BAB PERTAMA
Latar Belakang Sejarah
Sebanyak satu juta buruh dan petani dibantai dalam kudeta militer
yang diatur oleh CIA dan dipimpin oleh Jenderal Suharto. Kudeta
militer ini dilakukan untuk menyingkirkan rejim burjuis Sukarno
yang sedang goyah, menindas pergerakan massa di Indonesia dan
mendirikan rejim militer yang brutal.
Pada waktu kudeta militer itu, PKI merupakan partai Stalinis yang
terbesar di seluruh dunia, di luar Cina dan Uni Sovyet. Anggotanya
berjumlah sekitar 3.5 juta; ditambah 3 juta dari pergerakan
pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang
mempunyai 3.5 juta anggota dan pergerakan petani BTI yang
mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita, organisasi
penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih
dari 20 juta anggota dan pendukung.
Namun pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-
anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban
pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp
konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Pada tahun 1939, yang pada waktu itu masih dipanggil East Indies
Belanda memasok lebih dari separuh konsumsi total bahan mentah
yang penting bagi Amerika Serikat. Kekuasaan atas daerah penting
ini merupakan masalah penting dalam perang AS-Jepang di Pasifik.
Dalam masa setelah perang kelas penguasa AS bertekad bulat untuk
tidak kehilangan kekayaan-kekayaan negara ini ke tangan rakyat
Indonesia.
Pada tahun 1940 hanya ada satu dokter untuk setiap 60,000 orang
(dibandingkan dengan India, di mana rasionya adalah 1:6,000) dan
2,400 lulusan Sekolah Menengah Atas. Pada akhir Perang Dunia
Kedua, 93 persen dari populasi Indonesia masih buta-huruf.
Selama waktu ini, ratusan ribu buruh dan petani menjadi anggota
atau mendukung PKI karena mereka kehilangan kepercayaan
terhadap para pemimpin burjuis dan karena mereka memandang
PKI sebagai partai revolusioner. Mereka juga terilhami oleh
kemajuan-kemajuan Partai Komunis Cina Mao Tse Tung dalam
perangnya melawan Chiang Kai-Shek. Dalam perang melawan
Belanda, buruh dan petani menduduki tanah dan bangunan-
bangunan berulang-ulang dan serikat-serikat buruh massa dibentuk.
BAB KEDUA
Para Stalinis Mengkhianati Pergerakan Massa
Pergerakan Baru
Pada bulan April 1964, dalam interview dengan S M Ali dari "Far
Eastern Economic Review" Aidit menetapkan untuk kaum burjuis
nasional perspektif Stalinis untuk perubahan yang damai dan
berangsur-angsur ke arah sosialisme yang terdiri dari "dua tahap" di
Indonesia.
"Bila kita sudah mencapai tahap pertama dari revolusi kita, yang
sedang berlangsung sekarang, kita akan bisa mengadakan konsultasi
yang damai dengan elemen-elemen progresif lain di masyarakat kita
dan tanpa perjuangan bersenjata kita akan membawa negara kita ke
revolusi sosialis."
Dengan cara ini, para Stalinis dalam PKI melucuti para pekerja
dalam PKI yang paling sadar akan kelasnya. Pengertian dasar
Marxis tentang negara sebagai "badan orang-orang bersenjata" yang
digunakan oleh kelas penguasa untuk menjaga kekuasaannya telah
disangkal secara kriminal.
BAB KETIGA
1965-Warisan Berdarah Stalinisme
"Suatu waktu kamu harus memukul keras pada waktu yang tepat."
Operasi ini didalangi oleh bekas direktur CIA William Colby, yang
pada waktu itu adalah direktur Divisi Asia Timur CIA, dan dengan
itu menjadi bertanggung-jawab atas pengarahan strategi rahasia AS
di Asia. Colby mengatakan bahwa mencari pengetahuan tentang
kepemimpinan PKI menjadi latihan untuk program Phoenix di
Vietnam, yang merupakan usaha untuk memusnahkan semua
pendukung Front Kemerdekaan Nasional di akhir dekade 1960-an.
Paling sedikit satu juta orang dibantai dalam bencana enam bulan
yang mengikuti kudeta itu. Ini adalah perkiraan dari sebuah
kelompok lulusan Universitas Indonesia yang diperintah oleh
angkatan bersenjata itu sendiri untuk menyelidiki kesebar-luasan
pembunuhan-pembunuhan ini.
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling
sedikit 35,000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana
para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesianya
Sukarno, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden
khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang
mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian
dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani
tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang
sudah hangus.
Ketika ratusan ribu anggota dan pendukung PKI sedang diburu dan
dibinasakan, kepemimpinan PKI dan rekan-rekannya di Kremlin,
Beijing dan Partai Komunis Australia (CPA) menganjurkan kader
PKI, pekerja dan massa petani untuk tidak melawan, memberikan
lampu hijau untuk jendral-jendral militer untuk melakukan eksekusi
massa itu.
BAB KEEMPAT
Antek-Antek Kontra Revolusi Pablois
Duapuluh lima tahun setelah itu, dengan junta militer Suharto masih
duduk tanpa kasihan di atas punggung jutaan rakyat Indonesia yang
tertindas, itu sangatlah penting untuk mempelajari bagaimana para
oportunis Pablois memberikan PKI dan Sukarno kerudung politik
yang sangat mereka perlukan.
Itu adalah ukuran dari sinisme para Pablois dan sikap tunduk
mereka kepada para Stalinis dan kaum burjuis nasional bahwa tidak
satupun dari artikel-artikel dan pernyataan-pernyataan yang dicetak
dalam pamflet mereka di tahun 1966 menyebut keberadaan sebuah
badan anggota dari "Sekretariat Tergabung" di Indonesia, apalagi
menerangkan peranan badan itu dalam kejadian-kejadian sebelum
kudeta.
Itu jelas bahwa Partai Acoma mengarahkan para pekerja dan petani
yang mencari jalan lain ke program kolaborasi antar-kelas PKI.
Pembantu-pembantu kontra-revolusioner
BAB KELIMA
Para Pablois menutupi kekhianatan Stalinis.
Demikian, setahun setelah kudeta militer itu, pada saat mana satu
juta pekerja dan petani sudah binasa, para Pablois sedang menutupi
pelajaran-pelajaran tahun 1965 dan masih menganjurkan para
pekerja dan petani Indonesia untuk tetap mempercayai PKI.
Seruan para Pablois untuk "diktatur proletar dan para petani miskin"
mencoba untuk menghidupkan kembali formula "Bolshevik Lama"
tentang "diktatur demokratis proletar dan petani" yang diganti oleh
Lenin di tahun 1917. Lenin mengadopsi posisi Trotsky yang tegas
bahwa proletariat adalah kelas revolusioner satu-satunya yang dapat
memimpin para petani dan melaksanakan tugas-tugas demokratis
dan sosialis negara-negara terbelakang sebagai bagian dari
perjuangan kelas buruh seluruh dunia.
Sifat ganda dari "pelajaran" ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa
itu ditujukan kepada para Stalinis. Penyebutan-penyebutan "kader
proletar kuat" dan "teori Marxis" adalah palsu.
Itu adalah doktrin ini yang memandu kebulatan tekad Aidit dari
kepemimpinan PKI untuk mencegah sebuah revolusi sosialis
proletar di Indonesia. Dalam kata-kata Aidit: "Kelas buruh, petani
dan kelas petit-burjuis dan kelas burjuis nasional haruslah
bergabung dalam satu front nasional".
Kesimpulan
Also in English
http://www.wsws.org/exhibits/1965coup/coup1965.shtml