Anda di halaman 1dari 34

PEMAHAMAN ETIKA

DAN
HUKUM KEDOKTERAN

Gatot Suharto
CIRI PROFESI
Charaka Samhita (Sebelum Masehi):
 Knowledge.
 Cleverness.
 Devotion.
 Purity (physic and mind).

Bernard Barber:
 Memiliki body of knowledge.
 Orientasi primernya lebih ditujukan untuk kepentingan masyarakat.
 Memiliki mekanisne self-control.
 Memiliki sistem reward..
FUNGSI HUKUM
Hukum merupakan kaidah sosial yang diperlukan
di dalam masyarakat untuk:

• Menciptakan kedamaian.
• Menyelesaikan sengketa di dalam masyarakat.
• Merekayasa masyarakat (social engineering).
SUMBER HUKUM
Sumber hukum bersifat mengikat (binding authority),
misalnya:
 undang-undang.
 yurisprudensi.
 traktat.
 dll.

Sumber hukum tak mengikat (persuassive authority),


misalnya:
 doktrin.
 konsensus para ahli.
 dll.
HAKEKAT
HUKUM KEDOKTERAN

• Penerapan hukum administrasi negara.


• Penerapan hukum perdata.
• Penerapan hukum pidana.
TANGGUNG GUGAT (CIVIL
LIABILITY)
CONTRACTUAL LIABILITY :
tanggung gugat muncul karena terjadi
wanprestasi (ingkar janji).

STRICT LIABILITY :
tanggung gugat tanpa kesalahan (liability
withaout fault).

LIABILITY IN TORT :
tanggung gugat muncul akibat tindakan
melawan hukum.

VICARIOUS LIABILITY :
tanggung gugat akibat kesalahan dari subordinat.
PRINSIP-PRINSIP PENERAPAN TEKNOLOGI di
BIDANG MEDIK
 Penghormatan terhadap hidup dan kehidupan.
 Kesepadanan antara resiko dan manfaat.
 Kesadaran bahwa etik tidak sesederhana alamiyah.
(Dwi Andreas Santosa, 2001).

KEMAJUAN ILMU dan TEKNOLOGI di BIDANG MEDIK


• Banyak dipicu oleh kemampuan memahami genetika & mengendalikan

aliran informasi genetik.


• Memberikan peluang terjadinya technological compulsion (If we can do
it let’s do it).
• Munculnya the Slippery Slope Argument untuk mencoba mengatasi

masalah yang menurut etika & hukum masih dipersoalkan.


• Diperlukan batasan etik dan hukum terhadap sesuatu yang secara teknis
tidak masalah.
TEKNOLOGI MAJU
Memerlukan proses yang hanya dipahami dengan baik oleh
ilmuwan.
Muncul kecurigaan oleh masyarakat mengenai kebenaran
informasi & independensi para ilmuwan.
Kecurigaan tersebut terjadi karena jawaban yang pasti dan
absolut serin g tidak dapat diberikan oleh para ilmuwan.
Para ilmuwan sendiri memiliki keterbatasan atau bahkan
ketidakmampuan mengeliminir setiap elemen risiko yang terjadi.
Kecurigaan masyarakat bertambah karena pada kenyataannya
pemanfaatan teknologi berada di perusahaan besar multinasional.

(Dwi Andreas Santosa, 2001)


POSISI ILMUWAN KEDOKTERAN
di tengah MASYARAKAT

Posisi ilmuwan penting karena hanya mereka yang mampu menganalisis


potensi keuntungan dan risiko.
Para ilmuwan memiliki kewajiban etis untuk melakukan analisis yang fair,
terbuka dan tidak berat sebelah.
Keputusan akhir tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada ilmuwan
(karena monopoli ilmu tidak berarti juga monopoli etika & kearifan).
Juga tidak bisa diserahkan hanya kepada pihak perusahaan atau pasien
karena bias kepentingan akan menguasai pengambilan keputusan.
Posisi masyarakat luas sangat penting sehingga diperlukan komunikasi dan
pembentukan opini publik menyangkut topik-topik yang sangat sensitif.
TERMI NOLOGI
NILAI (VALUE)
Nilai adalah suatu konsep / cita-cita ideal yang memberi arti
1. kepada kehidupan seseorang dan sekaligus merupakan
kerangka acuan dalam membuat keputusan ataupun
bertindak.

Nilai biasanya lebih dihubungkan dengan individu-individu


2. dari pada kelompok; yang dapat meliputi kepercayaan
agama, orientasi seks, hubungan famili atau aturan
permainan.

Konflik nilai dapat timbul manakala seseorang terpaksa


berhadapan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
3. keyakinannya; misalnya dokter yang anti aborsi (prolife)
harus merawat pasien yang melakukanaborsi.

