Anda di halaman 1dari 60

BANK INDONESIA

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:


Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan
Biro Kebijakan Moneter
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter

Telepon : +62 61 3818163


+62 21 3818206 (sirkulasi)
Fax. : +62 21 3452489
E-mail : BKM_TOD@bi.go.id
Website : http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Laporan Kebijakan Moneter


Triwulan III-2010

Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah
Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam
rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama,
yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada
prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii)
sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat
luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan
kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution Gubernur

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

Budi Mulya Deputi Gubernur

Halim Alamsyah Deputi Gubernur

i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

ii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Langkah-langkah Penguatan
Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga
(Inflation Targeting Frameworks)
Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation
Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate,
(2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan
moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Strategi Kebijakan Moneter


Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal
(nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking)
dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan
moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan,
baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang
rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK
setiap tahunnya. Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk
periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah
panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank
Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank
Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai
sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB
O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan
seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi
perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG
mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan
prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press
dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan
merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan
tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.

iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

iv
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia

Kata Pengantar

Kinerja perekonomian Indonesia pada triwulan III 2010 menunjukkan penguatan yang terus berlanjut. Penguatan
ekonomi Indonesia kini mulai diikuti oleh investasi yang terus membaik. Hal itu tercermin dari kontribusi investasi
pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada triwulan I dan triwulan II 2010 dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Perkembangan perekonomian domestik yang cukup baik ini memperkuat
optimisme berlanjutnya ekspansi perekonomian hingga akhir 2010.

Selama triwulan III 2010, pertumbuhan ekonomi yang terjadi ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat
dengan didukung oleh membaiknya investasi dan masih tingginya permintaan eksternal. Konsumsi rumah tangga
yang cukup tinggi tersebut didukung oleh daya beli yang terus membaik, suku bunga kredit yang lebih rendah, dan
nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. Investasi swasta kini mulai meningkat, disertai oleh perbaikan dari sisi
kualitas. Pertumbuhan investasi hingga semester I 2010 terutama didukung oleh investasi nonbangunan, khususnya
kelompok mesin yang masuk dalam kategori barang-barang produktif. Hal itu tercermin dari impor mesin untuk
kegiatan produksi yang meningkat cukup tinggi sebagai respons dunia usaha terhadap optimisme prospek kondisi
ekonomi yang membaik. Sementara itu, permintaan eksternal yang masih tinggi, terutama dari China dan India
mendorong peningkatan ekspor. Kinerja ekspor yang membaik tersebut mendorong transaksi berjalan masih mencatat
surplus pada triwulan III 2010. Namun, jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, surplus transaksi berjalan
triwulan III 2010 mengalami penurunan akibat impor yang tumbuh lebih tinggi dari ekspor. Di sisi lain, tingginya
aliran modal masuk menyebabkan rupiah cenderung menguat. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah pada triwulan III
mencapai Rp9.001 per dolar AS, atau menguat 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan II 2010. Selain itu, aliran modal
masuk yang besar juga menyebabkan transaksi modal dan finansial mencatat peningkatan surplus yang cukup
signifikan. Dengan demikian, secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III 2010 masih
mencatat surplus cukup besar sehingga cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi USD86,55 miliar atau setara
dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

Dari sisi harga, inflasi sepanjang triwulan III 2010 menunjukkan peningkatan yang terutama bersumber dari kelompok
volatile food. Tingginya tekanan inflasi dari kelompok volatile food disebabkan oleh gangguan distribusi dan produksi

v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

bahan makanan serta pola musiman hari raya. Inflasi IHK pada September 2010 mencapai 0,44% (mtm) atau sebesar
5,80% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, selama triwulan III 2010 inflasi IHK tercatat sebesar 2,79 (qtq), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 1,41% (qtq). Sementara itu, tekanan inflasi inti sejauh ini relatif masih
rendah didukung oleh nilai tukar yang cenderung terapresiasi. Tekanan inflasi dari administered prices juga relatif
masih rendah karena tidak ada kebijakan strategis Pemerintah di bidang harga pada September 2010.

Kinerja sektor perbankan juga menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal itu tercermin dari berbagai
indikator kinerja yang menunjukkan perbaikan seperti kualitas kredit dan permodalan. Pelaksanaan intermediasi juga
mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit hingga September 2010 mencapai 21,2% (yoy), dan lebih terarah
pada sektor-sektor yang produktif. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2010 pertumbuhan
kredit diperkirakan mencapai 22%-24%. Peningkatan kredit terutama didiorong oleh membaiknya keyakinan pelaku
ekonomi terhadap prospek perkonomian.

Dengan memerhatikan perkembangan yang terjadi hingga triwulan III 2010, Bank Indonesia meyakini perkembangan
ekonomi global dan domestik akan terus membaik. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 diperkirakan dapat
mencapai kisaran 6,0%-6,3%. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2011 diperkirakan mencapai
kisaran 6,0%-6,5%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh konsumsi rumah tangga yang tetap kuat, peningkatan
kinerja sektor eksternal yang sejalan dengan pemulihan ekonomi global yang terus berlangsung, serta peningkatan
investasi seiring dengan menguatnya permintaan domestik dan eksternal. Di sisi harga, Bank Indonesia mencatat
adanya risiko yang dapat mendorong inflasi. Pertama, kecenderungan peningkatan permintaan yang lebih cepat
dari penawaran. Kedua, anomali cuaca yang kemungkinan masih berlanjut dan berpotensi mengganggu kegiatan
produksi serta distribusi bahan kebutuhan pokok. Ketiga, kemungkinan adanya rencana kenaikan administered
prices. Bank Indonesia terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut dan meningkatkan koordinasi kebijakan
bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, serta akan melakukan respons dengan bauran kebijakan
yang diperlukan agar inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011
serta 4,5%±1% pada tahun 2012.

Jakarta, Oktober 2010

Gubernur Bank Indonesia

Dr. Darmin Nasution

vi
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Daftar Isi Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009

Daftar Isi

1. Tinjauan Umum............................................................................. 1

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini....................................... 4

Perkembangan Ekonomi Dunia ....................................................... 4

Pertumbuhan Ekonomi..................................................................... 6

Neraca Pembayaran Indonesia.......................................................... 15

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010 ....... 18

Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 18

Inflasi............................................................................................... 20

Kebijakan Moneter . ........................................................................ 22

4. Perekonomian Indonesia ke Depan............................................. 29

Asumsi dan Skenario yang Digunakan . ........................................... 29

Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 30

Prakiraan Inflasi................................................................................ 37

Faktor Risiko.................................................................................... 38

5. Respon Kebijakan Moneter Triwulan III-2010............................. 40

Tabel Statistik.................................................................................... 42

vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia

Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2009 Daftar Isi

viii
Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum
Akselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berlanjut dan stabilitas makro
tetap terjaga. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh peningkatan
konsumsi dan ekspor serta investasi. Konsumsi meningkat dipicu oleh optimisme keyakinan
konsumen, tersedianya sumber pembiayaan konsumsi dan rendahnya harga impor.
Sementara itu, kegiatan ekspor yang membaik terutama didorong masih kuatnya permintaan
dari China dan India. Peningkatan permintaan domestik dan internasional ini berdampak pada
meningkatnya pertumbuhan investasi. Perekonomian Indonesia di tahun 2010 diperkirakan
tumbuh 6,0%-6,3% dan pada tahun 2011 mencapai kisaran 6,0%-6,5%. Dari sisi harga,
inflasi masih mencatat peningkatan yang cukup tinggi pada triwulan III-2010. Peningkatan
harga yang terjadi terutama masih bersumber dari kelompok volatile food, yaitu aneka
bumbu dan sayuran. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok inti dan administered prices
masih pada tingkat yang rendah. Bank Indonesia terus mencermati potensi tekanan inflasi
tersebut dan meningkatkan koordinasi kebijakan bersama Pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah, serta akan melakukan respon dengan bauran kebijakan yang diperlukan
agar inflasi tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 5%±1% pada tahun 2010

Perekonomian global masih terus menunjukkan pertumbuhan meskipun tidak


merata. Perekonomian negara-negara besar seperti AS, Jepang dan China mengalami
perlambatan. Melambatnya pertumbuhan ekonomi AS terutama disebabkan konsumsi yang
masih tertekan akibat tingginya pengangguran dan credit crunch, sementara perlambatan
ekonomi Jepang disebabkan penguatan yen yang berdampak pada daya saing ekspor. China
yang sebelumnya tumbuh cepat kini harus mengerem pertumbuhan ekonominya untuk
menghindari overheating. Di sisi lain, negara-negara Eropa khususnya Jerman dan Perancis
tumbuh lebih baik dari perkiraan. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh ekspor yang
meningkat serta hasil stress test perbankan Eropa yang lebih baik dari perkiraan sehingga
memicu optimisme pelaku ekonomi. Selain itu, perekonomian negara-negara emerging
market juga tetap tumbuh dengan solid. Industri global yang terus berekspansi dan volume
perdagangan dunia yang terus meningkat membuat perekonomian dunia pada triwulan
III-2010 tetap tumbuh meski lebih moderat dibandingkan dari triwulan II 2010.

Pertumbuhan ekonomi domestik pada triwulan III 2010 diperkirakan lebih baik dari
triwulan sebelumnya. Pada triwulan III 2010, ekonomi domestik diperkirakan tumbuh
6,3%(yoy). Pertumbuhan tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga yang diperkirakan
tetap tumbuh di atas 5%(yoy). Pertumbuhan konsumsi ini dipacu oleh optimisme konsumen
dan meningkatnya pendapatan yang antara lain berasal dari hasil ekspor. Pertumbuhan
ekspor pada triwulan III 2010 diperkirakan mencapai 11,4%. Pertumbuhan ekspor ini dipicu
oleh pertumbuhan ekonomi global yang terus membaik terutama China dan India seiring
dengan semakin tersebarnya negara tujuan ekspor. Investasi diperkirakan tumbuh sebesar
9,9% (yoy) pada triwulan III 2010 sebagai respons atas meningkatnya permintaan serta
membaiknya iklim investasi. Kondisi ini berimplikasi pada impor yang juga meningkat. Secara
sektoral, sektor nontradable tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan sektor tradable.

1
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Perkembangan ekonomi yang membaik tersebut juga tercermin pada perkembangan


ekonomi di daerah yang terus meningkat. Pertumbuhan ekonomi daerah terutama
didorong oleh kinerja ekonomi di wilayah Sumatera dan Indonesia bagian Timur (Sulawesi,
Maluku, Papua – Sulampua) pada subsektor perkebunan dan sektor pertambangan.
Selain itu, kinerja industri pengolahan dan sektor bangunan di wilayah Jawa, Bali, Nusa
Tenggara (Jabalnustra), dan Kalimantan memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi
pertumbuhan ekonomi. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi daerah ditopang oleh
konsumsi dan investasi sejalan dengan masih tingginya optimisme konsumen, peningkatan
kredit konsumsi, serta stabilnya nilai tukar petani. Dari sisi investasi, peningkatan terjadi
pada investasi bangunan maupun nonbangunan. Kegiatan investasi bangunan yang tumbuh
cukup tinggi terjadi di Jakarta dan Jabalnustra. Kegiatan investasi bangunan di Jakarta
terutama pada sektor properti untuk retail dan perkantoran. Dari sisi ekspor, peningkatan
ekspor komoditas manufaktur terutama berasal dari Jabalnustra dan DKI Jakarta. Sementara
peningkatan ekspor komoditas sumber daya alam (SDA) berasal dari wilayah Kalimantan,
Sulampua dan Sumatra, meskipun terdapat gangguan produksi yang disebabkan anomali
cuaca.

Dari sisi harga, inflasi sepanjang triwulan III 2010 menunjukkan peningkatan yang
terutama bersumber dari kelompok volatile foods. Masih tingginya tekanan inflasi
dari kelompok bahan makanan (volatile food) akibat gangguan distribusi dan produksi
yang disebabkan anomali cuaca serta kenaikan tarif dasar listrik untuk rumah tangga.
Sementara itu, tekanan inflasi juga bersumber dari penyesuaian biaya pendidikan sehubungan
dengan datangnya tahun ajaran baru dan adanya peningkatan permintaan terkait hari raya
keagamaan. Namun demikian, tekanan inflasi pada bulan September 2010 mengalami
penurunan yaitu tercatat sebesar 0,44 (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu
0,76% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, selama triwulan III 2010 inflasi IHK tercatat
sebesar 2,79 (qtq) atau mencapai 5,80% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencapai 1,41% (qtq) atau 5,05% (yoy). Sementara itu, dampak kelompok
administered prices terhadap inflasi IHK masih relatif kecil karena tidak adanya kebijakan
strategis pemerintah di bidang harga pada September 2010.

Neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III 2010 diperkirakan akan mencatat
surplus yang lebih tinggi dari yang diperkirakan semula. Hal itu disebabkan oleh
surplus neraca transaksi modal dan finansial (TMF) yang mengalami perbaikan cukup
signifikan. Peningkatan surplus TMF yang cukup signifikan didorong oleh membaiknya
persepsi internasional terhadap perekonomian Indonesia, yaitu perbaikan outlook credit
rating Indonesia, imbal hasil investasi rupiah yang cenderung meningkat, serta kondisi
ekses likuiditas global. Di sisi lain, surplus neraca transaksi berjalan (current account/CA)
diperkirakan akan menurun akibat petumbuhan impor yang tinggi, seiring dengan kegiatan
ekonomi domestik yang terakselerasi. Namun demikian, impor yang terakselerasi tersebut
masih mendukung kegiatan ekonomi domestik, tercermin dari dominannya impor bahan
baku dan barang modal. Dengan perkembangan tersebut cadangan devisa pada akhir
September 2010 mencapai 86,55 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,5 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

2
Tinjauan Umum

Nilai tukar rupiah terus menguat seiring dengan kinerja transaksi berjalan yang
masih mencatat surplus cukup besar dan derasnya arus modal asing yang masuk
serta faktor risiko yang masih terjaga. Penguatan rupiah ini didukung oleh sentimen
global yang positif serta faktor fundamental domestik yang semakin kokoh. Jika dibandingkan
dengan triwulan II 2010, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 1,2% (qtq), mencapai
Rp9.001 per dolar AS. Penguatan rupiah pada triwulan III tersebut diikuti oleh volatilitas
yang turun dari 0,5% pada triwulan II 2010 menjadi 0,2% pada triwulan III 2010. Pada
akhir triwulan III 2010 rupiah ditutup pada level Rp8.924 per dolar AS, atau menguat
1,2% (ptp) dibandingkan dengan triwulan II 2010. Nilai tukar rupiah yang cenderung stabil
dapat mendukung kebutuhan impor bahan baku yang diperlukan untuk kegiatan produksi
domestik, dan di sisi lain penguatan rupiah belum memberikan tekanan yang signifikan bagi
eksportir karena masih kuatnya permintaan internasional.

Pasar keuangan secara keseluruhan pada triwulan III 2010 berada dalam kondisi
yang semakin stabil. Kondisi pasar SUN dan pasar modal terus membaik sebagaimana
tercermin dari IHSG yang meningkat dan yield SUN yang menurun. Membaiknya pasar
modal dan SUN pada triwulan III 2010 ini ditopang oleh prospek perekonomian yang terus
membaik. Di pasar uang antarbank, kondisi likuiditas selama triwulan III 2010 cenderung
meningkat. Transmisi kebijakan moneter sepanjang triwulan III-2010 juga berlangsung
dengan baik sebagaimana tercermin dari suku bunga PUAB O/N yang bergerak di sekitar
BI Rate, pertumbuhan kredit yang meningkat terutama untuk jenis kredit modal kerja dan
IHSG yang mencapai level tertinggi sepanjang sejarah.

Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional semakin kuat. Hal itu tercermin
dari masih tingginya rasio kecukupan modal (CAR) dan terjaganya rasio gross non-performing
loan (NPL) dibawah 5% Selain itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang
antar bank kian membaik dan dana pihak ketiga (DPK) yang terus meningkat. Intermediasi
perbankan juga semakin baik tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir September
2010 mencapai 21,2% (yoy). Pertumbuhan modal kerja selama tahun 2010 telah tumbuh
melampaui jenis kredit konsumsi dan ke depan pertumbuhan kredit tetap diarahkan ke
sektor yang produktif. Dengan perkembangan tersebut dan sesuai dengan rencana bisnis
bank, untuk keseluruhan tahun 2010 pertumbuhan kredit diperkirakan mencapai 22%-
24%. Peningkatan kredit terutama didorong oleh membaiknya keyakinan pelaku ekonomi
terhadap prospek perekonomian.

Berdasarkan asesmen dan prospek ekonomi tersebut, Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia pada 5 Oktober 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada
level 6,5% dengan koridor suku bunga sebesar ±100 bps. Keputusan tersebut juga
mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan pencapaian
sasaran inflasi jangka menengah dan dipandang masih kondusif untuk menjaga
stabilitas keuangan dan mendorong intermediasi perbankan, sehingga sisi supply
dapat merespon akselerasi sisi permintaan secara memadai.

3
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

2. Perkembangan Makroekonomi
Terkini
Berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global turut mendukung kinerja perekonomian
domestik. Selama triwulan III 2010, pemulihan ekonomi yang kuat terjadi di negara
emerging markets sementara pemulihan negara industri maju relatif stabil. Kondisi tersebut
memberikan dampak positif pada perkembangan ekonomi di dalam negeri. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada triwulan III 2010 diprakirakan meningkat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, membaiknya
kinerja investasi, serta masih tingginya permintaan eksternal. Kinerja ekspor diperkirakan
masih akan tumbuh tinggi searah dengan membaiknya perekonomian global dan dukungan
peningkatan kapasitas produksi. Perkembangan permintaan domestik dan eksternal tersebut
menyebabkan masih tingginya impor pada triwulan III 2010. Di sisi penawaran, sektor-
sektor ekonomi yang diprakirakan tumbuh membaik yaitu sektor industri pengolahan,
sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor keuangan dan bangunan, sejalan dengan
membaiknya kondisi ekonomi. Sektor pertambangan diprakirakan tumbuh stabil didukung
oleh stabilnya kinerja lifting minyak mentah. Namun, sektor pertanian diprakirakan akan
tumbuh melambat terkait dengan telah lewatnya puncak siklus panen padi.. Di sisi lain,
sektor listrik, gas, dan air bersih diprakirakan tumbuh stabil mengingat belum terdapatnya
upaya penambahan produksi yang siginifikan di sektor ini.

PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA


Pertumbuhan ekonomi global pada triwulan III 2010 diprakirakan terus berlanjut
meski tidak dalam laju pemulihan yang merata. Dorongan pemulihan yang kuat terjadi
pada negara emerging markets, sementara negara industri maju pulih dengan tingkat yang
lebih moderat. Di satu sisi, perekonomian AS mengalami hambatan yang disebabkan oleh
masih tertekannya sektor konsumsi sebagai akibat lemahnya dukungan sektor keuangan
(akses kredit) dan tingginya angka penggangguran meskipun pasar tenaga kerja secara
bertahap mulai membaik. Pemulihan ekonomi Jepang juga terhambat oleh penguatan mata
uang Yen yang pada akhirnya memengaruhi kinerja ekspor negara tersebut. Di sisi lain,
perekonomian Eropa ditengarai membaik yang ditopang oleh membaiknya kinerja ekspor
negara-negara inti (Jerman dan Perancis) seiring dengan tren pelemahan mata uang Euro. Di
negara berkembang, aktivitas ekonomi terutama di Asia dipengaruhi oleh proses stabilisasi
ekonomi yang berlangsung di China.

Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III 2010 diprakirakan tetap positif namun
lebih lambat dibandingkan dengan prakiraan sebelumnya.1 Indikasi perlambatan
ekonomi AS terlihat dari revisi turun realisasi PDB AS pada triwulan II 2010 menjadi 1,7%
(qtq annl) dari 2,4% (qtq annl). Berdasarkan perkembangan terkini, sektor industri AS
terus menunjukkan perbaikan yang tercermin dari indeks produksi dan utilisasi kapasitas
yang membaik, meski ke depan diperkirakan melemah. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh
1 Perkiraan pertumbuhan triwulan III-10 sebesar 3.4% (yoy) atau 2.3% qtq (CF Agustus), kemudian turun menjadi 3% yoy atau 1.8%
qtq (CF September)

4
Perkembangan Makroekonomi Terkini

indikator penuntun industri seperti Purchasing Manager Index (PMI), survei manufaktur
(Chicago, Philadelphia) serta laporan Beige Book bulan Agustus yang melaporkan penurunan
aktivitas bisnis di 12 distrik. Dari sisi konsumsi, proses pemulihan masih berlanjut dengan
kecepatan yang moderat. Konsumsi rumah tangga secara umum membaik sebagaimana
tercermin dari tren positif penjualan eceran bulan Juli dan Agustus. Namun demikian, laju
pertumbuhan konsumsi yang relatif kecil mengindikasikan bahwa sektor konsumsi masih
tertekan yang disebabkan oleh tersendatnya ekspansi kredit, meningkatnya pesimisme
konsumen terhadap prospek ekonomi ke depan dan tingkat pengangguran yang masih
tinggi (9,6% pada Agustus 2010)2.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa diprakirakan akan tetap positif. Pada


triwulan II 2010 ekonomi Eropa tumbuh sebesar 1,0% (qtq) atau 1,9% (yoy) seiring dengan
tren pelemahan mata uang Euro yang memberikan dampak positif terhadap kinerja ekspor.
Membaiknya perekonomian Eropa terutama ditopang oleh pertumbuhan ekonomi Jerman
dan Perancis, sementara negara-negara peripheral lainnya seperti Yunani, Portugal, dan
Spanyol masih mengalami perlambatan sebagai dampak dari penerapan austerity program.
Kinerja konsumsi Eropa (data bulan Juli) masih tumbuh positif meski dibayangi oleh tingginya
angka pengangguran yang berada di level 10,0%. Di sektor industri, aktivitas manufaktur
mulai melambat sebagaimana terindikasi oleh tren penurunan PMI manufaktur dan indeks
produksi.

