dan
didapati tidak ada perbedaan yang significant (p>0.05). Umur pasien dalam penelitian
ini bervariasi yaitu dari umur 3 tahun dan 17 tahun, dengan rata-rataumur dalam
penelitian iniadalah 10.2, 32 orang pasien (40%) adalah lelaki dan 48 (60%) orang
pasien adalah perempuan. LgG H.pylori positive yang ditemukan dalam serum adalah
sebanyak 26 orang pasien (32.5%) dari kelompok penelitian dan 7 orang pasien (35%)
dari kelompok kontrol penelitian. Tidak ada perbedaan yang significant antara kedua
kelompok ini. Tabel 1 menunjukkan perbandingan antara kasus dsypepsia dan rinitis
alergi pada pasien kontrol dalam penelitian ini.
Perbandingan antara kelompok dengan positif lg G H.pylori dan negatif lg G h.
Pylori dijelaskan dalam tabel 2. Dalam kelompok penelitian dengan negatif lg G
H.pylori dijumpai kasus rinitis alergi sebanyak 10 kasus(18.5%) dan 5 kasus (19.2%)
dalam kelompok positif lg G H.pylori. Perbedaan yang signifikant tidak dijumpai
antara kedua kelompok penelitian
(p=0.93).
Kelompok penelitian serum dengan positif lg G H.pylori adalah d1sebanyak 1
kasus (3.8%), d2 sebanyak 2 kasus (7.7%) dan g5 sebanyak 3 kasus (11.5%). Analisa
serum dengan negatif lg G H.pylori menunjukkan 6 kasus (11.1%) untuk d1, sebanyak
6 kasus (11.1%) untuk d2,2 kasus (3.7%) untuk e1, 5 kasus (9.3%)untuk g5 dan 4 kasus
(7.4%) untuk t16. Walau bagimanapun, tidak ada perbedaan yang signifikant yang dapat
diobservasi antara kedua kelompok penelitian (p>0.005)
Dalam penelitian ini, 32 kasus (40%) adalah dari golongan usia remaja manakala
48 kasus (60%) adalah dari golongan pediatrik. Serum positif lg G H.pylori dijumpai
pada 16 kasus (33.3%) dari golongan pediatrik dan 10 kasus (31.3 %) dari golongan
usia remaja. Perbedaan yang signifikant tidak dijumpai antara kedua kelompok
penelitian(p=0.84%). Dalam golongan pediatrik, dijumpai 5 kasus (10.4%) dengan
rinitis alergi dan 10 kasus (31.3%) dalam golongan usia remaja. Kajian secara statistik
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikant antara kedua kelompok ini (p=0.019).

Dalam kelompok golongan pediatrik, analisa serum positif lg G, d1 sebanyak 2


kasus (4.2%), d2 sebanyak 3 kasus (6.3%), g5 sebanyak 5 kasus (15.6%) dan t16
sebanyak 1 kasus (2.1%). Dalam kelompok golongan usia remaja, analisa serum positif

lg G, d1 sebanyak 5 kasus (15.6%), d2 sebanyak 5 kasus (15.6%), e1 sebanyak 2 kasus


(6.3%) g5 sebanyak 6 kasus (18.8%) dan t16 sebanyak 3 kasus (9.4%). Menurut kajian
secara statistik, serum lg G untuk g5 menunjukkan kadar yang lebih tinggi
dalamkelompok usia remaja jika dibandingkan dengan kelompok pediatrik (p=0.033).
Tidak ada perbedaan yang signifikant yang dapat diobservasi antara kedua kelompok
penelitian (p>0.05) ( Tabel 3 )
Diskusi
Prevelansi H.pylori lebih tinggi pada penduduk dengan sosial ekonomi rendah,
kepadatan penduduk yang tinggi, tahap kebersihan atau higine yang rendah, status
sosial, usia, etik status nutrisi dan golongn darah. Penelitian yang dilakukan di negara
menunjukkan infeksi H.pylori berada pada tahap 53% dan 66%. Penelitian yang
dilakukan ini menujukkan bahwa infeksi H.pylori masih berada pada tahap yang
rendah( 32.5%) jika dibandingkan dengan penelitian lain yang telah dipublikasi di
negara ini.
Serum lg G H.pylori positif telah dideteksi pada 34% dari keseluruhan kasus
dyspepsia. Infeksi H. pylori merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadi nonulser dyspepsia. Walaubagaimanapun, terdapat beberapa penelitian ang telah dipublikasi
ang menyatakan tidak terdapat hubungan antara H.pylori dan keluhan dspepsia pada
anak- anak. Pasien dengan serum lg G H.pylori lebih tinggi dijumpai pada kasus
dyspepsia, jika dibandingkan dengan kasus rinitis alergi, namun perbedaannya tidak
begitu signifikant (30% vs. 34%, p=0.71).
Selain dari pemeriksaan urea breath test dan pemeriksaan feces untuk
mendiagnosa infeksi H.pylori, pemeriksaan serologi darah juga dilakukan untuk
memeriksa antibodi dari H.pylori. Akurasi dari pemeriksaan serologi adalh sekitar 60%
hingga 70% pada golongan anak- anak. Tambahan, terdapat beberapa penelitian yang
menunjukkan hasil pemeriksaan ELISA tidak begitu akurat karena respon immature
terjadi pada infeksi H.pylori terutama pada golongan anak-anak, maka pemeriksaan ini
tidak reliabel.
Berdasarkan hipotesa higene, infeksi H.pylori bersifat protektif terhadap penakit
rinitis alergi. Pada penelitian yng dilakukan pada orang dewasa, semakin berusia,

prevalensi infeksi H.plori semakin tinggi dan prevalensi menderita rinitis alergi semakin
menurun. Namun perubahan pada sosial ekonomi turut mempengaruhi hipotesa ini.
Peningkatan terjadi infeksi tidak hanya bergantung pada faktor mikroba, tetapi
turut bergantung terhadap penggunaan antibiotik. Pada negara barat, perleluasaan
penggunaan antibiotik turut meningkatkan insiden terjadi rinitis alergi. Dalam penelitian
ini, turut menyokong kenyataan. Penelitian menunjukkan golongan remaja lebih jarang
terinfeksi H.pylori dari golongan pediatrik (33.3%vs 31.3% , p=0.84).
Tambahan, dapat diperhatikan bahwa kasus yang didiagnosa dengan rinitis alergi
meningkat dengan usia (10.4% vs 31.3%,p=0.019). Walaupun dengan penggunaan
antibiotik monoterapi, infeksi H.pylori tetap tinggi yaitu 10% dan 50%. Terdapat
beberapa penelitian yang menyatakan pengobatan infeksi sistem pernapasan dan sistem
pencernaan sewaktu usia muda dapat megurangi keparahan dari rinitis alergi pada usia
lanjut.
Beberapa tahun ini menunjukkan terjadinya respond antigen yang terbalik.
Sebagai contoh, peningkatan alergen Th1 lebih tinggi berbanding Th2 dalam kalangan
anak-anak akibat dari faktor day care, keluarga dengan orang yang banyak, kadar
exposure yang tinggi terhadap endotoxin dan hubungan erat dengan hewan peliharaan.
Penelitian juga menunjukkan hewan peliharaan seperti kucing bersifat protektif
terhadap asma. Terdapat penurunan dalam sensitisasi akibat dari Th2 yang telah
dimodifikasi dalam kalangan anak-anak yang tinggal di dalam rumah dan kadar protein
Fel d1 yang diketemu dalam saliva kucing pada debu dirumah 20 g/g. Respond ini
tidak mempengaruhi dengan kenaikan kadar asma, dengan antibodi lg G dan lgG4 tanpa
lgE.
Dalam penelitian ini, peningkatan serum spesifik terhadap kadar lgE untuk g5
bergantung pada peningkatan durasi kontak dengan alergen pada usia remaja jika
dibandingkan dengan pediatrik. Kajian juga menunjukkan kadar infeksi H.Pylori
meningkat dengan usia, namun kadar serum lgE menurun.
Walaupun penelitian ini telah dilakukan dengan sebaik mungkin, namun terdapat
bebrapa keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Antaranya adalah riwyat infeksi
sebelumnya riwaat pengobatan dan sosioekonomi pasien, yang merupakan keterbatasan
dari penelitian ini.

Kesimpulan
Kasus rinitis alergi menurun seiring dengan peningkatan kadar infeksi H.pylori.
hal ini menyokong hypotesa higine. Tambahan kadar serum lgG g5 bergantung terhadap
durasi kontak dengan alergen

Anda mungkin juga menyukai