Anda di halaman 1dari 47

Kelompok a11

FAMILY MEDICINE
Pemicu-1
PEMICU
Tn. P, seorang laki-laki, berusia 60 tahun, datang ke praktek
Dokter Keluarga dengan istrinya, dengan keluhan utama
alat kelamin sulit ereksi. Keluhan ini dialaminya sejak 1
tahun lalu, namun paling berat dalam 3 bulan terakhir ini.
Dari anamnese diperoleh bahwa pasien tinggal berdua saja
dengan istrinya yang baru dinikahinya. Ny. P berusia 38
tahun, seorang Sekretaris di sebuah perusahaan kontraktor.
Istri pertama Tn. P meninggal 2 tahun yang lalu karena
Karsinoma payudara. Anak-anak pasien tinggal di kota lain.
Apa yang terjadi pada Tn. P?
MORE INFO
• Riwayat menderita Diabetes Melitus (DM) sejak 10 tahun yang
lalu.
• Riwayat pemakaian obat: Metformin 3x850 mg/hari, tidak
teratur
• Pada pemeriksaan fisik diperoleh:
Kesadaran : Sensorium Compos Mentis, TD : 130/80 mmHg,
denyut nadi : 64x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,9 ⁰C.
Tidak didapati anemia, sianosis, ikterus, edema dan turgor sedang.
• Pemeriksaan penunjang Laboratorium diperoleh:
Kadar gula darah puasa 170 mg/dl, 2 jam setelah makan 240
mg/dl, HbA1C 8,5%
Klarifikasi istilah
-
Identifikasi masalah
Umur 60 tahun, alat kelamin sulit ereksi sejak
1 tahun yang lalu, paling berat dalam 3 bulan
terakhir.

Hipotesa
Disfungsi Ereksi
Analisa Masalah
Anatomi
Disfungsi Ereksi
Faktor Host: umur, kelamin, proses fisiologis
Faktor Lingkungan: Aktivitas, Keluarga,
pekerjaan, tempat tinggal
Learning Issue
1. Anatomi Genitalia Pria
2. Fisiologi ( fase-fase ereksi )
3. Disfungsi Ereksi
a. Definisi, etiologi & faktor resiko, epidemiologi
b. Klasifikasi dan stadium
c. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang
d. Penatalaksanaan
e. Indikasi rujuk
4. Patofisiologi Disfungsi Ereksi akibat Diabetes Melitus
5. Diagnosis Diabetes Melitus pada Lansis
6. Hambatan penanganan Diabetes Melitus pada lansia
7. Prinsip Family Medicine
Anatomi Genitalia Pria
• Prostat : sebelah inferior buli-buli, di depan rektum dan
membungkus uretra posterior
- 4 x 3 x 2,5cm, ± 20 gram
- mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan
parasimpatik dari plexus prostatikus
- parasimpatik -> meningkatkan sekresi kelenjar epitel
prostat
- simpatik-> pengeluaran cairan prostat seperti ejakulasi
• Testis : terletak di skrotum.
- ukuran : 4 x 3 x 2 cm, volume 15-25 ml berbentuk ovoid
- otot kremaster -> memungkinkan testis bergerak ke arah
abdomen untuk mempertahankan temperatur testis tetap stabil.
- di dalam tubulus seminiferis terdapat sel lyding (penghasil
testosteron) dan sertoli (memberi makan sperma)
• Vaskularisasi
- arteri spermatika yang merupakan cabang aorta
- arteri deferensialis cabang arteri vesikalis inferior
- arteri kremasterika cabang arteri epigastrika
• Epididimis: organ berbentuk seperti sosis terdiri atas
kaput, korpus dan kauda epididimis
• Vaskularisasi : arteri testikularis dan arteri deferensialis
• Vesikula seminalis: terletak di dasar buli-buli
- panjang ± 6 cm berbentuk sakula-sakula
- menghasilkan cairan bagian di semen (cth. Fruktosa)
• Penis: terdiri dari 3 buah korpora berbentuk silindris
Fisiologi ereksi
Stimulus