Sementara itu, laju pemulihan ekonomi Jepang mengalami perlambatan akibat


menurunnya kinerja ekspor. Penurunan tersebut berdampak pada aktivitas industri
manufaktur Jepang yang merosot sebagaimana terlihat dari PMI manufaktur yang berada di
level 53,6 (Juni 2010) dan 50,1 (Agustus 2010). Konsumsi domestik juga mengalami tekanan
akibat meningkatnya angka pengangguran dan melemahnya keyakinan konsumen.

Di kawasan Asia, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan berlanjut


meskipun dengan laju yang lebih moderat seiring dengan proses stabilisasi
perekonomian China. Kinerja ekspor dan kuatnya permintaan domestik menjadi penopang
utama pertumbuhan ekonomi Asia. Hal tersebut didukung oleh perekonomian China dan
India sebagai motor pertumbuhan ekonomi Asia yang terus melanjutkan tren pertumbuhan
positif meski dengan laju yang lebih moderat. Sementara itu, normalisasi kebijakan yang
dilakukan otoritas moneter di kawasan Asia serta penarikan stimulus fiskal dengan menaikkan
tarif listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) akan memengaruhi konsumsi rumah tangga di
Asia. Berdasarkan Consensus Forecast, perekonomian China dan India pada triwulan III 2010
diprakirakan akan tumbuh masing-masing sebesar 9,3% (yoy) dan 8,0% (yoy).

Kinerja pasar keuangan global kembali bullish setelah sempat tertekan pada Agustus
2010. Membaiknya indikator perekonomian AS dan China pada akhir triwulan III 2010 mampu
meredakan kekhawatiran terhadap laju pemulihan ekonomi global yang sempat melemah
pada bulan Agustus. Sentimen negatif terhadap Eropa terus mereda meski belum cukup
solid. Membaiknya risk appetite investor terhadap aset negara PIIGS antara lain terlihat dari
penyerapan pasar terhadap lelang surat utang yang dilakukan Portugal, Yunani, Spanyol,
dan Irlandia. Mempertimbangkan perkembangan positif tersebut, European Commission
2 Data triwulan II 2010 mencapai 9,9%.

5
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

(13 September) merevisi naik perkiraan pertumbuhan ekonomi Eropa pada tahun 2010
menjadi 1,7% (yoy) dari perkiraan sebelumnya (Mei) sebesar 0,9% (yoy). Meningkatnya
optimisme pasar juga tercermin dari pergerakan bursa saham dan membaiknya persepsi
resiko global.

Laju inflasi dunia selama triwulan III 2010 relatif stabil seiring dengan aktivitas
perekonomian yang masih lemah di negara-negara maju. Berdasarkan data realisasi
inflasi yang dikompositkan, tekanan inflasi global masih relatif tidak berubah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi selama Agustus 2010 masih berada pada
level 2,9% (yoy) sejalan dengan pertumbuhan konsumsi yang masih lemah terutama di
negara-negara maju.

Bank sentral negara maju masih cenderung mempertahankan kebijakan moneter


yang akomodatif, sedangkan bank sentral negara emerging markets sudah mulai
menormalisasi kebijakan moneternya untuk merespons tekanan inflasi yang
meningkat. Selama triwulan III 2010, bank sentral utama seperti the Fed, BoJ, dan ECB
masih mempertahankan kebijakan suku bunga rendah sebagai upaya mendorong pemulihan
ekonomi domestik. The Fed menahan suku bunganya pada kisaran 0 – 0,25% terkait masih
tingginya angka pengangguran dan prospek inflasi yang masih berada pada level rendah.
Seiring meningkatnya tanda-tanda pelemahan ekonomi AS, the Fed berencana kembali
melakukan pembelian Treasury bonds untuk mendorong aktivitas ekonomi. Kebijakan
yang sama juga dilakukan oleh ECB dengan mempertahankan suku bunga pada level 1,0%
untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi penyelesaian krisis fiskal Eropa. Sementara itu,
apresiasi mata uang Yen yang mencapai level tertinggi selama 15 tahun terakhir mendorong
BoJ melakukan intervensi untuk menahan apresisasi lebih lanjut. Hal tersebut bertujuan
untuk melindungi daya saing ekspor serta mendorong pertumbuhan inflasi ke zona positif.
Pemerintah Jepang juga menjajaki rencana tambahan stimulus fiskal sebesar 4,6 triliun yen
(54,6 miliar dolar AS) yang berasal dari penerimaan pajak Pemerintah untuk memacu aktivitas
perekonomian. Kebijakan berbeda dilakukan oleh beberapa bank sentral negara maju yakni
BoC, RBNZ dan Sveriges Riksbank yang mulai menormalisasi kebijakan moneternya dengan
menaikkan suku bunga kebijakan masing-masing sebesar 50bps (Kanada), 25bps (New
Zealand) dan 50bps (Swedia) seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi di negara-negara
tersebut. Di kawasan emerging markets, beberapa bank sentral juga mulai menormalisasi
kebijakan moneternya disertai dengan manajemen likuiditas dan kebijakan makroprudensial
di sistem keuangan. Beberapa bank sentral di Asia yang menaikkan suku bunga di antaranya
Thailand (+50bps), Korea (+25bps), Malaysia (+25bps), India (+125bps – reverse repo) (+75 –
repo rate). Sementara itu, di kawasan Amerika Latin, beberapa bank sentral yang menaikkan
suku bunganya yaitu Brazil (+50bps), Chile (+150bps) dan Peru (+75bps).

PERTUMBUHAN EKONOMI
Permintaan Agregat
Pertumbuhan PDB pada triwulan III 2010 diprakirakan semakin membaik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

6
Perkembangan Makroekonomi Terkini

pada triwulan laporan terutama ditopang oleh meningkatnya konsumsi rumah tangga dengan
didukung oleh membaiknya investasi dan masih tingginya permintaan eksternal (Tabel 2.1).
Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari triwulan II 2010 sejalan dengan
terus membaiknya daya beli masyarakat, masih optimisnya keyakinan konsumen akan kondisi
perekonomian, dan penguatan nilai tukar rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga
barang impor. Di sisi investasi, persepsi pasar yang membaik terhadap kondisi investasi,
penerapan berbagai kebijakan yang mendukung peningkatan kegiatan investasi, akselerasi
proyek infrastruktur, menguatnya nilai tukar rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga
barang impor dan dukungan pembiayaan baik dari perbankan, pasar modal maupun aliran
dana dari luar negeri mendukung akselerasi investasi pada triwulan III 2010. Di sisi eksternal,
searah dengan membaiknya perekonomian global dan dukungan peningkatan kapasitas
produksi, kinerja ekspor diperkirakan masih akan tinggi. Perkembangan permintaan domestik
dan eksternal tersebut menyebabkan masih tingginya impor pada triwulan III 2010.

Tabel 2.1
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Permintaan
2008 2009 2010
Indikator 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II III*
Total Konsumsi 4.9 5.5 5.5 6.3 6.4 5.9 7.3 6.3 5.4 5.9 6.2 2.5 3.1 6.4
Konsumsi Swasta 5.0 5.7 5.5 5.3 4.8 5.3 6.0 4.8 4.7 4.0 4.9 3.9 5.0 5.4
Konsumsi Pemerintah 3.9 3.6 5.3 14.1 16.4 10.4 19.2 17.0 10.3 17.0 15.7 -8.8 -9.0 13.1
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.4 13.9 12.2 12.3 9.4 11.9 3.5 2.4 3.2 4.2 3.3 7.9 8.0 9.9
Ekspor Barang dan Jasa 8.5 13.6 12.4 10.6 2.0 9.5 -18.7 -15.5 -7.8 3.7 -9.7 19.6 14.6 11.4
Impor Barang dan Jasa 9.0 18.0 16.1 11.1 -3.7 10.0 -24.4 -21.0 -14.7 1.6 -15.0 22.6 17.7 15.1
PDB 6.3 6.2 6.3 6.2 5.3 6.0 4.5 4.1 4.2 5.4 4.5 5.7 6.2 6.3

* Angka Proyeksi

Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2010 diprakirakan tumbuh menguat. Hal
tersebut didukung oleh perkembangan indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang
mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih berada dalam fase eskpansif
(Grafik 2.1). Menguatnya konsumsi rumah tangga sejalan dengan meningkatnya daya beli
masyarakat, rendahnya suku bunga kredit, cukup optimisnya keyakinan konsumen akan
kondisi perekonomian dan kuatnya nilai tukar rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga
barang impor. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ditunjang oleh konsumsi nonmakanan
yang meningkat. Hingga pertengahan triwulan III 2010, konsumsi nonmakanan terindikasi
tetap tinggi seperti ditunjukkan oleh penjualan mobil dan motor yang masih mencatat
penjualan di level tinggi. Perkembangan produk elektronik juga menunjukkan arah yang
positif (Grafik 2.2). Sebagaimana siklus tahunan yang selalu terjadi menyambut bulan puasa
dan hari raya, hasil survei Penjualan Eceran untuk komoditas nonotomotif dan nonelektronik
menunjukkan konsumsi masyakarat mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Berdasarkan
hasil sementara survei, indeks penjualan riil pada Agustus 2010 tercatat sebesar 267,5 atau
meningkat 11,0% (mtm), sementara secara tahunan indeks mengalami peningkatan sebesar
36,9%. Searah dengan itu, impor barang konsumsi juga meningkat pada triwulan III 2010.

7
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Perkembangan subsektor perdagangan, hotel dan restoran yang terus


���
��������������������������������������������������������� meningkat sejak awal tahun juga mendukung tendensi konsumsi
�����
�������������������������������
��� �����
rumah tangga yang meningkat di triwulan III 2010.
������������������������������
��� �����
Berlanjutnya akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah
��� �����

���
tangga pada triwulan III 2010 didukung oleh sisi pembiayaan.
����

��� ����
Pembiayaan konsumsi rumah tangga yang terus meningkat terutama
�� ���� tercermin dari tingginya pertumbuhan pembiayaan konsumen yang
����������
�� ���� bersumber dari multifinance serta penyaluran kredit konsumsi oleh
����������������������������������� ���������������
��
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� �
����
perbankan yang masih memadai hingga pertengahan triwulan
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� III 2010. Indikasi positif masih kuatnya daya beli masyarakat juga
ditunjukkan oleh naiknya nilai tukar petani dan stabilnya upah buruh
Grafik 2.1
tani hingga akhir triwulan laporan sejalan dengan kenaikan harga
Indikator Penuntun Konsumsi Rumah Tangga
komoditas tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Sementara
itu memasuki triwulan III 2010, transaksi kartu kredit dan kartu debit
mulai mengindikasikan perbaikan pertumbuhan dengan masing-
�����
masing tumbuh sebesar 14% (yoy) dan 21% (yoy).
��
�� ��������� ���������� ��
��
Peningkatan pertumbuhan investasi diprakirakan akan
terus berlanjut ke triwulan III 2010. Peningkatan pertumbuhan
��
investasi tersebut terindikasi dari indikator penuntun investasi yang
��
masih menunjukkan fase ekspansi (Grafik 2.3), masih tingginya
� pertumbuhan impor barang modal, meningkatnya pertumbuhan

���
PMA dan PMDN, dan cukup besarnya rencana relokasi investor
asing serta rencana penambahan kapasitas produksi. Faktor yang
���
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � mendukung diantaranya peningkatan penggunaan kredit investasi
���� ���� ����
dan leasing, cukup besarnya rencana penerbitan saham dan obligasi
Grafik 2.2
korporasi untuk kegiatan investasi, meningkatnya pertumbuhan
Pertumbuhan Penjualan Barang Elektronik
FDI dan penarikan utang luar negeri swasta. Persepsi pasar yang
membaik terhadap kondisi investasi, menguatnya nilai tukar
rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga barang impor,
��������������������������������������������������������� dan penerapan berbagai kebijakan juga mendukung peningkatan
���
�������������������������������
kegiatan investasi. Selain itu, inventori diperkirakan masih akan
��� ������������������������������
memberikan kontribusi positif.
���

��� Peningkatan kinerja investasi juga dibarengi oleh perbaikan


���
kualitas investasi. Hal itu tercermin dari investasi selama semester
���
I 2010 yang ditujukan pada barang-barang yang lebih produktif,
��
���������� terutama mesin-mesin. Realisasi investasi memperlihatkan
��
�������������������������������������������� ��������
����������������������������� pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang terus
��
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ���� ����
meningkat, yaitu dari sebesar 3,3% pada tahun 2009 menjadi rata-
rata 7,9% selama semester I 2010. Peningkatan investasi terutama
Grafik 2.3
terjadi pada investasi mesin yang terus membaik sejak triwulan
Indikator Penuntun Investasi
IV 2009 (Grafik 2.4). Peningkatan tersebut diperkirakan masih
akan berlanjut ke triwulan III 2010 sebagaimana tercermin dari

8
Perkembangan Makroekonomi Terkini

����� �����
perkembangan berbagai indikator dini yang dipantau. Impor mesin
������ �� sampai dengan Juli 2010 menunjukkan peningkatan terutama impor
��
mesin untuk telekomunikasi, transportasi maupun untuk kegiatan
������
��
produksi. Peningkatan impor mesin untuk kegiatan produksi
��
�����
bahkan telah melebihi peningkatan impor untuk telekomunikasi.
��
����
Sementara itu, pertumbuhan investasi bangunan cenderung stabil

(Grafik 2.5) dan investasi alat angkut mengalami perlambatan

������
��
pada triwulan II 2010. Data konsumsi semen pada Juli-Agustus
������� ���
2010 menunjukkan pertumbuhan yang masih tinggi, begitu pula
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
impor bahan bangunan terus meningkat memasuki triwulan III
��������� ����������������������������
2010. Realisasi investasi baru dan investasi perusahaan yang sudah
����������������������������������� �������������������������������������
������������� �������������
mendapat ijin usaha (PMA dan PMDN) juga terus meningkat (Grafik
Grafik 2.4
2.6). Sampai dengan triwulan II 2010, realisasi PMA telah mencapai
PMTB - Mesin
60% dari target, sementara realisasi PMDN telah mencapai 52,6%
dari target. BKPM memperkirakan target PMA dan PMDN sela ma
tahun 2010 masing-masing sebesar Rp118,4 triliun dan Rp41,6
������� �������
������ �� triliun dapat tercapai dengan mempertimbangkan realisasi di
����� semester I tersebut.
��
�����
Pertumbuhan ekspor pada triwulan III 2010 diperkirakan
����� ��
masih akan cukup tinggi. Faktor yang mendukung masih tingginya
�����
� ekspor diantaranya yaitu stabilnya produksi minyak, masih cukup


baiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang, kepercayaan
������
konsumen serta bisnis di lingkungan global, meningkatnya harga
������
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��
��
komoditas ekspor, dan adanya penambahan kapasitas produksi.
���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
���������� ������������� ����� �������������� Pertumbuhan ekspor riil pada Juli 2010 mencapai 30,7% (yoy),

Grafik 2.5
meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan Juni sebesar

Pertumbuhan Investasi Bangunan dan NonBangunan


28,2% (yoy) namun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan
triwulan II 2010 sebesar 31,2% (yoy) (Grafik 2.7). Perlambatan
tersebut akibat melambatnya ekspor pertambangan, terutama
�������� �������� komoditas tembaga dan nikel yang dibarengi dengan menurunnya
�� �����
ekspor pertanian seperti kayu dan udang. Sementara itu, ekspor
��
�����
��
non-SDA meningkat dibandingkan dengan triwulan II 2010
�� ����� khususnya pada komoditas minyak kelapa sawit, produk plastik,
��
����� mesin dan mekanik. Prakiraan tingginya pertumbuhan ekspor juga
��

����� didorong oleh masih berlangsungnya proses pemulihan ekonomi
��� ��� global. Kondisi tersebut tercermin dari volume perdagangan dunia
���
���
������ yang masih meningkat, kenaikan harga ekspor pertambangan, dan
���
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � ��
������ indeks produksi di beberapa negara tujuan ekspor utama yang
���� ���� ���� ���� mengalami perbaikan, seperti di India dan China. Di sisi migas,
���� ��� ������������������ ����������
membaiknya perkembangan lifting minyak yang diperkirakan terus
Grafik 2.6 berlanjut pada triwulan III 2010 akan memengaruhi perkembangan
Realisasi PMA dan PMDN (BKPM) ekspor migas selama triwulan.

9
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Kinerja impor pada triwulan III 2010 diperkirakan akan mencatat


����� �����
�� ��� pertumbuhan yang cukup tinggi. Faktor yang mendukung kondisi
�� �� tersebut yaitu masih kuatnya permintaan domestik dan eksternal serta
�� �� penguatan nilai tukar rupiah yang mendorong relatif rendahnya harga
�� ��
barang impor. Masih tingginya impor sejalan dengan pergerakan
indikator penuntun impor yang mengindikasikan pertumbuhan impor
� ��
masih berada pada fase ekspansi (Grafik 2.8). Kondisi tersebut juga
��� �
didukung oleh perkembangan PPN Impor pada Agustus 2010 yang
��� ���
kembali menunjukkan peningkatan. Namun secara riil, pertumbuhan
��� ���
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � impor bulan Juli 2010 melambat mencapai 24,9% (yoy), dibandingkan
���� ���� ����
dengan pertumbuhan bulan Juni sebesar 33,5% (yoy) dan triwulan
����� ��������������� �����������������

Grafik 2.7
II 2010 sebesar 48,9% (yoy). Seluruh komponen impor, baik migas

Total Ekspor, Ekspor Migas dan Non Migas (nilai riil)


maupun non migas, juga mengalami perlambatan.. Di sisi migas,
perlambatan impor disebabkan oleh kecenderungan melambatnya
konsumsi minyak serta harga impor migas.
��������������������������������������������������������
��� �����
�������������� ��������������
��� �����

��� ����� Operasi Keuangan Pemerintah


��� ����� Peningkatan pendapatan dan perlambatan belanja Pemerintah
��� �����
��� �����
berdampak pada besarnya surplus APBN selama delapan bulan
�� ���� pertama di tahun 2010. Sampai dengan Agustus 2010, penerimaan
�����������������������������������������������������
��
�������������������������������������������������
����
negara telah mencapai 60,8% dari target APBNP, atau lebih tinggi
�� ������������������������������������������������ ����
������������������������������������������������
�������������������������
�������
����
dari tahun 2009 sebesar 57,2%. Sementara itu, penyerapan belanja
��
���������
�� ���� negara baru mencapai 49,4% dari target APBNP, atau lebih rendah
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ���� ����
dari tahun sebelumnya sebesar 51,9% dari target APBNP. Dengan
perkembangan tersebut, realisasi APBN masih mencatat surplus
Grafik 2.8
sebesar Rp46,6 triliun atau 0,7% dari PDB. Realisasi APBN yang
Indikator Penuntun Impor
surplus tersebut terjadi meskipun di triwulan III (data Juli dan Agustus
2010) mulai mengalami defisit sebesar Rp1,3 triliun.

Peningkatan kinerja pendapatan negara ditopang oleh kinerja Penerimaan Negara


Bukan Pajak (PNBP). Hal tersebut terjadi pada seluruh komponen PNBP yang mencatat
perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan tahun 2009 yang
baru terealisasi 50,7% dari target APBNP, kinerja PNBP membaik secara signifikan dengan
mencatat pencapaian sebesar 62,5% dari target APBNP selama periode Januari-Agustus 2010.
Kenaikan PNBP terbesar terjadi pada penerimaan SDA migas sejalan dengan harga komoditas
minyak yang lebih tinggi. Penerimaan lain yang turut meningkat signifikan terjadi pada PNBP
Lainnya terkait oleh beberapa faktor seperti: (i) penetapan beberapa peraturan baru tentang
jenis dan tarif PNBP di beberapa Kementerian/Lembaga (K/L); (ii) optimalisasi dan perbaikan
administrasi PNBP K/L; dan (iii) peningkatan penerimaan dari pendapatan jasa.

Kinerja yang relatif membaik juga terjadi pada sebagian besar komponen perpajakan.
Realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Agustus 2010 tercatat mencapai 60,3%
dari target APBNP, atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai
59,4%. Hal ini khususnya didorong oleh perbaikan kondisi perekonomian internasional dan

10
Perkembangan Makroekonomi Terkini

domestik sebagaimana terlihat pada penerimaan PPh Nonmigas, PPN dan pajak perdagangan
internasional yang meningkat. Sementara itu, pelaksanaan kebijakan kenaikan tarif cukai
tembakau rata-rata 21,7% yang mulai berlaku sejak awal tahun 20103 juga mampu
meningkatkan penerimaan cukai.

Masih rendahnya belanja negara terutama bersumber dari Pemerintah Pusat. Kondisi
tersebut tercermin dari realisasi belanja Pemerintah pusat sampai dengan Agustus 2010 yang
baru mencapai 44,6% dari target APBNP, atau lebih rendah dari periode yang sama tahun
2009 yang mencapai 48,1%. Rendahnya belanja Pemerintah pusat tersebut dikarenakan
belanja K/L yang masih belum tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Dari lima komponen
belanja K/L, hanya realisasi Bantuan Sosial yang mencatat perbaikan dibandingkan dengan
periode tahun lalu. Sementara itu, penyerapan Belanja Modal dan Belanja Lain justru di
bawah pola historisnya sejak tahun 2007. Sebaliknya, belanja Subsidi mengalami kenaikan
signifikan terutama akibat volume konsumsi BBM bersubsidi yang meningkat.

Di sisi pembiayaan, realisasi penerbitan SBN berjalan cukup baik. Penerbitan SBN
secara gross hingga September 2010 telah mencapai Rp144,9 triliun (81,4% dari target
APBNP), atau lebih tinggi dari pencapaian tahun lalu yang mencapai Rp127 triliun (87,7%
dari target APBNP). Relatif tingginya penerbitan SBN tersebut sejalan dengan tingginya
minat investor terhadap SBN. Minat investor yang tinggi tersebut khususnya terjadi pada
kelompok investor asing.

