ABSTRAK
Tragi Bulukumba membawahi 5 buah Gardu Induk dengan transmisi terbentang mulai dari GI Tallasa
sampai dengan GI Bone yang berada di jalur antara laut dan gunung yang memiliki awan
cumulonimbus yang banyak yang menyebabkan terjadinya gangguan akibat sambaran petir.
Transmisi 150kV Bulukumba-Sinjai-Bone adalah transmisi yang rawan petir. Dari data relay, terdapat
sekitar 3 kali gangguan dalam tahun 2010 ini. Solusi untuk mengatasi masalah ini dengan
memperbaiki desain proteksi petir dengan menggunakan metode rolling sphere (bola gelinding). Dari
hasil desain, didapat, fasa S-T (atas dan tengah) dari transmisi masuk dalam area unprotected,
sehingga diperlukan penambahan finial air baik itu conventional atau early streamer untuk menambah
ruang protected area. Ditambah dengan down conductor yang memiliki nilai L(induktansi) rendah dan
penambahan grounding rod untuk mempercepat peluahan arus petir ke tanah sehingga menghindari
terjadinya BFO (Back Flash Over).
Kata Kunci : sambaran petir, proteksi petir, rolling sphere, finial air, down conductor, grounding
1. LATAR BELAKANG
Selama bulan Januari sampai dengan November 2010 ini, terjadi 4 kali gangguan transmisi
Bulukumba, GI Sinjai dan GI Bone. Transmisi yang menghubungkan 5 Gardu Induk ini
terletak di jalur antara laut dan gunung yang memiliki banyak awan cumulonimbus yang
menghasilkan petir.
Oleh karena itu, kami mencoba membuat desain proteksi petir untuk meminimize gangguan
transmisi akibat sambaran petir dengan menggunakan Metode Rolling Sphere (Metode Bola
Gelinding). Hal yang perlu dilakukan sebelum mendesain ini adalah sebagai berikut :
1. Historikal Data
Historikal data untuk mendapatkan gambaran di titik mana sambaran terjadi. Hal ini
diperoleh dari indikasi rele jarak (Distance) yang membaca lokasi gangguan. Sedangkan
besaran arus petir diperlukan untuk menghitung besarnya diameter bola gelinding sehingga
diperoleh ruang proteksi petir eksisting sehingga dapat dibuat perbaikannya (improvement).
Dari historical data, diperoleh titik gangguan berada di jarak 29.07km dari GI Bulukumba dan
setelah dicross cek dengan data GPS diperoleh titik gangguan pada TWR ke-83 dan TWR
TOWER 83 TOWER 84
KAKI TWR 83 BAGIAN ATAS TWR 83
Gambar 2.2. Kondisi TWR tempat terjadinya gangguan
Setelah di dapat titik lokasi gangguan, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan
besaran arus petir yang terjadi. Untuk wilayah Sulawesi Selatan, belum dipetakan besaran
arus petir, sehingga penulis mengambil data dari stratistik (probabilitas) untuk daerah Tropis
Zoro R, “Karakteristik Petir dan Kondisi Cuaca di Daerah Tropis”, Disertasi Doktor, Institut
Penulis mengambil angka probability 50% untuk petir positif yaitu 18kA untuk i max dan
kecuraman di/dt yaitu 20kA/µs. Sambaran petir pada SUTT didominasi oleh sambaran
langsung pada kawat fasa atau kawat tanah (ground wire), oleh karena itu, kita perlu
menghitung besarnya tegangan lebih yang ditimbulkan oleh petir ini terhadap SUTT.
18
VL= ×300=2700 kV ; Surge impedance untuk saluran 150kV adalah 300 Ohm dan BIL
2
isolator utk 150kV adalah 255kV. Sehingga 2700kV >> 255kV, terjadi flashover pada
isolator sehingga relay akan membaca gangguan dan mentripkan PMT di kedua sisi Gardu
Induk.
i/2 i i/2
VL VL
3.2. Sambaran Langsung Pada Kawat Tanah (Ground Wire) Atau Menara
Sambaran pada kawat tanah atau menara ini menyebabkan terjadinya kenaikan tegangan
yang dapat menyebabkan terjadinya BFO (Back Flash Over) pada isolator tower.
