Anda di halaman 1dari 5

PRITA MULYASARI SIMBOL PENEGAKAN HUKUM

PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA


oleh :
JUSUP JACOBUS SETYABUDHI
Dosen Fakultas Hukum UPH Surabaya

Apakah masih ingat Prita Mulyasari? Pada saat menjelang Pilpres, Prita
Mulyasari seolah-olah menjadi selebriti karena semua calon Presiden menunjukkan
perhatian terhadap kasus yang dihadapinya. Saat ini sudah tidak ada lagi yang
membutuhkan popularitas melalui kasusnya, sehingga dituntutlah Prita Mulyasari 6 bulan
penjara. Lebih-lebih kasus buaya melawan cecak sangat menyita perhatian masyarakat.
Kasus Prita Mulyasari adalah kasus semua orang yang merasa menjadi konsumen
di Indonesia. Prita Mulyasari adalah pasien rumah sakit Omni Internasional yang tidak
memperoleh pelayanan medik sebagaimana mestinya sehingga menuliskan
ketidakpuasannya itu dalam email yang dikirimkan kepada beberapa kenalannya.
Terlepas dari kasus Prita Mulyasari yang pada saat ini dituntut 6 bulan pidana penjara,
dan dihukum Rp.204 juta, bagaimana sebenarnya penegakan hukum perlindungan
konsumen di Indonesia? Hal ini perlu diketahui secara luas di masyarakat agar jangan
sampai ada korban lagi seperti Prita Mulyasari. Masyarakat yang dapat merasakan
penderitaan Prita sebagai konsumen yang terabaikan haknya sudah berperan aktif dengan
mengumpulkan sumbangan untuk membantu Prita. Bersatulah hai semua konsumen di
Indonesia!
UU Perlindungan Konsumen
Pada tanggal 20 April 1999 telah diundangkan UU No.8/11999 tentang
Perlindungan Konsumen, dan mulai berlaku tanggal 20 April 2000. Pembuat UU
menyadari betul bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di
Indonesia belum memadai, sehingga diperlukan suatu peraturan yang mampu melindungi
kepentingan konsumen. Di lain pihak, diperlukan pula usaha untuk meningkatkan
harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya sendiri serta
menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha yang bertanggungjawab.
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui pengertiannya agar tidak timbul
penafsiran yang berbeda. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

1
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Pelaku usaha adalah
setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Pengertian beberapa
istilah tersebut penting untuk diketahui oleh setiap individu dalam masyarakat RI.
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Selain asas perlindungan
konsumen, hal yang paling penting diketahui oleh para konsumen adalah tentang hak-hak
konsumen yang ditentukan dalam Pasal 4, sebagai berikut,
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/
atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yg dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

2
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Lembaga perlindungan konsumen tingkat nasional yang bertugas memberikan
saran dan rekomendasi pada pemerintah terkait penyusunan kebijakan perlindungan
konsumen adalah Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang sampai saat
kasus Prita Mulyasari mencuat, sedang kosong karena masih menunggu persetujuan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kepengurusan BPKN yang terakhir berlaku
adalah pada 2004 hingga 2007. Saat itu BPKN dipimpin oleh Teddy Setiadi dari unsur
pemerintah (Irjen Depdag). Anggota BPKN lainnya adalah dari unsur lembaga swadaya
masyarakat seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), akademisi dan
pengusaha swasta. Akhirnya, pada tanggal 16 November 2009 Menteri Perdagangan RI
melantik 20 anggota BPKN yang baru, yang periode kerjanya mulai tahun 2009-2012.
Selain hak, maka konsumen juga dibebani kewajiban yang diatur dalam Pasal 5
sebagai berikut :
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaat-
an barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Apakah Prita tidak memenuhi kewajibannya sebagai konsumen secara layak?
Dalam kewajiban konsumen yang ditentukan oleh UU Perlindungan Konsumen, tidak
ada kewajiban untuk tidak melakukan keluhan atau komplain, setidak-tidaknya Prita
tidak melakukan pelanggaran UU No.8/1999. Para pelaku usaha, menurut UU No.8/1999
juga punya hak dan kewajiban. Hak-hak pelaku usaha ditentukan dalam Pasal 6 sebagai
berikut :
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi
dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik.

3
c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebaliknya, kewajiban pelaku usaha ditentukan dalam Pasal 8 sebagai berikut :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar .jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji. dan/atau mencoba barang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi. ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan. pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi. ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Selain kewajiban-kewajiban yang harus ditaati, ada pula beberapa perbuatan pelaku
usaha yang dilarang, dan tentunya tidak boleh dilakukan, yang ditentukan dalam Pasal 8
sampai Pasal 17.
Berkaitan dengan kasus yang menimpa Prita, RS Omni Internasional diduga telah
melanggar Pasal 8 huruf b, c, d, dan e di atas, namun mengapa justru Prita dituntut
dengan 6 bulan pidana penjara, dan dihukum Rp.204 juta? Apakah para penegak hukum
belum paham tentang UU No.8/1999, dan kemudian bahkan menjadi ancaman bagi
perlindungan konsumen? Sudah diberitakan secara luas tentang fasilitas yang disediakan
oleh RS Omni Internasional bagi jajaran kejaksaan di Kejari Tangerang, yang merupakan
fasilitas perawatan gratis dari RS Omni International, Tangerang, Banten. Fasilitas

4
tersebut diduga keras merupakan gratifikasi yang dilarang dalam UU tentang
Pemberantasan Korupsi, tetapi sampai saat ini belum ada berita tentang pengusutannya.
Baik RS Omni Internasional yang memberikan fasilitas maupun jajaran kejaksaan yang
menerima fasilitas dapat sama-sama diusut, dilakukan penuntutan ke pengadilan, dan
dijatuhi dipidana, bertepatan dengan hari anti korupsi internasional pada hari ini, sebelum
terlambat dan menjadi kadaluwarsa.
Policy Pemerintah dalam perlindungan konsumen
Pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan RI, diberitakan telah melantik
BPKN periode 2009-2012. Berita ini memberikan petunjuk bahwa fokus kebijakan
Pemerintah dalam hal perlindungan konsumen belumlah holistik, menyeluruh. Hanya
ditekankan pada bidang perdagangan. Padahal perlindungan konsumen haruslah holistik,
menyeluruh, bukan hanya dalam bidang perdagangan tetapi juga dalam bidang-bidang
kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Menteri Perdagangan RI memang menyatakan bahwa perlindungan konsumen
perlu ditingkatkan. Mulai saja lebih dulu dengan kasus Prita, yang sudah menggugah rasa
kesetiakawanan sosial rakyat Indonesia, untuk meningkatkan perlindungan konsumen.
Dibutuhkan pemberitaan yang lebih gencar dari media pers agar peningkatan
perlindungan konsumen tidak hanya merupakan wacana.

Surabaya, 09 Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai