Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah yang menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian dengan lebih sering dan persisten jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya. Gejala lain yang menyertainya yaitu: ambang toleransi frustasi yang rendah, disorganisasi, dan perilaku agresif. Keadaan tersebut menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi anak dalam aktivitas keseharian, seperti berinteraksi dengan teman sebaya, keluarga, dan tentu akan mengganggu dalam kesiapan belajar, selanjutnya mempengaruhi prestasi belajar, secara keseluruhan menurunkan kualitas hidup anak. Gejala GPPH timbul umumnya sebelum umur 7 tahun, namun yang tersering orang tua baru meminta tolong profesional saat anak mulai sekolah formal. Karena dalam pendidikan formal anak sudah di tuntut untuk mampu mengontrol perilaku dan mengikuti peraturan yang berlaku di sekolah. Keluhan yang tersering adalah: anak nakal, tidak kenal takut, mondar -mandir di dalam kelas, sering mengajak bicara saat pelajaran, dan masih banyak lainnya. Tentu sulit menilai anak yang masih berusia dibawah 4 tahun apakah anak menderita gangguan ini atau wajar. Namun pada anak dengan GPPH, gejala yang muncul tampak lebih sering dan intensitasnya lebih berat jika dibandingkan dengan anak lain dengan taraf perkembangan yang sama. Prevalensi GPPH 2 9,5% seluruh dunia anak usia sekolah. Di USA prevalensi GPPH 2 sd 20% dari jumlah anak-anak usia sekolah dasar. Di Inggris 0.5 1% dan Taiwan angka GPPH 5 10%. Dari 600 siswa kelas 1 3 di beberapa SD di Jakarta pusat tahun 2000 2001 didapatkan 4,2 % mengalami GPPH (Tanjung dkk, 2001). Di beberapa sekolah Siswa SD Kabupaten Sleman DIY di dapat prevalensi 9,5% (Saputro D, 2000).

Angka kejadian GPPH remaja dan dewasa lebih rendah jika dibandingkan anak usia sekolah dasar. Laki-laki : perempuan = 3 - 4 : 1. 1.2. Rumusan Masalah Faktor apakah yang menyebabkan dan bagaimana perlakuan serta penanggulangan terhadap penderita ADHD?

1.3.

Tujuan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah

ini adalah menjelaskan penyebab dan bagaimana perlakuan serta penanggulangan terhadap penderita ADHD.

BAB II PEMBAHASAN
2.1. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

2.1.1. Definisi ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau dalam Bahasa Indonesia ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif yaitu gangguan pemusatan pikiran dalam bentuk yang jernih dan gambling, ketidakmampuan mengabaikan objek-objek lain agar seseorang sanggup menangani objek tertentu secara efektif.1 Sebelumnya pernah ada istilah ADD (Attention Deficit Disorder) yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan hyper-

activity/hiper-aktif penulisan istilahnya manjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD,AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama. 1 Definisi ADHD secara umum yaitu menjelaskan kodisi anak-anak yang memperlihatkan sintom-sintom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.1

2.1.2. Klasifikasi Pada kriteria DSM-IV terdapat 9 gejala untuk gangguan pemusatan perhatian, 6 gejala untuk hiperaktivitas dan 3 gejala untuk impulsif. Menurut DSM-IV ada 3 subtipe GPPH, yaitu tipe predominan in-atensi, tipe predominan hiperaktif impulsif dan tipe kombinasi.

2.1.3. Epidemiologi Di Amerika Serikat sedikitnya 4% remaja mengalami GPPH dan hal tersebut berhubungan dengan tingginya tingkat morbiditas psikiatri dan kerusakan fungsional. Oleh karena saat ini relatif baru kemunculan dari diagnosis GPPH pada remaja mengakibatkan masih terjadi Underdiagnosed dan Undertreated .

Panduan diagnosis GPPH dari American Academy of Pediatrics hanya melibatkan anak yang berusia 6 sampai 12 tahun. Beberapa studi prevalensi GPPH pada anak sekitar 6%-9% telah diketahui bahwa 40% - 70% dari anak tersebut akan menunjukkan gejala berkelanjutan sampai dengan dewasa. Beberapa studi pada dewasa dengan perilaku penyalahgunaan zat menunjukkan bahwa 15% sampai dengan 25% diantaranya mempunyai ciri GPPH. Pada follow up jangka panjang beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang telah didiagnosis GPPH akan memiliki risiko gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan obat dan depresi yang ditemukan pada fase remaja akhir atau awal masa dewasa.