Penawaran Agregat

Kinerja sektor usaha pada triwulan III 2010 masih ditopang oleh pertumbuhan yang
tinggi di sektor nontradable, meskipun sektor tradable, khususnya pertumbuhan
industri pengolahan, sudah mulai mengalami peningkatan. Pada sektor tradable,
sektor industri pengolahan diprakirakan tumbuh sedikit membaik (Tabel 2.2). Hal tersebut
didukung oleh perkembangan indeks dan utilisasi kapasitas produksi Survei Produksi – BI
yang sampai dengan awal triwulan III 2010 menunjukkan perkembangan yang meningkat.
Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh stabil yang terindikasi dari indikator lifting
minyak mentah yang cenderung stabil. Di sisi lain, sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh
melambat seiring dengan melambatnya pertumbuhan sektor tanaman bahan pangan karena
telah berlalunya puncak siklus panen padi, melambatnya produktivitas, menurunnya luas
lahan pertanian, dan adanya fenomena la nina. Pada sektor nontradable, sektor perdagangan,
hotel, dan restoran diprakirakan tumbuh sedikit membaik. Hal tersebut dikonfirmasi oleh
beberapa indikator yang membaik seperti komposit indikator dini sektor perdagangan,
PPN impor, tingkat hunian hotel, serta jumlah wisatawan mancanegara. Kinerja sektor
pengangkutan dan komunikasi juga diprakirakan tumbuh membaik. Hal ini terindikasi dari
membaiknya beberapa indikator yaitu jumlah penumpang dan angkutan barang, impor alat
transportasi serta pertumbuhan subsektor komunikasi yang masih tinggi. Sektor bangunan
diprakirakan tumbuh membaik yang tercermin dari masih tingginya penjualan semen, impor
bahan bangunan, serta kredit properti. Di sektor keuangan, pemberian kredit yang meningkat
oleh bank dan lembaga keuangan nonbank berpotensi untuk mendorong sektor ini tumbuh
3 Diatur melalui PMK No.181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau

11
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

% Y-o-Y, Tahun Dasar 2000


Tabel 2.2
Pertumbuhan Ekonomi - Sisi Penawaran

2008 2009 2010


Indikator 2007 2008 2009
I II III IV I II III IV I II III*
Pertanian 3.4 6.4 4.8 3.2 5.1 4.8 5.9 2.9 3.3 4.6 4.1 3.0 3.1 2.8
Pertambangan dan Penggalian 2.0 -1.6 -0.4 2.3 2.4 0.7 2.6 3.4 6.2 5.2 4.4 3.1 3.8 3.7
Industri Pengolahan 4.7 4.3 4.2 4.3 1.8 3.7 1.5 1.5 1.3 4.2 2.1 3.7 4.3 4.4
Listrik, Gas, dan Air Bersih 10.3 12.3 11.8 10.4 9.3 10.9 11.2 15.3 14.5 14.0 13.8 8.2 4.8 4.8
Bangunan 8.6 8.2 8.3 7.8 5.9 7.5 6.2 6.1 7.7 8.0 7.1 7.1 7.2 7.8
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 8.4 6.7 7.7 7.6 5.5 6.9 0.6 0.0 -0.2 4.2 1.1 9.4 9.6 9.8
Pengangkutan dan Komunikasi 14.0 18.1 16.6 15.6 16.1 16.6 16.8 17.0 16.4 12.2 15.5 11.9 12.9 13.7
Keuangan, Persewaan, dan Jasa 8.0 8.3 8.7 8.6 7.4 8.2 6.3 5.3 4.9 3.8 5.0 4.6 5.3 6.2
Jasa-Jasa 6.6 5.5 6.5 7.0 5.9 6.2 6.7 7.2 6.0 5.7 6.4 5.3 4.6 5.5
PDB 6.3 6.2 6.3 6.2 5.3 6.0 4.5 4.1 4.2 5.4 4.5 5.7 6.2 6.3

* Angka Proyeksi

membaik. Sementara, stabilnya konsumsi listrik dan distribusi gas mendorong kinerja sektor
listrik, gas, dan air bersih tumbuh stabil.

Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2010 diprakirakan akan tumbuh sedikit
membaik terkait masih tingginya permintaan baik yang berasal dari domestik
maupun eksternal. Hal tersebut didukung oleh indikator penuntun sektor industri
pengolahan yang sampai dengan satu triwulan ke depan masih menunjukkan perkembangan
yang baik. Indeks dan utilisasi kapasitas produksi Survei Produksi-BI sampai dengan awal
triwulan III 2010 menunjukkan perkembangan yang meningkat. Di sisi penggunaan input
produksi, pertumbuhan konsumsi listrik industri mulai menunjukkan sedikit peningkatan per
akhir triwulan II 2010. Indikasi membaiknya pertumbuhan sektor industri juga ditopang oleh
masih tingginya impor mesin dan peralatan hingga Agustus 2010, terkait dengan investasi
di sektor ini. Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh perkembangan PMTB mesin dalam negeri
dan luar negeri yang tumbuh meningkat pada triwulan II 2010 yaitu masing-masing sebesar
5,4% (yoy) dan 16,4% (yoy). Berdasarkan Survei Tendensi Bisnis BPS, pelaku usaha di sektor
industri memiliki tingkat optimisme lebih tinggi pada triwulan III 2010 yaitu mencapai 106,7,
membaik dibandingkan dengan triwulan II 2010 yang sebesar 102,3. Jika dilihat berdasarkan
variabel pembentuknya, peningkatan kondisi bisnis pada triwulan III 2010 terjadi karena
perkiraan meningkatnya order dalam negeri, order luar negeri, harga jual, dan order barang
input. Dari sisi pembiayaan, kredit perbankan yang disalurkan pada sektor industri pengolahan
tumbuh meningkat hingga Juli 2010.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan III 2010 diprakirakan
tumbuh membaik. Membaiknya kinerja sektor industri pengolahan berkontribusi terhadap
meningkatnya jumlah barang yang diperdagangkan. Selain itu, faktor hari raya keagamaan
juga diprakirakan dapat menjadi pendorong bagi pertumbuhan sektor perdagangan. Hal
tersebut terindikasi dari meningkatnya indeks penjualan eceran pada Agustus 2010. Selain
itu, aktivitas ekonomi yang meningkat dan relatif masih tingginya impor menjadi faktor
pendorong membaiknya kinerja sektor perdagangan pada triwulan III 2010. Perkembangan
PPN impor hingga Agustus 2010 tercatat masih tumbuh tinggi yaitu sebesar 30,9% (yoy).

12
Perkembangan Makroekonomi Terkini

Kinerja impor diperkirakan masih akan tetap tinggi terkait dengan penjualan mobil yang
masih tinggi. Pertumbuhan subsektor perdagangan yang membaik juga diikuti oleh subsektor
hotel dan restoran yang masih tumbuh tinggi hingga pertengahan triwulan III 2010.
Indikator tingkat hunian hotel dan kunjungan wisatawan mancanegara sampai dengan Juli
2010 menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan sektor perdagangan juga didukung oleh
perkembangan di sisi pembiayaan dari perbankan yang mengalami peningkatan hingga
awal triwulan III 2010.

Sektor pertanian pada triwulan III 2010 diprakirakan akan tumbuh melambat.
Melambatnya pertumbuhan sektor ini dipengaruhi oleh melambatnya subsektor tanaman
bahan makanan (tabama) seiring dengan telah berlalunya masa puncak siklus panen padi.
Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II BPS 2010, pertumbuhan produksi padi secara
keseluruhan akan mengalami perlambatan. Perlambatan tersebut terkait penurunan luas
panen dan melambatnya pertumbuhan produktivitas. Curah hujan hingga September
cenderung terus meningkat yang dipengaruhi oleh fenomena La Nina. Hal ini pada dasarnya
berdampak positif karena dapat menambah luas lahan yang dapat ditanami. Namun, tingginya
curah hujan juga memiliki implikasi negatif yaitu terhadap tanaman yang sensitif terhadap
curah hujan tinggi seperti cabai, kakao, tembakau, serta dapat meningkatkan populasi
hama wereng serta risiko banjir. Sementara itu, subsektor perkebunan, subsektor perikanan
dan subsektor kehutanan masih menunjukkan indikasi positif sehingga dapat menahan
perlambatan di sektor pertanian lebih lanjut. Ekspor subsektor perkebunan dan perikanan
masih tumbuh tinggi sampai dengan awal triwulan III 2010. Dari sisi pembiayaan, kredit yang
disalurkan kepada sektor pertanian hingga Juli 2010 menunjukkan peningkatan.

Sektor pertambangan diprakirakan akan tumbuh stabil pada triwulan III 2010
terutama didukung oleh stabilnya kinerja lifting minyak mentah hingga Agustus
2010. Produksi subsektor nonmigas hingga Juli 2010 juga menunjukkan arah yang relatif
stabil. Indikasi positif juga terlihat pada ekspor komoditas nonmigas, seperti aluminium dan
bijih besi, yang menunjukkan perkembangan membaik hingga Juli 2010. Perkembangan
kinerja sektor pertambangan searah dengan dukungan perkembangan kredit perbankan
kepada sektor pertambangan yang masih tumbuh tinggi hingga awal triwulan III 2010.

Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan laporan diprakirakan


akan tumbuh membaik. Di subsektor komunikasi, faktor hari raya keagamaan diprakirakan
dapat menjadi faktor pendorong meningkatnya subsektor telekomunikasi. Berdasarkan data
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), trafik telekomunikasi pada Lebaran tahun
2010 meningkat 35% dibandingkan dengan hari biasa. Pertumbuhan jumlah pelanggan dan
frekuensi penggunaan telekomunikasi cenderung meningkat pada triwulan III 2010 setelah
tren perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya. Hal ini didorong oleh perkembangan
pertumbuhan yang tinggi pada internet dan komunikasi data serta berada di atas tingkat
pertumbuhan seluler. Perkembangan indikator subsektor pengangkutan juga menunjukkan
arah yang membaik. Sampai dengan Juli 2010, jumlah penumpang angkutan udara terus
tumbuh tinggi. Demikian pula dengan angkutan argo kereta api yang hingga Juli 2010
mengalami pertumbuhan yang meningkat. Arus mudik Lebaran diperkirakan memberikan
dampak positif bagi peningkatan arus penumpang dan barang. Meningkatnya pertumbuhan

13
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

subsektor pengangkutan tampaknya direspons oleh pertumbuhan impor alat angkut hingga
Agustus 2010, sehingga dapat mengantisipasi pemenuhan peningkatan jumlah penumpang
dan barang. Namun sebaliknya, pertumbuhan kredit perbankan yang disalurkan ke sektor
ini memperlihatkan perlambatan hingga awal triwulan III 2010.

Pada triwulan III 2010 sektor bangunan diprakirakan akan tumbuh membaik. Kinerja
sektor bangunan yang membaik terindikasi dari indeks produksi bahan bangunan dalam
negeri yaitu indeks produksi semen dan indeks produksi logam dasar yang menunjukkan
peningkatan. Penjualan alat berat untuk keperluan konstruksi hingga semester I 2010
juga menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun sebelumnya. Realisasi proyek Pemerintah yang mulai berjalan pada triwulan III dan
IV 2010 serta indikasi menguatnya investasi pada paruh kedua tahun 2010 menjadi salah
satu pendorong membaiknya kinerja sektor bangunan. Indikator sektor bangunan yaitu
konsumsi semen dan impor bahan bangunan juga masih tumbuh tinggi hingga Agustus
2010. Di sisi pembiayaan, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan kepada sektor
bangunan hingga awal triwulan III 2010 menunjukkan peningkatan.

Perekonomian Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah mengkonfirmasi perkembangan ekonomi nasional yang


meningkat. Wilayah Sumatera dan Sulawesi, Maluku dan Papua (Sulampua) diprakirakan
terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, bersumber dari membaiknya kinerja perkebunan
dan pertambangan terutama dipengaruhi oleh peningkatan harga. Sementara itu, ekonomi
Jakarta, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnustra), serta Kalimantan diperkirakan masih
dapat tumbuh cukup tinggi terutama dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja sektor industri
pengolahan dan sektor bangunan.

Dari sisi permintaan, membaiknya kinerja perekonomian daerah secara umum


didukung oleh meningkatnya kinerja konsumsi dan investasi. Perkembangan konsumsi
rumah tangga di daerah diprakirakan tetap kuat sejalan dengan
membaiknya daya beli dan terjaganya optimisme masyarakat.
���
Indikator daya beli petani (indeks nilai tukar petani/NTP) di daerah
���
���
menunjukkan perkembangan yang meningkat terutama di provinsi
��� Jawa Tengah dan Banten yang masih mengalami peningkatan luas
���
panen (Grafik 2.9). Sementara itu, konsumsi Pemda mengalami
���
���
peningkatan didukung oleh realisasi belanja APBD yang mengalami
�� percepatan dan relatif meningkat dibandingkan dengan periode
�� tahun 2009. Membaiknya realisasi APBD terutama terjadi di wilayah
��
Jabalnustra dan Jakarta yang rata-rata telah terealisasi di atas
��
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
���� ����
50%. Konsumsi yang masih kuat di daerah juga didukung oleh
�������� ����������� ������������� pembiayaan konsumsi dari perbankan yang masih tumbuh di atas
Grafik 2.9 17%. Sementara itu, indeks keyakinan konsumen September 2010
Nilai Tukar Petani Regional juga mengindikasikan perbaikan kepercayaan konsumen di seluruh
wilayah. Investasi di berbagai daerah diprakirakan mengalami

14
Perkembangan Makroekonomi Terkini

peningkatan terutama di Jakarta dan Jabalnustra (bangunan dan


�� nonbangunan), sementara peningkatan investasi di Sumatera
cenderung bersifat bangunan. Indikasi membaiknya investasi terlihat
��
dari perkembangan indikator dini investasi seperti konsumsi semen
�� (Grafik 2.10), hasil survei residensial Bank Indonesia, dan impor barang
modal yang menunjukkan perbaikan di seluruh wilayah.
��

Dari sisi penawaran, sektor industri pengolahan di Jabalnustra



diprakirakan tumbuh meningkat didorong oleh kuatnya
����
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���� permintaan domestik dan eksternal. Meningkatnya sektor industri
���� ���� ����
�������� ����������� ������� ������������� �������� pengolahan disertai dengan kredit ke sektor industri yang cenderung
����
meningkat di hampir seluruh wilayah. Adapun kinerja sektor
Grafik 2.10
pertanian di berbagai daerah diperkirakan melambat. Perlambatan
Pertumbuhan Konsumsi Semen Wilayah
tersebut diakibatkan menurunnya produktivitas tabama akibat
meningkatnya serangan hama di berbagai sentra produksi di Jawa
Barat, Jawa Timur, dan Bali. Selain dipengaruhi oleh berakhirnya
��
masa panen, hasil produksi tidak optimal karena faktor tingginya
��
curah hujan.
��

�� Laju inflasi IHK di seluruh wilayah mengalami peningkatan. Gangguan


�� pasokan bahan makanan dan kenaikan ongkos kirim barang menjadi
� sumber penyebab inflasi di berbagai daerah sepanjang triwulan
� III 2010, termasuk Jakarta (Grafik 2.11). Secara umum kenaikan
�� inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juli akibat berkurangnya pasokan
���
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
dari sentra produksi. Terbatasnya hasil produksi bumbu-bumbuan
���� ���� ����
dan sayuran mendorong berbagai daerah di luar Jawa (terutama
���� ��������� �������������
Sumatera) melakukan pembelian langsung ke sentra produksi di Jawa
Grafik 2.11
sehingga pasokan sentra ke Jakarta menjadi semakin terbatas. Inflasi
Perkembangan Inflasi Jakarta
administered price di daerah bersumber dari kenaikan TDL dan biaya
STNK. Selain itu, naiknya tarif pengiriman barang di pelabuhan laut
(Tanjung Perak) yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2010 menjadi salah satu faktor penting
yg mendorong kenaikan inflasi di Balnustra dan Kali-Sulampua.

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI)


Positifnya kondisi eksternal Indonesia menopang solidnya kinerja neraca pembayaran
Indonesia selama triwulan III 2010. NPI pada triwulan III 2010 diprakirakan mencatat
surplus ditopang oleh lebih tingginya surplus pada neraca transaksi modal dan finansial.
Perbaikan pada neraca transaksi modal dan finansial (TMF) terutama terjadi pada komponen
investasi portofolio (PI) dan investasi langsung (DI). Membaiknya persepsi internasional
terhadap ekonomi Indonesia, imbal hasil investasi rupiah yang cenderung meningkat, serta
kondisi ekses likuiditas global menopang derasnya aliran dana asing yang masuk dalam
bentuk investasi portofolio. Persepsi positif terhadap ekonomi domestik turut memicu
aliran dana pada kelompok investasi langsung yang lebih besar. Di sisi lain, kinerja transaksi
berjalan (TB) pada triwulan III 2010 diprakirakan akan mencatat surplus yang lebih rendah

15
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

seiring dengan tingginya impor dan membesarnya defisit neraca pendapatan. Impor yang
tinggi sejalan dengan kegiatan ekonomi yang semakin terakselerasi pada triwulan laporan.
Sementara itu, kinerja ekspor masih cukup baik ditopang oleh harga komoditas yang masih
berada dalam tren meningkat. Ancaman terhadap kinerja ekspor masih minimal terkait
melambatnya fase pemulihan ekonomi di negara maju. Dengan perkembangan tersebut,
kinerja NPI pada triwulan III 2010 diprakirakan akan mencatat surplus.

Transaksi Berjalan
Kinerja transaksi berjalan diprakirakan akan mencatat surplus meski lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekspor mulai diimbangi oleh
tingginya impor terutama berasal dari sektor nonmigas. Selain itu, surplus transaksi berjalan
yang lebih rendah juga disumbang oleh defisit neraca pendapatan yang lebih besar.

Kinerja ekspor pada triwulan III 2010 diprakirakan masih akan mencatat
pertumbuhan yang tinggi ditopang oleh solidnya ekspor nonmigas dan ekspor
minyak. Perkembangan selama Januari-Juli 2010 menunjukkan ekspor non migas berada
dalam tren yang meningkat. Ekspor ke negara maju seperti Eropa dan Jepang sedikit stagnan,
namun kinerja ekspor ke AS di akhir periode mulai menunjukkan peningkatan kembali.
Sementara ekspor ke negara emerging markets seperti China dan India masih bertahan cukup
tinggi. Membaiknya kinerja ekspor triwulan III 2010 juga didukung oleh harga komoditas yang
masih menunjukkan peningkatan. Perkembangan harga komoditas ekspor Indonesia (IHKEI)
yang mulai meningkat pada September diperkirakan masih dapat menopang kinerja ekspor.
Harga komoditas nonmigas menunjukkan peningkatan baik secara bulanan (2,1%, mtm)
maupun secara tahunan (19,3%, yoy). Peningkatan harga terjadi hampir di semua sektor.
Sejalan dengan terakselerasinya kegiatan ekonomi domestik dan di tengah pergerakan kurs
rupiah yang cukup stabil dan cenderung menguat, impor tumbuh cukup tinggi pada triwulan
III. Selama periode Januari – Juli 2010, impor berada dalam tren meningkat, terutama untuk
impor bahan baku dan barang konsumsi. Meski demikian, tingginya impor hingga saat ini
diyakini masih mendukung kegiatan domestik. Meningkatnya impor bahan baku sejalan
dengan respons sektor industri terhadap meningkatnya permintaan domestik dan ekspor.
Sementara itu, pada komponen transaksi berjalan lainnya, perubahan terjadi pada neraca
pendapatan yang mencatat defisit yang lebih besar. Membesarnya defisit terutama akibat
meningkatnya pembayaran dividen dan bunga atas penempatan investasi di Indonesia. Hal
tersebut sejalan dengan perkiraan derasnya aliran modal pada neraca modal dan finansial
terutama pada kelompok investasi portofolio.

Neraca Modal dan Finansial


Transaksi modal dan finansial diprakirakan akan mencatat surplus yang lebih tinggi
dari triwulan sebelumnya. Prakiraan surplus tersebut ditopang oleh persepsi internasional
yang positif terhadap ekonomi domestik di tengah kondisi ekses likuiditas global. Membaiknya
prospek ekonomi telah mendorong inflow FDI ke Indonesia pada triwulan laporan. Hal
tersebut terutama disebabkan oleh aliran dalam bentuk penanaman modal ekuitas dan

16
Perkembangan Makroekonomi Terkini

reinvested earnings oleh parent company meningkat, terutama di sektor non migas. Persepsi
positif terhadap ekonomi domestik menjadikan risk appetite investor global tetap kuat untuk
menanamkan modalnya di Indonesia. Selisih imbal hasil yang terus melebar semakin memberi
insentif masuknya aliran dana asing oleh investor.

Cadangan Devisa
Dengan perkembangan pada transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial tersebut di
atas, posisi cadangan devisa sampai dengan akhir triwulan III 2010 mencapai 86,6
miliar dolar AS atau setara dengan 6,5 bulan impor dan pembayaran Utang Luar Negeri
Pemerintah.

17
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

3. Perkembangan dan Kebijakan


Moneter Triwulan III-2010

Kinerja perekonomian domestik semakin baik di tengah kondisi pemulihan ekonomi


global yang diwarnai perlambatan beberapa negara maju. Kondusifnya perkembangan
perekonomian domestik tersebut memberikan dukungan bagi penguatan nilai tukar, selain
membaiknya indikator risiko dan masih menariknya imbal hasil dalam rupiah. Nilai tukar
rupiah bergerak menguat selama triwulan III 2010. Data realisasi pertumbuhan PDB yang
cukup tinggi, dan kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang baik, mempengaruhi
pergerakan nilai tukar rupiah sehingga secara rata-rata terapresiasi sebesar 1,2% ke level
Rp8.998 per dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah tersebut juga diiringi oleh tingkat volatilitas
yang menurun dari triwulan sebelumnya. Di sisi harga, tekanan inflasi pada triwulan
III 2010 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi IHK pada triwulan III 2010 mencapai 5,80% (yoy) atau lebih tinggi
dari triwulan I 2010 yang sebesar 5,05% (yoy). Peningkatan tersebut terutama disebabkan
oleh meningkatnya tekanan inflasi dari faktor non-fundamental khususnya inflasi volatile
food dan administered prices. Sementara itu, tekanan inflasi dari faktor fundamental yang
terlihat pada inflasi inti meskipun masih minimal namun sudah menunjukkan peningkatan
seiring dengan menguatnya permintaan.

