Anda di halaman 1dari 2

Synopsis:

FAIR PLAY
Muhammad Isra Armin

Sebelas anak SMA berdiskusi membentuk sebuah lingkaran kecil.


Tampaknya mereka sedang menyusun strategi. Kayak mau main bola saja,
salah satu dari mereka memberikan instruksi kepada yang lainnya untuk
bertahan, dan menyuruh yg lainnya lagi untuk tetap berada digaris
depan sebagai striker tunggal.

Bel sekolah pun berbunyi, membubarkan lingkaran kecil mereka, ibarat


lingkaran kecil tim sepakbola yang dibubarkan oleh bunyi sempritan
wasit tanda pertandingan akan segera dimulai. Terlihat siswa yang lain
bergegas memasuki ruang kelas. Mereka bersebelas saling memandang
untuk saling meyakinkan dan memberi semangat, mereka akan segera
menghadapi moment-moment yang akan menentukan masa depan mereka. UJIAN
NASIONAL. Mereka pun mengumpulkan tangan kanan mereka ditengah seraya
berteriak penuh semangat “taklukkan pengawas demi masa depan…!!!”

Ujian pun dimulai. Semua siswa tampak sibuk masing-masing dengan soal
dan lembar jawaban komputer yang ada dihadapan mereka. Kesebelas siswa
tadi sejauh ini berhasil menjalankan strategi mereka. Mereka membentuk
formasi 4-4-2. Dua orang yang IQ-nya paling jongkok (malah bisa
dibilang tiarap) di pasang sebagai striker, yang tinggal menunggu
umpan dari pemain tengah. Sengaja ditaruh di depan karena biasanya
yang menjadi fokus pengawas adalah siswa yang duduk di bangku
belakang. Empat orang yang paling burenk dipasang sebagai gelandang
atau pemain tengah. Tugasnya menyuplai jawaban ke teman mereka di
depan. Empat orang lainnya lagi sebagai pemain bertahan. Mereka adalah
orang-orang yang paling cerdik (cerdas licik) diantara mereka.mereka
berempat menyiapkan pelampung buat jaga-jaga kalau gelandang mereka
tiba-tiba buntu. Dan sisanya satu lagi sebagai kiper. Tugasnya
mengalihkan perhatian pengawas kalau saja ada teman mereka yang
dicurigai pengawas. Untuk posisi ini sengaja dipilih yang badannya
paling besar kayak tukang pukul.

Sial bagi salah satu ujung tombak mereka. Karena kurang tenang dia pun
selalu menjadi perhatian pengawas. Awalnya dia berhasil diselamatkan
oleh sang kiper, tapi pengawas yang jangkung dan botak dengan bentuk
kepala mirip alien (persis kayak wasit internasional dari Italia,
Pierluigi Collina). Sang striker pun disuruh pindah ke meja pengawas,
karena gerak-geriknya yang mencurugakan. Bagi sang striker dia seperti
baru saja mendapat kartu merah disertai pelototan intimidasi dari
wasit tersangar di dunia.

Waktu terus berjalan. Ujian tinggal sepuluh menit lagi sebagian siswa
telah menyelesaikan ujian dan meninggalkan ruangan. Sang striker makin
galau melihat teman-temannya yang sejak tadi menyemangatinya di depan
kelas. Ujian pun memasuki injury time, sang striker mulai
behalusinansi. Dia membayangkan salah satu teman burenknya berisap-
siap di pinggir lapangan untuk melakukan pergantian pemain. Namun
sayang belum sempat temannya masuk ke lapangan, wasit meniup peluit
panjang tanda pertandingan telah usai. Sang striker pun sadar dia
tidak akan bisa diselamatkn oleh teman-temannya. Dia pun keluar
ruangan dengan wajah tertunduk lesu disambut teman-teman yang
menampakkan wajah yang sama-sama lesu.

Kini sang striker hanya bisa berdo’a, semoga keajaiban datang dan
menyelamatkannya dari jerat yang bernama Ujian Nasional yang akan
menghalanginya meraih cita-cita.

Anda mungkin juga menyukai