medula spinalis S2-4,aktivasi parasimpatis

NANC,pelepasan NO

Guanil siklase, GTP cGMP, Ca

relaksasi otot polos

Aliran arteri , oklusi vena


Berlangsung terus sampai aliran darah terhenti dan ejakulasi

Aktivasi simpatik, otot polos kontraksi,aliran vena

Ereksi berkurang sampai kembali ke fase flaccid


Fase-fase ereksi
1. Flaccid Phase
Aliran darah arteri dan vena minimial.
2. Latent (filling) phase
Peningkatan aliran arteri, tekanannya turun. ICP idak berubah.
Sedikit pemanjangan dari penis.
3. Tumescent phase
ICP meningkat sampai terjadi ereksi penuh. Penis semakin
memanjang dan melebar dengan pulasasi. Aliran arteri
menurun, tekanannya naik.
4. Full erection phase
ICP bisa naik sampai 80-90% tekanan sistolik. Aliran darah
arteri jauh turun. Aliran vena samakin turun (kompresi hampir
seluruh vena)
5. Skeletal/Rigid erection phase
Kontraksi otot ischiokavernosa, ICP semakin
naik sampai diatas tekanan sistolik. Hampir
tidak ada aliran arteri.
6. Detumescent phase
Setelah ejakulasi, aktivasi simpatis, otot polos
kembali kontraksi, aliran vena meningkat dan
penis kembali ke fase flaccid
Disfungsi Ereksi (DE)
• Definisi
ketidakmampuan seorang pria, baik secara konsisten atau berulang
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang cukup untuk
melakukan hubungan seksual yang memuaskan.
• Epidemiologi
- Diperkirakan 152 juta pria di dunia menderita DE
- di Amerika 30-70% pria menderita DE
Sekitar 40-50% -> 40-50 tahun
10% -> disebabkan faktor psikologis
90% -> disebabkan faktor fisik
80% -> DE pada penderita Diabetes
22-25% -> DE pada penderita non diabetes
• Faktor resiko
- merokok -> vasokonstriksi dan kebocoran vena di penis
karena efek kontraktil pada otot polos kavernosa
- alkohol -> dosis besar : sedasi sentral, penurunan libido dan
DE. Alkoholisme kronis : hipogonadisme dan poli neuropati
- DM -> efek buruk pada pembuluh kecil dan pada saraf
terminal kavernosa, otot polos kavernosa dan sel endotel
- Aterosklerotik, penyakit arteri, trauma pelvis
- kelainan kongenital, komunikasi abnormal antar
cavernosum dan spongiosum -> DE
-trauma sakral, operasi panggul
- Lansia
- penyakit paru
- penyakit jantung
• Etiologi
• - gangguan psikologis
• - gangguan neuronal
• - gangguan hormonal
• - kelainan arteri
• - obat-obatan
• - penyakit sistemik, penuaan dan kelainan
lainnya
• Klasifikasi DE
1. psikogenik
2. organik
- neurogenik
- vaskuler ( kelainan arteri & kelainan
vena)
3. hormonal
4. farmakologis
5. traumatik pasca operasi
• Stadium
Grade 1 : penis is larger but not hard
Grade 2 : penis is hard but not hard
enough for penetration
Grade 3 : penis is hard enough for
penetration but not completely hard
Grade 4 : penis is completely hard and fully
rigid
• Diagnosis
1. Anamnesis
- onset symptoms, progress DE
- kelainan anatomis, nyeri saat koitus
- libido, penurunan -> abnormalitas endokrin
- penyebab organik -> DE bertahap dan
menetap
- DE situasional -> psikogenik
- Risk factor -> merokok, DM, dll
- Riwayat operasi, penggunaan obat
- perubahan lingkungan sosial
2. Pemeriksaan fisik
- hipertensi
- nilai sistem endokrin, vaskular
- palpasi penis -> +/- fibrosis
- ukuran penis -> hipogonadism
- pemeriksaan neurologis : anal sphincter tone