2.2.

Etiologi ADHD

Etiologi ADHD belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli berpendapat faktor lingkungan dan genetik merupakan penyebab terjadinya ADHD. Faktor Lingkungan : Faktor psikososial yang berpengaruh adalah konflik keluarga, sosial ekonomi keluarga tidak memadai, jumlah keluarga terlalu besar, orang tua kriminal, orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat) dan anak yang diasuh pada tempat penitipan anak. Sedangkan riwayat

kehamilan yang berpengaruh adalah kehamilan dengan eklamsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok dan pecandu alkohol sewaktu hamil. Trauma lahir atau hipoksi dapat berdampak injury pada otak lobus frontalis dan menjadi penyebab ADHD. Diduga ADHD ada hubungannya dengan mengkonsumsi gula secara

berlebihan dan diet pengurangan gula dapat mengurangi gejala ADHD 5%, sebaliknya mengkonsumsi gula secara berlebihan dapat meningkatkan hiperaktif, tetapi hal ini tidak signifikan.

Faktor Genetik:

Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor Dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p memegang peranan terjadinya ADHD.Terdapat lima reseptor

Dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan yang berperan terhadap ADHD adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor Dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks (ganglia basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan memori, sehingga apabila ada gangguan akan terjadi gangguan inhibisi dan memori. Di samping Dopamin, dan gen pengkode terkait sistem dengan

noradrenergik

serotoninergik

patofisiologi terjadinya ADHD. Dua Gen reseptor dopamin dan gen DAT telah diidentifikasi kemungkinan berperan dalam GPPH. Faktor neurologi terlihat berperan dalam onset GPPH.

2.3.

Ciri-Ciri Utama ADHD

Ciri utama anak yang menderita ADHD, yaitu: 1. Tidak ada perhatian Ketidakmampuan memusatkan perhatian atau ketidakmampuan untuk berkonsentrasi pada beberapa hal seperti membaca, menyimak pelajaran. Dan sering tidak mendengarkan perkataan orang lain. 2. Hiperaktif Mempunyai terlalu banyak energi. Misalnya berbicara terus menerus, tidak mampu duduk diam, selalu bergerak, dan sulit tidur. 3. Impulsif Sulit untuk menunggu giliran dalam permainan, sulit mengatur pekerjaannya, bertindak tanpa dipikir, misalnya mengejar bola yang lari ke jalan raya, menabrak pot bunga pada waktu berlari di ruangan, atau berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu akibatnya.

4. Menentang Anak dengan gangguan hiperaktivitas umumnya memiliki sikap

penentang/pembangkang atau tidak mau dinasehati. Misalnya, penderita akan marah jika dilarang berlari ke sana kemari, coret-coret atau naik-turun tak berhenti. Penolakannya juga bisa ditunjukkan dengan sikap cuek. 5. Destruktif Perilakunya bersifat destruktif atau merusak. Ketika menyusun lego misalnya, anak aktif akan menyelesaikannya dengan baik sampai lego tersusun rapi. Sebaliknya anak hiperaktif bukan menyelesaikannya malah menghancurkan mainan lego yang sudah tersusun rapi. Terhadap barang-barang yang ada di rumah, seperti vas atau pajangan lain, kecenderungan anak untuk menghancurkannya juga sangat besar. Oleh karena itu, anak hiperaktif sebaiknya dijauhkan dari barang barang yang mudah dipegang dan mudah rusak. 6. Tanpa tujuan Semua aktivitas dilakukan tanpa tujuan jelas. Kalau anak aktif, ketika naik ke atas kursi punya tujuan, misalnya ingin mengambil mainan atau bermain peran sebagai Superman. Anak hiperaktif melakukannya tanpa tujuan. Dia hanya naik dan turun kursi saja. 7. Tidak sabar dan usil Yang bersangkutan juga tidak memiliki sifat sabar. Ketika bermain dia tidak mau menunggu giliran. Ketika dia ingin memainkan mobil-mobilan yang sedang dimainkan oleh temannya, dia langsung merebut tanpa ba-bi-bu, komentar Sani. Tak hanya itu, anak hiperaktif pun seringkali mengusili temannya tanpa alasan yang jelas. Misalnya, tiba-tiba memukul, mendorong, menumpuk, dan sebagainya meskipun tidak ada pemicu yang harus membuat anak melakukan hal seperti itu. 8. Intelektualitas rendah Seringkali intelektualitas anak dengan gangguan hiperaktivitas berada di bawah rata-rata anak normal. Mungkin karena secara psikologis mentalnya sudah terganggu sehingga ia tidak bisa menunjukkan kemampuan kreatifnya.

