Anda di halaman 1dari 4

Luka Operasi dan Penyembuhan Pascaoperasi

oleh Evan Regar, 0906508024

Pada dasarnya, luka merupakan suatu keadaan cidera yang terdapat pada bagian dari jaringan tubuh,
terutama yang disebabkan oleh trauma fisik dan terlihat dari sifatnya yang robek (tearing), terpotong
(cutting), dan hilangnya integritas jaringan (breaking of the tissue). Luka juga didefinsikan sebagai
terputusnya integritas jaringan yang biasanya disertai dengan proses perdarahan.1

Demikian juga luka yang ditimbulkan akibat kesengajaan dalam hal melakukan tindakan operasi, luka operasi
ditimbulkan akibat sayatan pisau bedah. Luka sayat dalam melakukan tindakan operasi dapat berbentuk: (1)
lurus; atau (2) elips. Sayatan lurus merupakan suatu sayatan yang paling umum dibuat, sementara sayatan
berbentuk elips diterapkan dengan tujuan memperluas lapangan operasi terutama agar akses lebih luas
untuk intervensi bedah. Sayatan elips memiliki perbandingan antara panjang dan lebar sayatan sekitar 3-4
berbanding satu.1 Namun demikian, luka dalam tindakan operasi cenderung terkendali dengan adanya proses
penjahitan dan penjagaan kondisi steril di daerah sekitar luka. Luka sayat ditandai dengan kerusakan epitel
dan jaringan pengikat, serta lapisan basal epitel secara kontinu.

Pada umumnya, penyembuhan luka insisi dalam tindakan bedah merupakan penyembuhan perprimam
(first intention healing, parimary closure) yang ditandai dengan tepi-tepi luka yang teraproksimasi dengan
baik (akibat adanya sutura / benang jahit).1,3 Bandingkan dengan proses repair akibat luka lebar dan besar
yang ditandai dengan respons inflamasi yang lebih besar dan penciptaan jaringan granulasi yang masif, serta
terjadinya deposisi kolagen secara ekstensif yang menyebabkan adanya scar yang secara nyata terlihat.
Proses ini disebut dengan healing by secondary union, second intention.

Setiap jaringan tubuh akan mengalami proses reparasi setelah mengalami cidera. Proses reparasi ini secara
umum terbagi atas tiga fase, yakni inflamasi, proliferasi, dan maturasi, dan ketiga proses ini saling
bertumpangtindih.3 Seiring dengan proses berjalan, deposisi kolagen semakin lama semakin banyak. Fase
inflamasi merupakan fase awal yang terjadi segera setelah luka terjadi. Fase ini diinduksi dari platelet yang
mengalami adhesi dan agregasi hingga membentuk gumpalan pembekuan darah (blood clot). Hal ini
berguna untuk menhentikan pendarahan dan menjadi “cetakan” untuk pergerakan sel-sel yang ditarik oleh
faktor pertumbuhan, sitokin, dan kemokin. Dalam 24 jam pertama, neutrofil telah berada di bats insisi dan
menggunakan “cetakan” yang dihasilkan oleh bekuan darah ini untuk berjalan.

Gambaran skematik perjalanan proses wound healing ditinjau berdasarkan respons seluler, dan vaskuler2

Apabila dalam kondisi luka yang tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme seperti bakteri, peranan PMN
(neutrofil) secara signifikan digantikan oleh makrofag. Mengapa demikian? Ini disebabkan peranan makrofag
tidak terbatas hanya menjalankan fungsi fagositosis, melainkan merupakan sumber dari faktor-faktor
pertumbuhan dan sitokin. Zat-zat ini kemudian akan sangat berguna dalam membanggil makrofag lain dan
memicu proses wound healing. Hal ini terlihat setelah insisi pembedahan , bahwa pada awalnya hanya terlihat
fibroblas yang sangat jarang, namun pada hari kelima luka telah banyak dipenuhi komponen seluler yang
aktif membelah, bahkan di hari ketujuh benang jahit sudah dapat dibuka karena telah cukup kuat, terekat.

Pada fase proliferatif, terjadi pembentukan jaringan granulasi, proliferasi dan migrasi sel-sel jaringan
pengikat, serta terjadi proses reepitelisasi permukaan luka. Pada luka pascaoperasi, proses re-epitelisasi luka
cenderung menghasilkan scar yang tipis dan halus. Bandingkan dengan healing by secondary union.
Pembentukan jaringan granulasi ditandai dengan angiogenesis dan proliferasi fibroblas. Proliferasi fibroblas
dipicu oleh faktor pertumbuhan seperti PDGF, EGF, TGF-β, FGF, IL-1 dan TNF.3 Angiogenesis dibutuhkan
terutama untuk menyediakan oksigen dan nutrigen bagin fibroblas yang sedang dalam keadaan aktif
membelah. Banyak protein plasma yasng keluar ke ruang ekstravaskuler, sehingga penampilan jaringan
granulasi cenderung bengkak (edematous). Jaringan granulasi tergantung dari banyak kerusakan jaringan
akibat luka serta intensitas inflamasi yang terjadi, sehingga jaringan granulasi banyak nampak pada
secondary union healing.