3. Pemeriksaan Laboratorium
- serum prolactin, testosteron, gonadotropin, PSA
- serum kimia, CBC, Lipid profile
- pemeriksaan khusus : penile droppler ultrasound, neurologic
testing, dll.
Treatment of Erectile
Dysfunction
A.Phosphodiesterase-5 Inhibitors ( Sildenafil,
Vardenafil, Tadalafil )

Sildenafil ( Viagra )
• Acts by selectively inhibiting PDE-5 causing accumulation of cGMP
enhancing NO action in corpus cavernosum lowers blood pressure
increases both the number and duration of erections in men with
erectile dysfunction.
• Dosage : For maximum effectiveness, taken orally one hour before
planned sexual encounter. Initial dose is 50 mg, reduced to 25 mg if side
effects occur, if well tolerated but not fully satisfactory, increase to 100
mg. Duration of action is 4 hours.
• Side effects : headache, flushing, runny nose, stomach upset and vision
problems ( blue vision ). Dangerously can cause low blood pressure if
taken with nitroglycerin and amyl nitrite.
CONTRAINDICATED.
Vardenafil ( Levitra ) and Tadalafil ( Cialis )
• Vardenafil shares a similar structure, onset and
duration of action and side effect profile with
Sildenafil, whereas Tadalafil differs in chemical
structure, has an equally rapid onset and shares almost
similar side effects but longer duration of action.
• Both Vardenafil and Tadalafil have no reports on
changes of colour vision.
• Dosage : Vardenafil = 10 mg, max 20 mg ( Duration of
action is 4 hours )
• Tadalafil = 10mg, max 20 mg ( Duration of
action is from 24 – 36 hours )
Comparisons :
• Sildenafil has the longest safety record of the three drugs.
• Maximum effectiveness achieved by taking the tablet on an
empty stomach with Sildenafil and Vardenafil but Tadalafil
can be taken without regard to meals.
• Period of effectiveness for Sildenafil or Vardenafil is 4 hours
but Tadafil is up to 36 hours.
• An important factor in the success of PDE-5 inhibitor therapy
is instruction and counseling on proper use and
administration, appropriate dose and use of trails of short
acting and long acting.
B. Penile Self-Injection
a) Intrapenile injection therapy with Alprostadil, Papaverine or
Alprostadil + Papaverine +
Phentolamine.
b) Injection of the drug into the corpora cavernosa induce
relaxation of the smooth muscle within
the penile erectile bodies blood engorges the corpora
cavernosa with sufficient pressure to
compress the emissary veins that normally drain blood from the
penis the combination of
increased arterial flow and impeded venous outflow erection.
c) A firm erection can be expected within a few minutes after
intrapenile injection.
 
Alprostadil – Prostaglandin E1, Caverject
– Side effects = Penile pain ( 50% ), Priapism
– Dosage = 5-20 µg

Papaverine – Non-specific phosphodiesterase inhibitor


– more reliable than Phentolamine in producing an erection
– Side effects = may escape to general circulation and can be
hepatotoxic, Priapism
– Dosage = 15-60 mg

Phentolamine – Alpha-adgrenergic blocker


– combined with Papaverine, success rates range from 63% to 87%
– combination of 30mg Papaverine and 0.5 to 1 mg Phentolamine is the
usual dose.
– Side effects = Hypotension, Tachycardia.
 
d) Combinations such as Papaverine, Phentolamine and Alprostadil ( Trimix )
are very effective.
C. Intraurethral Alprostadil

1) Intraurethral administration of Alprostadil


(MUSE) provides a less invasive alternative to
intrapenile injection.
2) A small pellet that is pushed into the tip of the
penis with a small, specially designed plunger.The
pellet dissolves and is absorbed by the tissues to
cause an erection.
3) The active ingredient is Alprostadil.
4) Priapism and Penile Fibrosis is less common.
Recommendations :
• For men with erectile dysfunction, the first line therapy which is recommended
is Phosphodiesterase Inhibitors because of their efficacy and ease of use.
• Phosphodiesterase Inhibitors are contraindicated in men taking nitrates.
• Alpha adrenergic blockers not to be used with Sidenafil/Vardenafil because of
the risk of hypotension.
 