Ciri-ciri khusus anak yang hiperaktif diantaranya ialah sebagai berikut : 1. Sering menggerak-gerakkan tangan atau kaki ketika duduk, atau sering menggeliat. 2. Sering meninggalkan tempat duduknya, padahal seharusnya ia duduk manis. 3. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan pada keadaan yang tidak selayaknya. 4. Sering tidak mampu melakukan atau mengikuti kegiatan dengan tenang. 5. Selalu bergerak, seolah-olah tubuhnya didorong oleh mesin. Juga, tenaganya tidak pernah habis. 6. Sering terlalu banyak bicara. 7. Sering sulit menunggu giliran. 8. Sering memotong atau menyela pembicaraan. 9. Jika diajak bicara tidak dapat memperhatikan lawan bicaranya (bersikap apatis terhadap lawan bicaranya).

2.4.

Diagnosis ADHD

Kriteria Diagnostik (GPPH) menurut DSM-IV : A. Salah satu (1) atau (2) 1. Gangguan pemusatan perhatian (inattention) : enam (atau lebih) gejala inatensi berikut telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detail dan tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya. b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain. c. Sering tidak tampak mendengarkan apabila berbicara langsung d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas sekolah, pekerjaan, atau kewajiban di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi)

e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memiliki usaha mental yang lama ( seperti tugas disekolah dan pekerjaan rumah) g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan) h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar. i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari

2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitasimplusivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Hiperaktivitas a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di tempat duduk b. Sering meninggalkan tempat duduk dikelas atau di dalam situasi yang diharapkan anak tetap duduk c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak tepat (pada remaja mungkin terbatas pada perasaan subyektif kegelisahan) d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang e. Sering siap-siap pergi atau seakan-akan didorong oleh sebuah gerakan f. Sering berbicara berlebihan Impusivitas g. Sering menjawab pertanyaan tanpa berfikir lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai h. Sering sulit menunggu gilirannya

i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misalnya : memotong masuk ke percakapan atau permainan)

B. Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun C. Beberapa gangguan akibat gejala terdapat dalam 2 (dua) atau lebih situasi (misalnya disekolah atau pekerjaan di rumah) D. Harus terdapat bukti yang jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik dan fungsi pekerjaan E. Gejala tidak semata-mata selama gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia atau gangguan psikotik lain dan bukan merupakan gangguan mental lain (gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan disosiatif atau gangguan kepribadian)

Penulisan berdasarkan pada Tipe : * GPPH tipe kombinasi : Bila memenuhi kriteria baik A1 maupun A2 selama 6 bulan terakhir * GPPH predominan tipe inatensi : jika memenuhi kriteria tipe A1 tapi tidak memenuhi kriteria A2 selama 6 bulan terakhir * GPPH predominan tipe hiperaktif impusif : jika memenuhi kriteria A2 tetapi tidak memenuhi kriteria A1 selama 6 bulan terakhir.

2.5.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang adekuat untuk ADHD diantara remaja membutuhkan

skrining guna mendokumentasi ada tidaknya gangguan psikiatrik lain. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, individu dengan ADHD memiliki risiko 2 hingga 5 kali lipat terkena 1 gangguan psikiatrik lain di suatu titik dalam kehidupan mereka, dengan onset yang bervariasi. Rating berskala luas seperti misalnya Child Behaviour Check List atau Behavior Assessment System for Children merupakan skala yang terstandarisasi guna men -skrining kemungkinan

10

adanya gangguan lain. Brown ADD Diagnostic Form for Adolescents-Revised dan garis besar wawancara dalam buku karangan Robin memberikan daftar pertanyaan penting yang dapat dijadikan indikator untuk kemungkinan terjadinya gangguan lain.

2.6. Diagnosis Banding - Gangguan cemas - Gangguan konduk - Gangguan kontrol impuls - Mental retardasi - Gangguan mood - Gangguan perkembangan pervasive - Gangguan psikotik - Gangguan personaliti - Substance abuse - opositional defiant disorder

2.7.

Pengelolaan Pengelolaan penderita ADHD bersifat multidisiplin dan multimodul.