Di sisi lain, transmisi kebijakan moneter melalui berbagai jalur masih terus
berlangsung. Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga masih berlangsung baik.
Suku bunga jangka pendek, sebagaimana tercermin pada suku bunga PUAB menunjukkan
perkembangan yang kondusif ditunjukkan oleh suku bunga O/N selama triwulan III 2010
yang bergerak stabil di sekitar BI rate. Selain itu, penurunan suku bunga deposito dan kredit
juga masih terus berlangsung. Di jalur kredit, transmisi kebijakan moneter terus mengalami
perbaikan pada triwulan III 2010. Pertumbuhan kredit sampai dengan Agustus 2010
meningkat menjadi 19,3% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian triwulan sebelumnya yang
sebesar 18,0% (yoy). Sementara itu, transmisi kebijakan moneter
������ di pasar modal, pasar SUN, dan pasar reksadana juga positif. Di
�����

�����
����������� pasar saham, IHSG terus meningkat dan mencapai level tertinggi
�����
�����
�����������������
sepanjang sejarah, yaitu 3.501. Di pasar SUN, yield SUN menunjukkan
��������������������
�����
�����
�����
penurunan di hampir seluruh tenor. Sementara itu, pasar reksadana
����� juga menunjukan perkembangan yang baik searah dengan kinerja
����
����� underlying asset-nya.
����
���� ���� ����
�����
���� ���� �����
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
NILAI TUKAR RUPIAH
���� ���� ����
Nilai tukar rupiah bergerak menguat sepanjang triwulan III
Grafik 3.1 2010. Selama triwulan III 2010, rata-rata nilai tukar rupiah terapresiasi
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah sebesar 1,2% ke level Rp8.998 per dolar AS (Grafik 3.1). Pada akhir
triwulan III 2010, rupiah ditutup pada level Rp8.925 per dolar AS,

18
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010

menguat 1,5% (ptp) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.



�����
������
��
Selain menguat, volatilitas rupiah di triwulan II 2010 menurun
����������� ����������������� ���������������������
����� � menjadi 0,2% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
����� �
0,5% (Grafik 3.2).

�����

�����
� Pada triwulan III 2010, proses pemulihan ekonomi global diwarnai

����� oleh kekhawatiran perlambatan di beberapa negara utama, seperti

����

AS dan Jepang. Ekonomi AS dan Jepang diindikasi tumbuh lebih
����
� rendah dari prakiraan semula, sedangkan ekonomi Eropa diperkirakan
���� �
dapat tumbuh lebih baik dari prakiraan sebelumnya. Pertumbuhan
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ekonomi negara-negara Asia juga sedikit melambat, meskipun
���� ���� ���� ���� ���� ����
masih berada pada level yang tinggi. Di sisi lain, ekses likuiditas
Grafik 3.2
global masih terus berlanjut seiring dengan masih diterapkannya
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
kebijakan moneter yang akomodatif di negara-negara maju untuk
mendukung proses pemulihan ekonomi. Sementara itu, negara
berkembang melanjutkan langkah normalisasi kebijakan sebagai

� ���
respons terhadap tekanan inflasi yang meningkat. Berbagai kondisi
����������� �����������
eksternal tersebut menghasilkan tren apresiasi yang berlanjut bagi
��� ���
mata uang di regional Asia, termasuk Indonesia.
������������������
��� ������������ ���
�������������
Di sisi domestik, faktor fundamental ekonomi yang tetap solid
��� ��� menjadi salah satu faktor penopang kinerja rupiah. PDB Indonesia
pada triwulan II 2010 yang tumbuh mencapai 6,2% (yoy)
��� ���
menunjukkan resiliensi ekonomi yang membaik. Selain itu, kinerja
��� ��� Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang diprakirakan tetap mencatat
��� ���
surplus mampu menjaga ekspektasi positif investor global terhadap
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ perekonomian domestik.
������������������

Grafik 3.3 Kepercayaan investor asing terus meningkat seiring dengan


Indikator Persepsi Risiko membaiknya persepsi terhadap risiko domestik serta
ekspektasi akan tercapainya peringkat ‘investment grade‘
yang semakin kuat. Indikator Credit Default Swap (CDS) Indonesia

�� tetap stabil berada pada level rendah sejalan dengan penurunan yang
�������� ��������
�������� ���������
dialami indikator risiko lainnya yaitu yield spread antara Government
��
Bond Indonesia dan US T Note (Grafik 3.3). Sementara itu, premi
swap (salah satu indikator ekspektasi arah pergerakan rupiah) tetap
��
bergerak stabil untuk semua tenor (Grafik 3.4).

� Daya tarik investasi dalam rupiah tetap positif. Indikator


imbal hasil rupiah yang ditunjukkan oleh selisih suku bunga dalam
� negeri dan luar negeri (UIP – Uncovered Interest Parity) berada
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� pada level 6,22%, masih merupakan yang tertinggi dibandingkan
������������������������
negara kawasan Asia lainnya (Grafik 3.5). Jika memperhitungkan
Grafik 3.4
membaiknya premi risiko maka daya tarik investasi dalam rupiah
Premi Swap Berbagai Tenor
semakin besar, hal tersebut ditunjukkan oleh indikator CIP (Covered

19
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Interest Parity) yang berada dalam tren meningkat selama tahun



���� 2010. Pada akhir September 2010, indikator CIP berada pada level
��� 4,44%, tetap merupakan yang tertinggi dibandingkan Korea, Filipina
��� ��������� dan Malaysia (Grafik 3.6).
��� ���������

��� �����
INFLASI
��� ��������
Selama triwulan III 2010, tekanan inflasi menunjukkan
����
peningkatan yang cukup signifikan. Secara triwulanan, inflasi
����
��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ IHK pada triwulan III 2010 tercatat sebesar 2,79% (qtq) meningkat
���� ���� ���� ���� ���� ����
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 1,41% (qtq).
Grafik 3.5 Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2010 terutama berasal
Perbandingan UIP Beberapa Negara dari faktor nonfundamental, yakni kelompok volatile food dan
administered price. Di sisi lain, tekanan dari faktor fundamental
terindikasi mulai meningkat sebagaimana tercermin pada ekspektasi

inflasi masyarakat yang mulai meningkat. Namun secara bulanan
���
���
dan tahunan, tekanan inflasi September 2010 sedikit menurun dari
����
��� bulan sebelumnya, yaitu sebesar 0,44% (mtm) atau 5,80% (yoy) dari
��� ����
sebelumnya 0,76% (mtm) atau 6,44% (yoy) (Grafik 3.7).
���
����
��� Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluarannya, tekanan
����
���
inflasi pada triwulan III 2010 terutama berasal dari kelompok
����
����
��������� ��������� bahan makanan. Peningkatan inflasi kelompok ini bersumber dari
�������� �����
���� gangguan cuaca pada awal triwulan III 2010 yang menyebabkan
����
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� produksi dan distribusi beberapa komoditas bahan pangan,
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ���� khususnya aneka bumbu dan sayur, terganggu (Grafik 3.8).
Grafik 3.6
Perbandingan CIP Beberapa Negara
Disagregasi Inflasi
Inflasi inti mulai menunjukkan peningkatan pada triwulan
III 2010. Peningkatan inflasi kelompok inti dipengaruhi oleh
������
berbagai faktor, salah satunya ialah sebagai dampak tingginya
��
��� inflasi kelompok volatile food yang berperan sebagai bahan input
����������������

��
������������� pada komoditas makanan olahan. Faktor lain ialah kenaikan
������������������
biaya pendidikan, dan tarif angkutan udara, yang terjadi sejalan
�� ����� dengan pola musimannya yaitu dimulainya tahun ajaran baru, serta
���� perayaan hari raya Idul Fitri. Selain itu, kenaikan harga emas dunia
� ����
����
pada akhir periode laporan turut memberi tekanan kenaikan harga
�� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � emas perhiasan domestik. Tidak hanya komoditas emas, harga
���� ���� ���� ���� komoditas pangan global yang meningkat tinggi juga menjadi faktor
��
pendorong meningkatnya beberapa harga komoditas inti terkait,
Grafik 3.7
seperti terigu. Namun, terus berlangsungnya penguatan nilai tukar
Perkembangan Inflasi
rupiah selama periode laporan mampu meredam peningkatan inflasi
inti lebih lanjut (Grafik 3.9 dan 3.10). Berbagai perkembangan

20
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010

tersebut menyebabkan inflasi inti pada triwulan III 2010, baik secara

����
triwulanan maupun tahunan, mencatat peningkatan yaitu sebesar
������������ ���� ���������������

�������������
1,60% (qtq) dan 4,02% (yoy) dari 0,68% (qtq) dan 3,97% (yoy)
����
���������� ����
pada triwulan sebelumnya.
����
��������� ����

�������
���� Perkembangan ekspektasi mulai menunjukkan peningkatan.
����

���������
���� Peningkatan ekspektasi inflasi terutama terjadi pada ekspektasi
����

������������ ���� inflasi jangka pendek. Hal tersebut sejalan dengan hasil survei
��������� ����

����� ���� Consensus Forecast (CF) pada bulan September 2010 yang
�������

���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
menunjukkan terjadinya peningkatan ekspektasi inflasi untuk tahun
2010 dan 2011 (Grafik 3.11). Survei lainnya yaitu Survei Konsumen
Grafik 3.8 juga menunjukkan ekspektasi konsumen yang meningkat (Grafik
Inflasi per Kelompok 3.12).

Di sisi kesenjangan output, secara umum peningkatan


permintaan masih dapat direspons oleh sisi penawaran. Hal
tersebut menyebabkan tekanan dari sisi kesenjangan output pada

��
� ������ inflasi relatif minimal. Peningkatan permintaan terindikasi dari indeks
��� penjualan ritel yang berada dalam tren meningkat sebagaimana
��
�������������������������� ��� terlihat dari hasil Survei Penjualan Eceran (SPE) yang menunjukkan
��
��� pertumbuhan yang tetap positif sejak triwulan III 2009 hingga periode
����������������������������������
��
��� laporan (Grafik 3.13). Sementara itu, indikator sisi penawaran yang

���
terlihat dari indeks produksi sektor pengolahan masih menunjukkan
� ����
peningkatan. Kondisi itu sejalan dengan kapasitas produksi terpakai
������������������������������� di sektor industri pengolahan yang juga berada pada tren yang
�� ����
� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � �� � �� �
���� ���� ���� ���� ���� ����
meningkat (Grafik 3.14).

Grafik 3.9 Pada awal triwulan III 2010, kelompok volatile food menjadi
Inflasi Mitra Dagang dan Nilai Tukar sumber tekanan kenaikan harga. Kondisi anomali cuaca yang
berdampak pada penurunan produksi dan distribusi beragam
komoditas pangan, terutama komoditas aneka bumbu dan sayur,
memberikan tekanan kenaikan harga yang signifikan. Selain itu,
��
������ ������
��
perayaan hari raya keagamaan, di tengah kondisi pasokan yang
����������������������� terbatas tersebut, turut mengakselerasi kenaikan harga. Namun,
�� �� seiring dengan berlangsungnya panen pada komoditas aneka
������������
bumbu pada akhir periode laporan, inflasi volatile food berangsur
�� ��
menunjukkan penurunan. Dengan perkembangan itu, secara
� ��
triwulanan dan tahunan, inflasi kelompok volatile food tercatat
��������������������� meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni
� � menjadi 6,22% (qtq) dan 12,41% (yoy) dari 4,64% (qtq) dan
� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � �
11,51% (yoy).
�� ���
���� ���� ���� ���� ���� ����
Harga beras masih menjadi penyumbang utama inflasi volatile
Grafik 3.10
food sepanjang triwulan III 2010 terkait kendala pada sisi
Inflasi Core Tradable, inflasi inti dan IHPB Impor
produksi serta adanya aksi pedagang yang meningkatkan marjin

21
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

di tengah kenaikan harga komoditas pangan lainnya. Kenaikan


������
� harga beras antara lain didorong oleh kenaikan ongkos produksi
��������������������������
�������������������������� (biaya pengeringan) yang terkendala akibat intensitas curah hujan

yang tinggi. Selain itu, komoditas aneka daging juga memberi

tekanan inflasi yang cukup tinggi akibat terbatasnya pasokan, di
��� ���

��� ��� ���
��� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
���� tengah meningkatnya permintaan terkait bulan Ramadhan dan
��� ����
���� ���� ����
���� ���� hari raya Idul Fitri. Namun, koreksi harga pada komoditas aneka
���� ����
� ���� ����
���� ���� ���� bumbu utama pada akhir periode laporan mampu membantu
� mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikan harga beras dan
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � �
���� ����
pangan lainnya yang terjadi sepanjang periode laporan. Di tengah
���������������������������
permintaan yang meningkat seiring datangnya hari raya Idul Fitri,
Grafik 3.11 berlangsungnya panen dan tambahan pasokan dari impor pada
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast beragam komoditas aneka bumbu (cabe merah, bawang merah
dan bawang putih) mendorong turunnya tekanan inflasi volatile
food.

���
������ �
��
Di kelompok administered prices, inflasi mencatat kenaikan
��� signifikan sepanjang triwulan III 2010. Beberapa kebijakan
��� �� penyesuaian harga yang dilakukan oleh Pemerintah, yaitu
��� penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) per 1 Juli dan kenaikan biaya
��� �� jasa pengurusan STNK berdampak cukup tinggi pada inflasi
��� kelompok administered prices. Sementara itu, komoditas bahan
��� �
bakar rumah tangga (minyak tanah dan elpiji) hanya memberikan
������������������������������������������
���
������������������������������������������ sumbangan minimal pada inflasi triwulan III terkait tidak adanya
��������������������������������
��� �
� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � �
���� ���� ���� ���� ���� ����
masalah kelangkaan selama program konversi berlangsung. Dengan
perkembangan tersebut, inflasi administered prices pada triwulan III
Grafik 3.12.
tercatat sebesar 3,54% (qtq), meningkat tajam dibandingkan dengan
Ekspektasi Inflasi Konsumen (SK-BI)
triwulan sebelumnya 0,57% (qtq).

KEBIJAKAN MONETER
��
����������������������������������� Suku Bunga
�����������������������������������
��
Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga PUAB
��
O/N pada triwulan III 2010 berlangsung baik. Sepanjang
��
triwulan III 2010, suku bunga PUAB O/N bergerak stabil di sekitar
� BI Rate dengan rata-rata harian mencapai 6,17%, relatif stabil
�� dari triwulan sebelumnya sebesar 6,14% (Grafik 3.15). Khusus
��� pada bulan Agustus 2010, suku bunga PUAB O/N cenderung
��� bergerak naik sejalan dengan meningkatnya kebutuhan likuiditas
�� �� ��� ���������� �� ��� ���������� �� ��� ���������� �� ��� ���������� �� ��� ��������� �� � ���
���� ���� ���� ���� ���� ���� perbankan menjelang hari raya Idul Fitri. Sementara itu, persepsi
counterparty risk PUAB O/N selama triwulan III 2010 relatif terjaga
Grafik 3.13
sebagaimana terindikasi dari rata-rata spread suku bunga tertinggi
Pertumbuhan Penjualan Riil
dan terendah yang sebesar 33 bps, relatif stabil dibandingkan

22
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010


dengan triwulan sebelumnya sebesar 27 bps. Selama tahun 2010,
���
�����������������������������������������������
��� persepsi counterparty risk PUAB O/N relatif stabil (27bps).
����������������������������������������������� ���

��
Sementara itu, pergerakan rata-rata suku bunga PUAB tenor yang
���
lebih panjang pada triwulan III 2010 relatif stabil. Rata-rata suku
���
���� bunga PUAB tenor yang lebih panjang bergerak pada kisaran 2-5
��
��
bps dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Khusus untuk suku
��
��
bunga PUAB tenor 27-30 hari dan di atas 30 hari, pergerakannya
��
relatif lebih volatile dibandingkan dengan tenor lainnya terkait
��
��
� � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � tipisnya frekuensi transaksi. Dengan perkembangan tersebut,
���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
maka struktur suku bunga yang terbentuk di akhir triwulan III-2010
Grafik 3.14 cenderung membaik.1 Namun demikian, perbedaan suku bunga
Indeks dan Kapasitas Produksi Terpakai Industri Pengolahan masih curam untuk tenor di atas 27 hari terkait dengan minimnya
(SP-BI) transaksi di tenor tersebut (Grafik 3.16).

Transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga



perbankan terus berlanjut. Selama triwulan III 2010 (data per
��� Agustus 2010) rata-rata suku bunga deposito 1 bulan menurun
��� sebesar 4 bps, lebih besar dibandingkan dengan triwulan
��� sebelumnya yang justru meningkat sebesar 2 bps. Namun demikian,
������� ����������������� �������� ��������
��� untuk seluruh tenornya, rata-rata suku bunga deposito pada
��� triwulan III 2010 justru mengalami peningkatan sebesar 4 bps. Hal
� �������������
tersebut didorong oleh peningkatan suku bunga deposito tenor 24
��� bulan yang mencerminkan strategi perbankan untuk pendanaan
��� jangka panjang. Sementara itu, suku bunga deposito tenor 1,3 dan
����������
�����������
�����������

����������
����������
�����������
�����������

�����������
�����������
����������
�����������
�����������
����������
�����������
�����������
����������
�����������
�����������
����������
�����������
�����������
����������

����������
�����������
�����������
�����������
�����������

6 bulan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Grafik 3.15 Dengan perkembangan tersebut, secara level rata-rata suku

Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter bunga deposito masih relatif tinggi yaitu sebesar 7,38%, namun
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yakni sebesar 7,52%. Di sisi lain, rata-rata suku bunga kredit
selama triwulan III 2010 menurun sebesar 15 bps, lebih terbatas

���
���� dibandingkan dengan penurunan pada triwulan sebelumnya
������

���
������ yakni sebesar 27 bps. Penurunan suku bunga kredit terutama
������
������ terjadi pada suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi
���
(KK). Suku bunga KI dan KK di triwulan III 2010 masing-masing
����
��� menurun sebesar 30 bps dan 16 bps menjadi 12,40% dan 14,83%.

���
Sebaliknya, suku bunga KMK meningkat sebesar 2 bps menjadi
����
13,19% (Grafik 3.17 dan Tabel 3.1).
����
���
����
����
Jika dilihat berdasarkan kelompok banknya, penurunan suku bunga
���
��� �������� ������ ��������� ���������� ��������� deposito 1 bulan terutama dilakukan oleh kelompok bank swasta
Grafik 3.16 yakni sebesar 8 bps. Sementara itu, penurunan suku bunga kredit
Suku Bunga PUAB Berbagai Tenor terbesar dilakukan oleh kelompok bank persero yang tercatat
menurunkan sebesar 26 bps.
1 Tenor yang semakin panjang diikuti dengan suku bunga yang lebih tinggi

23
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 3.1
Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Triwulan III-2009 Triwulan IV-2009 Triwulan I-2010 Triwulan II-2010 Triwulan III-2010
Suku Bunga (%)
Juli Agt Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept
BI Rate 6.75 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50
Penjaminan Deposito 7.25 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00 7.00
Dep 1 bulan (Weighted Average) 8.31 7.94 7.43 7.38 7.16 6.87 7.09 6.93 6.77 6.89 6.76 6.79 6.79 6.75 n.a
Base Lending Rate 13.20 13.00 13.07 12.96 12.94 12.83 12.65 12.66 12.58 12.62 12.58 12.50 12.39 12.38 n.a
Kredit Modal Kerja (KMK) 14.45 14.30 14.17 14.09 13.96 13.69 13.75 13.68 13.54 13.42 13.26 13.17 13.21 13.19 n.a
Kredit Investasi (KI) 13.58 13.48 13.2 13.12 13.03 12.96 13.24 13.21 12.72 12.62 12.59 12.70 12.60 12.40 n.a
Kredit Konsumsi (KK) 16.66 16.62 16.67 16.53 16.47 16.42 16.32 16.36 15.42 15.34 12.23 14.99 14.92 14.83 n.a

Dana, Kredit, dan Uang Beredar



Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan III 2010
��
mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan
������� ���������������� �����������������
��
���������������� ��������������� sebelumnya. Pertumbuhan DPK pada triwulan III 2010 (data
�� �����
per Agustus 2010) tercatat sebesar 13,3% (yoy) lebih rendah
�� �����
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 14,9% (yoy) (Grafik
��
���� 3.18). Dengan perkembangan tersebut, posisi DPK menurun sebesar
��
Rp3,3 triliun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya menjadi

Rp2.092,8 triliun. Menurunnya DPK perbankan ini diantaranya

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan uang kartal masyarakat
���� ���� ����
terkait dengan persiapan perayaan Iedul fitri.
Grafik 3.17 Berdasarkan komponennya, pertumbuhan DPK yang melambat
Perkembangan Suku Bunga Perbankan disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan giro. Kondisi tersebut
terkait dengan lebih lambatnya belanja Pemerintah dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Pada akhir triwulan III 2010 (data per
Agustus 2010), pertumbuhan giro menurun menjadi 6,3% (yoy)

� �
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 16,8% (yoy).
�� ��
Sementara itu, pertumbuhan komponen lainnya yakni tabungan
��

������ ��� ������� dan deposito cenderung meningkat masing-masing menjadi 22,0%,
��

��
dan 11,9% (yoy) dari triwulan sebelumnya masing-masing 18,6%

��
���� dan 11,7% (yoy).