Treatment for Diabetics :
 
• Recommendations for diabetic men with erectile dysfunction are the same as
those for men without diabetes.
• Erectile dysfunction’s severity increases with Diabetes duration, poor glycemic
control, diuretic therapy and cardiovascular disease.
• First line therapy – Phosphodiesterase Inhibitors
• Second line therapy – Penile self-injectable drugs, intrapenile injection and
vacuum devices.
• Surgical treatment should be reserved for men who cannot use or who have
not responded to first and second-line therapies.
Standard Kompetensi Dokter Indonesia
• Indikasi merujuk sesuai SKDI
• Tingkat Kemampuan 1 (Disfungsi Ereksi)
• Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-
gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca
literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal
gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana
mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini
mengindikasikan overview level. Bila menghadapi
pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga
penyakitnya, Dokter segera merujuk.
• Tingkat Kemampuan 4 (Diabetes Melitus)
• Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh
dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-r a y). Dokter dapat
memutuskan dan mampu menangani problem
itu secara mandiri hingga tuntas.
Pathophysiology of ED caused by DM
Diabetes

Hyperglycemia Insulin resistance

Endothelial NO Advanced Glycosylation endothelin-I GnRH


Synthase activity End Products (AGE) & upregulation of
in blood endothelin receptors
in corpus cavernosum LH

0, free radikal ET – I induced


vasoconstrictio testosterone
NO release

impaired smooth muscle libido


relaxation and comnpliance of
corpora cavernosum NO synthase
activity

erectil dysfunction
Diabetes pada Lansia
• Setiap dekade setelah 30 tahun terjadi peningkatan
KGD puasa 1-2 mg/dl dan KGD 2 jam PP 8-20 mg/dl.
Sehingga kriteria menurut ADA :
1. gula darah sewaktu >200 mg/dl + tanda
klasik diabetes
2. fasting plasma glucose >140 mg/dl pada
minimal 2 x pemeriksaan atau >140 mg/dl
+peningkatan plasma glucose yang menetap
pada minimal 2x OGTT 75 mg
3. gula darah 2 jam PP > 200 mg/dl
• Manifestasi klinis pada Lansia
- Poliuria dan polidipsia jarang dijumpai
- Penurunan BB dapat tidak terlihat
- Pandangan kabur, infeksi kulit oleh jamur dan bakteri,
ortostatik hipotensi
- Perubahan tingkah laku, kognitif dan status fungsional
- massa otot, kemampuan menggigil -> hipotermia
- Komplikasi :
- vaskulopati
- neuropati
- retinopati
Hambatan penatalaksanaan DM pada Lansia

1. Diet
- kebiasaan makan makanan yang sudah berakar
- kesukaan atas makanan masa lalu
- apresiasi bau dan rasa menurun
2. Olahraga
- Menurunnya aktifitas fisik
3. Obat
- Adanya polifarmasi -> meningkatnya efek samping dan interaksi obat
lain terhadap obat anti hiperglikemia
4. Edukasi
- Menurunnya fungsi kognitif
- Tidak adanya peran keluarga dalam memahami apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan dan tujuan terapi bukan hanya mengatasi kadar
gula, tetapi juga mencegah komplikasi yang ada
• 5. Evaluasi
• - Berkurangnya support sosial dan berkurangnya
kesadaran lansia sendiri untuk berobat
• 6. Rehabilitasi
• - Berkurangnya perhatian keluarga terhadap lansia
• 7. lain-lain
• - Menurunnya fungsi organ akibat menua
• - Ada penyakit lain pada lansia ( hipertensi,
kardiovaskular, alzaimer, dll|)
Prinsip Kedokteran Keluarga
1. PRINSIP PELAYANAN
BERKESINAMBUNGAN
• Adalah pelayanan kesehatan dimana satu
dokter bertemu pasiennya dalam keadaan
sakit maupun keadaan sehat, dan mengikuti
perjalanan penyakit dari pasiennya hingga ia
sembuh.
• Kasus: dokter keluarga dan Tn.P akan
membentuk hubungan yg berkesinambungan
dan dalam perjalanan waktu, hubungan ini
akan terbentuk dgn kepercayaan.
2. PRINSIP PELAYANAN YANG MENYELURUH