Program pengelolaan terdiri dari : farmakoterapi, terapi perilaku, kombinasi keduanya, perhatian sosial dari komunitas secara berkala dan terapi nutrisi. Psikososial meliputi intervensi individu anak, orang tua, sekolah baik guru maupun fasilitas tempat sekolah dan sosial. Melakukan pelatihan orang tua maupun guru dalam hal gejala maupun pengelolaan ADHD. Untuk melakukan pengelolaan ADHD perlu dilakukan identifikasi apakah di samping gejala pokok ADHD didapatkan komorbiditas. Pengobatan tahap pertama dilakukan selama 14 bulan kemudian dilakukan evaluasi tingkah laku oleh orang tua, guru dan lingkungan. Tujuan dari pengobatan pada anak dengan ADHD yaitu

meningkatkan hubungan anak dengan lingkungan, menurunkan tingkah laku yang

11

terlalu aktif dan tidak menyenangkan, memperbaiki kemampuan akademis dan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, meningkatkan perawatan diri dan percaya diri dalam pergaulan di lingkungannya.

Farmakoterapi Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sekitar 70%. Obat yang digunakan jenis stimulan (methylphenidate) dan amphetamine. Obat ini mempunyai pengaruh pada sistem dopaminergik atau noradrenergik sirkuit korteks lobus frontalis-subkortikal, meningkatkan kontrol inhibisi dan

memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat mengerjakan tugas. Banyak penelitian dilakukan terhadap obat jenis ini, stimulan akan memperbaiki kemampuan anak dalam menuruti perintah yang diberikan, menyelesaikan tugas dengan baik dan menurunkan emosi serta aktivitas yang berlebihan. Efek samping obat stimulan adalah anak menjadi sulit tidur, hilangnya nafsu makan dan sindroma Tourette, sedangkan efek terhadap intelegensia dan kemampuan mengerjakan uji akademis tidaklah merugikan. Apabila pemakaian obat stimulan tidak dapat mengontrol gejala ADHD terutama yang disertai komorbiditas anxiety atau depresi dapat diganti pilihan obat kedua yaitu golongan tricyclic antidepresan yang bekerja selektif pada monoamin reuptake inhibitor, atau obat anti hipertensi yaitu klonidin dan guapacepine. Sekarang digunakan obat atomoxetine yang bekerja sebagai reuptake inhibitor norepinefrin. Kedua obat tersebut dapat mengontrol tingkah laku impulsif dan hiperaktif . Apabila pilihan obat kedua ini tidak mengurangi gejala ADHD dapat digunakan obat Pemoline atau Nortiptyline.

Terapi Perilaku Terapi perilaku bertujuan untuk mengidentifikasi gangguan tingkah laku anak kemudian berusaha melakukan perubahan tingkah laku sesuai dengan target yang dikehendaki. Perubahan ini dilakukan pada anak oleh orang tua dan gurunya, dilakukan di lingkungan keluarga di rumah, di sekolah dan di lingkungan anak bergaul. Di dalam melakukan terapi perilaku perlu dilakukan perencanaan,

12

mengorganisir setiap perencanaan dan menggunakan pekerjaan rumah dan catatan organisasi setiap perencanaan. Untuk keperluan ini perlu dilakukan pelatihan kepada orang tua, guru dan ketrampilan sosial. Orang tua penderita ADHD juga dibekali pengetahuan tentang pengelolaan stres seperti meditasi, tehnik relaksasi, olahraga untuk meningkatkan toleransi terhadap frustasi, sehingga dapat merespon gangguan tingkah laku anaknya dengan sabar dan tenang. Terapi perilaku termasuk terapi perilaku kognitif yaitu membantu anak-anak melakukan adaptasi terhadap skill dan memperbaiki kemampuan pemecahan masalah.

Terdapat lima modul materi latihan terapi perilaku, yaitu : 1. Feedback positive. Digunakan apabila target perilaku positif tercapai 2. Ignore-attend-praise. Digunakan ketika terungkap satu atau lebih adanya perilaku yang tidak cocok 3. Teaching interaction. Digunakan untuk koreksi terhadap perilaku yang tidak sesuai dan anak belum mempelajari suatu ketrampilan. Ini berguna untuk memberikan alternatif yang cocok dan praktis bagi anak untuk suatu ketrampilan. 4. Penanganan langsung. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku yang tidak sesuai apabila dengan cara Ignore attend praise tidak berhasil. 5. Cara duduk dan memperhatikan. Cara ini digunakan untuk menghentikan tingkah laku agresif dan merusak.