��
Transmisi kebijakan melalui jalur kredit pada triwulan III
�� ���� �
2010 terus meningkat. Pada triwulan III (data per Agustus 2010),
� �


pertumbuhan kredit (dengan channeling) mencapai 19,3% (yoy),

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
lebih tinggi dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya
���� ���� ����
sebesar 18,0% (yoy) (Grafik 3.18). Dengan perkembangan tersebut,
Grafik 3.18 pertambahan kredit sejak awal tahun hingga pertengahan triwulan
Pertumbuhan Dana, Kredit dan BI Rate III 2010 (Agustus 2010) mencapai Rp199,8 triliun (13,6%, ytd).
Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan

24
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010

kredit pada periode yang sama pada tahun 2009 (3,2%, ytd)
������������������������ namun masih lebih rendah dibandingkan dengan pola pertambahan
��
��� �� ��
kredit tahun 2008 (19,2%, ytd) yang cenderung ekspansif. Indikasi
��
sementara data bulan September, pertumbuhan kredit akan terus
��
meningkat mencapai 21,3% (yoy).
��
Berdasarkan jenis penggunaannya, kontribusi kredit modal

�������������������������������������� kerja (KMK) terus meningkat. Sampai dengan Agustus 2010,
��� �� ��

����� ���� ���� ����
pertumbuhan KMK mulai menjadi penyokong utama meningkatnya
����������
��
���� ���� ����
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � �
pertumbuhan kredit. KMK yang tumbuh mencapai 20,1% (yoy)
���� ���� ����
meningkat signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya
Grafik 3.19 yang hanya sebesar 12,7% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan
Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Penggunaan kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) mengalami penurunan
masing-masing menjadi sebesar 16,2% (yoy) dan 22,7% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 25,2% (yoy) dan 25,0% (yoy)
(Grafik 3.19). Meningkatnya kontribusi KMK sekaligus memberikan
gambaran akan membaiknya kualitas kredit, setelah 14 bulan
����� �
��
sebelumnya (sejak Juni 2009), pertumbuhan kredit selalu dimotori
��
�� oleh KK.
��
�����
����
�� Berdasarkan sektoral, pertumbuhan kredit masih ditopang
����
�� oleh sektor lainnya. Pertumbuhan kredit sektor lainnya pada
�� triwulan III 2010 (data per Agustus 2010) mencapai 34,2% (yoy).
����
� Namun demikian, sektor strategis lainnya khususnya jasa sosial,
� perdagangan, industri pengolahan dan pertanian menunjukkan

� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � �
perkembangan yang semakin akseleratif selama triwulan laporan.
���� ���� ���� ���� ���� ����
Sementara itu, berdasarkan valutanya, kredit valas pada triwulan
Grafik 3.20 III 2010 (data per Agustus 2010) meningkat menjadi 9,3% (yoy)
Pertumbuhan Uang Beredar dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 5,0% (yoy). Dengan
menggunakan kurs tetap (Rp9000,-), pertumbuhan kredit valas
mencapai 20,5% (yoy), meningkat dari triwulan sebelumnya
17,6% (yoy). Akselerasi kredit valas diindikasi terkait dengan masih tingginya aktivitas
impor khususnya untuk barang modal. Sementara itu, pertumbuhan kredit rupiah sedikit
meningkat mencapai 22,1% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar
21,5% (yoy).

Pertumbuhan base money relatif stabil di tengah meningkatnya aktivitas


ekonomi. Pada triwulan III 2010, rata-rata bulanan pertumbuhan base money relatif stabil
sebesar 12,3% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 13,5% (yoy). Kondisi
tersebut terjadi di tengah meningkatnya aktivitas ekonomi sebagaimana tercermin pada
meningkatnya rata-rata bulanan pertumbuhan uang kartal pada triwulan III 2010 sebesar
14,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 10,5% (yoy).

Di sisi lain, likuiditas perekonomian M1 dan M2 mengalami peningkatan. Pada triwulan


III-2010 (s.d Agustus 2010), rata-rata pertumbuhan likuiditas perekonomian khususnya M1

25
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

meningkat menjadi 13,6% (yoy), dibandingkan dengan triwulan


������� �����
sebelumnya sebesar 11,1% (yoy). Sementara itu, sejalan dengan M1,
������������������������������������
���������� rata-rata pertumbuhan M2 selama triwulan III 2010 juga meningkat
�������
�����
menjadi 14,9% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 13,1% (yoy)
������� �����
(Grafik 3.20). Pertumbuhan M1 yang membaik terlihat sejalan dengan
pertumbuhan PDB sehingga dapat menjadi indikasi awal perbaikan
������� �����
kondisi ekonomi.
������ �����
Tren perbaikan M1 terutama didukung oleh bertambahnya
� ����� kartal. Pada triwulan III 2010 (data per Agustus 2010), level M1
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
���� ���� ���� ���� ���� meningkat sebesar Rp10,0 triliun dibandingkan dengan triwulan

Grafik 3.21 sebelumnya, menjadi Rp564,5 triliun. Hal tersebut terutama akibat

IHSG dan Aktivitas Asing dari meningkatnya permintaan uang kartal masyarakat terkait pola
musiman lebaran serta menurunnya posisi giro terkait dengan lebih
lambatnya belanja Pemerintah dibandingkan tahun sebelumnya.
Sejalan dengan itu, maka diperkirakan pertumbuhan ekonomi juga
���������
������������������������
��������� akan bergerak ke arah yang positif. Sementara itu, perbaikan M2
����������������� ���������
��������� sejalan dengan perkembangan M1 dan uang kuasi. Di akhir triwulan
���������

���������
��������� III-2010 (data per Agustus 2010), posisi M2 meningkat sebesar Rp21,0
��������� triliun menjadi Rp2.274 triliun. Dari sisi komponen, pertumbuhan M2
��������� ���������

���������
terutama didukung oleh perkembangan deposito dan tabungan (uang
���������
��������� kuasi) di tengah pertumbuhan M1 yang juga meningkat.
���������
�������
�������

� �
� ��
����
��� �� � ��
����
��� �� � ��
����
���
Pasar Keuangan
Pasar saham selama triwulan III 2010 menunjukkan
Grafik 3.22 perkembangan yang positif. IHSG mengalami peningkatan yang
Nilai dan Volume Perdagangan IHSG signifikan terutama sejak pemulihan perekonomian global pada akhir
2008. IHSG tercatat meningkat 38% bila dibandingkan dengan awal
2010. Kenaikan indeks yang cukup tinggi tersebut membawa IHSG
mencapai level tertinggi sepanjang sejarah yaitu sebesar 3.501,3 pada
��
������� ������������������� akhir periode laporan (Grafik 3.21). Perkembangan IHSG tersebut
��

��
sejalan dengan perkembangan saham di bursa global yang hampir
�� seluruhnya juga mengalami peningkatan. Hal itu menunjukkan bahwa
�� telah terjadi perbaikan persepsi yang cukup signifikan bagi investor

terhadap proses pemulihan perekonomian dunia pasca terjadinya

krisis keuangan global di tahun 2008.


�� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ���
Kenaikan IHSG yang cukup pesat tersebut lebih disebabkan oleh
���� ���� ���� ���� ���� ����
derasnya aliran masuk modal asing. Pada triwulan III 2010 investor
asing mencatat transaksi net beli rata-rata sebesar Rp 225 miliar per
Grafik 3.23 hari atau meningkat cukup signifikan bila dibandingkan dengan
Yield SUN, dan BI Rate triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp 60 miliar per hari.
Derasnya capital inflow tersebut mengindikasikan bahwa investor

26
Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan III-2010

asing masih menaruh kepercayaan yang cukup tinggi terhadap


���� ��� prospek perekonomian Indonesia ke depan
��������������� ���
����
���������������������
��� Kenaikan indeks terjadi secara merata pada seluruh sektor,
��� ���
terutama sektor industri dasar, aneka industri dan barang
���
���
��� konsumsi. Kenaikan harga saham pada sektor-sektor tersebut
��� ��� mencerminkan masih tingginya kepercayaan investor terhadap
��� ���
perkembangan prospek usaha ke depan di tengah membaiknya
���
���
��� kondisi fundamental makroekonomi. Sektor industri dasar erat
��� ��� kaitannya dengan bahan input produksi seperti semen, logam dasar,
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� dan kimia. Sedangkan sektor konsumsi terdiri dari sektor makanan

Grafik 3.24 dan minuman serta farmasi.

Yield SUN dan CDS Kenaikan IHSG juga diikuti oleh peningkatan perdagangan saham
secara signifikan khususnya volume perdagangan. Likuiditas pasar
saham mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan IHSG. Nilai
perdagangan harian selama triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp 2,3
���
triliun atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan
���
sebelumnya sebesar Rp 2,8 triliun. Sementara itu, volume perdagangan
���
harian saham selama periode laporan mencapai 4,6 miliar saham atau
���

���
relatif stabil dari triwulan sebelumnya (Grafik 3.22).
���
Pasar SBN juga menunjukkan kinerja yang semakin membaik
���
�������������� didorong oleh prospek ekonomi dan persepsi risiko eksternal
���
���������������� yang masih positif. Rata-rata yield SUN seluruh tenor mengalami
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� penurunan, dengan penurunan terbesar terjadi pada yield di atas
�������
10 tahun yaitu berada di atas 100 bps (Grafik 3.23). Dari sisi makro
Grafik 3.25 ekonomi, faktor dibalik penguatan kinerja SBN tersebut adalah
Yield SUN dan EMBIG nilai tukar yang relatif stabil serta prospek pertumbuhan ekonomi
yang positif. Di sisi eksternal, perbaikan kinerja SBN terkait dengan
semakin menurunnya persepsi risiko yang diindikasikan dari tren
penurunan CDS Indonesia dan yield Indo Global Bond (Grafik 3.24
���������� �
�� �� dan 3.25). Di samping itu, kinerja SBN juga ditopang oleh relatif
����������������������������������������
������������������� terbatasnya risiko fiskal serta kesinambungan fiskal yang masih

terjaga.
��

Seperti halnya pasar saham, peningkatan arus modal masuk
� di pasar SBN selama triwulan III 2010 semakin mendorong
��
membaiknya kinerja SBN. Perkembangan pasar SBN relatif sama

dengan pasar saham dimana terjadi penurunan rata-rata yield yang

� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
� signifikan sejak awal tahun 2009. Hal tersebut disebabkan derasnya
���� ���� ����
capital inflow yang diindikasikan dari peningkatan posisi investor
Grafik 3.26 asing pada SBN. Dalam perkembangannya, penurunan yield SBN juga
Yield SBN dan Vol Perdagangan Harian diikuti oleh membaiknya transaksi perdagangan di pasar sekunder
(Grafik 3.26).

27
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana meningkat, khususnya


��� ��� didorong oleh reksadana pendapatan tetap. NAB reksadana
��������������������������
���������� pendapatan tetap mengalami pertumbuhan sebesar 7,5%
��� ���������������
��� dibandingkan dengan periode sebelumnya. Sementara itu, kenaikan
��� IHSG yang cukup tinggi selama triwulan III 2010 belum tercermin
���
sepenuhnya dalam kinerja NAB reksadana saham. Hal lain yang
���
perlu dicermati yakni kenaikan NAB reksadana lebih didukung
��
�� oleh peningkatan unit penyertaan, bukan kenaikan nilai aset

� �
secara keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa penempatan
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � �
���� ���� ���� ����
unit penyertaan reksadana belum berjalan secara optimal. (Grafik
3.27).
Grafik 3.27
Indeks Reksadana Campuran, Pendapatan Tetap dan Saham

28
Perekonomian Indonesia ke Depan

4. Perekonomian Indonesia ke Depan


Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 diprakirakan tumbuh
sebesar 6,0%-6,3%, lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Prospek yang membaik
tersebut didukung oleh kinerja domestik dan eksternal yang kuat, serta ditopang oleh
kondisi stabilitas makroekonomi yang terus menunjukkan perbaikan. Dari sisi domestik,
kuatnya kepercayaan konsumen dan optimisme terhadap kondisi perekonomian ke depan
mendorong kinerja konsumsi rumah tangga untuk tumbuh tinggi. Sementara itu, iklim
investasi diprakirakan terus menunjukkan perbaikan seiring dengan respon dunia usaha
untuk meningkatkan kapasitas produksi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor diprakirakan
tetap kuat seiring dengan proses pemulihan ekonomi global yang terus menunjukkan
perkembangan membaik. Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia
diprakirakan tumbuh 6,0%-6,5% seiring dengan berlanjutnya akselerasi permintaan
domestik dan tingginya kinerja ekspor. Peningkatan konsumsi rumah tangga diprakirakan
terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Kondisi domestik yang membaik tersebut akan
diperkuat dengan pertumbuhan investasi yang diprakirakan juga mengalami akselerasi.
Akselerasi investasi diprakirakan terjadi seiring dengan perbaikan ranking Indonesia di tingkat
global sebagai salah satu negara tujuan utama untuk penanaman modal. Berbagai kondisi
positif tersebut menjadi fondasi yang kokoh bagi kondisi makroekonomi Indonesia untuk
mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan merata dalam masa mendatang.

Inflasi di tahun 2010 diprakirakan masih meningkat dan berpotensi untuk sedikit
menurun di tahun 2011. Selama tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan akan bias ke atas
dari kisaran sasaran inflasi 5±1%. Untuk tahun 2011, inflasi IHK juga diprakirakan bias
ke atas dalam kisaran 5±1% terkait dengan meningkatnya
Tabel 4.1 kegiatan ekonomi dalam negeri, meningkatnya imported
Proyeksi PDB Dunia (% yoy) inflation sehubungan dengan kenaikan harga komoditas,
Proyeksi serta ekspektasi inflasi. Dari sisi non-fundamental, kenaikan
2009
2010 2011 tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari kenaikan beberapa
PDB Dunia -1.8 3.7 3.1 administered prices yang strategis. Sementara itu, inflasi volatile
Negara Maju food diprakirakan akan tetap tinggi walaupun tidak setinggi di
Amerika Serikat -2.6 2.7 2.4
tahun 2010.
Kawasan Euro -4.0 1.6 1.4
Jepang -5.2 3.0 1.3
Eropa Barat -4.2 1.6 1.5
ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN
Negara Berkembang
Asumsi Perekonomian Internasional
Eropa Timur -5.2 3.8 3.9
Asia Pasifik 1.9 6.3 5.1
Pemulihan ekonomi global diprakirakan terus berlanjut
Negara Berkembang Asia ditopang kuatnya pemulihan ekonomi negara-negara
China 9.1 9.9 9.0 berkembang. Berdasarkan Consensus Forecast, negara-negara
India 7.4 8.3 8.3
di Asia Pasifik berpotensi tumbuh 6,3% pada tahun 2010 dan
Asia Tenggara 1.4 7.6 5.3
Amerika Latin -1.7 5.1 3.9 5,1% pada tahun 2011. Pertumbuhan tersebut sangat tinggi
Sumber : Consensus Forecast, September 2010 dibandingkan tahun 2009 sebesar 1,9% (Tabel 4.1). Sementara

29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2010

itu, ekspansi ekonomi di Amerika Serikat dan Jepang diprakirakan sedikit tertahan
sebagai dampak masih tingginya angka pengangguran dan lemahnya dukungan sektor
keuangan. Sementara itu, prakiraan perekonomian kawasan Euro masih penuh dengan
ketidakpastian.

Seiring dengan masih berlanjutnya pemulihan ekonomi global, volume perdagangan dunia
diprakirakan meningkat pada tahun 2010 dan 2011. Ekspansi sektor industri yang masih
berlanjut seiring dengan cepatnya pemulihan ekonomi negara kawasan Asia menyebabkan
volume perdagangan dunia diprakirakan tumbuh tinggi. Berdasarkan data CPB Netherlands
Bureau for Economic Policy Analysis, realisasi volume perdagangan dunia sampai dengan
Juli 2010 telah mencapai 18,5% (ytd).

Asumsi Kebijakan Fiskal


Defisit APBNP 2010 tercatat sebesar 2,1% dari PDB, sebagaimana yang sudah disetujui oleh
DPR pada akhir Mei 2010. Namun dalam perkembangannya, Pemerintah memprakirakan
bahwa realisasi defisit 2010 hanya sebesar 1,5%. Prakiraan realisasi defisit yang lebih rendah
dari target APBNP tersebut didasarkan pada penyerapan anggaran belanja Kementrian/
Lembaga yang rendah selama semester I-2010.

Selanjutnya, berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2011, defisit fiskal ditetapkan sebesar
1,7% dari PDB. Defisit tersebut didasarkan pada upaya optimalisasi sumber-sumber
pendapatan negara, terutama melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan
serta ditopang langkah-langkah reformasi birokrasi di bidang perpajakan. Selain kebijakan
perpajakan, pemerintah juga melakukan langkah-langkah untuk terus meningkatkan produksi
sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas untuk meningkatkan Penerimaan Negara
Bukan Pajak.

Sementara itu di sisi belanja, alokasi anggaran pemerintah pusat akan diarahkan antara
lain untuk perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan, pelaksanaan reformasi
birokrasi, pembangunan infrastruktur, pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat
sasaran, perlindungan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menutup defisit pada
tahun 2011, Pemerintah mengutamakan sumber pembiayaan dari dalam negeri dan
mengurangi sumber pembiayaan luar negeri dengan tetap mempertahankan penurunan
rasio utang terhadap PDB secara bertahap untuk menjaga kesinambungan fiskal.

PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI


Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010 diprakirakan tumbuh
sebesar 6,0%-6,3%, didukung oleh kinerja domestik dan eksternal yang kuat serta
kondisi stabilitas makroekonomi yang terus menunjukkan perbaikan. Dari sisi domestik,
kinerja konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh tinggi seiring dengan kuatnya
kepercayaan konsumen dan optimisme terhadap kondisi perekonomian ke depan. Iklim
investasi diprakirakan terus menunjukkan perbaikan seiring dengan respon dunia usaha
untuk meningkatkan kapasitas produksi. Sementara itu, pertumbuhan ekspor diprakirakan

30
Perekonomian Indonesia ke Depan

tetap kuat seiring dengan proses pemulihan ekonomi global yang terus menunjukkan
perkembangan membaik.

Pada tahun 2011, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan tumbuh 6,0%-6,5%


seiring dengan berlanjutnya akselerasi permintaan domestik. Peningkatan konsumsi rumah
tangga diprakirakan terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa,
sampai dengan bagian timur Indonesia. Pertumbuhan investasi diprakirakan juga mengalami
akselerasi, dengan adanya berbagai perbaikan ranking Indonesia di tingkat global sebagai
salah satu negara tujuan utama untuk penanaman modal.

Berdasarkan lapangan usaha, investasi yang terakselerasi diprakirakan diikuti dengan


pertumbuhan tinggi di sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Sementara itu, tingginya
ekspor terutama yang berbasis sumber daya alam akan menopang sektor pertanian,
pertambangan dan industri manufaktur untuk tumbuh meningkat.

Prospek Permintaan Agregat


Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 4,9%-5,2% pada tahun 2010
dan mengalami akselerasi sehingga tumbuh 5,0%-5,5% pada tahun 2011. Optimisme
terhadap peningkatan kinerja perekonomian pada masa mendatang akan mendorong
konsumsi rumah tangga untuk tumbuh tinggi. Hal itu tercermin pada Survei Konsumen
Bank Indonesia yang mengindikasikan peningkatan kepercayaan konsumen terhadap kondisi
ekonomi enam bulan mendatang. Perbaikan kondisi ekonomi diprakirakan mendorong
kenaikan konsumsi barang-barang tahan lama.

Peningkatan konsumsi rumah tangga diprakirakan terjadi merata di daerah-daerah


di Indonesia, seiring dengan prakiraan kuatnya kinerja ekspor. Indikasi tersebut
tercermin pada indeks nilai tukar petani di daerah yang menunjukkan perkembangan yang
meningkat. Hal itu terutama terjadi di provinsi Jawa Tengah dan Banten yang mengalami
peningkatan luas panen. Peningkatan daya beli petani Sumatera serta Kalimantan, Sulawesi,
Maluku dan Papua dipengaruhi oleh harga komoditas perkebunan yang rata-rata meningkat
4,0% di pasar internasional (World Bank, September 2010), antara lain CPO, karet, gula, dan
YOY, Tahun Dasar 2000

Tabel 4.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
2010
Kom pone n 2009 2010* 2011*
I II III*
Konsumsi Rumah Tangga 4.9 3.9 5.0 5.4 4.9 - 5.2 5.0 - 5.5

Konsumsi Pemerintah 15.7 (-8.8) (-9.0) 13.1 4.2 - 4.5 2.3 - 2.8

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 3.3 7.8 8.0 9.9 9.9 - 10.2 11.7 - 12.2

Ekspor Barang dan Jasa -9.7 20.0 14.6 11.4 13.4 - 13.7 7.3 - 7.8

Impor Barang dan Jasa 15.0 22.6 17.7 15.1 17.9 - 18.2 8.8 - 9.3

PDB 4.5 5.7 6.2 6.3 6.0 - 6.3 6.0 - 6.5


* Angka Proyeksi Bank Indonesia

31
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2010

kopi. Konsumsi yang masih kuat di daerah juga didukung oleh pembiayaan konsumsi dari
perbankan yang masih tumbuh di atas 17%, dan diprakirakan semakin meningkat seiring
dengan rendahnya suku bunga.

Konsumsi Pemerintah riil diprakirakan tumbuh 4,2%-4,5% pada tahun 2010 dan
melambat menjadi 2,3%-2,8% pada tahun 2011. Kinerja konsumsi pemerintah secara
riil tersebut sejalan dengan upaya Pemerintah agar defisit fiskal dapat terjaga dan semakin
prudent dari tahun ke tahun. Kondisi fiskal yang prudent diharapkan mampu meningkatkan
stabilitas makroekonomi secara umum, yang akan berdampak positif bagi iklim investasi ke
depan. Kontribusi konsumsi pemerintah ke PDB terutama berasal dari belanja pemerintah
pusat khususnya berupa belanja barang dan belanja pegawai. Pada tahun 2011, gaji pokok
bagi PNS, TNI/POLRI dan pensiunan direncanakan naik rata-rata 10%. Selain itu, Pemerintah
juga berencana melanjutkan kebijakan pemberian gaji bulan ke-13.