Reepitelisasi sendiri berlangsung dengan diawali pergerakan sel-sel epitel dari tepi luka sepanjang insisi di
dermis, lalu bertemu di garis tengah yang menghasilkan lapisan epitel tersambung yang tipis dan menutup
lukanya. Kolagen juga mulai menutup insisi dengan penumpukkan kolagen tipe III sebelum digantikan
kolagen tipe I melalui aktivitas TGF- β. Proses epitelisasi yang sempurna akan berlangsung jauh lebih sulit
pada proses secondary union karena jarak yang terlalu jauh. Pembelahan epitel selanjutnya menebalkan
lapisan epidermis melalui FGF-7 yang meningkatkan migrasi keratinosit dan proliferasinya. Dalam kondisi
normal, epitelisasi berlangsung sampai 48 jam.

Fase remodelling merupakan fase di mana akumulasi kolagen yang telah tercapai akan dimodifikasi dari serat
kolagen yang cenderung jarang dan tidak kuat menjadi serat yang terorganisasi dengan baik. Dengan kata
lain, terjadi perubahan dari jaringan granulasi menjadi scar melalui perubahan kompsisi matriks
ekstraseluler. Degradasi kolagen terutama disebabkan oleh matrix metalloproteinase (MMP), termasuk di
antaranya kolagenase dan gelatinase. Pada penyembuhan awal kolagen tipe III lebih banyak ditemukan,
namun dengan remodelling akan tercapai keseimbangan kolagen tipe I dengan III dengan rasio mendekati
4:1.2 Kepadatan kapiler darah berkurang dan demikian juga dengan jumlah fibroblas.

Bagaimanakah kekuatan kulit pascaluka? Jika ditinjau khusus untuk luka pascaoperasi, setelah pembukaan
benang jahit di akhir minggu pertama, kekuatan kulit hanya mencapai 10% dari kulit lainnya. Namun
kekuatannya semakin meningkat di 1 bulan dan pada akhir bulan ketiga telah mencapai 70 hingga 80%
kekuatan asli. Inilah puncak kekuatan kulit yang sembuh dan cenderung tidak bertambah lagi kekuatannya.

Scar

Scar yang tipis pada umumnya tidak terlihat. Scar seperti ini pada umumnya muncul apabila jaringan
terganggu hanya secara superfisial. Scar tidak dapat dihindari untuk luka bedah. Faktor yang memengaruhi
proses scar ini dipengaruhi oleh faktor genetik (pada orang Afrika keloid akan muncul sebagai respons
terhadap luka minor; sedangkan orang Asia memiliki kecenderungan untuk menghasilkan scar yang
hipertropik). Faktor usia juga berperan dengan orang berusia lanjut memiliki respons inflamasi yang rendah
dan jarang menciptakan scar yang hipertropi. Faktor mekanik memengaruhi pembentukan scar karena
tempat yang mana terjadi banyak tekanan akan cenderung menghasilkan scar yang hipertropik.

Faktor yang Memengaruhi Penyembuhan Luka


Seharusnya luka pascaoperasi dapat sembuh tanpa komplikasi dan berlangsung dalam waktu yang dapat
dipredksi. Namun demikian, proses penyembuhan ini dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. 4
Proses utama dari penyembuhan luka pascaoperasi adalah menghindari gangguan terhadap luka dan
pencegahan terhadap invasi bakteri. Wound dressings ialah bahan yang jika digunakan untuk menutupi
permukaan luka akan menciptakan lingkungan di mana proses penyembuhan luka akan berlangsung dengan
optimal. Berapa lama wound dressing sendiri sangat bervariasi. Ada yang menyatakan 24 jam, bahkan ada
yang menyatakan hingga proses penyembuhan berlangsung dengan sempurna. Tujuan khusus dari wound
dressing adalah menciptakan kondisi yang cukup air, nyaman, dan untuk mengendalikan rasa nyeri serta bau.

Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka sendiri terdiri atas faktor sistemik, antara lain: (1) nutrisi
khususnya vitamin C yang jika kekurangan dapat menghambat proses sintesis kolagen; (2) status metabolik,
seperti penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan penyembuhan lambat karena mikroangiopati; (3)
status sirkulasi; dan (4) hormonal seperti glukokortikoid yang bisa menghambat sintesis kolagen; (5)
penyakit jaringan ikat; serta (6) penyakit imunosupresi.

Selain daripada faktor sistemik, faktor lokal seperti infeksi, faktor mekanik, serta jenis dan lokasi luka
memengaruhi proses penyembuhan. Luka yang dikellingi daerah yang kaya pembuluh darah akan mengalami
kesembuhan lebih cepat. Infeksi juga merupakan penyebab penyembuhan luka yang terlambat akibat
kerusakan jaringan yang terus menerus dan inflamasi.

Kepustakaan

1. Moenadjat Y. Pengetahuan dasar dan keterampilan bedah minor. Jakarta: Kolegium Ilmu Bedah
Indonesia IKABI; 2002. p. 34-42
2. Mulholland. Michael W. Lillemoe. Keith D. Doherty. Gerard M. Greenfields surgery: scientific
principles and pratice: fourth ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 76-79
3. Kumar V. Abbas AK. Fausto N. Aster JC. Robbins and cotran: pathologic basis of disease, eight edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. p. 102-10
4. Baxter H. Management of surgical wounds. Nursing Times: 2003. 99(13)
Lampiran Gambar

Anda mungkin juga menyukai