Pengobatan Nutrisi Pada ADHD Peran nutrisi pada etiologi ADHD masih kontroversial. Diet hanya berhasil pada sebagian kecil populasi anak dengan tingkah laku hiperkinetik. Berbagai teori telah diusulkan, khususnya sukrosa dan aspartam. Pada penderita ADHD, gula darah sesudah makan sukrosa meningkat lebih singkat, sehingga terjadi hipoglikemia reaktif beberapa jam sesudah makan dan respon alergi. Hipoglikemia menghasilkan hiperreaktivitas karena adrenalin dan epinefrin serta stimulan lainnya dikeluarkan oleh kelenjar adrenal pada respon kadar gula darah rendah. Reaksi terhadap aspartam diduga karena hasil metabolismenya

13

meningkatkan konsentrasi fenilalanin plasma yang dapat merubah transport asam amino esensial pada otak. Katekolamin tumpul dalam merespon sesudah makan glukosa pada ADHD. Perubahan diet dipertimbangkan pada anak yang alergi makanan tertentu. Diet eliminasi berbagai zat tambahan untuk pewarna, perasa, pengawet makanan, monosodium glutamat dan kafein telah memperlihatkan respon yang menguntungkan pada intervensi diet, khususnya anak dengan alergi. Diduga defisiensi seng pada ibu hamil turut andil dalam perkembangan sindrom hiperaktif dan risiko ini lebih tinggi lagi bila ibu preeklamsia. Kadar selenium, mangan dan alumunium rambut berpengaruh pada gangguan belajar dan hiperaktif, juga toksisitas air raksa dari makanan yang terkontaminasi. Suplementasi yodium dan diet kaya yodium seperti ikan laut dapat menolong sejumlah penderita ADHD.

2.5.

Prognosis Gejala hiperaktif akan berkurang pada masa adolescence, sedangkan gejala

impulsive dan emosi yang labil akan menetap. Anak dengan ADHD pada waktu dewasa sering masih mempunyai gejala agresif dan menjadi pencandu minuman keras/alkoholism). Prognosis lebih baik bila didapatkan fungsi intelektual yang tinggi, dukungan yang kuat dari keluarga, teman-teman yang baik, diterima di kelompoknya dan diasuh oleh gurunya serta tidak mempunyai satu atau lebih komorbid gangguan psikiatri.

14

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.

Kesimpulan Gangguan ADHD dapat disebabkan oleh faktor genetika, neurobiologist,

dan

diet, alergi, serta zat timah. Anak yang terkena gangguan ADHD

memerlukan dukungan dan perlakuan secara intensif dari keluarga dan lingkungannya.

3.2.

Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai penyebab dan cara penanggulangan

untuk menekan angka penderita ADHD dan agar anak yang terkena gangguan ADHD dapat diperlakukan dengan benar.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Faraone SV, Sergent J, Gillberg C, Biederman J. The worldwide prevalence of ADHD : is it an American condition?. World Psychiatry. 2003 ; 2: 10413.

2. DSM-IV-TR workgroup. The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th ed. Tex revision. Washington DC : American Psychiatric Association.

3. Rohde LA, Ricardo H. Recent advances on attention deficit / hyperactivity disorder. J Pediatric 2004 ; 80 (suppl): S 61- S 70.

4. Biederman J, Milberger S, Faraone SV, Kiely K, Guite J, Mick E, et al. Familyenvironment risk factors for ADHD: a test Rutters indicators of adversity. Arch Gen Psychiatry. 1995;52 : 464-70.

5. Kent L. Recent advances in the genetics off attention deficit hyperactivity disorder. Curr Psychiatry Res 2004; 6: 143.

6. Faraone SV, Doyle AE, Mick E. Meta-analysis of the association between the 7-repeat allele of the Dopamine D(4) receptor gene and attention deficit hyperactivity disorder. Am J Psychiatry 2001; 58: 1052.

7. Maria BL, La Rosa A, Reilly KM. Current Pharmacotherapy For AttentionDifficit Hyperactivity Disorder. In : Maria BL. Ed . Current Management in Child Neurology. 3rd . London : BC Decker 2005: 210 14

8. American Academy of Pediatrics. ADHD Unproven treatments. Available from URL: http://www.aap.org/news/sitemap/htm

16

9. Pandia V. The management of common mental disorder in adolescents. Dalam : Simposium Nasional Adolescent Health 1. Bandung,2007 : 24-31

10. Mark L. Wolraich et al. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder Among Adolescents : a Review of the Diagnosis, Treatment, and Clinical Implications. Pediatrics 2005;115;1734-174

Anda mungkin juga menyukai