Investasi diprakirakan tumbuh tinggi pada tahun 2010 sebesar 9,9%-10,2%, dan
terus meningkat menjadi 11,7%-12,2% pada tahun 2011. Tingginya prospek permintaan
domestik maupun eksternal serta optimisme dunia usaha akan kegiatan ekonomi ke depan
mendukung prospek investasi. Peningkatan investasi juga didukung oleh tren penurunan suku
bunga kredit investasi yang diprakirakan terus berlangsung. Proyeksi peningkatan investasi ke
depan didukung oleh beberapa hasil survey. Rencana investasi perusahaan menurut Survey
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia meningkat di semester II 2010. Mayoritas
realisasi investasi akan ditujukan untuk investasi baru dan mesin serta peralatan. Indeks
Tendensi Bisnis dari Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan kenaikan kondisi bisnis
di triwulan III 2010 yang disebabkan oleh meningkatnya order dari dalam dan luar negeri,
kenaikan harga jual dan kenaikan order barang input.

Prospek investasi yang membaik didukung oleh sentimen positif yang datang dari
beberapa lembaga internasional. OECD dalam laporannya tentang aturan-aturan Investasi
G-20 (Juli 2010) menyebutkan Indonesia bersama tujuh negara lainnya di G20 (Australia,
Brasil, Kanada, Cina, India, Arab Saudi dan Afrika Selatan) sebagai negara yang telah
menerapkan regulasi investasi yang menuju tren liberalisasi arus modal asing atau kejelasan
peraturan yang lebih baik. Investor Dashboard Survey oleh ING (Juli 2010) juga menyebutkan
terjadi kenaikan sentimen dari 133 pada triwulan I-2010 menjadi 140 di triwulan II-2010
yang menunjukkan terjaganya kepercayaan investor di Indonesia. Sentimen positif lainnya
berupa kenaikan ranking daya saing Indonesia dari posisi ke-54 (2009) ke posisi ke-44
(2010) menurut Global Competitiveness Index terbitan September 2010. Selain itu, United
Kingdom Trade and Investment juga menaikkan ranking Indonesia sebagai negara tujuan
investasi selain negara-negara Brazil, Rusia, India dan China (BRIC) dari posisi ke-6 menjadi
posisi ke-2. Berbagai kenaikan peringkat tersebut diprakirakan berdampak positif terhadap
kegitan investasi di Indonesia ke depan.

Investasi di berbagai daerah juga diprakirakan terus membaik. Indikasi membaiknya


investasi terlihat dari perkembangan indikator dini investasi seperti konsumsi semen,
survei harga properti residensial Bank Indonesia, dan impor barang modal. Secara umum,
perkembangan indikator-indikator tersebut menunjukkan perbaikan di seluruh wilayah
Indonesia. Pertumbuhan semen menunjukkan peningkatan di berbagai daerah. Kemudian,

32
Perekonomian Indonesia ke Depan

pembangunan rumah tinggal (residensial) terlihat masih tinggi di Sumatera dan Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, dan Papua. Indikator investasi lainnya, terlihat pada peningkatan impor
barang modal, yang terjadi di wilayah Jakarta dan Sumatera. Peningkatan barang modal
Sumatera terjadi pada peralatan transportasi industri, sementara di Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara terjadi pada alat industri.

Ekspor diprakirakan tumbuh 13,4%-13,7% pada tahun 2010, dan 7,3%-7,8% pada
tahun 2011. Proses pemulihan ekonomi global yang masih berlangsung akan mendorong
tingginya pertumbuhan ekspor ke depan. Kondisi tersebut tercermin dari volume perdagangan
dunia yang masih meningkat, kenaikan harga ekspor pertambangan dan indeks produksi di
beberapa negara tujuan ekspor utama yang mengalami perbaikan, seperti di India dan China.
Sementara itu, perkembangan persepsi bisnis dan keyakinan konsumen juga menunjukkan
indikasi yang positif. Tingkat kepercayaan konsumen di Indonesia dan AS mulai meningkat
memasuki bulan Agustus dan September, sementara kepercayaan konsumen di Jepang
masih stabil. Pola yang sama juga tercermin pada tingkat sentimen bisnis di Indonesia dan
Eropa yang masih positif.

Tingginya ekspor ke depan akan ditopang oleh ekspor non migas maupun ekspor
migas. Menyusul perkembangan rencana investasi dan penambahan kapasitas produksi
di beberapa subsektor berorientasi ekspor, ekspor industri berpotensi meningkat. Hal itu
tercermin salah satunya dari komitmen lembaga pembiayaan ekspor untuk memberikan
dukungan pembiayaan pada sektor industri alas kaki dan tekstil produk tekstil (TPT). Fasilitas
tersebut dimanfaatkan untuk pembiayaan ekspor maupun pembiayaan investasi kedua sektor
tersebut, diantaranya untuk pembelian mesin-mesin. Sementara itu, komoditi utama ekspor
pertambangan seperti batubara juga diprakirakan membaik sejalan dengan tren membaiknya
produksi batubara dan relatif stabilnya permintaan domestik. Hal ini terkait dengan kebutuhan
batubara terutama untuk pembangkit listrik serta adanya ketentuan wajib pasok dalam negeri
(DMO) batu bara yang tetap berada di kisaran 30% dari total produksi. Ekspor migas juga
berpeluang membaik seiring dengan perbaikan produksi minyak.

Sebagai respons dari peningkatan permintaan domestik dan ekspor, pada tahun
2010 impor barang dan jasa diprakirakan tumbuh sebesar 17,9%-18,2%. Selanjutnya
pada tahun 2011, impor diprakirakan tumbuh 8,8%-9,3%. Permintaan domestik, baik
konsumsi rumah tangga maupun investasi yang terus meningkat, membutuhkan barang input
dalam proses produksinya. Barang input tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Barang input yang berasal dari luar negeri akan dipenuhi dalam bentuk
impor. Dengan demikian, impor diprakirakan tumbuh tinggi pada periode mendatang.

Berdasarkan penggunaannya, porsi impor barang modal diprakirakan semakin


meningkat seiring dengan tingginya pertumbuhan investasi. Barang modal yang
diimpor berupa mesin dan peralatan untuk menambah kapasitas produksi dalam negeri serta
ekspansi usaha untuk memenuhi peningkatan permintaan. Sementara itu, impor bahan baku
diprakirakan tetap mendominasi impor barang pada tahun-tahun mendatang. Bahan baku
yang diimpor dapat berupa bahan baku primer atau olahan untuk industri manufaktur, dan
termasuk juga bahan makanan serta minuman untuk industri makanan.

33
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2010

Prospek Penawaran Agregat


Perkembangan prospek ekonomi dari sisi lapangan usaha terutama didukung
oleh sektor industri; perdagangan, hotel dan restoran (PHR); pertanian; serta
pengangkutan dan komunikasi. Keempat sektor tersebut menguasai sekitar 66% pangsa
perekonomian Indonesia dan berkontribusi sekitar 4,3% pada pertumbuhan ekonomi. Sektor
PHR serta sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan dua sektor yang diprakirakan
akan tumbuh pada level yang relatif tinggi di masa yang akan datang seiring dengan kuatnya
permintaan domestik dan membaiknya kondisi perekonomian.

Meskipun telah menunjukkan perbaikan kinerja pascakrisis ekonomi sejak triwulan


IV 2009, peran sektor industri pengolahan sebagai motor pertumbuhan ekonomi kian
menurun. Hal itu tercermin dari proporsi sektor industri pengolahan dalam struktur Produk
Domestik Bruto (PDB) yang kian menurun dari tahun ke tahun, meskipun masih menempati
porsi yang terbesar. Faktor penyebab relatif terbatasnya pertumbuhan sektor industri
pengolahan antara lain karena perkembangan sektor industri pengolahan secara umum
masih terfokus pada sektor-sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Industri-
industri dengan kharakteristik seperti ini umumnya hanya memerlukan tingkat engineering
skill yang relatif rendah. Dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan tidak terlalu tinggi.
Jenis industri-industri ini pada umumnya mendapat prioritas untuk mendapatkan berbagai
insentif dari Pemerintah sebagaimana tercermin pada program pemberian insentif fiskal
pada saat penanganan dampak krisis ekonomi global tahun 2009. Industri-industri yang
menjadi fokus pemerintah untuk dikembangkan antara lain industri tekstil, pengolahan
hasil-hasil pertanian dan perkebunan, elektronik dan teknologi informasi. Selain itu, tren
arah perkembangan ekonomi ke depan cenderung oleh sektor-sektor nontradable. Hal
itu tercermin dari sektor tujuan investasi yang lebih banyak tertuju pada sektor-sektor
nontradables seperti sektor pengangkutan dan komunikasi yang dianggap berprospek cerah
beberapa tahun ke depan.

YOY, Tahun Dasar 2000

Tabel 4.3
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
2010
Kom ponen 2009 2010* 2011*
I II III*
Pertanian 4.1 3.0 3.1 2.8 3.0 - 3.3 2.8 - 3.3
Pertambangan & Penggalian 4.4 3.1 3.8 3.7 3.4 - 3.7 3.2 - 3.7
Industri Pengolahan 2.1 3.7 4.3 4.4 4.1 - 4.4 4.0 - 4.5
Listrik, Gas & Air Bersih 13.8 8.2 4.8 4.8 5.5 - 5.8 7.2 - 7.7
Bangunan 7.1 7.1 7.2 7.8 7.6 - 7.9 8.4 -8.9
Perdagangan, Hotel & Restoran 1.1 9.4 9.6 9.8 9.4 - 9.7 9.3 - 9.8
Pengangkutan & Komunikasi 15.5 11.9 12.6 13.7 12.6 - 12.9 12.1 - 12.6
Keuangan, Persewaan & Jasa 5.0 5.3 6.1 6.2 5.9 - 6.2 5.9 - 6.4
Jasa-jasa 6.4 4.6 5.3 5.5 5.1 - 5.4 5.0 - 5.5
PDB 4.5 5.7 6.2 6.3 6.0 - 6.3 6.0 - 6.5
* Angka Proyeksi Bank Indonesia

34
Perekonomian Indonesia ke Depan

Perkembangan sektor industri ke depan diprakirakan akan lebih didorong


oleh subsektor makanan dan minuman serta subsektor alat angkut mesin dan
peralatannya. Kedua sektor ini menguasai pangsa dan memberikan kontribusi terbesar
pada perkembangan sektor industri. Pasar yang luas dan belum tersedianya alat angkut
umum yang ideal bagi masyarakat menjadi pendorong yang kuat berkembangnya subsektor
industri alat angkut mesin dan peralatannya. Hal ini tercermin dari tingkat penjualan industri
otomotif yang masih berada pada level yang cukup tinggi. Sementara itu, dengan kondisi
perekonomian yang kian membaik, prospek subsektor makanan dan minuman akan cukup
baik. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih cukup tinggi dan jumlah penduduk Indonesia
yang cukup besar, merupakan salah satu faktor yang menyebabkan konsumsi bahan makanan
selalu tumbuh positif. Kondisi ini sangat menguntungkan perkembangan industri makanan
dan minuman. Perbaikan kinerja subsektor makanan dan minuman juga didukung oleh
ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah di Indonesia serta rencana pemerintah yang
menjadikan industri makanan dan minuman sebagai industri prioritas untuk dikembangkan
dalam program pengembangan industri hilir agro.

Kinerja industri pengolahan nasional mendapat tantangan besar dari masuknya


barang konsumsi impor, terutama yang berasal dari China. Kondisi ini terjadi sejak
diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) awal tahun 2010, yang
membuat pasar domestik dibanjiri barang-barang konsumsi impor, terutama barang konsumsi
dari China. Keberhasilan barang konsumsi impor masuk ke pasar domestik terjadi karena
lemahnya daya saing barang industri manufaktur dalam negeri. Kondisi infrastruktur yang
kurang memadai seperti kondisi jalan dan den ketersediaan energi membuat biaya logistik
industri manufaktur Indonesia berada pada tingkat yang cukup tinggi. Untuk memitigasi
penetrasi barang impor di pasar domestik, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pencantuman
label berbahasa Indonesia baik untuk produk makanan maupun nonmakan dan mempercepat
penerapan standar nasional Indonesia (SNI) pada berbagai produk.

Tingkat konsumsi rumah tangga yang masih cukup tinggi dan nilai tukar yang
cenderung apresiatif sangat mendukung peningkatan kinerja sektor perdagangan,
hotel dan restoran (PHR). Tingkat konsumsi rumah tangga yang cukup tinggi tersebut
didukung oleh daya beli yang memadai yang berasal baik dari peningkatan pendapatan
maupun pembiayaan melalui kredit. Sementara itu, dengan nilai tukar rupiah yang cenderung
terapresiasi sepanjang tahun 2010 serta implementasi free trade agreement, pangadaan
barang impor menjadi lebih murah dan mudah. Ke depan peluang importir mendatangkan
barang dari luar negeri semakin terbuka. Kondisi ini dimungkinkan terkait dengan kelanjutan
dari implementasi perjanjian perdagangan antara Pemerintah Indonesia dengan Jepang
(Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement/IJEPA) yang telah dimulai sejak Juli 2008.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, pada tahun 2011 seluruh agen tunggal pemegang merk
(ATPM) di Indonesia akan mendapatkan pengurangan tarif bea masuk impor dari 45%
menjadi 4% untuk seluruh mobil mewah berkapasitas mesin di atas 3.000 cc yang berasal
dari Jepang. Dengan demikian pasar otomotif ke depan akan kian marak dengan hadirnya
mobil-mobil mewah dari Jepang berkapasitas mesin yang besar.

35
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2010

Dengan liberalisasi perdagangan internasional yang semakin luas, produk-produk


domestik Indonesia menghadapi persaingan yang besar di pasar dalam negeri.
Untuk dapat mendorong daya saing produk Indonesia, menciptakan persaingan yang
sehat, dan untuk melindungi konsumen dalam negeri, Pemerintah mengeluarkan kebijakan
yang mewajibkan pemberian label berbahasa Indonesia pada produk yang dijual di pasar
Indonesia. Kebijakan ini dikukuhkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 22/M-DAG/
PER/2/2010 tanggal 21 Mei 2010 tentang Kewajiban Pencantuman Label pada Barang.

Fenomena anomali cuaca yang terjadi sejak triwulan akhir 2009 dan sepanjang
tahun 2010 berdampak pada perlambatan pertumbuhan sektor Pertanian. Anomali
cuaca ini telah mengacaukan rencana tanam dan panen petani, yang berdampak pada
penurunan kualitas, produktivitas dan luas panen. Selain itu, Perubahan iklim yang
menyebabkan kekeringan panjang maupun banjir telah memicu meningkatnya hama dan
penyakit tanaman. Prakiraan perlambatan pertumbuhan sektor pertanian karena masalah
cuaca, dikhawatirkan dapat mengancam ketahanan pangan nasional sehingga memaksa
Pemerintah untuk membuka keran impor bahan pangan. Hal itu berarti Pemerintah tidak
dapat mencapai swasembada beras di tahun 2010 yang sebelumnya telah mampu dicapai
pada tahun 2008. Anomali cuaca yang terjadi saat ini diprakirakan masih akan berlanjut di
tahun 2011. Dengan demikian pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2011 belum akan
terakselerasi. Realisasi perbaikan dan pembangunan infrastruktur pertanian yang rendah
di tahun 2010 berdampak pada kurang optimalnya persiapan menghadapi tantangan
ketidakstabilan cuaca yang diprakirakan masih menjadi ancaman di tahun 2011.

Sektor pengangkutan dan komunikasi diproyeksikan tetap mampu tumbuh tinggi,


seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi. Prospek perkembangan ekonomi ke
depan yang terus membaik sangat kondusif bagi pengembangan sektor pengangkutan
dan komunikasi. Kondisi ini akan mendorong aktivitas kegiatan ekonomi yang meningkat,
dalam hal ini terkait dengan kegiatan perjalanan, pendistribusian barang dan lalu lintas
komunikasi.

Kontributor utama perkembangan sektor pengangkutan dan komunikasi masih


dipegang oleh subsektor komunikasi. Besarnya peran subsektor komunikasi dalam
perekonomian terutama ditunjang oleh investasi yang terus menerus dilakukan oleh para
pelaku usaha di sektor ini dalam rangka terus memperbaiki layanan komunikasi demi
dapat mempertahankan pangsa pasar di tengah persaingan yang cukup ketat. Penyedia
jasa telekomunikasi kini mulai mengembangkan usaha layanan data. Investasi untuk
mengembangankan jaringan data masih tergolong mahal, namun banyak dilakukan oleh para
pelaku usaha di sektor komunikasi. Pengalihan fokus bisnis ke layanan data dilakukan antara
lain untuk mengantisipasi tren penurunan pendapatan rata-rata per pelanggan (average
revenue per user/ARPU) dari layanan suara dan SMS (short maessage service). Selain itu tren
penggunaan internet terus meningkat, seiring dengan peningkatan kebutuhan informasi
yang semakin luas dan tuntutan pemenuhan informasi yang cepat.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi yang membaik, aktivitas di bidang


pengangkutan juga meningkat. Jumlah orang yang melakukan perjalanan kian meningkat.

36
Perekonomian Indonesia ke Depan

Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah penumpang pesawat rute dalam negeri pada bulan
Januari hingga Juli 2010 yang mengalami peningkatan sebesar 21% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya. Tren peningkatan jumlah penumpang pesawat
diantisipasi oleh maskapai penerbangan dengan menambah jumlah armadanya. Tidak hanya
maskapai penerbangan yang berbenah diri, pelabuhan dan bandara juga mulai melakukan
berbagai perbaikan untuk meningkatkan pelayanan terkait dengan kegiatan arus barang
dan penumpang yang meningkat.

Prospek ekonomi ke depan yang terus membaik juga akan mendorong kegiatan
ekonomi di sektor-sektor lain. Dengan kegiatan ekonomi yang meningkat berbagai
transaksi masyarakat, baik melalui bank maupun nonbank akan ikut meningkat. Kepercayaa
dunia usaha yang membaik serta kondisi usaha yang lebih kondusif mendorong sektor
keuangan meningkatkan dukungan pembiayaannya pada kegiatan masyarakat termasuk
konsumsi masyarakat seperti kredit kendaraan bermotor. Prospek ekonomi ke depan yang
membaik juga akan membuat usaha penyediaan ruang usaha, seperti ruang perkantoran
dan pusat perbelanjaan, berpeluang untuk tumbuh. Di sisi lain, untuk memperkuat fondasi
ekonomi ke depan, berbagai proyek pembangunan infrastruktur, terutama jalan, pelabuhan,
bandara dan pembangkit listrik terus diupayakan. Memasuki tahun 2011 dan tahun-tahun
berikutnya berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut akan semakin meningkat
intensitasnya. Aktivitas ekonomi yang meningkat juga akan meningkatkan konsumsi
dunia usaha dan masyarakat akan listrik, air dan gas. Seiring dengan semakin banyaknya
pembangkit listrik, terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang akan beroperasi
pada tahun 2011 dan tahun-tahun berikut, kebutuhan energi antara lain batubara juga
akan meningkat. Sehingga kesiapan sektor pertambangan dalam hal ini yang terkait dengan
batubara semakin dituntut.

PRAKIRAAN INFLASI
Inflasi di tahun 2010 diprakirakan masih meningkat dan berpotensi untuk sedikit
menurun di tahun 2011. Selama tahun 2010, inflasi IHK diprakirakan bias ke atas dari
kisaran sasaran inflasi 5±1%. Meningkatnya tekanan inflasi pada tahun 2010 terutama
dipicu oleh tingginya inflasi volatile food akibat adanya anomali cuaca yang berkepanjangan.
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada pertengahan
tahun sebesar rata-rata 18% juga menyumbang tekanan inflasi dari sisi inflasi administered.
Tekanan inflasi ke depan diprakirakan berasal dari peningkatan permintaan terkait Hari Raya
Natal dan berlanjutnya akselerasi permintaan domestik.

Untuk 2011, inflasi IHK diprakirakan cenderung bias ke atas dari kisaran 5±1%.
Dari sisi fundamental, tekanan inflasi inti tahun 2011 secara umum diprakirakan cenderung
meningkat. Meningkatnya tekanan inflasi sejalan dengan peningkatan inflasi mitra dagang
dan pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, peningkatan harga impor diprakirakan juga
akan berasal dari meningkatnya freight cost sejalan dengan prakiraan meningkatnya harga
minyak di tahun 2011. Dari sisi domestik, berlanjutnya pertumbuhan ekonomi di tahun
2011 diprakirakan juga memberikan kontribusi pada inflasi 2011, sebagaimana diindikasikan

37
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan II-2010

oleh total kapasitas utilisasi yang terlihat sedikit meningkat. Selain itu, hasil berbagai survey
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi inflasi di tahun 2011. Meningkatnya ekspektasi
inflasi ini ditengarai terkait dengan lebih tingginya realisasi inflasi di tahun 2010 dari yang
diprakirakan sebelumnya.Dari sisi non fundamental, kenaikan tekanan inflasi diprakirakan
bersumber dari inflasi administered. Hal ini berkaitan dengan berbagai informasi sehubungan
dengan kebijakan pemerintah untuk memperkecil selisih antara harga jual dengan harga
keekonomian untuk LPG dan TDL. Selain itu, harga minyak yang diprakirakan lebih tinggi
dari tahun sebelumnya juga akan meningkatkan urgensi pembatasan pemakaian BBM
bersubsidi.