(Catalano, J, T, 1991)
MORAL
Catalano, J, T, 1991:
Moral adalah standar tentang benar dan salah yang dipelajari lewat proses hidup
1. bermasyarakat.

2. Moral biasanya didasarkan pada keyakinan agama.

3. Moral umumnya dikaitkan dengan individu-individu atau kelompok-kelompok


kecil.

4. Moral diwujudkan sebagai prilaku yang diselaraskan dengan kebiasaan kelompok


atau tradisi.

Franz Magnis Suseno SJ, dkk, 1996:


Ajaran moral memuat nilai-nilai dan norma-norma moral yang terdapat di
1. antara sekelompok manusia.

2. Moralitas dapat berasal dari satu sumber atau lebih, yaitu sumber
tradisi/adat, agama atau ideologi.
ETIKA
Catalano, J, T, 1991:
Sistem penilaian prilaku & keyakinan guna menentukan perbuatan yang
1. pantas untuk menjamin adanya perlindungan hak-hak individu.

Etika mencakup cara-cara pengambilan keputusan guna membantu


2. membedakan yang baik dari yang buruk atau mengarahkan bagaimana
yang seharusnya.

3. Etika berlaku bagi individu-individu, kelompok-kelompok kecil atau


masyarakat.

Franz Magnis Suseno, SJ, 1996:


1. Etika merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran-ajaran moral.

Etika mengandung pemikiran rasional, kritis, mendasar, sistematis dan


2. normatif.

Etika merupakan sarana untuk memperoleh orientasi kritis


3. sehubungan dengan pelbagai masalah moralitas yang
membingungkan.
Gene Blocker:

Etika adalah cabang ilmu filsafat moral yang mencoba


mencari jawaban untuk menentukan dan
mempertahankan secara rasional teori yang berlaku
secara umum tentang apa yang benar dan salah,
baik dan buruk sebagai suatu perangkat prinsip moral
yangdapat dipakai sebagai pedoman bagi tindakan
manusia.
TELEO LOGI
Teleologi merupakan teori pengambilan keputusan etik dengan
menetapkan benar & salah berdasarkan akibat dari perbuatan.

Teleologi kadang-kadang disebut situation-ethics atau calculus


morality.

Prinsip utility (manfaat) adalah dasar teleologi.

Utilarianism merupakan contoh dari teleologi, yang menentukan


berguna dan tidaknya suatu perbuatan dilihat dari akibatnya,
sehingga perbuatan yang benar akan menghasilkan kebaikan dan
perbuatan yang salah adalah menghasilkan kerugian.

(Catalano, J, T, 1991)
IDE KUNCI TELEOLOGI
Baik (good) didefinisikan sebagai kebahagiaan atau kesenangan.

Suatu tindakan dianggap benar (right) apabila dapat membawa


kebaikan sebesar-besarnya dan kerugian sekecil-kecilnya.

Teleologi tidak memiliki prinsip-prinsip yang kaku, kode moral,


tugas & kewajiban atau peraturan-peraturan untuk menyelesaikan
situasi yg khusus.

Asumsi dasarnya adalah bahwa good and harm dapat


dikalkulasi seperti formula matematika sehingga seseorang dapat
menilai tingkat good dan evil terhadap kasus spesifik.

Pembuat keputusan mempertimbangkan tindakannya untuk


kesejahteraan umum sebagaimana halnya yang dilakukan oleh
kebanyakan orang ketika menghadapi situasi yang sama.
KETERBATASAN TELEOLOGI
Beberapa ahli menganggap bahwa teleologi lebih membantu
tercapainya kebahagiaan maksimum bagi beberapa orang dari pada
kebahagiaan kebanyakan orang.
Karena prinsipnya utility maka orang dapat mengalami konflik
yang tidak terselesaikan ketika harus menentukan benar dan salah.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, tindakan mana yang lebih
menghasilkan kebaikan sebesar-besarnya dan kerugian sekecil-
kecilnya.
Teleologi cenderung mengabaikan hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan
individu.
Mengukur nilai kebaikan relatif dan kerugian relatif dari suatu
tindakan sangat sulit, bahkan sering tidak mungkin.
Penentuan the greatest good sangat subjektif & dapat menghasilkan
inkonsistensi keputusan.
LEGAL ISSUES
a. Abortion.
b. Adoption and baby selling.
c. In vitro fertilization.
d. Surrogate motherhood.
e. Right to die and right to refuse care.

CHANGES in the OCCUPATIONAL STATUS


of HEALTH CARE WORKERS
a. Expanded roles, responsibility and educational requirements.
b. Collectives bargaining and strike.
c. More authoritarian attitude shown by hospitals toward their employees.
d. Attempts by physicians to increase their independence in practice.