di
VL=i x R E + L +VM
dt
i = arus petir (ambil angka 18kA probability 50% dari data penelitian table 3.1 dibagi 3)
L=induktansi menara (ambil angka 1µH/m standar 150kV) x tinggi menara (m)
di/dt = kecuraman arus puncak petir (ambil angka 20kA/µs probability 50% petir positif)
2
VM = √ x 150 kV =120 kV
√3
Untuk tower transmisi 150kV Bulukumba-Sinjai-Bone yang normal, tinggi tower = 40 meter,
sehingga
Dari hasil perhitungan, terjadi BFO (Back Flash Over) di isolator sehingga relay akan
VL
L i/3
di/dt
Untuk mengatasi masalah di atas, baik itu sambaran langsung ke kawat fasa maupun
flasover di isolator sehingga relay membaca gangguan dan mentripkan PMT di kedua sisi
Gardu Induk, maka penulis mendesain sistem proteksi petir transmisi dengan memperbaiki 3
Menurut level proteksi petir mengacu pada IEC 62305-1 sebagai berikut :
Table 3.2.
Minimum values of lightning parameters and related rolling sphere radius corresponding to LPL
Interception Criteria LPL
Symbol Uni I II III IV
t
Minimum Peak Current I kA 3 5 10 16
Rolling Sphere Radius r m 20 30 45 60
Table 3.3.
Probabilities for the limits of the lightning current parameters
Probability that lightning current parameters are LPL
I II III IV
Smaller than the maxima defined in Table 3 0.99 0.96 0.97 0.97
Greater than the minima defined in table 4 0.99 0.97 0.91 0.84
3.3. Perbaikan Sudut Perlindungan Petir dari Groundwire
Sistem proteksi konvensional yang dikenal dan digunakan oleh PLN adalah sistem proteksi
kerucut, yaitu metode sederhana dengan membuat daerah lindung sesuai dengan konduktor
tegak yaitu cara ke-1. Cara ke-2 yaitu Sangkar Faraday digunakan untuk proteksi petir
terhadap gedung atau bangunan. Cara ke-3 yang akan dibahas kemudian dengan
menggunakan bola gelinding. Untuk cara ke-4, mirip dengan cara ke-3, tetapi model
60 m
15o
40 m
30o
20 m
45o
Dari sistem proteksi kerucut di atas, untuk tower SUTT dengan tinggi 40 meter,
menggunakan sudut perlindungan 30o. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut :
30o
Gambar 3.4.Sudut Perlindungan Groundwire terhadap kawat fasa dengan metode kerucut
perlindungan (shielding failure), maka penulis mengusulkan penggunaan metode lain yaitu
metode bola gelinding (rolling sphere), di mana penentuan r (jari-jari) bola dihitung dari
Untuk kasus line Bulukumba-Sinjai-Bone, diperkirakan dari table probabilitas, harga i adalah
18kA, sehingga
Dengan membandingkan perhitungan di atas dengan standar IEC 62305-1, maka level
proteksi yang akan digunakan penulis adalah level IV, di mana minimum peak current
Protected Area
Gambar 3.5. Perlindungan petir dengan metode rolling sphere (bola gelinding) atau elektrogeometri
Dari gambar di atas, terlihat kawat fasa atas dan tengah (fasa S-T), masih ada kemungkinan
tersambar petir (shielding failure), sehingga utk mengatasi masalah di atas, penulis
mencoba menambahkan finial air terminal di atas tower dengan maksud untuk menambah
sudut perlindungan petir atau menambah luas protected area (daerah yang diarsir), sebagai
berikut :
60 m
Gambar 3.6. Perlindungan petir setelah penambahan finial air terminal di atas tower
Setelah mengadakan desain perbaikan, terlihat fasa bagian atas dan tengah (S-T) terlihat
masuk di dalam protected area dan probabilitas tersambar petir menjadi turun dibandingkan
sebelum ditambah finial air terminal di atas tower. Setelah memperbaiki sistem penangkap
down conductor.
Penggunaan down conductor yang memiliki nilai L yang rendah merupakan cara untuk
menurunkan angka induktansi (L) dari tower sehingga menurunkan besaran L di/dt. Hal ini
disebabkan karena harga L untuk tower150kV bernilai 1µH/m. Kabel down conductor yang
3. Mengontrol dengan baik distribusi kuat medan listrik di dalam kabel untuk
baik itu konvensional air atau memakai early streamer dengan tujuan menambah
protected area, menggunakan kabel down conductor yang memiliki nilai L (induktansi
yang rendah) dan memperbanyak grounding rod dengan tujuan mempercepat peluahan