Money laundering sebagai salah satu jenis kejahatan kerah putih (whitecollar crime)
yang sebenarnya sudahada sejak tahun 1967. Pada saat itu,seorang perompak di laut, Henry
Every, dalam perompakannya terakhir merompak kapal Portugis berupaberlian senilai
£325.000 poundsterling(setara Rp5.671.250.000). Harta rampokan tersebut kemudian
dibagibersama anak buahnya, dan bagian Henry Every ditanamkan pada
transaksiperdagangan berlian dimana ternyata perusahaan berlian tersebut juga merupakan
perusahaan pencucian uang milik perompak lain di darat.
Namun istilah money laundering baru muncul ketika Al Capone, salah satu mafia besar di
Amerika Serikat, pada tahun 1920-an, memulai bisnis Laundromats (tempat cuci otomatis).
Bisnis ini dipilih karena menggunakan uang tunai yang mempercepat proses pencucian uang
agar uang yang mereka peroleh dari hasil pemerasan, pelacuran, perjudian, dan
penyelundupan minuman keras terlihat sebagai uang yang halal. Walau demikian, Al Capone
tidak dituntut dan dihukum dengan pidana penjara atas kejahatan tersebut, akan tetapi
lebih karena telah melakukan penggelapan pajak. Selain Al Capone, terdapat juga Meyer
Lansky, mafia yang menghasilkan uang dari kegiatan perjudian dan menutupi bisnis
ilegalnya itu dengan mendirikan bisnis hotel, lapangan golf dan perusahaan pengemasan
daging. Uang hasil bisnis illegal ini dikirimkan ke beberapa bank-bank di Swiss yang sangat
mengutamakan kerahasian nasabah, untuk didepositokan. Deposito ini kemudian diagunkan
untuk mendapatkan pinjaman yang dipergunakan untuk membangun bisnis legalnya.
Berbeda dengan Al Capone, Meyer Lansky justru terbebas dari tuntutan melakukan
penggelapan pajak, tindak pidana termasuk tindak pidana pencucian uang yang
dilakukannya.
A. Latar Belakang
Pencucian uang adalah proses pengubahan dana ilegal menjadi dana dan aset yang
sah. Dana berasal dari perdagangan narkoba, penggelapan pajak, penyelundupan,
pencurian, terorisme, perdagangan senjata, praktek korupsi dan aktivitas ilegal lainnya.
Peran dan kekuatan pelaku kejahatan secara substansial meningkat dengan melakukan
pencucian uang.
Sebelum tahun 1986, tindakan pencucian uang bukan merupakan kejahatan. Pada
tahun 1980-an, jutaan uang hasil tindak kejahatan masuk dalam bisnis legal dan usaha-
usaha ekonomi lain. Bahkan praktek money laundering tidak lagi sesederhana yang
dilakukan Al Capone atau Meyer Lansky. Contohnya adalah pengakuan dari seorang mafia
obat bius, Franklin Jurador yang menceritakan pemindahtanganan uang hasil kejahatan ke
bisnis legal dilakukan dalam berbagai transaksi antara lain jual beli fiktif asset atau penitipan
fiktif untuk keperluan investasi, yang melibatkan lebih banyak pihak, tidak hanya secara
domestik namun juga antar negara, dengan transaksi yang lebih rumit. Bahkan
berkembangnya transaksi money laundering juga didukung fasilitas financial dunia
perbankan, seperti layanan nomor rekening istimewa atau nostro account yang diberikan
bank-bank Swiss sejak tahun 1930-an. Layanan ini mengidentifikasi nasabah dengan nomor
sandi yang digunakan untuk transaksi sehingga bank tidak mengetahui siapa nasabah dan
pihak yang menjadi lawan transaksi. Beberapa bank di kawasan lepas pantai juga
menyediakan fasilitas transfer uang antar negara, manajemen pengelolaan dana dan
Dalam Pasal 2 dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) dirumuskan : Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang
berjumlah Rp 500 juta atau lebih atau nilai yang setara, yang diperoleh secara langsung atau
tidak langsung dari kejahatan :
a. korupsi
b. penyuapan
c. penyeludupan barang
d. penyeludupan tenaga kerja
e. penyeludupan imigran
f. perbankan
g. narkotika
h. psikotropika
i. perdagangan budak,wanita dan anak
B. Teori-Teori
Tindak pidana pencucian uang dirumuskan dalam Pasal 3 UU TPPU, yaitu :
(1) Setiap orang yang dengan sengaja :
menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau
atas nama pihak lain;
mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana dari suatu Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan
yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;
membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri
maupun atas nama pihak lain;
menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas
nama pihak lain;
menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
membawa ke luar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana
menukarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya; atau
C. Unsur-Unsur
Pasal 1 angka 1 UU No. 25 Tahun 2002, mendefinisikan Pencucian Uang adalah
perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan
lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak
pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan sehingga seolah-seolah menjadi Harta Kekayaan yang sah.
Pendefinisian di atas mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
a. Pelaku
b. Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah
c. Merupakan hasil tindak pidana
ad. b)Transaksi keuangan atau alat keuangan atau finansial untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan seolah-olah menjadi harta kekayaan yang
sah
Istilah transaksi jarang atau hampir tidak dikenal dalam sisi hokum pidana tetapi
lebih banyak dikenal pada sisi hukum perdata, sehingga undang-undang tindak pidana
pencucian uang mempunyai ciri kekhususan yaitu di dalam isinya mempunyai unsur-unsur
yang mengandung sisi hokum pidana maupun perdata. UU No. 25 Tahun 2003
mendefinisikan Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban
atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, termasuk
kegiatan pentransferan dan/atau pemindahbukuan dana yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
Keuangan. Transaksi keuangan yang menjadi unsur pencucian uang adalah transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang belum
dilaporkan dan mendapat persetujuan dari Kepala PPATK. Definisi Transaksi Keuangan
(2) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6
(1) Setiap orang yang menerima atau menguasai:
a. penempatan;
b. pentransferan;
c. pembayaran;
d. hibah;
e. sumbangan;
f. penitipan; atau
g. penukaran,
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi Penyedia Jasa
Keuangan yang melaksanakan kewajiban pelaporan transaksi keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.
Pasal 7
Setiap Warga Negara Indonesia dan/atau korporasi Indonesia yang berada di luar wilayah
Negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau
keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang
sama sebagai pelaku tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
Selain itu juga ditemukan adanya pengaturan yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang :
a. penyedia jasa keuangan yang sengaja tidak menyampaikan laporan yang diwajibkan
kepada PPATK atas transaksi keuangan mencurigakan atau transaksi keuangan yang
dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara, bila dilakukan dalam 1 (satu) kali transaksi
maupun beberapa kali transaksi dalam 1 (satu) hari kerja;
b. setiap orang yang membawa uang tunai ke dalam atau keluar wilayah Negara Republik
Indonesia berupa rupiah sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih
untuk melapor kepada Dirjen Bea dan Cukai;
c. bagi direksi, pejabat atau pegawai penyedia jasa keuangan yang memberitahukan kepada
pengguna jasa keuangan atau orang lain baik secara langsung atau tidak langsung dengan
cara apapun mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun
atau telah disampaikan kepada PPATK;
d. larangan bagi saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang bersangkutan dengan
tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan di sidang pengadilan
untuk menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan dapat
terungkapnya identitas pelapor.
Pasal 480
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah:
1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau
untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan,
mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau
sepatutnya. Harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.
2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau
sepatutnya diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.