Anda di halaman 1dari 2

Sebuah Kehilangan

kepada : Bunda dan Ibra.

aku telah meregang nyawa untukmu. dan kini.


kau telah selesai. meregang nyawa, untukmu sendiri.
telah kukatakan padamu : dunia, tak seindah itu, anakku.
dinginkah, di bawah sana nak? aku ingin sekali, menemanimu. dihimpit timbunan tanah,
dan disirami hujan.
jika aku tak sanggup menangis, untukmu, bukan karena aku tega. langit telah menangis,
untukmu.
dan, ya. rongga hatiku terlalu kosong. sehari setelah, kehadiranmu di dunia, kau bawa
pergi, seluruh bagian diriku.
jasadmu begitu sempurna. benar-benar sempurna. namun, kau tak bisa, menangis. maka,
aku pun tak bisa, menangis.
selamat tidur, anakku. semoga lelap, dalam keabadian.
aku, masih menyimpan. keinginanku. untuk mendekapmu.

Cirebon, 11 September 2010

(Putri Sarinande)
Si Pecandu

kepada : Nja.

mulanya, kita tak saling kenal. namun kini, ada puisi, di antara kita.

apa pun rasa puisiku, kau selalu mereguknya habis. benarkah? tak perlu kau jawab.
puisi-puisi itu, mengalir sendiri. mungkin, mereka telah menjadi candu. dengan cara-
cara berbeda. dalam tubuhku, dan dalam tubuhmu.

aku bertanya-tanya. dapatkah, candu ini, dibersihkan? dari tubuhku, dan mungkin, dari
tubuhmu.

bahkan, waktu tak kuasa menjawab. ia menyerah, sebelum bekerja. candu ini terlanjur,
bersaing dengan oksigen. menciptakan sesak, yang melegakan. di tubuhku. terjadi hal
yang sama kah, di tubuhmu?

biarkan saja. sini, kubisikkan sesuatu. puisi bukanlah candu. ia hanya, air kehidupan,
bagi jiwa yang meranggas.

Cirebon, 11 September 2010

(Putri Sarinande)

Anda mungkin juga menyukai