Sementara itu, inflasi volatile food diprakirakan cukup tinggi berkaitan dengan
prakiraan tingginya harga bahan makanan di pasaran internasional. Hal tersebut
terjadi seiring dengan peningkatan permintaan dunia di tengah adanya gangguan pasokan
dari faktor cuaca. Tekanan terhadap volatile food juga bersumber dari penerapan export ban
untuk komoditas pangan seperti gandum di beberapa negara. Selain itu, curah hujan yang
cukup tinggi (fenomena La Nina) diprakirakan berlanjut sampai dengan triwulan I 2011. Dari
sisi domestik, antisipasi terhadap adanya potensi yang dapat mengganggu pasokan beras
memerlukan penambahan cadangan beras. Selain hal tersebut, diperlukan juga opsi kebijakan
lainnya untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri. Hal itu mengingat dampak
pelaksanaan operasi pasar beras serta distribusi beras rakyat miskin untuk menstabilkan
harga beras yang dilakukan selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan.

FAKTOR RISIKO
Prospek pertumbuhan ekonomi yang diprakirakan tumbuh tinggi pada tahun 2010-
2011 masih mengandung berbagai faktor risiko. Faktor risiko tersebut dapat mendorong
pertumbuhan PDB menjadi lebih rendah atau tinggi dibanding dengan prakiraan. Faktor
risiko yang memengaruhi prakiraan PDB berasal dari masih adanya faktor ketidakpastian
pemulihan krisis di negara maju khususnya Eropa pada periode-periode mendatang.
Krisis yang berkelanjutan berpotensi mengurangi volume perdagangan dunia yang dapat
berdampak pada penurunan ekspor barang dan jasa. Faktor risiko
� � ketidakpastian volume perdagangan dunia tersebut diprakirakan
� �
masih berlanjut pada tahun 2011. Namun, potensi Indonesia untuk
mencapai investment grade pada tahun 2011 diprakirakan cukup besar.
� �
Apabila rating investment grade dapat terealisasi, maka diprakirakan
� �
aliran modal masuk dari luar akan semakin tinggi.
� �
Berdasarkan faktor-faktor di atas, prakiraan PDB ke depan
� �
beserta imbangan risikonya pada 2010 dan 2011 tergambar
� � pada fan chart PDB. Fan chart PDB juga menggambarkan tingkat
��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ���� ketidakpastian/uncertainty prakiraan pertumbuhan ekonomi yang
Grafik 4.1 semakin tinggi pada tahun 2011 dibandingkan dengan prakiraan PDB
Fan Chart PDB 2010-2011 2010, tercermin pada kisaran grafik fan chart yang semakin melebar
dari tahun 2010 ke 2011 (Grafik 4.1).

38
Perekonomian Indonesia ke Depan

Sementara itu, beberapa faktor risiko yang perlu dicermati terkait


�����
dengan proyeksi inflasi antara lain kemungkinan penyesuaian
��
terhadap strategic administered prices seperti LPG, TDL dan Bahan
��
Bakar Minyak. Selain itu, besarnya dampak gangguan cuaca terhadap
��
produksi bahan makan domestik dan harga pangan internasional
��
masih mengandung ketidakpastian, walaupun Bank Indonesia

memprakirakan dampaknya relatif terbatas. Imbangan risiko terhadap

tekanan inflasi tergambar pada fan chart inflasi.


��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���� ���� ���� ���� ����

Grafik 4.2
Fan Chart Inflasi 2010-2011

39
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

5. Respons Kebijakan Moneter


Triwulan III-2010

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2010 memutuskan untuk
mempertahankan BI Rate pada tingkat 6,50%. Keputusan tersebut didasarkan atas hasil
evaluasi menyeluruh terhadap kinerja dan prospek perekonomian yang secara umum
menunjukkan peningkatan. Bank Indonesia mencermati adanya tekanan inflasi ditengah
masih derasnya arus modal asing yang masuk dan kondisi ekses likuiditas yang masih
cukup besar. Untuk saat ini, Bank Indonesia memandang bahwa pengelolaan likuiditas
perekonomian merupakan hal yang lebih penting. Sementara itu, level BI Rate 6,50% masih
konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi dan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas
keuangan dan mendorong intermediasi perbankan, sehingga sisi suplai dapat merespons
akselerasi di sisi permintaan secara memadai.

Di sisi harga, laju inflasi IHK September 2010 tercatat sebesar 0,44% (mtm) atau sebesar
5,80% (yoy). Sumber utama tekanan inflasi IHK masih berasal dari faktor nonfundamental
yaitu kenaikan inflasi kelompok volatile foods terkait pola musiman hari raya. Mencermati
perkembangan tersebut, inflasi tahun 2010 secara keseluruhan diharapkan akan tetap berada
pada kisaran sasaran inflasi 5%±1%.

Stabilitas sistem perbankan hingga saat ini masih tetap terjaga disertai dengan meningkatnya
pertumbuhan kredit. Industri perbankan tetap solid sebagaimana tercermin pada tingginya
rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio kredit bermasalah
(NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan juga semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga akhir September 2010 mencapai
21,2% (yoy). Peningkatan kredit terutama didorong oleh membaiknya keyakinan pelaku
ekonomi terhadap prospek perekonomian.

Ke depan, Bank Indonesia mencatat adanya risiko yang dapat mendorong inflasi. Pertama,
kecenderungan peningkatan permintaan yang lebih cepat dari penawaran. Kedua, anomali
cuaca yang kemungkinan masih berlanjut dan berpotensi mengganggu kegiatan produksi
serta distribusi bahan kebutuhan pokok. Ketiga, kemungkinan adanya rencana kenaikan
administered prices. Bank Indonesia akan terus mencermati potensi tekanan inflasi tersebut
dan meningkatkan koordinasi kebijakan bersama Pemerintah baik di tingkat pusat maupun
daerah, serta akan melakukan respons dengan bauran kebijakan yang diperlukan agar inflasi
tetap berada pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 5%±1% pada tahun 2010 dan 2011 dan
4,5%±1% pada tahun 2012. Selain itu, Bank Indonesia juga akan selalu berkoordinasi dengan
Pemerintah dalam mencermati perkembangan ekonomi global, regional, dan domestik, serta
mengambil langkah-langkah yang diperlukan.

40
Tabel Statistik Tabel Statistik

Tabel 1
Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit
(Persen per Tahun)

Suku Bunga Deposito Berjangka Suku Bunga Kredit


Suku Bunga Tingkat
Periode Pasar Uang Diskonto
1 3 6 12 24 Modal
Antarbank SBI Investasi
bulan bulan bulan bulan bulan Kerja

2005
Trw. I 5,95 7,44 6,50 6,93 7,35 8,04 9,42 13,31 13,78
Trw. II 6,95 8,25 6,98 7,19 7,11 7,11 8,05 13,36 13,65
Trw. III 6,92 10,00 9,16 8,51 8,01 8,65 8,82 14,51 14,47
Trw. IV 9,44 12,75 11,98 11,75 10,17 10,95 12,39 16,23 15,66

2006
Trw. I 10,28 12,73 11,61 12,19 12,10 12,02 12,64 16,35 15,90
Trw. II 10,23 12,50 11,34 11,70 12,09 12,28 12,61 16,15 15,94
Trw. III 8,90 11,25 10,47 11,05 11,52 12,36 12,47 15,82 15,66
Trw. IV 5,97 9,75 8,96 9,71 10,70 11,63 11,84 15,07 15,10

2007
Trw. I 7,52 9,00 8,13 8,52 9,29 10,17 11,73 14,49 14,53
Trw. II 5,58 8,75 7,46 7,87 8,40 9,54 11,73 13,88 13,99
Trw. III 6,83 8,25 7,13 7,44 7,80 8,91 11,24 13,31 13,45
Trw. IV 4,33 8,00 7,19 7,42 7,65 8,24 10,83 13,00 13,01

2008
Trw. I 8,01 7,96 6,88 7,26 7,57 7,79 10,06 12,88 12,59
Trw. II 8,43 8,73 7,19 7,49 7,79 7,78 9,91 12,99 12,51
Trw. III 9,37 9,71 9,26 9,45 9,14 9,34 9,83 13,93 13,32
Trw. IV 9,40 10,83 10,75 11,16 10,34 10,43 8,62 15,22 14,40

2009
Trw. I 8,04 8,21 9,42 10,65 10,45 11,31 8,33 14,99 14,05
Trw. II 6,96 6,95 8,52 9,25 9,75 11,37 9,03 14,52 13,78
Trw. III 6,30 6,48 7,43 8,35 8,71 10,80 9,14 14,17 13,20
Trw. IV 6,28 6,46 6,87 7,48 7,87 9,55 9,10 13,69 12,96

2010
Trw. I 6,17 6,27 6,77 6,99 7,31 8,49 8,48 13,54 12,72
Trw. II 6,19 6,26 6,79 6,95 6,99 7,87 8,11 13,17 12,70
Trw. III* 6,22 n.a 6,75 6,95 6,99 7,71 8,02 13,19 12,40

* Posisi Agustus 2010, kecuali untuk kolom Suku Bunga Deposito Berjangka 3,6,12,24 bulan (data per Juli 2010)

41
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 2
Perkembangan Transaksi di Pasar Uang
(Miliar Rupiah)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2)



Periode Transaksi

antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi

2005
Trw. I 16.751 369.495 415.784 57.536
Trw. II 18.589 362.770 315.996 101.058
Trw. III 17.430 230.026 289.657 41.427
Trw. IV 20.316 183.663 150.534 74.632

2006
Trw. I 23.866 415.638 356.471 133.799
Trw. II 23.910 517.853 483.967 167.685
Trw. III 25.383 599.495 586.715 180.464
Trw. IV 27.706 665.673 636.381 209.756

2007
Trw. I 37.341 774.866 740.951 243.671
Trw. II 38.323 846.655 832.325 258.002
Trw. III 36.615 895.562 887.411 266.152
Trw.IV 32.061 777.247 795.475 247.926

2008
Trw. I 37.482 858.289 906.767 212.463
Trw. II 23.510 489.529 543.655 165.145
Trw. III 27.115 389.138 437.313 116.969
Trw. IV 14.029 404.071 340.913 180.128

2009
Trw. I 22.897 448.505 394.904 232.700
Trw. II 30.656 324.806 324.776 232.731
Trw. III 29.038 375.134 387.188 220.676
Trw. IV 24.566 631.235 592.048 259.864

2010
Trw. I 26,907 648,324 607,933 300,255
Trw. II 30,615 322,322 351,475 271,103
Trw. III* 19,339 61,603 97,426 235,279

*) Data s.d Juli 2010


1) Transaksi pagi & sore hari seluruh tenor
2) Termasuk SBIS (SBI Syariah)

42
Tabel Statistik

Tabel 3
Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1)
(Miliar Rupiah)

2007 2008 2009 2010


III IV I II III IV I II III IV I II III*

1 Bank Pemerintah 314.427 348.973 350.232 394.065 432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 538.874 575.599 576.767
- Pertanian 28.433 30.281 30.711 32.381 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 38.196 42.464 46.010
- Pertambangan 6.556 10.647 13.371 14.922 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 18.014 21.530 21.056
- Perindustrian 69.450 72.810 72.706 81.038 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 89.580 100.455 93.425
- Perdagangan 75.722 85.601 79.209 92.719 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 84.803 90.039 118.864
- Jasa-jasa 47.465 55.587 55.271 64.182 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 97.790 97.813 78.406
- Lain-lain 86.801 94.047 98.964 108.823 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 210.490 223.297 219.006

2 Bank Umum Swasta Nasional 394.451 432.595 451.967 500.718 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 590.026 651.331 668.126
- Pertanian 12.467 15.533 15.571 18.298 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 19.504 24.090 23.976
- Pertambangan 7.076 10.678 9.621 10.137 10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 15.013 14.263 17.850 17.603
- Perindustrian 68.670 73.840 77.952 84.610 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 90.203 95.264 99.636
- Perdagangan 100.883 108.726 111.756 123.057 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 134.721 148.146 149.105
- Jasa-jasa 98.503 110.144 115.400 131.115 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 145.152 178.623 184.205
- Lain-lain 106.852 113.674 121.667 133.501 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 186.183 187.358 193.603

3 Bank Pemerintah Daerah 70.937 71.921 75.065 85.339 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 123.518 131.772 133.382
- Pertanian 2.248 2.274 2.379 2.710 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 3.706 3.651 3.693 3.946
- Pertambangan 55 43 53 182 187 270 312 388 615 675 632 708 755
- Perindustrian 543 631 710 770 787 814 829 943 1.082 1.146 2.051 2.403 2.514
- Perdagangan 9.295 9.617 10.191 11.504 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 16.078 15.692 15.668
- Jasa-jasa 9.850 8.879 8.615 10.831 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 17.097 19.455 19.843
- Lain-lain 48.946 50.477 53.117 59.342 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 84.009 89.820 90.655

4 Bank Asing & Campuran 127.445 141.622 151.908 161.998 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 181.232 199.446 195.446
- Pertanian 5.933 7.817 7.449 6.425 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 5.236 6.243 7.568 7.773
- Pertambangan 2.629 3.972 4.591 3.910 4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 9.076 8.937 11.120 10.598
- Perindustrian 51.259 56.527 60.265 65.896 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 57.532 64.124 60.889
- Perdagangan 10.379 11.726 11.383 13.022 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 17.743 20.090 17.986
- Jasa-jasa 34.679 37.831 43.878 46.763 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 57.275 64.510 65.924
- Lain-lain 22.566 23.749 24.342 25.982 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 33.500 32.033 32.275

5 Bank Perkreditan Rakyat 20.334 20.469 21.592 23.856 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 29.503 31.514 32.086
- Pertanian 1.294 1.339 1.498 1.672 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.002 2.129 2.306 2.365
- Pertambangan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- Perindustrian 324 333 367 391 436 426 433 456 486 505 532 546 557
- Perdagangan 7.831 7.664 7.973 8.866 9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 9.801 10.265 10.853 11.057
- Jasa-jasa 2.084 2.093 2.185 2.433 2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 3.054 3.250 3.563 3.663
- Lain-lain 8.801 9.040 9.569 10.494 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 13.327 14.245 14.444

6 Sub jumlah (1 s.d. 5) 913.158 1.004.178 1.038.912 1.148.891 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.463.153 1.589.662 1.605.807
- Pertanian 49.654 57.203 57.562 61.413 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 69.724 80.122 84.070
- Pertambangan 16.310 25.336 27.634 29.151 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 41.846 51.209 50.012
- Perindustrian 190.242 204.141 212.000 232.705 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 239.898 262.793 257.021
- Perdagangan 192.985 214.804 211.719 235.898 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 263.611 284.820 312.680
- Jasa-jasa 188.838 210.561 221.123 249.700 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 320.564 363.965 352.041
- Lain-lain 275.129 292.133 308.874 340.024 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 527.510 546.754 549.983

* Data Juli 2010


1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan

43
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 4
Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
(Miliar Rupiah)

M2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar

Tagihan Tagihan
Akhir M1 Aktiva Tagihan Pada Pada
Periode Luar Bersih Lembaga Perusahaan
Uang Uang Uang Negeri Pemerintah Pemerintah Swasta dan Lainnya
Jumlah 1) Jumlah2) Kartal Giral Kuasi Bersih Pusat3) BUMN Perorangan Bersih4)

2004 1.033.877 245.946 109.028 136.918 785.261 253.260 500.318 13.908 605.927 -90.113
2005 1.202.762 271.140 123.991 147.149 929.343 301.573 495.686 17.220 733.183 -87.639
2006 1.382.493 347.013 150.654 196.359 1.032.865 401.710 507.337 27.648 821.649 -107.498
2007 1.649.662 450.055 182.967 267.089 1.196.119 509.843 507.120 39.891 1.005.739 -102.955
2008 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144

2008
Trw. I 1.594.390 409.768 164.609 245.159 1.181.322 533.323 385.570 33.669 1.053.869 -94.992
Trw. II 1.703.381 453.047 189.040 264.007 1.247.213 550.015 371.647 36.516 1.159.311 -113.902
Trw. III 1.778.139 479.738 222.805 256.934 1.295.292 509.659 360.756 45.375 1.253.456 -93.287
Trw. IV 1.895.839 456.787 209.747 247.040 1.435.772 593.137 387.248 47.949 1.314.049 -98.144

2009
Trw. I 1.916.752 448.034 186.119 261.914 1.466.364 691.465 363.536 46.541 1.303.006 -108.550
Trw. II 1.977.533 482.621 203.406 279.215 1.491.950 655.440 399.395 48.996 1.319.240 -102.181
Trw. III 2.018.031 490.022 210.343 279.679 1.525.204 658.645 390.288 55.139 1.347.876 -107.445
Trw. IV 2.141.384 515.824 226.006 289.818 1.622.055 679.448 429.406 66.589 1.403.686 -119.293

2010
Trw. I 2.111.350 494.461 205.083 289.378 1.610.640 728.656 370.908 79.813 1.399.757 -158.168
Trw. II 2.230.237 545.405 222.828 322.577 1.679.467 759.051 303.605 97.066 1.509.671 -116.119
Trw. III* 2.216.101 539.735 228.228 311.507 1.670.966 764.362 291.992 95.912 1.520.666 -116.119

* Posisi Juli 2010


1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn
2) Uang Kartal ditambah uang giral
3) Termasuk rekening khusus pemerintah
4) Termasuk derivatif keuangan

44
Tabel Statistik

Tabel 5
Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi
(Miliar Rupiah)

2007 2008 2009 2010



III IV I II III IV I II III IV I II III*

I. Uang Primer 310.265 379.582 325.044 349.649 392.136 344.688 304.718 322.994 354.297 402.118 374.406 401.435 427.832

a. Statutory Reserve Shortfall 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

b. Uang yang diedarkan 189.221 220.785 198.940 224.342 270.243 264.391 226.672 244.634 273.744 279.029 250.612 269.372 295.093

- Uang kartal di masyarakat 160.327 183.419 164.995 189.453 223.166 209.378 186.538 203.838 210.822 226.382 205.083 222.828 248.858

- Kas bank umum 28.894 37.366 33.945 34.889 47.077 55.013 40.134 40.796 62.923 52.646 45.529 46.544 46.235

c. Saldo Giro Positif Bank 120.740 158.452 125.705 124.811 121.302 79.648 77.404 77.744 79.920 89.903 85.666 92.287 92.044

d. Giro Sektor Swasta 304 345 399 496 591 650 642 616 633 601 539 578 348

II. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Uang Primer

a. Net International Reserve 1) 337.523 356.883 351.874 351.561 355.967 338.692 354.727 356.930 376.681 403.858 445.181 487.742 517.476

b. Net Domestic Assets -27.258 22.699 -212.380 -192.491 -137.121 -213.668 -323.022 -259.388 -211.887 -183.794 -246.168 -258.716 -273.814

- Tagihan Bersih pada Pemerintah 184.961 249.069 128.907 117.614 123.797 172.012 105.571 136.202 144.747 200.956 144.792 103.254 56.888

- Bantuan Likuiditas 18.136 8.847 8.838 8.800 8.800 8.711 8.715 8.715 8.715 8.665 8.660 8.660 8.659

- Kredit Likuiditas 10.206 9.994 9.751 9.353 9.227 9.009 8.783 8.622 8.458 8.231 8.103 7.932 7.890

- Tagihan Lainnya 144.739 177.105 -124.987 -120.989 -110.810 -155.278 -175.022 -131.729 -117.812 -97.524 -72.071 -59.595 -62.302

- Operasi Pasar Terbuka -254.096 -281.164 -219.099 -191.525 -152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991 -315.420 -322.962 -307.132 -272.764

- SBI (net) 2) -265.034 -247.688 -212.463 -165.145 -116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676 -226.887 -262.661 -231.905 -231.583

- FASBI -4.750 -48.933 -5.737 -4.989 -1.403 -4.223 -15.288 -28.277 -22.824 -35.034 -43.845 -27.628 -36.923

- Lain-Lain 3) 15.688 15.457 -899 -21.391 -34.193 -50.186 -2.321 -5.896 1.203 -24.765 -13.502 -43.758 -77.074

- Net Other Items -131.204 -130.752 -15.790 -15.761 -15.573 -14.256 -13.368 -13.785 -13.000 11.296 -12.691 -11.836 -12.186


* Posisi Agustus 2010
1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $
sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $
sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $
sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $
sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity)
2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah
3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)

45
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 6
Neraca Pembayaran Indonesia 1)
(Juta US$)

2007 2008 2009* 2010**

III IV Total I II III IV Total I II III IV Total I II

I. Transaksi Berjalan 2.152 3.431 10.492 2.742 -1.013 -967 -637 126 2.508 2.480 2.157 3.602 10.746 2.068 1.834

A. Barang bersih (Neraca
Perdagangan) 7.488 9.448 32.754 7.536 5.443 5.771 4.166 22.916 6.884 8.365 8.488 11.395 35.133 8.418 8.985
1. Ekspor f.o.b 30.009 32.177 118.014 34.412 37.345 38.081 29.768 139.606 24.179 28.130 31.273 35.899 119.480 34.993 37.802
2. Impor f.o.b -22.521 -22.729 -85.260 -26.876 -31.902 -32.309 -25.603 -116.690 -17.295 -19.765 -22.784 -24.504 -84.347 -26.575 -28.817

B. Jasa-jasa (bersih) -2.764 -2.922 -11.841 -3.071 -3.387 -3.313 -3.227 -12.998 -2.743 -3.310 -3.509 -4.546 -14.108 -3.595 -3.697

C. Pendapatan (bersih) -3.811 -4.527 -15.525 -3.093 -4.425 -4.756 -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.551 -15.140 -3.922 -4.642

D. Transfer Berjalan 1.240 1.432 5.104 1.371 1.356 1.331 1.305 5.364 1.109 1.201 1.248 1.303 4.861 1.168 1.188

II. Transaksi Modal dan Finansial -934 661 3.592 -529 2.105 2.370 -5.822 -1.876 1.593 -1.822 2.507 1.270 3.548 4.274 3.334

A. Transaksi Modal 255 122 547 17 62 187 29 294 19 29 34 14 96 18 0

B. Transaksi Finansial -1.189 539 3.045 -546 2.043 2.184 -5.850 -2.170 1.574 -1.851 2.474 1.255 3.453 4.256 3.334

1. Investasi Langsung 764 309 2.253 630 197 1.871 720 3.419 453 400 472 988 3.419 1.745 1.171
a. Ke Luar Negeri (bersih) -1.427 -2.358 -4.675 -1.730 -1.436 -1.517 -1.217 -5.900 -1.451 -1.047 -515 26 -5.900 -627 -1.328
b. Di Indonesia/FDI (bersih) 2.191 2.667 6.928 2.360 1.633 3.388 1.937 9.318 1.904 1.447 987 962 9.318 2.372 2.499
2. Investasi Portfolio 466 -1.200 5.567 1.984 4.188 -74 -4.377 1.721 1.859 1.959 2.988 3.298 1.721 6.159 1.142
a. Aset (bersih) -1.257 -764 -4.415 -823 60 -65 -467 -1.294 133 362 -331 -403 -1.294 -409 -99
b. Kewajiban (bersih) 1.723 -437 9.982 2.807 4.128 -9 -3.910 3.015 1.726 1.597 3.319 3.701 3.015 6.569 1.241
3. Investasi Lainnya -2.419 1.430 -4.775 -3.160 -2.342 387 -2.194 -7.309 -829 -4.144 -970 -2.896 -7.309 -3.648 1.021
a. Aset (bersih) -2.360 262 -4.486 -2.672 -1.974 -1.610 -4.498 -10.755 -307 -2.271 -6.325 -3.729 -10.755 -4.080 1.388
b. Kewajiban (bersih) 2) -59 1.168 -289 -489 -367 1.998 2.304 3.446 -522 -1.873 5.355 833 3.446 432 -367

III. Jumlah (I + II) 1.218 4.092 14.085 2.213 1.091 1.404 -6.459 -1.750 4.101 658 4.664 4.872 14.294 6.342 5.168

IV. Selisih Perhitungan -38 -572 -1.369 -1.181 233 -1.493 2.246 -195 -146 394 -1.118 -918 -1.788 279 253

V. Neraca Keseluruhan (III + IV) 1.179 3.520 12.715 1.032 1.324 -89 -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 3.954 12.506 6.621 5.421

VI. Lalu Lintas Moneter 3) -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421
a. Perubahan Cadangan Devisa -1.179 -3.520 -12.715 -1.032 -1.324 89 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421

b. IMF: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Penarikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pembayaran 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Memorandum:
Posisi Cadangan Devisa 4) 52.875 56.920 56.920 58.987 59.453 57.108 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105 66.105 71.823 76.321
Transaksi Berjalan (% PDB) 1,9 3,0 2,4 2,3 -0,8 -0,7 -0,5 0,0 2,2 1,9 1,5 2,4 2,0 1,3 1,1
Rasio Pembayaran Utang (%) 5) 15,2 21,2 19,4 16,2 17,8 15,2 24,2 18,1 23,4 24,4 19,3 23,9 22,7 21,8 22,5
a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan
Otoritas Moneter 6) 5,1 9,0 7,3 4,4 7,7 4,7 9,2 6,4 6,0 10,0 5,2 8,5 7,5 5,0 7,2

*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
1) Format baru sejak publikasi Januari 2004
2) Tidak termasuk pinjaman IMF
3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi.
4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep
Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa.
6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.

