Pemilihan Umum Kepala Daerah telah menyorongkan fakta baru dalam pertarungan
memperebutkan kekuasaan politik. Kalau pada masa Orde Baru pendekatan represif menjadi
cara yang efektif untuk mengarahkan pilihan kostituen maka sejak era reformasi dibutuhkan
lebih dari sekedar kemampuan menekan atau memaksa. Para calon, Partai Politik (Parpol)
dan segenap elemen pendukung harus menggunakan metode yang lebih canggih untuk
mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Era keterbukaan dan pilihan referensi informasi yang cukup luas, memberi banyak
pilihan bagi konstituen menentukan sikap dan pilihan-pilihan politiknya. Sebuah posisi ideal
bagi konstituen dalam praktek demokrasi prosedural. Disatu sisi, kompetisi antar Parpol
untuk meraih dukungan dan simpati pemilih juga sangat berkembang. Pola dan strategi yang
dilakukan termasuk mencoba gunakan pendekatan baru dengan pemasaran politik (Politic
Marketing) menjadi semacam prasyarat untuk menunjang keberhasilan di skala nasional
maupun lokal.
Menyitir Butler dan Collins (2001), Marketing Politik tidak dapat dilihat hanya selama
masa kampanye saja. Marketing Politik sebenarnya adalah proses yang jauh lebih penting
dibandingkan proses kampanye pemilu yang bersifat temporal karena berkaitan dengan
keterikatan ideologi partai dan identitas pilihan politiknya. Apakah selama ini stakeholder
dunia politik kita telah memahami dalil ini? Tentulah khalayak pembaca mahfum adanya.
Mengurai pilihan konstituen sesungguhnya mengandung kompleksitas pendekatan sekaligus
kemampuan menjaga kesinambungan sikap politik yang ditawarkan.