Catalano, J, T, 1991.
ETHICAL CONCEPTS and ETHICAL CODES
in DECISION MAKING
= Pengambilan keputusan etik biasanya melibatkan paling sedikit satu
dari empat buah konsep dasar (moral principles), yaitu:
1. Autonomy.
2. Justice.
3. Fidelity.
4. Beneficence.

= Pengambilan keputusan etik juga dapat didasarkan pada kode etik


(sebagai pedoman praktis bagi profesional), dimana :

1. Kode etik didasarkan pada konsep dasar (moral principles) di atas.


Kode etik tidak statis, tetapi dinamis karena dipengaruhi oleh
2. perubahan dalam masyarakat dan profesi.

Kode etik profesi merupakan garis besar tentang tanggung jawab


3. profesional terhadap konsumen, masyarakat, employer dan diri
sendiri.
AUTONOMY
Menunjukkan adanya hak konsumen untuk membuat
keputusan atas kepentingannya sendiri dimana:
a. otonomi konsumen punya batas dan tidak boleh mengganggu
otonomi profesional.
b. profesional juga memiliki tingkat otonomi, yang pada batas
tertentu tidak dapat dipengaruhi.

JUSTICE
Justice (as a fairness dan distributive justice) menunjukkan
adanya kewajiban yang adil dan seimbang, dimana:
a. kewajiban diterapkan kepada seseorang dan pemerintah.
b. hak-hak sesorang menjadi terbatas jika melanggar hak-hak
orang lain.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
(MORAL PRINCIPLES)

AUTONOMY
Menunjukkan adanya hak konsumen untuk membuat keputusan.

JUSTICE
Menunjukkan adanya kewajiban yang adil kepada semua orang.

FIDELITY
Menunjukkan kejujuran dan kesetiaan terhadap tanggung jawab
yang diterima (ini merupakan elemen kunci dari akuntabilitas).

BENEFICENCE
Menunjukkan pada kewajiban untuk to do good, not harm.

(Oleh ahli lain, doing not harm dipisahkan dari azas BENEFICENCE
menjadi azas tersendiri, yaitu azas NON MALFEASANCE)
FIDELITY
Menunjukkan kecermatan, kejujuran dan kesetiaan terhadap
tanggung jawab yang telah diterima, dimana:
a. fidelity merupakan elemen kunci dari akontabilitas.
b. konflik bisa terjadi antara fidelity terhadap konsumen,
employer, masyarakat terhadan pemerintah.

BENEFICENCE
Menunjuk pada kewajiban to do good, not harm, dimana:
a. problem dapat timbul tidak saja ketika sedang mencoba
memutuskan apa yg baik, tetapi juga ketika sedang menentukan siapa
yang seharusnya membuat keputusan.
b. penderitaan sesaat kadang-kadang di bidang medik
diperlukan untuk menghasilkan kebaikan.

Oleh ahli lain, doing not harm dipisahkan dari azas BENEFICENCE
menjadi azas tersendiri, yaitu azas NON MALFEASANCE.
TOPIK-TOPIK DALAM PENERAPAN ETIKA KLINIK
1. INDIKASI MEDIK.
2. PREFERENSI (PILIHAN) PASIEN.
3. MUTU HIDUP (QUALITY of LIFE) PASIEN.
4. FAKTOR KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL
FEATURES).

Jonsen, Siegler, Winslade, 1998.

Ke 4 topik tersebut harus selalu menjadi pertimbangan


dalam menangani setiap pasien.
INDIKASI MEDIK
1. Meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit.
2. Meringankan gejala, rasa nyeri /sakit dan penderitaan.
3. Menyembuhkan penyakit.
4. Mencegah kematian yg belum saatnya.

5. Meningkatkan/mempertahankan/mengganti fungsi organ


atau sistem tubuh agar tidak bertambah mundur.
7. Mempertahankan atau meningkatkan mutu hidup.
8. Mencegah mudharat pada pasien.

Samsi Jacobalis, 2000.

Setiap intervensi medik seharusnya didasarkan atas adanya


indiksi medik (Evidence based medicine).
PREFERENSI PASIEN

Pasien menolak intervensi medik karena :

a. Kepercayaan atau agama.


b. Tidak mampu membayar biaya.
c. Alasan yang tak rasional (takut).
d. Tidak percaya pada kemampuan dokter.
e. Keluarga tak setuju.
f. Tidak mampu menerima atau memahami
penjelasan dokter.
g. Sudah membuat advance directives, mi-
salnya do not resuscitate (DNR).

Samsi Jacobalis, 2000.