46
Tabel Statistik

Tabel 7
Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kelompok/Sub Kelompok
III IV I II* III IV I II III IV I II III

I. Bahan Makanan 4,00 4,43 5,91 1,28 4,75 0,60 1,44 -1,76 4,94 -0,67 1,67 4,05 5,65
A. Padi-padian. umbi-umbian dan
hasil-hasilnya 0,69 3,48 2,59 2,11 0,60 0,91 2,76 -0,75 1,06 3,17 6,90 1,24 9,78
B. Daging dan hasil-hasilnya 9,08 -2,04 4,14 0,29 13,94 -4,64 2,39 -0,26 6,47 -4,14 0,72 2,02 12,83
C. Ikan segar 4,65 2,11 5,84 2,01 12,12 2,94 2,25 -2,52 4,63 -3,25 0,09 -1,92 7,47
D. Ikan diawetkan 3,06 0,73 7,87 1,84 8,04 4,32 2,24 -0,88 1,60 0,14 0,44 0,55 1,41
E. Telur. susu dan hasil-hasilnya 11,46 0,26 6,88 -0,19 8,94 -2,51 -0,34 -0,54 1,57 -0,51 0,01 1,12 2,71
F. Sayur-sayuran 2,17 7,39 2,42 1,68 3,79 6,60 2,59 -5,97 6,34 -0,97 4,13 8,96 1,08
G. Kacang-kacangan 4,49 7,90 28,51 1,84 5,93 0,42 0,18 -2,59 1,18 0,47 -18,67 24,27 3,27
H. Buah-buahan 2,87 1,79 1,38 0,89 7,30 1,68 0,71 3,11 8,14 -1,81 0,34 4,43 3,46
I. Bumbu-bumbuan -0,43 25,17 2,85 -0,07 -10,49 8,28 1,66 -8,24 23,17 0,07 -4,89 30,95 -1,06
J. Lemak dan minyak 7,09 6,71 15,72 1,47 -1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57 0,85 -0,63 2,05
K. Bahan makanan lainnya 0,75 -1,47 2,02 1,00 3,57 1,20 1,62 0,61 2,37 -1,40 0,67 1,14 2,96

II. Makanan jadi. Minuman. Rokok
dan Tembakau 1,33 1,85 4,02 1,33 2,62 2,43 2,40 1,18 2,12 1,90 2,62 1,00 1,86
A. Makanan jadi 1,35 2,36 5,50 1,63 2,83 2,35 1,59 1,03 1,46 1,42 2,69 1,32 1,92
B. Minuman yang tidak beralkohol 0,46 -0,20 1,47 1,06 2,15 1,50 5,39 2,15 5,61 2,46 2,86 -1,59 1,91
C. Tembakau dan minuman beralkohol 1,85 2,28 1,89 0,73 2,60 3,70 2,42 0,82 1,06 3,13 1,81 2,27 1,48

III. Perumahan 1,27 0,97 2,79 1,14 3,58 1,00 0,42 0,26 0,47 0,67 0,67 0,43 2,11
A. Biaya tempat tinggal 1,11 1,58 2,22 1,67 2,16 0,73 1,00 0,12 0,53 0,70 0,83 0,44 0,82
B. Bahan bakar. penerangan dan air 1,92 -0,45 4,69 -0,12 8,94 1,66 -1,48 0,29 0,55 0,83 0,51 0,45 6,03
C. Perlengkapan rumah tangga 0,57 1,05 1,45 0,97 1,66 1,10 0,95 0,68 0,75 0,67 0,31 0,42 0,70
D. Penyelenggaraan rumah tangga 1,61 1,30 2,71 0,86 1,71 1,08 1,00 0,53 -0,21 0,25 0,62 0,32 0,90

IV. Sandang 2,34 4,78 4,30 0,49 0,77 2,58 4,48 -1,88 1,06 2,31 -0,66 2,28 1,05
A. Sandang laki-laki 1,29 1,70 0,81 0,27 3,02 0,35 0,38 0,55 2,49 0,45 1,02 0,74 1,78
B. Sandang wanita 0,94 1,45 0,68 0,46 2,15 0,30 0,44 0,29 1,24 0,49 0,44 0,61 1,20
C. Sandang anak-anak 1,34 0,86 0,56 0,64 2,13 0,23 0,26 0,39 1,67 0,37 0,69 0,98 1,64
D. Barang pribadi dan sandang lainnya 5,53 13,60 12,66 0,59 -2,46 7,26 13,49 -6,30 -0,37 6,13 -2,88 5,39 0,61

V. Kesehatan 1,03 1,12 3,00 0,83 1,64 1,10 1,27 1,20 0,77 0,59 0,58 0,33 0,77
A. Jasa kesehatan dan obat-obatan 0,32 0,44 5,12 0,47 1,07 0,69 1,60 1,72 0,85 0,69 0,52 0,32 0,51
B. Obat-obatan 1,08 1,46 1,96 1,31 2,19 1,60 1,14 1,39 0,42 0,86 0,65 0,18 0,41
C. Jasa perawatan jasmani 0,61 0,73 1,15 1,10 2,36 1,61 1,39 0,73 1,38 1,38 0,84 0,34 2,07
D. Perawatan jasmani dan kosmetik 1,56 1,52 2,32 0,90 1,76 1,26 1,01 0,42 0,83 0,41 0,57 0,43 1,01

VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 7,97 0,43 0,14 0,44 3,77 0,82 0,22 0,22 2,94 0,48 0,18 0,09 2,39
A. Biaya pendidikan 12,73 0,36 0,09 0,18 6,76 0,70 0,04 0,06 4,86 0,62 0,03 0,02 4,42
B. Kursus dan pelatihan 0,87 0,48 0,72 0,45 4,95 0,32 0,59 0,46 1,27 0,77 0,77 0,17 0,69
C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 1,58 0,66 0,30 0,72 1,14 1,11 0,37 0,16 0,74 0,19 0,30 0,24 1,06
D. Rekreasi 0,01 0,64 0,20 0,92 0,51 1,02 0,48 0,55 0,74 0,30 0,37 0,15 -0,03
E. Olah raga 0,35 2,23 0,47 0,20 0,91 0,49 0,51 0,33 0,52 0,75 0,87 0,23 0,53

VII. Transpor dan Komunikasi 0,15 0,42 0,37 8,72 0,92 -2,94 -4,66 0,32 1,16 -0,44 0,34 0,21 2,45
A. Transpor 0,00 0,49 0,27 12,98 1,03 -4,46 -6,95 0,54 1,70 -0,73 0,50 0,27 1,59
B. Komunikasi dan pengiriman -0,02 0,00 0,01 -0,12 0,02 0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40 -0,06 -0,10
C. Sarana dan penunjang transpor 2,43 1,27 1,40 0,84 1,34 1,64 1,38 0,34 0,87 1,07 0,96 0,55 15,77
D. Jasa Keuangan 0,00 0,00 4,90 0,01 3,89 0,00 0,00 0,00 0,65 0,00 0,00 0,04 0,00

U M U M 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79
Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100), data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

47
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kota
III IV I II* III IV I II III IV I II III

1. Lhokseumawe 5,34 -1,05 4,84 4,38 2,92 2,97 -0,56 -0,37 4,37 0,53 -0,09 1,17 0,05
2. Banda Aceh 5,85 1,94 3,49 2,75 1,36 1,39 0,35 0,14 4,12 -1,08 0,44 -0,33 1,47
3. Padang Sidempuan 3,76 2,51 4,65 2,53 1,27 1,56 -0,03 -1,07 2,66 0,33 0,38 2,13 0,82
4. Sibolga 1,15 2,69 4,63 2,31 3,06 2,22 -0,52 -0,01 3,45 -1,28 1,21 2,60 2,67
5. Pematang Siantar 3,78 1,97 3,07 2,88 1,37 1,33 -0,20 0,10 3,26 -0,41 1,04 2,89 1,08
6. M e d a n 1,96 3,23 2,19 2,07 1,21 2,26 -0,84 -0,17 3,35 0,38 1,05 2,12 1,52
7. Padang 2,06 3,05 4,35 4,09 2,04 2,07 0,04 -1,34 2,79 0,59 1,02 2,41 0,74
8. Pekanbaru 1,92 3,31 4,15 2,46 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83
9. Batam 2,15 1,56 2,91 2,29 1,72 0,58 0,64 -0,43 1,76 -0,09 1,72 1,67 1,76
10. Jambi 2,57 2,75 2,16 4,19 1,76 -0,19 0,26 -0,72 2,37 0,58 1,53 3,22 2,37
11. Palembang 3,23 3,28 3,11 3,41 3,20 -0,29 -0,06 0,09 1,57 0,25 0,58 1,18 2,50
12. Bengkulu 3,10 1,37 4,09 4,14 3,61 0,34 0,09 -0,74 4,06 -0,48 1,35 2,15 3,88
13. Bandar Lampung 3,40 2,22 3,29 2,93 4,95 0,74 0,92 -1,29 4,85 -0,25 0,15 2,53 4,39
14. Pangkal Pinang 0,67 0,33 6,53 4,20 4,26 0,13 -0,78 -0,74 3,16 0,57 1,37 0,41 5,18
15. Dumai - - - 3,80 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21
16. Tanjung Pinang - - - 2,45 3,33 1,19 0,32 -0,73 1,29 0,55 0,80 2,12 1,66
17. Jakarta 1,85 1,61 3,51 1,94 2,54 - - - - 0,58 0,92 1,21 2,63
18. Tasikmalaya 1,65 2,20 2,57 2,54 3,64 - - - - 1,15 1,33 0,82 1,80
19. Serang - - - 2,21 4,50 - - - - -0,07 0,31 1,87 1,54
20. Tangerang - - - 3,04 3,21 0,00 0,32 -0,06 2,03 0,19 0,74 1,32 2,46
21. Cilegon - - - 2,11 0,88 1,57 0,63 0,36 1,89 0,20 0,87 1,60 1,69
22. Bogor - - - 1,15 2,38 0,46 0,79 -0,27 1,72 -0,08 1,11 1,44 2,74
23. Sukabumi - - - 2,80 3,42 1,32 1,67 0,35 1,25 0,18 0,61 1,02 2,96
24. Bekasi - - - 1,24 3,82 0,03 0,01 -0,26 1,76 0,41 1,26 2,08 2,85
25. Depok - - - 2,45 3,49 0,18 -0,87 -0,20 2,43 -0,03 0,75 2,23 2,52
26. Bandung 2,48 1,82 2,81 2,76 2,28 -0,07 0,11 -0,14 1,64 0,50 0,84 0,47 2,21
27. Cirebon 2,22 2,06 3,52 3,33 4,04 0,19 0,91 0,04 2,49 0,62 0,36 1,25 3,52
28. Purwokerto 2,21 0,26 3,60 2,75 3,53 1,16 0,78 0,11 1,17 0,73 1,11 1,23 2,20
29. Surakarta 0,99 1,42 2,74 2,13 1,74 0,13 1,06 0,19 1,21 0,14 0,68 1,58 1,91
30. Semarang 1,98 1,72 4,18 2,40 2,83 0,18 0,72 0,06 1,96 0,41 1,02 1,23 3,33
31. Tegal 2,84 2,88 2,72 1,82 2,36 0,45 1,05 1,05 3,15 0,47 0,62 1,48 2,65
32. Yogyakarta 3,17 2,59 2,85 2,51 3,16 - - - - 0,30 1,00 1,65 2,91
33. Jember 2,13 2,91 2,73 3,46 2,77 - - - - 1,35 -0,02 1,99 2,35
34. Sumenep - - - 1,62 2,83 1,05 0,25 0,14 1,90 0,42 0,52 1,44 3,69
35. Kediri 1,55 2,76 2,94 2,11 3,10 -0,35 0,90 0,02 2,04 0,61 0,63 1,95 2,23
36. Malang 2,12 2,28 4,06 2,77 2,93 0,38 1,28 0,16 1,38 0,54 1,00 1,23 2,57
37. Probolinggo - - - 1,81 3,85 0,00 0,60 0,07 1,84 1,00 0,72 1,82 3,46
38. Madiun - - - 4,05 2,27 -0,32 1,02 0,00 1,52 0,82 0,83 1,15 2,39
39. Surabaya 2,02 2,12 3,59 2,00 2,56 0,14 1,06 -0,41 1,97 0,74 0,63 1,29 3,93
40. Denpasar 1,36 1,95 3,35 1,78 3,14 - - - - 1,02 1,42 1,26 3,77
41. Mataram 1,14 2,78 3,23 3,21 3,23 - - - - -0,65 2,33 2,70 3,34
42. Bima - - - 4,94 3,16 0,77 2,41 -1,12 2,06 0,71 1,53 1,15 2,23
43. Maumere - - - 2,24 6,66 -2,44 0,39 1,10 3,47 0,19 2,11 2,52 3,02
44. Kupang 0,90 2,47 3,33 2,31 0,46 - - - - 2,39 3,25 2,24 3,08
45. Pontianak 2,12 2,49 4,21 2,27 3,21 - - - - -0,88 2,51 0,03 4,75
46. Singkawang - - - 2,94 2,73 0,02 0,38 -0,90 2,44 -0,74 3,55 0,11 4,61
47. Sampit 1,84 4,38 1,60 2,87 1,72 - - - - 1,09 1,62 2,02 2,65
48. Palangka Raya 2,38 4,95 4,48 2,22 3,62 - - - - 1,66 1,32 2,21 3,64
49. Banjarmasin 2,60 2,39 4,12 2,48 2,23 - - - - 1,41 1,50 2,87 2,86
50. Balikpapan 4,54 1,40 3,75 2,88 1,84 - - - - 0,69 2,55 0,76 4,14
51. Samarinda 4,84 1,85 3,97 3,32 2,96 - - - - 0,29 2,07 0,74 3,28

48
Tabel Statistik

Tabel 8
Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan)
(Persen)1)

2007 2008 2009 2010


Kota
III IV I II* III IV I II III IV I II III

52. Tarakan - - - 2,48 5,54 0,82 0,53 1,34 3,52 1,66 2,89 -1,77 5,23
53. Manado 3,45 3,46 1,04 3,63 3,02 0,17 1,18 -2,08 0,74 2,50 0,72 0,20 3,81
54. P a l u 1,60 3,84 1,49 2,44 5,01 -0,63 1,78 -0,36 3,35 0,87 -0,64 1,66 4,93
55. Watampone - - - 6,26 3,62 0,27 2,14 0,84 2,85 0,87 1,42 0,47 4,78
56. Makassar 3,38 -0,54 4,45 3,39 3,50 - - - - 1,00 1,01 0,62 4,09
57. Parepare - - - 2,76 4,21 0,43 0,40 -0,53 1,85 -0,32 0,48 0,59 3,35
58. Palopo - - - 3,15 3,50 1,16 1,14 -0,12 2,00 1,11 0,75 0,02 3,04
59. Kendari 0,15 2,94 2,91 6,49 3,30 0,74 2,99 -0,34 2,20 -0,28 -0,20 0,70 3,77
60. Gorontalo 3,22 4,51 -0,04 2,59 4,01 0,16 2,33 0,59 0,85 0,53 1,59 -0,25 5,63
61. Mamuju - - - 3,04 5,86 -0,29 -0,35 0,06 1,45 0,62 0,84 0,60 1,58
62. Ambon 2,38 1,07 2,92 1,76 5,06 -4,80 2,26 -2,43 1,82 4,81 2,84 0,26 4,70
63. Ternate 0,44 5,21 4,71 1,17 4,30 -0,92 1,25 -0,27 1,32 1,54 1,79 -1,26 2,58
64. Manokwari - - - 5,78 8,31 0,62 3,52 0,36 2,39 1,07 -0,44 1,58 1,89
65. Sorong - - - 5,72 7,29 -1,86 0,77 0,52 0,42 0,87 1,34 1,84 5,50
66. Jayapura 0,52 4,45 6,49 5,86 2,88 0,31 -0,06 -0,36 1,55 0,78 1,31 1,03 1,36

NASIONAL 2,28 2,09 3,41 2,46 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79

Keterangan :
1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya
Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2002 (2002 = 100).
* Mulai 1 Juli 2008, perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100) dengan jumlah kota menjadi 66 kota,
data triwulan II-2008 adalah data inflasi mtm (month to month) bulan Juni 2008

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

49
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2010

Tabel 9
Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar
(Persen) 1)

Akhir Pertanian Pertambangan Industri Impor Ekspor Umum


Periode Total Nonmigas Migas

2005
Trw.I 3,80 3,00 8,04 9,11 10,73 4,61 24,20 8,02
Trw.II 0,00 0,70 1,34 0,69 1,43 0,00 5,13 1,38
Trw.III 2,76 0,70 1,32 6,85 9,15 3,28 20,49 4,08
Trw.IV 4,03 13,19 22,22 0,64 -3,87 2,38 -13,77 9,15

2006
Trw.I 3,87 0,61 1,60 -0,64 -1,34 -4,65 3,29 -1,20
Trw.II 4,97 1,83 2,11 5,13 8,84 6,50 13,64 4,85
Trw.III 5,33 2,40 2,58 0,61 0,00 2,29 -3,60 2,31
Trw.IV 6,74 3,51 1,51 1,82 -5,00 1,49 -16,18 0,56

2007
Trw.I 6,32 3,39 3,47 3,57 2,63 3,68 1,49 3,93
Trw.II 2,97 1,64 3,35 5,75 7,05 2,84 14,63 4,32
Trw.III 7,69 1,61 3,70 3,26 1,80 -0,69 6,38 3,63
Trw.IV 7,59 3,70 5,80 11,05 10,00 2,08 24,40 8,50

2008
Trw.I 7,05 4,08 7,17 6,64 5,88 5,44 6,43 6,45
Trw.II 7,75 10,78 12,60 15,56 14,14 5,16 28,10 12,55
Trw.III 4,68 3,54 1,40 -9,23 -5,31 2,45 -15,09 -1,92
Trw.IV 0,00 4,27 -4,14 -11,86 -13,55 9,58 -47,22 -6,67

2009
Trw.I 2,93 7,52 -0,26 5,28 2,44 13,96 -31,67 1,80
Trw.II 3,07 -0,40 1,23 0,54 -0,81 -5,30 21,28 0,99
Trw.III 5,19 1,22 1,13 -0,37 -2,86 n.a n.a 0,79
Trw.IV 1,19 1,05 0,53 0,60 1,88 n.a n.a 0,91

2009
Trw.I 2,05 0,60 1,57 0,22 0,27 n.a n.a 1,17
Trw.II 2,25 0,80 0,60 0,81 6,91 n.a n.a 3,31
Trw.III 3,74 0,52 1,41 0,57 -0,99 n.a n.a 1,37
Keterangan :

1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya.
Perhitungan IHPB menggunakan tahun dasar 2005 (2005 = 100).
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)

50

Anda mungkin juga menyukai