Anda di halaman 1dari 2

Perempuan Yang Bersuara Cinta

Kepada Istri:

Mengapa kau rela, menjadi bayang-bayang?

Bukankah kau pun bersinar?

Mengapa kau menjadi cinta dongeng?

Bukankah kau hidup, dan nyata?

Masih dapatkah kau menangis?

Di sini air mata mengalir tanpa permisi.

Masih dapatkah kau bernapas?

Di sini ada sepasang paru-paru yang sesak.

Suatu kehormatan bagiku, pernah menikmati sinarmu.

Hangat, dan kadang bisa menjadi panas membakar.

Hangat pada setiap pertanyaan.

Panas membakar pada kebungkaman.

Suatu keberuntungan bagiku, pernah menyentuhmu.

Kau begitu hidup, dan nyata adanya.

Hidup bersama setiap sensasi rasa sakit.

Nyata di setiap detik yang berlalu.

Air mata tetap mengalir.

Menentang takdir untuk menjadi bayang-bayang.

Aku mungkin tidak bersinar.

Namun, aku tak bermaksud menjadi lubang hitam.


Sepasang paru-paru tetap sesak.

Melawan bius penghilang sakit.

Mencoba menjadi nyata di setiap detik yang ada.

Aku ingin menjadi legenda sebagai pengganti dongeng.

Ada apa dengan tubuh?

Ada apa dengan rasa?

Aku masih tak paham.

Biarlah waktu yang beripikir.

Biarlah waktu yang mengubah.

Biarlah waktu yang memutuskan.

Bandung, 14 Oktober 2010

(Putri Sarinande)

Anda mungkin juga menyukai