PENDAHULUAN
1
Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa
nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Muscularis
adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini
dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong.
Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik
(gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam
lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan
pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk
mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya.
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu
sel goblet (goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief (chief cell). Sel
goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan
2
terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal
berfungsi untuk memproduksi asam lambung (Hydrochloric acid) yang berguna
dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi
1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung
mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi
dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki
oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chime (kim) atau bubur makanan. Otot lambung
bagian pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum.
Caranya, otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika
tersentuh kim yang bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke
duodenum akan berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim
yang bersifat asam tiba di pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga
makanan lewat. Oleh karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus
menutup. Makanan tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan
yang bersifat basa dibelakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka.
Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian
3
seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi
segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif setelah 2 samapi 5 jam,
lambung kosong kembali.
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormone. Impuls
parasimpatikus yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan
motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan
lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh,
kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini
disebabkan oleh hormone saluran cerna terutama sekretin dan kholeistokinin-
pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama
aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung
merupakan proses umpan balik humoral.
Kelenjar di lambung tiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah lambung yang
merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis dengan pH antara 0,8-1,5,
yang mengandung pula enzim pencernaan, lender dan faktor intrinsic yang
dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12. Asam klorida menyebabkan denaturasi
protein makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam
klorida juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah
pepsinogen yang tak aktif menjadi pepsin.
Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada pengaturan
motilitas lambung serta pengosongannya, disini pun terjadi pengaturan oleh saraf
maupun hormone. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah lambung
dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).
4
langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel
G antrum. Melalui aliran darh, gastrin akan samapai pada sel parietal dan akan
menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi asam
klorida ini, histamine juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh mastosit
karena stimulasi vagus. Secara tak langsung dengan pembebasan histamine ini
gastrin dapat bekerja.
Fase lambung, Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang masuk
kedalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil urai protein, kofein
atau lakohol, akan menimbulkan refleks kolinergik local dan pembebasan gastrin.
Jika pH turun dibawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.
Pada fase usus mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian akan
diikuti dengan penurunan sekresi getah lambung. Jika kim yang asam masuk ke
usus duabelas jari akan dibebaskan sekretin. Ini akan menekan sekresi asam
klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah
lambung lainnya dilakukan oleh kholesitokinin pankreozimin, terutama jika kim
yang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.
Disamping zat-zat yang sudah disebutkan ada hormone saluran cerna lainnya
yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory polypeptide)
menghambat sekresi HCl dari lambung dan kemungkinan juga merangsang
sekresi insulin dari kelenjar pankreas.
5
Rangsang bau dan
rangsang kecap Rangsang n. Vagus
Pembebasan
gastrin
Stimulasi sel
Pembebasan
HCl
1.2 Tujuan
1. Mengetahui konsep penyakit dari ulkus peptikum dan ulkus duodenum
2. Mengetahui patofisiologi gambaran penyakit secara menyeluruh
3. Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit dari ulkus peptikum dan
ulkus duodenum dalam bidang keperawatan
4. Mengetahui peranan keperawatan
6
1.3 Manfaat
Bagi Mahasiswa Keperawatan :
1. Menambah wawasan pengetahuan tentang penyakit yang berhubungan
dengan penyakit saluran cerna yaitu ulkus peptikum dan ulkus duodenal.
2. Mengetahui konsep penyakit dan manifestasi klinis penyakit ulkus
peptikum dan ulkus duodenal.
3. Dapat secara tepat menggunakan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami ulkus peptikum dan ulkus duodenal diarea klinik nantinya.