MUTU HIDUP PASIEN
Penilaian hidup pasien sifatnya bisa:

A. Subjektif (sebab didasarkan pada puas tidaknya


menurut penilaian seseorang), yaitu:
- menurut pasien sendiri.
- menurut keluarga, teman, dokter atau perawat.
B. Objektif berdasarkan kriteria atau skala tertentu,
misalnya Activities Daily Living (ADL).

Penilaian tersebut meliputi kondisi fisik, mental dan


sosial pasien.

Samsi Jacobalis, 2000.

Mutu hidup yang sudah sangat rendah dapat dijadikan


dasar menghentikan pengobatan.
FAKTOR KONTEKSTUAL
1. Peran keluarga, teman, majikan dsbnya.
2. Biaya pengobatan.
3. Alokasi dan distribusi sumber daya kesehatan oleh
pemerintah.
4. Peran dan perkembangan asuransi kesehatan / JPKM.
5. Perkembangan teknologi kedokteran.
6. Peraturan hukum.
7. Pendidikan dan penelitian.
8. Tingkat kesejahteraan masyarakat.
9. Keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.

Samsi Jacobalis, 2000.


MORAL DECISION MAKING MODEL

A moral problem can be approached by way


of a five-step process, including:
a. assesing the situation.

b. diagnosing / identifying the moral problem.

c. setting moral goals and planning an appropiate moral course


of
action.

d. implementing the moral plan of action.

e. evaluating the moral outcomes of action implemented.

(Johnstone, 1989)
NORMA
Catalano, J,T, 1991:
Wujud konkrit dan objektif dari suatu nilai.

Franz Magnis Suseno, S, J, dkk, 1996:


Apa yang membuat sesuatu yang baik menjadi baik.

NILAI
Tidak konkrit karena bukan fakta yang dapat diobservasi
secara empiris.

Subjektif karena mendasari keinginan, harapan, cita-cita


dan pertimbangan internal / batiniah (sadar atau tidak
sadar) ketika bersikap, bertindak atau berprilaku tertentu.

Franz Magnis Suseno, SJ, dkk, 1996:


Apa yang membuat sesuatu menjadi baik.
SISTEMATIKA ETIKA

ETIKA UMUM (membahas prinsip-prinsip moral dasar)

ETIKA
ETIKA INDIVIDUAL

ETIKA KHUSUS

(membahas tera- ETIKA SOSIAL


pan pada bidang-
- Etika thd makhluk hidup (bioetik).
bidang kehidupan
manusia) - Etika profesi (etika kedokteran,
keperawatan, kebidanan, profesi
hukum dsbnya).
- Etika hukum (legal ethics).
- Etika bisnis dsbnya.
KONSEP LAMA KONSEP BARU

Sumpah
Teori Etika
Hippocrates

World
Medical
Association Konsep
Moral
Pembuatan
Principles
Keputusan
Deklarasi
Internasional

Sumpah
Dokter
Indonesia

KODEKI
ISU-ISU ETIKA dalam KLINIK

1. Intervensi medik bertentangan dengan


moral principles.
2. Tujuan intervensi medik tidak tercapai.
3. Intervensi medik tidak sejalan dengan
preferensi pasien.
4. Intervensi medik tidak bakal menaikkan
mutu hidup pasien.
5. Intervensi medik tidak sesuai dengan fak-
tor kontekstual.
6. Preferensi pasien tidak mendukung mutu
hidupnya.
7. Preferensi pasien tidak sesuai dengan
faktor kontekstual.
INTERVENSI tak sejalan dengan MORAL
PRINCIPLES
1. Supply / facility induced demand (Asas Beneficence).
2. Overdiagnosis / overtreatment (Asas Beneficence).
3. Indikasi medik tidak jelas manfaatnya atau bahkan dapat merugikan
pasien (Asas Non-malfeasance).

4. Tidak kompeten melakukan intervensi medik


(Asas Non-malfeasane).

5. Intervensi medik tidak sesuai lagi dengan standar terkini (Asas


fidelity).

6. Melakukan intervensi medik tanpa disertai informed consent (Asas


Otonomy).

7. Melakukan intervensi medik yang tidak sesuai kesepakatan (Asas


Justice).
HUKUM MORAL
Lebih terkodifikasi, objektif dan Kurang terkodifikasi, kurang

lebih memiliki kepastian. objektif dan kurang memiliki


kepastian.

Lebih banyak menyentuh sisi Lebih menyentuh sisi yang


luar (superfisial) saja. paling dalam (sikap batin).

Dibuat atas kehendak masya- Didasarkan pada norma mo-


rakat dan kemudian negara. ral.

Sanksi dapat dipaksakan. Sanksi tidak dapat dipaksa-


kan.

Bertens,
1993.

Anda mungkin juga menyukai