Anda di halaman 1dari 3

PEMBERITAAN PERS YANG BAGAIMANA?

oleh :
JUSUP JACOBUS SETYABUDHI
Dosen Fakultas Hukum UPH Surabaya

Majalah Tempo kembali membuat gonjang-ganjing dunia pers. Karikatur dan


berita yang dimuat dalam majalah Tempo No. 018, Edisi 28 Juni – 4 Juli 2010, telah
membuat tersinggung Instansi Kepolisian, yang merasa nama institusinya dicemarkan.
Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri secara resmi telah mengirimkan teguran
kepada Tempo. Surat teguran itu merupakan surat teguran yang kedua. Teguran pertama
dikirim dalam hubungan dengan pemberitaan Tempo tentang keterkaitan Kapolri dengan
mafia tambang batu bara.
Sifat pemberitaan pers
Pemberitaan pers tidak dapat dilakukan berdasarkan kemauan pemilik Perusahaan
Pers atau para insan pers. Pasal 3 ayat (1) UU No.40/1999 tentang pers menentukan
bahwa, Pers Nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial. Banyak instansi di Indonesia yang ”lupa” bahwa fungsi Pers Nasional
adalah kontral sosial. Selanjutnya Pasal 4 menentukan bahwa, kemerdekaan pers dijamin
sebagai hak asasi warga negara, dan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ditentukan pula bahwa, untuk menjamin
kemerdekaan pers, Pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebar-
luaskan gagasan dan informasi.

1
Didasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah disebutkan di atas, dapat dikaji
apakah pemberitaan yang dilakukan oleh majalah Tempo itu salah atau tidak salah?
Sepanjang majalah Tempo memberitakan hal yang benar, maka majalah Tempo tidak
dapat dipersalahkan. Apabila ada instansi yang merasa dipermalukan karena pemberitaan
itu, maka dapat ditafsirkan bahwa perbuatan yang diberitakan itu memang memalukan.
Justru dalam pemberitaan dapat dibaca bahwa instansi Kepolisian merasa
dicemarkan karena karikatur yang dimuat dalam sampul majalah Tempo, tetapi tidak
malu karena beritanya dan karena itu tidak ditanggapi. Malah dinyatakan, siapa yang
membocorkan berita itu akan diusut. Jadi dapat disimpulkan, bahwa majalah Tempo tidak
memberitakan berita bohong. Karikatur selalu mengandung multi tafsir yang selalu dapat
diperdebatkan. Secara obyektif, karikatur jangan ditafsirkan sendiri tetapi harus
ditanyakan kepada pembuatnya karena pembuatnya yang tahu pengertian apa yang
dituangkan dalam karikatur tersebut.
Kepolisian di Indonesia merupakan salah satu penegak hukum, dan sebagai
penegak hukum tentunya punya kewajiban untuk menegakkan hukum di Indonesia. Di
Indonesia pers diatur dengan UU No.40/1999, dan salah satunya tentang Hak Jawab.
Apabila disimak pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh Mabes Polri, disebutkan
bahwa tidak akan digunakan Hak Jawab, tetapi surat teguran. Patut dipertanyakan oleh
masyarakat, mengapa Polri sebagai instansi penegak hukum tidak menegakkan hukum,
tetapi memberi contoh mengabaikan hukum? Contoh-contoh semacam ini yang dapat
mengakibatkan keterpurukan “nama baik” Polri.
Keterbukaan informasi publik
Sejak tanggal 1 Mei 2010, berlakulah UU No.14/2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik. Ditentukan dalam Pasal 2 UU tersebut bahwa, setiap Informasi Publik
bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik. Pengguna
informasi publik adalah masyarakat. Hal itu berarti bahwa setiap informasi, khususnya
tentang uang korupsi atau rekening bank tidak wajar, boleh dan patut diketahui oleh
publik, termasuk rekening para perwira polisi.
Pers hanya perantara yang menyebabkan publik mengetahui berbagai informasi.
Apabila dibuat karikatur yang merupakan kreatifitas insan pers, maka karikatur itu hanya
bersifat humor atau penarik perhatian publik. Semua orang sudah mengerti hal itu, tetapi

2
sering terjadi di mana seseorang atau suatu instansi menjadi tersinggung karena karikatur.
Perasaan masing-masing orang memang berbeda, dan hal itu harus dimaklumi. Apabila
Polri merasa tersinggung, maka masyarakat malah menerka, karena ketahuan menjadi
malu. Lebih elegan bagi Polri untuk segera melakukan pengusutan tentang apa yang
diberitakan Tempo daripada meributkan karikatur.
Masyarakat juga tidak menutup mata terhadap kepiawaian Polri dalam mengusut
kasus-kasus yang terjadi, seperti misalnya kebakaran RedboXXX, dan sebagainya.
Jangan nama baik Polri selama ini dikotori hanya karena masalah karikatur. Harus
dipahami bahwa karikaturis bukan hanya “mengejek” orang lain, dirinya sendiri juga
“diejek”. Karikaturis kan juga manusia, sama dengan polisi yang juga manusia.
Surabaya
02072010

Anda mungkin juga menyukai