• Artinya kita memandang pasien tidak hanya dari sisi


biologis saja tetapi juga dari sisi sosial dan
psikologisnya.
• Kasus:DK melihat Tn.P bukan dari segi keluhan dan
juga meneliti riwayat penyakit beliau serta sebab
pengobatannya tidak teratur dan pada keadaan
sekarang apakah dia masih bisa mengikuti
pengobatannya dengan teratur? Ataupun kalau
bukan karena DM adakah karena hubungan suami-
isteri?
3. PRINSIP PELAYANAN YANG
TERKOORDINASI
• Dokter keluarga itu seperti orkestrator pelayanan
kesehatan bagi pasiennya, yang mengkoordinasi-
kan semua pelayanan kesehatan yg dibutuhkan
pasien seperti para dokter spesialis, dan pelayanan
kesehatan lain diluar praktek dokter keluarga.
• Kasus: Tn.P harus dirujuk ke Sp oleh DK karena DK
bertanggungjawab memberikan solusi terbaik juga
mengikut Standar Kedokteran Indonesia, serta
menjadi ‘guide’ kepada beliau.
4. PRINSIP PELAYANAN MASYARAKAT
• Pekerjaan, budaya, dan lingkungan adalah aspek-aspek
dalam komunitas (masyarakat) yang dapat mempengaruhi
penatalaksanaan seorang pasien.
• Kasus: adlh penting mengetahui aktivitas Tn.P dan menilai
adakah beliau bisa bersosialisasi dengan normal atau
menyisihkan diri akibat keluhan tersebut. Peranan DK
menganjurkan aktivitas sosial dgnkelompok masyarakaty
dgn keluhanyg sama yg bisa menyedarkan Tn. P bahwa
harus bersedia menerimanya dan sedar bahwa bukan
beliau seorang di dunia yang mengalami penyakit ini.
5. PRINSIP PENCEGAHAN
• Prinsip pencegahan memiliki multi aspek, termasuk
mencegah penyakit menjadi lebih berat, mencegah
orang lain tertular, pengenalan faktor resiko dari
penyakit, dan promosi kesehatan (gaya hidup sehat).
• Kasus: Menyedarkan Tn.P ttg komplikasi DM dan juga
pemakaian obat DE serta memberikan kauseling atau
seperti pertemuan dengan semua ahli keluarga dan
berunding mencari kesepakatan agar dapat memberikan
dorongan dan moral support agar Tn.P dapat bersikap
lebih positif dan teratur pengobatannya.
6. PRINSIP PELAYANAN KELUARGA
• Seorang dokter keluarga memandang pasiennya
sebagai bagian dari keluarganya dan memahami
pengaruh penyakit terhadap keluarga dan pengaruh
keluarga terhadap penyakit.
• Kasus: Menganalisa dari Anamnesa Tn. P bahwa
beliau menghidap DM sejak 10thn dan isteri
pertama beliau yg meninggal disebabkan kanker, DK
berusha membuat genogram, Family Life Cycle dan
Family Apgar(meneliti tahap emosi dan ansietas)
KESIMPULAN
Tn. P mengalami Disfungsi Ereksi yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti DM dan
Psikososial. Sebagai dokter keluarga harus
merujuk pasien sesuai dengan prinsip
kedokteran keluarga.
• A5: apa beda dokter keluarga denagn dokter
umum dlm penanganan kasus ini?
• A12: pengaturan dosis dan frekuensi
pemberian obat DM pada lansia?
beda impotensi, DE, ejakulasi prekoks?
- A1
Selain dari kriteria KGD,berdasarkan gejala klinis bagaimana
membedakan DM pada lansia dengan DM pada orang dewasa
secara umumnya.
- A3
Penatalaksanaan pada kasus sebagai seorang dokter keluarga
- A2
Apa yang harus dilakukan terhadap tuan P sesuai dengan
kompetensi, bila harus dirujuk sampai mana penanganan yang
dapat diberikan ?
- A4
Penanganan yang pertama pada kasus, DM atau DE ?

Anda mungkin juga menyukai